( DEMENSIA )
OLEH
JAJANG JAMALUDIN
J.0105.13.03
A. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-
hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley,
A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian
dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang
biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada
dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali
kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai
berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau
menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal.Hanya satu
terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran,
tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun
rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana
terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun
(misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan
dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan
(terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak
mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer
stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah.
Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi
usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya
harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali
lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 1.0 %
dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 15% atau sekitar 3 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini
diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah
satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer
merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler
penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia
vaskuler 50 60 % dan 30 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada
sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab
utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body,
demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah
kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan
dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam,
gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-
genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
Faktor genetic
Faktor infeksi
Faktor lingkungan
Faktor imunologis
Faktor trauma
Faktor neurotransmitter
4. Klasifikasi
Dari semua pasien dengan demensia, 50 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali
mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan
neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan
bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala /
tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Peningkatan reflek tendon dalam,
Respontar eksensor,
Palsi pseudobulbar,
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan
dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM,
merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Menurut Umur:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10. Morbus Jakob-Creutzfeldt
11. Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
12. Prion disease
13. Palsi Supranuklear progresif
14. Multiple sklerosis
15. Neurosifilis
Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
5. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer,
antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus,
serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik
(structural) dan biokimia pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam
SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal
dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing
masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak
berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan
jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang
pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel glia yang akhirnya
membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang
utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif
(penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel
otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar,
berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang
termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga,
sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,
mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain: Disorientasi,
gangguan bahasa (afasia), Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak
dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain: Penderita menjadi
vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain,
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku
sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan
usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan
awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu
barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa
pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka
merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa
mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar
di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak
dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya
akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan
memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita
demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga
tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga
perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita
demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi,
depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat
menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang
lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera
setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis
suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik,
termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung,
dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia.
Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas,
perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi
saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh
atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien
selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus
diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas,
penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti,
karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat
membuat otak kita tetap sehat.
5. Jagalah pikiran anda agar tetap aktif. Kegiatan merangsang mental dapat meningkatkan kemampuan anda
untuk menangani dan mengkompensasi perubahan yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup teka
teki dan permainan kata,belajar bahasa,bermain alat music,membaca,menulis,atau menggambar. Tidak hanya
kegiatan ini yang membantu menunda terjadinya demensia,tetapi juga membantu menurunkan efek. Semakin
sering melakukan aktivitas maka semakin menguntungkan.
6. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga dosis tinggi vitamin B-asam folat-B6
dan B12 membantu menurunkan kadar homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan
penyakit Alzheimer.
7. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang dengan kolesterol tinggi merupakan
salah satu penyebab demesia vaskuler.
8. Pertahankan pola makan sehat. Diet yang sehat adalah penting karena menurut penelitian bahwa makanan
seperti buah-buahan,sayuran dan omega 3 dan asam lemak. Biasanya ditemukan pada ikan dan kacang-
kacangan tertentu dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan resiko terkena demensia.
9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya
secara signifikan mengurangi resiko demensia karena memiliki efek perlindungan terhadap berkembangnya
demensia.
10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita lebih
menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang
berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan
kemampuan berbicara.
1. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan
hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas
dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit
neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan
kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental,
tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan keluhan verbal tentang
kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai
dengan penurunan kemampuan melakukan perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah,
curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang
dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran
hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas
kejang.
2. Intervensi
ireversibel) ditandai dengan dengan KH: mendukung dan hubungan klien- emosional, seperti
g. Meningkatkan pemahaman.
Ucapan tinggi dank eras
menimbulkan stress/marah
yang mencetuskan
g. Gunakan suara yang agak rendah konfrontasi dan respons
dan berbicara dengan perlahan marah
pada klien
h. Seiring perkembangan
penyakit, pusat komunikasi
dalam otak terganggu
sehingga menghilangkan
kemampuan klien dalam
h. Gunakan kata-kata pendek, respons penerimaan pesan
kalimat dan Ulangi instruksi dan percakapan secara
tersebut sesuai kebutuhan keseluruhan
konfrontasi negative
m. Keterpaksaan menurunkan
keikutsertaan dan
meningkatkan kecurigaan,
delusi
c. Dalam penelitian
merupakan cara yang
dilakukan terus menerus
untuk menyelidiki
kemanfaatan dari tiamin
dosis tinggi selama fase
awal penyakit untuk
memperlambat
berkembangnya
gangguan/meningkatan
keadaan kognisi secara
sederhana
2 Perubahan persepsi sensori Setelah diberikan tindakan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan perubahan keperawatan diharapkan perubahan
persepsi, transmisi atau integrasi persepsi sensori klien dapat berkurang a. kembangkan lingkungan yang a. Meningkatkan kenyamanan dan
sensori (penyakit neurologis, atau terkontrol dengan KH: suportif dan hubungan perawat menurunkan kecemasan pada
hari ditandai dengan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan klien kepercayaan dan rasa aman
- Membuat pernyataan positif dengan orang terdekat dalam lingkungan dan melindungi
tentang lingkungan yang baru aktivitas perawatan, waktu makan, dari kelainan tingkah laku
dan sebaginya
e. Konsistensi mengurangi
- Memperlihatkan penerimaan
e. Tentukan jadwal aktivitas yang kebingungan dan
terhadap perubahan lingkungan
wajar dan masukkan dalam meningkatkan rasa
dan penyesuaian kehidupan
kegiatan rutin kebersamaan
k. Memberikan keyakinan,
menuunkan stress, dan
meningkatkan kualitas hidup
keluhan verbal tentang kesulitan KH : siang apabila berakibat efek bangun)yang tersinkronisasi
tidur, terus-menerus terjaga, negative terhadap tidur pada disebabkan oleh tidur siang
- Mampu menciptakan pola tidur d. Memberika lingkungan yang d. Hambatan kortikal pada formasi
yang adekuat dengan penurunan nyaman untuk meningkatkan tidur reticular akan berkurang
terhadap pikiran yang melayang- (mematikan lampu, ventilasi ruang selama tidur, emningkatkan
h. Peningkatan kebingungan,
Kolaborasi
a. Dapat memfasilitasi perubahan
peran yang penting untuk
perkembangan perasaan.
Kerjasama fisioterapi,
psikoterapi, terapi obat-obatan,
dan dukungan partisipasi
kelompok dapat menolong
mengurangi depresi yang juga
sering muncul pada kejadian
ini.
c. Mempertahankan keamanan
dengan menghindari
konfrontasi yang
c. Alihkan perhatian saat perilaku meningkatkan risiko terjadinya
teragitasi trauma
d. Perlambatan proses
metabolisme mengakibatkan
hipotermia. Hipotalamus
d. Gunakan pakaian sesuai dengan dipengaruhi proses penyakit
lingkungan fisik/kebutuhan klien yang menyebabkan rasa
kedinginan
3. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis (degenerasi neuron Mampu memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu terhadap emosi dan pikiran tentang diri
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas
dengan akurat. Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi
anggapan diri yang negative
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta