STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SE
Usia : 79 tahun
Jenis : Perempuan
kelamin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Status : Sudah menikah
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 11.00
Pasien datang ke Poli Mata RSAL dr. Mintoharjo karena dirujuk dari RSAD Gatot
Soebroto dengan keluhan pandangan buram sejak dua tahun lalu. Di RSAD dikatakan bahwa
pasien terkena katarak pada kedua mata namun harus ke RSAL. Pasien mengaku sebelumnya
memakai kacamata dan terakhir kali menggantinya 5 tahun lalu, namun sudah tidak memakainya
lagi karena tetap buram. Dikatakan buram seperti berkabut.
Pasien juga mengeluh merasa ada yang mengganjal di matanya. Terasa tidak nyaman,
namun tidak gatal. Pasien menyangkal bengkak maupun berair dan belekan. Pasien mengaku
dikatakan oleh dokter di RSAD bahwa terdapat pertumbuhan selaput pada kedua matanya.
Pasien mengaku tidak memiliki anggota keluarga dengan keluhan sama sebelumnya,
riwayat katarak, pterygium, kencing manis, hipertensi, asma, maupun penyakit jantung
disangkal.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi(-), sekret (-), hiperemis konka (-)
Mulut : Lidah kotor (-), tonsil T1-T1 tenang, hiperemis faring (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid tidak teraba membesar
Toraks
Status Oftalmologi
OD OS
0.2 Visus 0.15
Ortoforia Kedudukan bola Ortoforia
mata
Bola mata dapat bergerak ke segala Pergerakan bola Bola mata dapat bergerak ke
arah mata segala arah
Ptosis (-), lagoftalmos (-), blefaritis Palpebra Ptosis (-), lagoftalmos (-),
(-), hordeolum (-), kalazion (-), blefaritis (-), hordeolum (-),
ektropion (-), entropion (-), oedem kalazion (-), ektropion (-),
(-), trikiasis (-), hematoma (-) entropion (-), oedem (-), trikiasis
(-), hematoma (-)
Injeksi (-), subconjuntival bleeding Konjungtiva Injeksi (-), subconjuntival
(-), pinguekula (-), folikel (-), papil bleeding (-), pinguekula (-),
(-), jaringan fibrovaskular (+) folikel (-), papil (-), jaringan
fibrovaskular (+)
Jernih, kekeruhan setempat (-), Kornea Jernih, kekeruhan setempat (-),
neovaskular (-), ulkus (-), perforasi neovaskular (-), ulkus (-),
(-), benda asing (-) perforasi (-), benda asing (-)
Dalam, hifema (-), hipopion (-), COA Dalam, hifema (-), hipopion (-),
flare (-) flare (-)
Warna coklat, kripti baik, atrofi (-) Iris Warna coklat, kripti baik, atrofi
(-)
Tepi reguler, bentuk bulat, refleks Pupil Tepi reguler, bentuk bulat, refleks
cahaya langsung (+), refleks cahaya cahaya langsung (+), refleks
tidak langsung (+) cahaya tidak langsung (+)
Katarak imatur Lensa Katarak imatur
Gambar
IV. RESUME
Perempuan berusia 79 tahun datang ke Poli Mata RSAL dr Mintohardjo dirujuk dari
RSAD Gatot Soebroto dengan keluhan penglihatan buram sejak dua tahun lalu dan rasa
mengganjal pada kedua mata. Riwayat trauma (-), riwayat diabetes mellitus (-). Pada
pemeriksaan oftalmologi ditemukan visus OD 0.2, visus OS 0.15, jaringan fibrovaskuler (+)
pada konjungtiva kedua mata dari kantus medius berbentuk segitiga dengan OD mencapai
pinggiran pupil pada cahaya normal dan OS mencapai 3 mm dari limbus, dan lensa kedua mata
keruh sesuai gambaran katarak imatur.
V. DIAGNOSIS KERJA
Pterigium grade III ODS
Katarak senilis ODS
VII. TATALAKSANA
Terapi bedah
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini pasien datang atas rujukan RSAD Gatot Soebroto dengan keluhan
penglihatan buram sejak 2 tahun lalu, tidak berair dan tidak belekan. Keluan disertai rasa
mengganjal pada kedua mata. Dikatakan bahwa terdapat pertumbuhan selaput pada kedua mata.
Dari pernyataan tersebut, kemungkinan penyebabnya adalah pterygium, pseudopterigium,
pinguekula, atau pannus. Pada pasien ini mengarah pada pterygium karena pasien mengaku tidak
menggunakan lensa kontak dan tidak mengeluhkan adanya rasa gatal, belekan atau berair yang
dapat menjurus ke peradangan pada mata, yang dapat menyebabkan pseudopterigium dan
pannus, ataupun pinguekula yang biasanya hanya menimbulkan gejala bila terjadi peradangan
(pinguekulisis).
Etiologi pada kasus ini masih belum diketahui dengan pasti. Pterigium merupakan
penyakit degeneratif yang secara teori diduga disebabkan oleh paparan ultraviolet, angin panas
dan kering, dan debu, sehingga banyak mengenai penduduk iklim panas seperti Indonesia.
Katarak sampai sekarang penyebabnya juga masih belum diketahui.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah terapi bedah, eksisi dan autograft konjungtiva
dipilih karena angka kekambuhan lebih rendah dibandingkan teknik bare sclerae. Tidak perlu
diberikan kortikosteroid/OAIN karena tidak terlihat adanya tanda radang. Dianjurkan untuk
segera dilakukan ekstraksi katarak setelah tatalaksana pterygium untuk mempermudah
pembedahan dan observasi komplikasi katarak.
Definisi
Pterigium berasal dari kata latin pterygion yang berarti sayap, adalah lipatan konjungtiva
berbentuk sayap segitiga yang menginvasi kornea dari fissura interpalpebral. Pterigium
merupakan pertumbuhan fibrovaskuler subepitel karena degenerasi jaringan konjungtiva.
Biasanya terjadi pada pasien yang tinggal di iklim hangat dan seperti pinguekula, dapat
merupakan respon terhadap paparan ultraviolet dan faktor lain seperti permukaan mata yang
selalu kering. Pterigium secara histologi mirip dengan pinguekula dan terlihat perubahan
elastotik degenerative pada kolagen stroma subepitel yang kaya vaskularisasi. Berbeda dengan
pinguekula, pterygium dapat mencapai kornea, menginvasi lapisan Bowman. Pseudopterigium
dapat tampak mirip secara klinis namun disebabkan oleh lapisan konjungtiva menempel pada
kornea yang terlukai pada apeksnya.
Etiologi
Etiologi pterygium tidak diketahui secara pasti, namun lebih sering ditemukan pada
pasien dari iklim hangat. Karena itu, pandangan yang paling banyak diterima adalah pterygium
sebagai respon dari eksposur berkepanjangan dari faktor lingkungan seperti ultraviolet, udara
kering, angin kencang dan debu.
Epidemiologi
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim panas, kering,
serta berdebu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pterigium tinggi pada daerah
dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang dari 37 o Lintang Utara dan Selatan dari ekuator.
Hal ini juga dibuktikan dengan insiden pterigium yang cukup tinggi di Indonesia sebagai daerah
yang terletak dekat dengan ekuator, yaitu sebesar 13,1%.7,9,13
Prevalensi pterigium meningkat dengan bertambahnya umur, dan mulai muncul pada
dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden pterigium tinggi pada umur antara 20 dan 49
tahun. Resiko terjadinya pterigium rekuren lebih besar pada pterigium yang sudah mulai timbul
pada usia muda. Pterigium 4 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan, hal ini
sering dikaitkan dengan kebiasaan merokok dan riwayat terpapar lingkungan luar yang lama.7,9
Patologi
Pterigium adalah keadaan degeneratif dan hiperplasia konjungtiva. Jaringan
subkonjungtiva mengalami degenerasi elastotik dan berproliferasi sebagai jaringan vaskuler
granulasi di bawah epitel, yang akhirnya akan mencapai kornea. Epitel kornea, lapisan Bowman
dan stroma superfisialis ikut hancur karenanya.
Gambaran Klinis
Pterigium lebih sering ditemukan pada laki-laki usia lanjut yang sering bekerja di luar
ruangan. Dapat ditemukan unilateral atau bilateral. Akan tampak seperti lipatan segitiga
konjungtiva mengarah ke kornea dari kantus, biasanya medial namun bisa juga lateral. Deposisi
zat besi dapat terkadang terlihat di epitel kornea anterior dari kepala pterygium, disebut garis
besi Stocker.
Pterigium dapat dibedakan menjadi pterigium primer dan rekuren. Dimana pterigium
rekuren biasanya berasal dari pterigium primer yang berkembang secara agresif setelah beberapa
minggu sampai beberapa bulan dilakukan eksisi pada pterigium primer.7 Menurut Perhimpunan
Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan pterigium dibagi menjadi:13