Anda di halaman 1dari 2

DATABASE INOVASI

Brand Image Bordir dari Bangil (Bang Kodir/Bangil Kota Bordir)


Sektor Ekonomi

Sub-sektor Penyederhanaan Perijinan

Provinsi Jawa Timur

Kota/Kabupaten Pasuruan

Institusi Pelaksana -

Kategori Institusi Pemerintah Kabupaten

Penghargaan -

Kontak -

Mitra -

Mengapa program/kebijakan tersebut muncul?


Produksi bordir yang tinggi namun kalah saing dengan produksi daerah lain

Apa tujuan program/kebijakan tersebut?


Menciptakan brand image tentang produk bordir

Bagaimana gagasan tersebut bekerja?


Melakukan serangkaian promosi untuk memunculkan brand image

Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat?


Wakil Bupati

Apa perubahan utama yang dihasilkan?


Semakin banyak yang tertarik dengan usaha bordir dan pemasaran produk bordir semakin
bagus dan meluas

Siapa yang paling memperoleh manfaat?


Pengrajin dan pengusaha bordir

Downloaded from IGI Website


http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Deskripsi Ringkas

Berbicara bordir, maka akan teringat oleh dua daerah, yakni Tasikmalaya dan Bali. Padahal, sebenarnya
Pasuruan juga memiliki sentra bordir yang tidak kalah kualitasnya. Bahkan, beberapa produk bordir di
Bali banyak yang diambil dari Pasuruan, tepatnya bordir dari daerah Bangil. Keadaan ini kemudian
mendapat respon dari Pemkab Pasuruan. Sebab, pengrajin bordir di Pasuruan jumlahnya ada puluhan
ribu, produknya tersebar di saentero Indonesia, bahkan di ekspor ke manca negara. Sayangnya,
tingginya potensi itu tidak menjadikan Pasuruan besar karena bordirnya.

Melihat kondisi tersebut, muncul inisiatif dari Wakil Bupati Pasuruan, Muzammil Syafii, untuk menjadikan
bordir sebagai brand, bukan sekedar sentra produksi semata. Konsekuensi dari inisiatif Wakil Bupati,
maka dibentuklah Aspendir (Asosiasi Pengrajin Bordir) di Pasuruan yang jumlahnya sekitar 4000-an
pengrajin.

Awalnya, rencana untuk menjadi bordir sebagai brand image ini mendapat beberapa kendala. Salah
satunya dari segi anggaran, yang sulit diterima DPRD Pasuruan. Sebab dana senilai 240 juta rencananya
akan digunakan untuk promosi dianggap terlalu besar oleh DPRD. Namun karena desakan wakil bupati
yang bahkan mengancam akan membiayai sendiri jika DPRD tidak menyetujui, maka anggaran untuk
membuat brand image itu pun dikabulkan. Sejak saat itu, dimulailah kampanye Bang Kodir (Bangil Kota
Bordir).

Bang Kodir ini tidak sekedar berfokus untuk upaya promosi saja, namun lebih kompleks lagi. Sebab dari
segi lain, pengrajin ternyata juga memiliki kendala dalam desain, manajemen pemasaran, dan
permodalan. Untuk itu, program yang digalakan Pemkab juga mencakup usaha pemberdayaan terhadap
para pengrajin. Sebagai misal, dari segi permodalan, Pemkab Pasuruan mengucurkan dana senilai 2
milliar melalui Bank Bukopin untuk mengatasi masalah permodalan.

Dengan keseriusan program Pemkab, maka jumlah pengrajin semakin mmbeludak, yang itu berarti
adanya serapan lapangan pekerjaan. Dari 4.000 perajin pada 2005, saat ini jumlahnya lebih dari 10.000
perajin. Mereka terorganisasi dalam 99 usaha kecil dan menengah (UKM). Pangsa pasar bordir pun
semakin meluas dan menembus pasar dunia. Banyak muncul pesanan produk dari Malaysia dan Timur
Tengah.

Downloaded from IGI Website


http://cgi.fisipol.ugm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai