Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan penyakit yang jarang ditemukan di negara maju


dan sering ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya
keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan
sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di
negara-negara berkembang cenderung meningkat 1.
Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu
empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu
empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi.Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia.
BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(nefrolitiasis), di dalam ureter (ureterolitiasis) maupun di dalam kandung kemih
(vesikolitiasis).3
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyebab terbanyak kelainan di
saluran kemih. Di rumah sakit di Amerika Serikat kejadian BSK dilaporkan
sekitar 7-10 pasien untuk setiap 1000 pasien rumah sakit dan insidens dilaporkan
7-21 pasien untuk setiap 10.000 orang dalam setahun.4
Penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Penyakit batu saluran kemih merupakan salah satu dari
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat benigna.3
Ganguan aliran urin dapat berlanjut menjadi infeksi saluran kemih,
kerusakan ginjal dan bahkan gagal ginjal. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan
fisik dan penunjang yang adekuat untuk memperoleh diagnosis dan untuk

1
melaksanakan terapi sesuai penyebabnya.5 Pemeriksaaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah USG, foto polos abdomen, BNO IVP, dan CT Scan.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kandung Empedu


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung
empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu10.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus11.

Gambar 1. Anatomi kandung empedu


(Sumber : Emedicine, 2007)

2.2 Fisiologi dan Produksi Aliran Empedu

2
Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan
kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris yang
lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri
hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris
interlobulus ini bergabung membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar
yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri yang berlanjut
sebagai duktus hepatikus komunis. Bersama dengan duktus sistikus dari kandung
empedu, duktus hepatikus komunis bergabung membentuk duktus koledokus yang
kemudian bergabung dengan duktus pankreatikus mayor lalu memasuki
duodenum melalui ampulla Vater.1,7

Gambar 2. Anatomi duktus biliaris


Sumber : Atlas Netter of Anatomy

Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi


elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu terdiri
dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta 0,7%
kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin terkonjugasi,
protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya..
Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas 50
ml. Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorpsi
sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi air
sehingga terjadi penurunan pH intrasistik. 1,7

3
Asam asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk
dari kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi
dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan
diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit
(sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus
empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 600 mL. 1

2.3 Anatomi Saluran Kemih

Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri
dari dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih (vesika urinaria)
dan satu buah uretra.

Gambar 3. Traktus Urinarius (Sumber : Atlas of Anatomy Sobotta)


Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti biji kacang terletak
retroperitoneal di regio abdominalis posterior. Ginjal terletak dalam jaringan ikat
retroperitonial tepat di lateral columna vertebralis. Pada posisi supinasi, ginjal
terletak kira-kira setinggi vertebrae T12 di superior dan vertebrae L3 di inferior,
dengan ginjal dextra terletak lebih rendah dibandingkan ginjal sinistra karena
posisinya terhadap hepar.Ginjal sinistra lebih panjang dan lebih ramping
dibandingkan ginjal dextra, dan lebih dekat dengan garis tengah tubuh. Ginjal
dibungkus oleh 4 lapis jaringan yaitu kapsula renalis, corpus adiposum
perirenale, fascia renalis dan corpus adiposum pararenale.7

4
Masing-masing ginjal terdiri dari korteks renalis di bagian luar dan medula
Gambar
renalis 4. Organisasi
di bagian lemakrenalis
dalam.Korteks dan fascia yang menyelubungi
merupakan ginjal
suatu pita berkelanjutan dari
(Sumber : Atlas of Anatomy Sobotta)
jaringan berwarna pucat yang mengelilingi seluruh medula renalis.Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring darah yang disebut nefron.Perpanjangan dari
korteks renalis (columnae renales) berproyeksi ke dalam aspectus internum ginjal,
membagi medula renalis menjadi jaringan agregasi-agregasi terpisah berbentuk
segitiga (piramid renalis).Basis piramid renalis mengarah ke luar menuju korteks,
sedangkan apeks piramid renalis mengarah ke dalam, menuju sinus
renalis.Proyeksi apikalis (papillae renales) dikelilingi oleh suatu kaliks renalis
minor. Pada sinus renalis, beberapa kaliks renalis minor bergabung membentuk
suatu kaliks renalis mayor, dan 2-3 kaliks renalis mayor akan bergabung
membentuk pelvis renalis, yang merupakan suatu struktur berbentuk corong dan
merupakan ujung superior dari ureter.7

5
Gambar 5. Struktur internal ginjal
(Sumber : Atlas of Anatomy Sobotta)

Ginjal menerima sekitar 20% dari cardiac output.Suplai darah ke ginjal


berasal dari sepasang arteri renalis yang terletak setinggi vertebra L2.Arteri
renalis masuk ke ginjal melalui hilum bersamaan dengan vena renalis di
bagian anterior dan pelvis renalis di sebelah posterior.Cabang pertama arteri
renalis adalah a.suprarenal inferior. Kemudian arteri renalis akan bercabang
lagi membentuk 5 cabang segmentalis yaitu a.segmentalis superior,
a.segmentalis anterior superior, a.segmentalis anterior inferior, a.segmentalis
inferior dan a.segmentalis posterior. Arteri-arteri tersebut akan bercabang
membentuk a.interlobaris yang berjalan diantara kaliks mayor. Selanjutnya
a.interlobaris bercabang lagi membentuk a.arkuata yang berjalan di dalam
korteks pada basis piramid renalis. A.arkuata akanbercabang lagi menjadi
a.interlobularis yang meluas ke korteks ginjal untuk akhirnya menjadi arteriol
aferen, kemudian kapiler peritubular menjadi arteriol eferen. Beberapa
cabang terminal arteri interlobular menyebar untuk memperdarahi kapsula
renalis.Pelvis renalis dan cabang ureter superiorjugaberasaldari arterirenalis
danmemperdarahibagian atasdari collecting system.9

6
Gambar 6. Vaskularisasi ginjal (Sumber : Atlas of Anatomy
Sobotta)

Fungsi ginjal, antara lain:


1 Mempertahankan keseimbangan air (H2O) di dalam tubuh;
2 Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh, terutama melalui
pengaturan keseimbangan cairan;
3 Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal;
4 Mempertahankan volume plasma tetap normal;
5 Membantumenjaga keseimbanganasam-basayang tepat daritubuh;
6 Mengekskresikan produk sisa metabolisme;
7 Mengekskresikan senyawa-senyawa asing dari tubuh;
8 Memproduksi eritropoetin;
9 Memproduksi renin;
10 Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.

Unit fungsional ginjal disebut nefron.Pada setiap ginjal terdapat sekitar


satu juta nefron.Fungsi utamadari ginjal adalahuntuk menghasilkan
urin, maka nefronadalahunit terkecil yangmampu membentukurin.Setiap nefron
terdiri dari komponen vaskular dan komponen tubular yang saling terkait baik
secara struktural maupun fungsional.9
Bagian utama dari komponen vaskular nefron adalah
glomerulus.Glomerulus merupakan kumpulan berkas-berkas kapiler berbentuk

7
seperti bola yang berperan dalam menyaring darah untuk selanjutnya membawa
hasil filtrasi (plasma bebas protein) ke komponen tubular.Selain glomerulus,
komponen vaskular nefron juga terdiri dari arteriol aferen, arteriol eferen dan
kapiler peritubular.Arteriol aferen berfungsi untuk membawa darah ke
glomerulus, sedangkan arteriol eferen berfungsi untuk membawa darah
meninggalkan glomerulus. Kapiler peritubular memasok darah pada jaringan
ginjal dan akan bergabung untuk membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis kemudian membawa darah meninggalkan ginjal.9
Komponen tubular nefron dimulai dengan kapsula bowman, sebuah
struktur seperti dinding disekitar glomerulus yang berfungsi menampung hasil
filtrasi dari glomerulus. Kemudian hasil filtrasi akan melewati tubulus proksimal,
lalu melewati lengkung Henle dan aparatus jukstaglomerulus menuju tubulus
distal dan akhirnya masuk ke duktus pengumpul / duktus kolektivus. Selanjutnya
hasil filtrasi akan masuk ke pelvis renalis.9
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang berfungsi membawa
hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorbsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesika urinaria.Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-
masing untuk setiap ginjal.9

8
Gambar 7. Ginjal, Ureter dan Vesika Urinaria
(Sumber : Atlas of Anatomy Sobotta)

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis renalis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca comunis. Ureter
berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara
ventro-medial untuk mencapai vesika urinaria.Adanya katup uretero-vesikal
mencegah aliran balik urin setelah memasuki kandung kemih.Ureter diperdarahi
oleh cabang a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca comunis, a.testicularis/ovarica,
serta a.vesicalis inferior.Serta persarafan ureter melalui segmen T10 L1 atau L2
melalui pleksus renalis, pleksus aortikus serta pleksus hipogastrikus superior dan
inferior.9
Ureter berfungsi untuk menyalurkan urin dari ginjal ke vesika
urinaria.Gerakan peristaltik mendorong urin yang diekskresikan oleh ginjal
melalui ureter dan disemprotkan dalam bentuk pancaran melalui osteum uretralis
masuk ke dalam vesika urinaria.9

Gambar 8. Vesica Urinaria dan Uretra


(Sumber : Atlas of Anatomy Sobotta)

Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,


merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk menampung urine yang berasal
dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesika urinaria terletak di
lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ

9
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf.9
Secara umum, volume vesika urinaria adalah 350-500 ml. Dalam keadaan
kosong vesika urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri dari tiga bagian yaitu
apex, fundus / basis dan collum.Dinding vesika urinaria terdiri dari
m.detrusor.terdapat trigonum vesika pada bagian posteriorinferior dan collum
vesika. Trigonum vesika merupakan suatu bagian berbentuk menyerupai segitiga
yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesika.9
Vesika urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.sedangkan
persarafan pada vesika urinaria terdiri dari persarafan simpatis dan parasimpatis.10
Uretra merupakan saluran yang berfungsi membawa urin keluar dari vesika
urinaria menuju lingkungan eksternal.Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita.Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat). Pada pria,
uretra dibagi menjadi pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa
danpars spongiosa. Uretra pada pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter
internal (bersifat involunter) dan m.sphincter eksterna (bersifat volunter). Pada
wanita panjang ureter sekitar 3,5 cm. Setelah melewati diafragma urogenital,
uretra akan bermuara pada orifisiumnya diantara klitoris dan vagina. Uretra
wanita hanya memiliki satu otot sphincter yaitu m.sphincter eksterna (bersifat
volunter).9

2.4 Fisiologi Saluran Kemih

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).9
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air
(96%) dan sebagian kecil zat terlarut (4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan
sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.9
Proses pembentukan urin, yaitu:

10
1 Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkna filtrat
glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa,
asam amino dan garam-garam.
2 Reabsorbsi (penyerapan kembali) : pada tubulus kontortus proksimal, zat
dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi dan
menghasilkan filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang
tinggi.
3 Sekresi (pengeluaran) : pada tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan lagi dan terjadi reabsorbsi
aktif ion Na+ dan Cl- serta sekresi H+ dan K+. Selanjutnya urin disalurkan
ke tubulus kolektivus dan selanjutnya menuju ke pelvis renalis.9

Gambar 9. Mekanisme Pembentukan Urin


(Sumber : Human Physiology Sherwood)

11
2.5 Batu Empedu
2.5.1 Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya12.

Gambar 10. Batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.5.2 Faktor Resiko


Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko
tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama
kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun)13.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis14,15.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk
batu empedu bisa berjalan dalam keluarga17. Di negara Barat penyakit ini
sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain
selain USA, Chili dan Swedia17.
2. Umur

12
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu
dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk
mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya
adalah satu dari tiga orang12,18.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu
kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki.
Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-
laki16.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena
yang lama16,19.
2.5.3 Patogenesis

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus20.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam

13
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu7.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus12.

2.5.4 Etiologi
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi
lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan
batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa
organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah
hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin16.
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika
Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel,
sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung
dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.
Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60%

14
dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai
hitam16
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris
merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996).
Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik),
lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu
kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam
batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris
Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap
mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong
pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut21.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai
dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol16.
2.5.5 Manifestasi Klinis
Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis,
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi
perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung
empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25
% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5 tahun.
Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
dengan batu empedu asimtomatik22.
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian

15
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris12,22.
3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik22.
2.5.5 Diagnosis

Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. 7,10,12
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 7,10,12

Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu

16
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 7,10,12
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 7,10,12

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. 7,10,12
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes
fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung
dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.
Walaupun sering peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada
banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular
dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul
sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim
hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak. 7,10,12

17
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak
25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan
produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling
sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml),
sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan
bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. 7,10,12
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat
transaminase) danAspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat
transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel
hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup
tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu,
terutama obstruksi saluran empedu. 7,10,12
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel
duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat
menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan
di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat
selama kehamilan karena sintesis plasenta. 7,10,12
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika. 25

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

18
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. 25
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa
diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau
pankreas (seperti massa atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini,
ultrasonografi jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal untuk memulai
evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik
berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis ekstrahepatik. Jika tidak
didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis intrahepatik.
Ketepatan ultrasonografi dalam membedakan antara kolestatis intra dan
ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi
jelas melebihi 90% . Distensi usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.25

Gambar 11. Cholesistolithiasis

4. Kolesistografi

19
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu. 25,26

5. HIDA Scan (Biliary Radionuclide Scanning)


Merupakan pemeriksaan non invasive terhadap hati, kandung empedu,
duktus bilier, dan duodenum dengan informasi anatomic dan fisiologis.
Technetium-labeled derivatives of dimethyl iminodiacetic acid (HIDA)
diinjeksikan secara intravena, yang kemudian akan dibersihkan oleh sel Kupffer
pada hati, dan diekskresikan ke kandung empedu. Ambilan oleh hati akan
dideteksi dalam waktu 10 menit, kandung empedu, duktus bilier, dan duodenum
akan tampak dalam waktu 60 menit pada kondisi puasa. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk diagnosis kolesistitis akut, yang akan menunjukkan gambaran
non visual dari kandung empedu, yang dengan cepat mengisi duktus koledokus
dan duodenum. Hasil false positive pada pemeriksaan ini meningkat pada pasien
dengan stasis bilier dan pada pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral.
Pengisian kandung empedu dan CBD dengan pengisian duodenum yang lambat
atau tidak ada mengindikasikan adanya obstruksi pada ampula. Kebocoran saluran
bilier akibat pembedahan pada kandung emppedu atau saluran bilier dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan ini.25,26
6. CT Scan
CT Scan abdomen berada di bawah USG dalam mendiagnosis batu
kandung empedu. CT Scan digunakan untuk menentukan kondisi dari saluran
bilier ekstrahepatik dan struktur sekitarnya. Pemeriksaan ini dilakukan paada
pasien yang dicurigai keganasan pada kandung empedu, sitem bilier ekstrahepatik,
dan kaput pankrea. Penggunaan CT Scan sebagai prosedur untuk menyingkirkan
diagnosis banding pada ikterus obstruktif (Gambar 5). CT Scan dapat
memberikan informasi menngenai stadium, termasuk gambaran vascular pada
pasien dengan tumor periampula.25,26

20
Gambar 12. CT Scan pada abdomen kuadran atas terhadap pasien dengan kanker pada distal
CBD. Kanker mengobstruksi CBD dan duktus pankreatikus. 1. Vena porta. 2. Duktus intrahepatik
yang berdilatasi. 3. Dilatasi duktus sistikus dan leher kandung empedu. 4. Dilatasi duktus
hepatikus komunis. 5. Bifurkasi aarteri hepatic komunis ke dalam arteri gastroduodenal dan. 6.
Dilatasi duktus pankreatikus. 7. Vena spllenikus.
7. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
Duktus bilier intrahepatik dapat dijangkau secara perkutaneus dengan
menggunakan jarum kecil dengan panduan fluoroskopik. Bila posisi dari duktus
bilier telah dipastikan, kateter dapat dimasukkan (Gambar 12). Melalui kateter,
kolangiogram dapat dilakukan dan terapi dapat dilakukan, seperti drainase dan
pemasangan sten. PTC dapat berperan dalam penatalaksanaan bbatu kandung
empedu tanpa komplikasi, tetapi paling bermanfaat dalam memberi tatalaksana
pada striktur dan tumor duktus bilier. PTC dapat menyebabkan kolangitis akibat
perdarahan, kebocoran bilier, dan masalah lainnya akibat penggunaan kateter.25,26

21
Gambar 13. Diagram skematik PTC dan drainase untuk obstruksi proksimal kolangiokarsinoma.
A. Dilatasi duktus bilier intrahepatik dimasuki oleh jarum secara perkutan. B. Kawat kecil
dimasukkan melalui jarum ke duktus. C. Kateter yang masukkan bersama kawat, kawat lalu
dilepaskan. Kolangiogram dilakukan melalui kateter. D. kateter drainaase eksternal dipasang. E.
kawat panjang dipasang melalui kateter dan melewati tumor ke duodenum. F. sten internal
dipasang.

8. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Sejak pertengahan tahun 1990, MRI dapat memberikan gambaran jelas
hepar, kandung empedu, dan pancreas. Penggunaan MRI dengan teknik dan
kontras yang lebih baru, gambaran anatomik dapat lebih jelas. MRI memiliki
sensitivitas dan spesifitas 95 % dan 89 % dalam mendeteksi koledokolelitiasis.
MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) dapat menjadi
pemeriksaan non invasive dalam mendiagnosis penyakit pada salurana bilier dan
pankreas (Gambar 13).25

22
Gambar 14. MRCP., menunjukkan penebalan pada duktus bilier ekstrahepatik (garis) dan duktus
pankreatikus (garis berkepala).

9. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


ERCP mapu memberikan informasi mengenai kondisi saluran bilier dan
duktus pankreatikus serta melihat ampuula dari papilla Vateri. Tidak hanya
sebagai diagnostik (Gambar 14), ERCP juga mampu menjadi salah satu teknik
terapetik. Pemeriksaan ERCP membutuhkan keterampilan dan gambar yang
memuaskan, serta tidak begitu dalam seperti pada pemeriksaan PTC. Jalur
endoskopi cenderung aman karena tidak kontak dengan peritoneum.25,26

23
G amb
ar 15. A. ERCP, endoskop masuk ke duodenum dan kateter pada duktus koledokus. B. endoscopic
retrograde cholangiogram, menunjukkan batu pada duktus koledokus. Pasien ini telah menjalani
gastrektomi partial Polya sehingga endoskop mencapai ampula melalui fleksura duodenojejunal.

Endoscopic ultrasound membutuhkan endoskop yang khusus. Hasilnya


sangat tergantung pada operator, tetapi menawarkan gambaran non invasive dari
duktus bilier dan struktur sekitarnya. Ia memiliki bagian untuk biopsy, sehingga
dapat digunakan pada kasus dengan tumor. Ia juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi batu pada duktus bilier, namun kurang sensitive bila
dibandingkan dengan ERCP. 25,26

2.5.6 Pengobatan
Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun
nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif.
Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan
monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil
dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun23.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi12.
c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

24
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien
yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat16.

Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada
tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari
65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %17.
b). Kolesistektomi laparoskopi
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier
yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak
dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga24.
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil

dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.

2.6 Batu Saluran Kemih


2.6.1 Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas

25
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal), di dalam ureter (batu
ureter) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).Batu ini terbentuk
dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.3
Batu saluran kemih dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah
anggur.Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan
biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih.Batu yang berada di
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di
saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat
buang air kecil.Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus
renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut
juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya
respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.3

Gambar 16 .Lokasi Batu Saluran Kemih


2.6.2 Etiologi

26
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).3
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.3
Faktor intrinsik itu antara lain :
Herediter (keturunan) : Penyakit ini diduga diturunkan dari
orangtuanya.
Umur : Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Jenis kelamin : Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya:


Geografi : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
Iklim dan temperatur tinggi.
Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
Faktor Diet : Diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya hanya duduk atau kurang aktifitas
Kebiasaan menahan buang air kecil.3

2.6.3 Jenis Batu Saluran Kemih

27
1 Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan
BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-
kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk
campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat
atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut
diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine
atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe
yang berbeda, yaitu:
Whewellite (monohidrat) yaitu, batu berbentuk padat, warna
cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air
kemih.
Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat)
yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite. 3

2 Batu Asam Urat


Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam
urat.Pasien biasanya berusia > 60 tahun.Batu asam urat dibentuk
hanya oleh asam urat.Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK,
karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat
sehingga pH air kemih menjadi rendah.3
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan
metabolism endogen di dalam tubuh.Degradasi purin di dalam tubuh
melalui asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin.Dengan bantuan
enzim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang
akhirnya dirubah menjadi asam urat. Asam urat tidak larut dalam urine
sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam
urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang
menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : (1) urine yang
terlalu asam (pH urine <6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit
(<2 liter/hari) atau dehidrasi, dan (3) hiperurikosuri atau kadar asam
urat yang tinggi.3
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa).Batu asam

28
urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.3
3 Batu Struvit.
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter
yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman
yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK.3
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH
air kemih >7.Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat
penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari
fosfat.3
4 Batu Sistin.
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal.Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%.Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan
ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi.Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam.Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis
karena imobilitas.Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih
yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan
ekskresi sistin dalam air kemih.3

2.6.4 Patofisiologi

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih


terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis urethra- pelvis), divertikel,

29
obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna,
striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.5
Mekanisme pembentukan batu dapat dibagi menjadi 3 tahap yang
berkesinambungan, yaitu: (a) kejenuhan urin, (b) adanya kondisi yang
memungkinkan terjadinya nukleasi, dan (c) adanya inhibitor. Dalam
pembentukan batu, urin yang jenuh merupakan suatu prasyarat absolut
untuk pengendapan kristal. Semakin besar konsentrasi dari ion-ion,
semakin mudah ion-ion tersebut mengendap. Konsentrasi ion yang rendah
menimbulkan keadaan undersaturation dan peningkatan kelarutan. Seiring
dengan peningkatan konsentrasi ion, suatu saat ion-ion tersebut akan
mencapai satu titik yang disebut solubility product (Ksp). Konsentrasi di
atas titik ini disebut keadaan metastable dan berpotensi untuk memulai
pembentukan endapan. Ketika konsentrasi larutan menjadi semakin tinggi,
ion-ion akan mencapai formation product (Kfp). Tingkat kejenuhan di atas
Kfp ini disebut keadaan unstable, dan dapat terjadi pembentukan endapan
secara spontan. Endapan ini tersusun atas kristal-kristal yang terdiri dari
bahan-bahan organik dan non-organik yang terlarut dalam urin. Kristal-
kristal tersebut berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urin
jika tidak ada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal ini saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan menjadi agregasi, dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan
bersama bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga memebentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.5
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memeberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut
batu staghorn.5
Batu yang terbentuk dan menetap di ginjal (nefrolitiasis) jarang
menimbulkan gejala, kalaupun ada batu pada kaliks ginjal memberikan

30
rasa nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu
juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai
dengan gejala berat . Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya
dapat keluar spontan dan tidak menimbulkan nyeri.Nyeri baru timbul
ketika ukuran batu ginjal yang lebih besar dari 5 mm memasuki ureter
(ureterolitiasis) dan menimbulkan obstruksi kronik berupa
hidroureter/hidronefrosis. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien
adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri
kolik ataupun bukan kolik.Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik
otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih.Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini
disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction),
dan ureter.Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank)
yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter
distal sering ke kemaluan.Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi
sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine,
dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.5

2.6.5 Manifestasi Klinis

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung


pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran
urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa
batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar
biasa ( kolik).3

31
Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu :
Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu.Rasa nyeri yang berulang
(kolik) tergantung dari lokasi batu.Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang
disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami
kolik ginjal.Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri
yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia.Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit
urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah,
maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.3

Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas
normal.Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah,
dan pelebaran pembuluh darah di kulit.3

Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang
terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.3
Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria)
dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis
adanya penyakit BSK. 3
Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah.3

2.6.6 Diagnosis
Anamnesis

32
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus
dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas
yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri. Keluhan
yang disampaikan pasien tergantung pada posisi, letak, ukuran batu.Keluhan
paling sering adalah nyeri pinggang. Nyeri bisa kolik atau bukan kolik.riwayat
muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita
dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.3

Pemeriksaan Fisik
o Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, pada didapatkan
nyeri ketok pada daerah kostovertebra (CVA), dapat disertai
takikardi, berkeringat, dan nausea.
o Teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
o Terlihat tanda gagal ginjal dan retensi urin, jika disertai infeksi
didapatkan demam dan menggigil
Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium
Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein,
reduksi, dan sediment. Bertujuan menunjukkan adanya
leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu.
Urine kultur meliputi: mikroorganisme adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea, sensitivity test.
Pemeriksaan darah lengkap, leuco, diff, LED,
Pemeriksaan kadar serum elektrolit, ureum, kreatinin,
penting untuk menilai fungsi ginjal, untuk mempersiapkan
pasien menjalani pemeriksaan foto IVU dan asam
urat, Paratiroid Hormon (PTH), dan fosfat sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain:
kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat di dalam darah
atau di dalam urin) serta untuk menilai risiko pembentukan
batu berulang.3

33
o Radiologi
USG Abdomen
Ultrasonografi (USG) ginjal adalah tes non-invasif
menggunakan transduser yang memproduksi gelombang
suara yang memantul dari ginjal dan mentransmisikan
gambar organ pada layar video. Tes ini digunakan untuk
menentukan ukuran dan bentuk ginjal, dan untuk
mendeteksi massa, batu ginjal, kista, atau obstruksi dan
kelainan lainnya. Pemeriksaan USG ginjal dilakukan juga
untuk melihat renal masses, untuk membedakan apakah
cystic atau solid mass dan ukuran dari mass tersebut.
Pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk, ukuran, gerakan
ginjal dan hubungan ginjal dengan jaringan sekitarnya
seperti adrenal gland. 27

Gambar 17 .Batu Ginjal

Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen ini bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih.
Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat
radio-opak dan paling sering dijumpai di antara batu jenis
lain. Batu Magnesium Ammoniak Phospat (MAP)

34
memberikan gambaran semi-opak.Sedangkan batu asam
urat, batu matriks dan indinivar bersifat radio-lusen.27

Gambar 18.Batu Ginjal

BNO-IVP
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan antomi
dan fungsi ginjal, selain itu IVP juga dapat mendeteksi
adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen.Pada yang radiopak
pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga
adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan
tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang,
sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto
polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena
(PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan
kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect)
di tempat batu berada. 27
Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan
menyuntikkan bahan kontras secara intravena dan dilakukan
pengambilan gambar radiologis secara serial yang
disesuaikan dengan saat zat kontras mengisi ginjal,
berlanjut ke ureter, dan ke kandung kemih. Indikasi

35
pemeriksaan PIV adalah untuk mendeteksi lokasi obstruksi
misalnya pada batu ginjal, konfirmasi penyakit ginjal
polikistik, atau adanya kelainan anatomis yang tidak
terdeteksi oleh teknik pemeriksaan lain. Pemeriksaam PIV
memerlukan persiapan yaitu :
a 2 hari sebelum foto IVP penderita hanya makan bubur
kecap
b Minum air putih yang banyak
c Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah
ginjal.
d Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto
e Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas)
dalam lambung dan usus.
Untuk bayi dan anak diberikan minum yang
mengandung karbonat, tujuannya untuk mengembangkan
lambung dengan gas. Usus akan berpindah, sehingga
bayangan kedua ginjal dapat dilihat melalui lambung yang
terisi gas. Sebelum pasien disuntikkan urofin 60% harus
dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Jika pasien alergi
terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi intravena
dibatalkan.27
Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah
20 ml. Kalau perlu diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml.
Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat film bucky
anteroposterior abdomen. Foto berikutnya diulangi pada 15
menit, 30 menit dan post miksi.27
Beberapa ahli menyatakan bahwa IVP masih
merupakan pencitraan yang terbaik untuk memberikan
gambaran secara vertikal mengenai struktur anatomi dari
saluran kemih.
Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni,
Tidak memiliki riwayat alergi

36
Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya
yakni dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya
(<2). Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan
dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau
tidak berfungsi, akan sangat berbahaya bagi pasien.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk
melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius yang
terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi:
Kelainan kongenital
Radang atau infeksi
Massa atau tumor
Trauma
Pada pielografi normal akan diperoleh gambaran
bentuk ginjal seperti kacang. Kutub ( pool ) atas ginjal kiri
setinggi Th.XI, bagian bawah, setinggi korpus vertebra LIII.
Ginjal kanan letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah daripada
yang kiri. Pada pernafasan, kedua ginjal bergerak dan
pergerakan ini dapat dilihat dengan fluoroskopi. Arah
sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan muskuli psoas
kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal, ginjal
mendapat lebih jelas terlihat. Hal ini terutama dapat dilihat
pada orang gemuk. Pelvis renalis kemudian dilanjutkan
dengan kalik mayor, biasanyadari kalik mayor dilanjutkan
dengan kalik minor. Jumlahnya bervariasi antara 6-14.
Kedua ureter berjalan lurus dari pelvis renis ke daerah
pertengahan sakrum dan berputar ke belakang lateral dalam
suatu arkus, turunke bawah dan masuk ke dalam dan depan
untuk memasuki trigonum buli- buli. 27

37
Gambar
19.Nefro gr
a m

Organ yang dinilai yaitu meliputi nefrogram dan sistem


pyelocalices (PCS). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal
kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopak, jadi
putihnya sedang-sedang saja.27
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu
penyakit-penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis,
nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.27

Gambar 20.Pyelogram
Penilaian ureter:
1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 saja, itu mungkin
disebabkan kontraksi ureter saat pengambilan foto, jadi
tidak nampak ketika difoto.
2) Posisi ureter

38
3) Kaliber ureter/diameternya, normal < 0.5 cm
4) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opak.
Kemudian nyatakan bentuk,jumlah,ukuran, dan letak
batu.
Contoh penyakit pada menit ke 15 diantaranya: hidroureter,
ureterolitiasis, ureteritis.

Gambar
21.Sistogram

Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow


(divertikel) ataupun filling defect (masa tumor), indentasi
prostat, dan ekstravasasi kontras. Gambaran dinding yang
menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.
Contoh penyakit pada menit ke 45 yaitu sistitis, pembesaran
prostat, massa, vesikolitiasis

39
Gambar 22.Sistitis

Gambar 23.Indentasi

40
Gambar 24.Diverticulosis

Gambar 25.Filling Defect

41
Gambar 26.Ruptur VU Intraperitoneal

Gambar 27.Ruptur VU Ekstraperitoneal

42
Gambar 28.Ruptur VU

Gambar 29.Post Miksi

Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras


di buli minimal? Seandainya terdapat sisa yang banyak kita
dapat mengasumsikan apakah terdapat sumbatan di distal

43
buli ataupun otot kandung kencing yang lemah.Normalnya
yaitu sisa 1/3 dari buli-buli penuh.27

CT-Scan
CT scan abdomen digunakan untuk mendiagnosa
pasien dengan masalah pada organ-organ di rongga perut.
CT scan menyediakan data visual lebih rinci
dibandingkan pemindaian sinar-X konvensional. CT scan
perut bisa mendiagnosa masalah pada berbagai organ
termasuk ginjal, hati, limpa, pankreas, usus kecil dan usus
besar, kandung kemih, serta kandung empedu..27
CT scan saat ini merupakan modalitas pilihan untuk
identifikasi batu, dengan sensitivitas 97%, spesifisitas 96%,
dan ketepatan secara keseluruhan dalam mendiagnosis batu
sebesar 97%. Banyak batu yang awalnya dipikirkan
merupakan batu radiolusen (misalnya batu asam urat) dapat
dideteksi dengan CT scan.27
2.6.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan.Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi
nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum
banyak supaya dapat mendorong keluar batu saluran kemih.3
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan.Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter.Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui
komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya.3

1 Intervensi Bedah
ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi)

44
Teknik ini menggunakan getaran yang dapat memecah batu ginjal
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah keluar melalui
saluran kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan.3
PNL (Percutaneus Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu dengan memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi kulit.Batu kemudian dikeluarkan
dengan memecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.3
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih
saat ini sedang berkembang.cara ini banyak dipaki untuk
mengambil batu ureter.3

Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum memiliki fasilitas endourologi,
laparaskopi, maupun ESWL, pengambilan batu dilakukan dengan
bedah terbuka, antara lain: pielolitotomi dan nefrolitotomi untuk
mengambil batu di ginjal dan ureter3
2.6.8 Komplikasi
Batu ginjal yang hanya menimbulkan keluhan nyeri kolik renal
mungkin tidak mengalami masalah setelah nyeri berhasil diatasi.Apabila
batu tersebut menyebabkan sumbatan atau infeksi.Sumbatan ini dapat
menetap dan batu berisiko menyebabkan gagal ginjal.3
2.6.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada besar batu, letak batu, adanya infeksi, dan
adanya obstruksi3

45
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. KR
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangawen, Demak
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. CM : 3751**
Status perawatan : Rawat Inap
Tanggal Masuk RS : 6 Oktober 2016
Tanggal Keluar RS :-

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada


tanggal 8 Oktober 2016, pukul 14.00 WIB, di ruang Arjuna II Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

A. Keluhan Utama

Keluhan utama : Nyeri saat berkemih

Keluhan tambahan : Rasa tidak tuntas saat berkemih

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang


tanggal 6 Oktober 2016 jam 01.00 dengan keluhan nyeri tak
tertahankan saat berkemih, terasa seperti ada rasa tidak tuntas saat
berkemih sejak satu bulan yang lalu. Menurut istrinya, pasien juga

46
jarang mengkonsumsi air putih. Minum air putih kurang lebih
hanya 3-4 gelas sehari. Menurut istrinya, pasien juga merasakan
demam namun tidak terlalu tinggi. Pasien mengatakan jika ingin
berkemih harus menunggu agak lama sampai akhirnya terasa
tuntas. Pada air kencing pasien tidak terdapat darah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama

- Riwayat penyakit yang lain disangkal

D. Riwayat Pengobatan

- Tidak ada riwayat operasi sebelumnya

- Pasien sudah mendapat terapi pengobatan dari bagian penyakit


dalam untuk mengatasi keluhannya

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa : Disangkal


Penyakit hipertensi : Disangkal
Penyakit stroke : Disangkal
Penyakit diabetes : Disangkal
Penyakit jantung : Disangkal
Penyakit alergi : Disangkal
Penyakit ginjal : Disangkal
Obesitas : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

8 Oktober 2016

Keadaan umum : baik


Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital (8 Oktober 2016)

47
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Heart Rate : 84 kali/menit
Respiratory rate : 21 kali/ menit
Suhu : 36,4 oC

STATUS GENERALISATA
Kulit sawo matang
Kepala
Normocephal, tidak teraba benjolan, rambut putih,
Mata
Palpebra superior et inferior tidak edema, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya +/+, ptosis -/-, eksoftalmus
-/-, enoftalmus -/-
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, serumen -/-, otore
-/-, Kelenjar getah bening pre-retro-infra aurikuler tidak
teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat septum deviasi, tidak
terdapat pernapasan cuping hidung, tidak terdapat sekret,
tidak ada epistaksis.
Mulut
Sulkus nasolabialis simetris, tidak terdapat perioral
sianosis, bibir kering.
Thoraks
o Paru-paru
Inspeksi : Tampak simetris dalam diam dan
pergerakan nafas

48
Palpasi : Stem fremitus kiri dan kanan sama kuat
baik sisi depan maupun belakang
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Ronkhi -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 1
cm medial linea aksilaris anterior sinistra, kuat
angkat
Perkusi : Redup
o Batas jantung atas di ICS III linea mid klavikula
sinistra
o Batas jantung kanan di ICS IV linea parasternal
dextra
o Batas jantung kiri di ICS V 1 cm linea aksilaris
anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur
(-), gallop (-)
o Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, striae (-), scar (-),
pulsasi epigastrium (-)
Auskultasi : Bising usus normal, 12x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, tidak ada massa, nyeri tekan
(-), nyeri ketok CVA (-/+)
o Ekstremitas
Ekstremitas superior: edema (-/-), akral dingin (-/-),
sianosis -/-. Capillary refill time <2 detik.
Ekstremitas inferior: edema (-/-), akral dingin (-/-),
sianosis -/-. Capillary refill time <2 detik.
o Status Neurologis

49
Kesadaran : compos mentis
Pemeriksaan
Hasil Nilai Normal Satuan
(6 Oktober 2016)
Hematologi
Hemoglobin 11,0 13,2 17,3 g/dL
Hematokrit 31,9 40 52 %
Jumlah Lekosit 7,6 3,8 10,6 /uL
Jumlah Trombosit 162 150 - 400 /uL
Glukosa darah
109 70 - 115 mg/dL
sewaktu
GCS : E4M6V5
N. cranialis : tidak dilakukan
Motorik : tidak dilakukan
Kekuatan : tidak dilakukan
Refleks fisiologis : tidak dilakukan
Refleks Patologis : tidak dilakukan
Sensorik : tidak dilakukan
Rangsang Meningeal : tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaaan laboratorium

50
Pemeriksaan
Hasil Nilai Normal Satuan
(6 Oktober 2016)
Kimia klinik
Ureum 97,3 17,0 - 43,0 mg/dL
Creatinin 1,5 0,6 1,1 mg/dL
CKMB 28 0 - 24 U/L
Natrium 134,0 135,0 - 147,0 mmol/L
Kalium 4,70 3,5 5,0 mmol/L
Kalsium 1,28 1,12 1,32 mmol/L

Pemeriksaan Urin
Rutin Hasil Nilai Normal
(6 Oktober 2016)
Makroskopis
Warna Kuning
Kekeruhan Agak Keruh
pH 6.0 4.8 7.8
Jamur Negatif NEGATIF
Protein POS (2+) Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Mikroskopis
Leukosit 2-3
Eritrosit 2-4
Silinder NEG
Epithel 3-6
Kristal Negatif
Amorf POS (+) Negatif
Bakteri POS (1+) Bakteri

51
Trichomonas Negatif
Lain-lain Negatif

Pemeriksaan Radiologi

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen Pada 7 Oktober 2016

52
53
HEPAR : Ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen. Ekogenitas normal,
tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatika tak melebar.
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar
VESIKA FELEA : Tak membesar, dinding tampak menebal (4,3 mm) ,
tampak batu multipel yang saling berkonglomerasi dengan ukuran rata-rata
2,04 cm, tak tampak sludge
LIEN : Ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak tampak
nodul
PANCREAS : Ukuran normal, parenkim homogen, duktus pancratikus tak
melebar

54
GINJAL KANAN : Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS
tak melebar, tampak batu ukuran sekitar 0,9 cm, tak tampak massa
GINJAL KIRI : Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa
AORTA : Tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta
VESIKA URINARIA : dinding tak menebal, permukaan regular, tampak batu
ukuran 3,21 cm
PROSTAT :ukuran normal (Vol : 20,6 cm3), tak tampak kalsifikasi, tak tampak
nodul
Tampak efusi pelura kanan, Tak tampak cairan bebas intra abdomen.
KESAN :
Cholesistitis disertai multiple cholesistolithiasis (saling berkonglomerasi
dengan ukuran rata-rata 2,04 cm) Calculous cholesistitis
Non-obstructive nefrolithisis kanan (ukuran sekitar 0,9 cm)
Vesikolithiasis (ukuran sekitar 3,21 cm)

V. RESUME

Telah diperiksa seorang laki laki usia 73 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang tanggal 6 Oktober 2016 jam 01.00 dengan keluhan
nyeri tak tertahankan saat berkemih, terasa seperti ada rasa tidak tuntas saat
berkemih sejak satu bulan yang lalu. Menurut istrinya, pasien juga jarang
mengkonsumsi air putih. Minum air putih kurang lebih hanya 3-4 gelas sehari.
Menurut istrinya, pasien juga merasakan demam namun tidak terlalu tinggi.
Pasien mengatakan jika ingin berkemih harus menunggu agak lama sampai
akhirnya terasa tuntas. Pada air kencing pasien juga tidak terdapat darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok costovertebrae angle
dextra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin menurun,
hematokrit menurun, ureum dan creatinin meningkat. Pada pemeriksaan USG
abdomen didapatkan kesan Calculous cholesistitis, Non-obstructive nefrolithiasis
dan vesicolithiasis

VI. DIAGNOSIS BANDING


Koledokolithiasis
Glomerulonefritis
VII. DIAGNOSIS KERJA
Multiple Kolesistolithiasis

55
Nefrolithiasis
Vesicolithiasis
VIII. TATALAKSANA
Inj. Ketorolac 2 x 1 amp
Inj. Ceftriakson 2 x 1gr
ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk


suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya. Batu empedu merupakan penyakit yang jarang ditemukan di
negara maju dan sering ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan
membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta
perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu
empedu di negara-negara berkembang cenderung meningkat 1.
Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu
empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu
empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.

56
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi.Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia.
BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(nefrolitiasis), di dalam ureter (ureterolitiasis) maupun di dalam kandung kemih
(vesikolitiasis).3
Menurut literatur, pasien dengan batu empedu bisa dibagi menjadi pasien
asimptomatis simptomatis. Pasien asimptomatis biasanya hanya ditemukan
keluhan berupa dispepsia dan mual. Sedangkan pasien simptomatis biasanya akan
mengeluhkan nyeri epigastrium bagian kuadran kanan atas. Menurut literatur
pasien dengan batu saluran kemih akan muncul beberapa keluhan seperti, nyeri
saat berkemih, rasa tidak tuntas saat berkemih, nyeri pinggang dan dapat
ditemukan darah/batu pada air kemihnya. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala
nyeri pada bagian epigastrium kuadran kanan atas, pasien hanya mengeluhkan
nyeri tak tertahankan pada saat berkemih dan tidak disertai darah maupun batu.
Menurut literatur, pasien dengan batu empedu dan batu saluran kemih pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan murphy sign (+), nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen, nyeri ketok costo vertebrae angle dan kadang teraba ginjal
pada pemeriksaan ballotement ginjal. Pada pasien ini ditemukan murphy sign (+)
dan nyeri ketok costo vertebrae angle sebelah kanan, pada pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal.
Menurut literatur, pasien dengan batu kandung empedu yang asimtomatik
umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Pada pasien ini tidak
ditemukan adanya peningkatan leuksit, hanya ditemukan penurunan kadar
hemoglobin. Pasien dengan batu saluran kemih juga biasanya pemeriksaan darah
rutin tidak ditemukan kelainan, bisa terjadi leukositosis jika memang ada infeksi.
Pada pemeriksaan urin dapat ditemukan proteinuri, hematuri dan jika dilakukan
kultur urin juga dapat ditemukan jenis kuman yang mungkin menyebabkan infeksi
atau timbulnya batu saluran kemih. Pada pasien ini pada pemeriksaan urin

57
ditemukan adanya protein (+2), dan pada kultus urin ditemukan adanya bakteri
(+1).
Menurut literatur, pasien dengan batu empedu dan batu saluran kemih pada
pemeriksaan radiologi, khususnya pemeriksaan USG dapat ditemukan gambaran
hiperekoik yang disertai Acoustic shadow. Pada pasien ini ditemukan gambaran
hiperekoik pada pemeriksaan kandung empedu, ginjal dan buli-buli/vesika
urinaria yang disertai gambaran Acoustic shadow.

Daftar Pustaka

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-
4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et.all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi
keenam jilid II. Jakarta: Interna Publishing.2014 P.341-358
4. Dunnick , N.R. Textbook of uroradiology. (5th ed.). Philadelphia:Lippincott
Williams &Wilkins; 2013.p 319-320
5. Kumar, Vinay; Ramzi S Cotran dan Stanley L Robbins. 2004. Buku Ajar
Patologi Robbins Edisi dan Volume 1.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. P.74-79
6. Rasad Siriraj. RADIOLOGI DIAGNOSTIK Edisi Kedua.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2005 P.24-27
7. Guyton, Arthur C.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Sekresi
Empedu oleh Hati;Fungsi dari Sistem Empedu. Hal 843-846. Jakarta : EGC
8. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal P.136-142
9. Sherwood, L. Human Physiology from Cell to System. 7th ed. USA:
Brooks/Cole. 2010. P61-73

58
10. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United
States America : McGraw Hill, 2005.826-42.
11. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
12. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
13. Reeves CJ. Penyakit Kandung Empedu dalam : Keperawatan Medika Bedah.
Edisi Ke-1. Jakarta : Salemba Medika, 2001. 149-51.
14. Clinic Staff [internet]. Gallstones. [cited Juli 2007]. Available from:
http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm.
15. Health Management [internet]. Cholelithiasis. [cited April 2017]. Available
from:http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthRefer
ence/Disease/InDepth.htm.
16. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of
Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 1996. 121-123
17. Garden Jet et al. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery. China:
Elseiver, 2007. 23.
18. Bateson M. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan, 1991. 35-41.
19. Latchie M. Cholelitiasis dalam : Oxford Handbook of Clinical Surgery.
Oxford University. 1996. 162
20. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
21. Bhangu AA et al. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and Bones of
Surgery. China: Elseiver, 2007. 123.
22. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United
States America : McGraw Hill, 2005.826-42.
23. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-
4.
24. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC, 1996. 394
25. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In :
Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.h. 482-97.
26. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease [internet]. British Medical Journal Vol 13. [cited Januari
2001]. 322(7278): h. 9194. Avaliable
from:http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388.
27. Schmidt G. Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging, A Teaching Atlas.
New York: Thieme.P.41-48

59
60

Anda mungkin juga menyukai