Anda di halaman 1dari 72

MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA PROSTAT

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1 AHMAD CHAERI (004 STYC 13)
2 ARTADRINIA ZIKRUL L. (009 STYC 13)
3 ATIKA KHETRYN O. (012 STYC 13)
4 BQ. DIAN NURMAYA (014 STYC 13)
5 DEBI ANANDA PUTRI (016 STYC 13)
6 DIAN EFITA YANTI (018 STYC 13)
7 EKA SAPTA DESYANA (021 STYC 13)
8 HENI AGUSTINI M. P. (036 STYC 13)
9 MUH. SOPIAN (063 STYC 13)
10 NOVAN CAHAYA S. (075 STYC 13)
11 RACHMAN ISNAINI F.(078 STYC 13)
12 RAMDINA EKA YANTI (080 STYC 13)
13 REZA WAHYU ILHAMI (083 STYC 13)
14 SUDARMAN (094 STYC 13)
15 RUMAWAN (089 STYC 13)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan
rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Carsinoma Prostat. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Perkemihan karena makalah ini tidak
mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Agus Supinganto, Ners., M.Kes., selaku Ketua STIKES YARSI Mataram.
2. Indah Wasliah, Ners., M.Kep., Sp.Anak., selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan
STIKES YARSI Mataram.
3. Bq. Nurainun Apriani Idris, Ners., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Rully Fatmawati, S. Kep., Ners., selaku dosen Mata Kuliah Sistem
Perkemihan.
5. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa
yang jelas agar mudah dipahami, karena penulis menyadari keterbatasan yang
penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, 13 Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1
1 Latar Belakang................................................................... 1
2 Rumusan Masalah.............................................................. 2
3 Tujuan Penulisan................................................................ 3
4 Manfaat Penulisan.............................................................. 3
5 Ruang Lingkup................................................................... 4
6 Metode Penulisan............................................................... 4
7 Sistematika Penulisan........................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 5
1 Konsep Dasar Penyakit Carsinoma Prostat........................ 5
1 Definisi Carsinoma Prostat......................................... 5
2 Anatomi Fisiologi Carsinoma Prostat......................... 5
3 Epidemiologi............................................................... 8
4 Etiologi........................................................................ 9
5 Manifestasi Klinis....................................................... 10
6 Patofisiologi................................................................ 11
7 Pathway....................................................................... 13
8 Pemeriksaan Penunjang.............................................. 14
9 Grading dan Staging Kanker Prostat........................... 25
10 Penatalaksanaan.......................................................... 26
11 Komplikasi.................................................................. 29
12 Diagnosis..................................................................... 29
13 Prognosis..................................................................... 30
2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Carsinoma Prostat.... 30
1 Pengkajian.............................................................. 30
2 Diagnosa Keperawatan........................................... 38
3 Intervensi Keperawatan.......................................... 39
4 Implementasi Keperawatan.................................... 59
5 Evaluasi Keperawatan............................................ 60

3
6 Dokumentasi Keperawatan.................................... 61
BAB 3 PENUTUP.................................................................................. 67
1 Simpulan............................................................................ 67
2 Saran................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker prostat merupakan keganasan yang terjadi pada organ prostat
yang hanya ditemui pada pria. Di Jepang, dilaporkan sebanyak 39 penderita
per 100.000 orang dan di China hanya 28 penderita per 100.000 orang
mengalami penyakit ini (Pienta, 1998 dalam Umar dan Agoes, 2002). Pada
akhir tahun 2006, di Inggris kanker prostat menyumbang 36% dari prevalensi
kanker yang sama. Pada tahun 2008 menurut GLOBOCAN (International
Agency for Research on Cancer World Health Organization) Prostat
menduduki peringkat ke-3 kanker yang paling sering terjadi pada laki-laki
setelah kanker paru dan kolorektal. Ini menunjukkan bahwa kanker prostat
merupakan jenis kanker yang memerlukan penanganan khusus.
Di Indonesia, pada tahun 1992 saja sudah disimpulkan bahwa kanker
prostat menduduki urutan ke 9 dengan 310 kasus baru (4,07%) dari 10 kasus
kanker yang diperoleh dari laporan berbagai rumah sakit. Disimpulkan pula
bahwa pada laki-laki di atas usia 65 tahun, kanker prostat menempati urutan
ke 2 dengan 202 kasus (12,31%) (Sarjadi, 1999 dalam Boedi-Darmojo,
R.Martono, 1999). Pada salah satu laboratorium, yakni Laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan RSUP M. Jamil dalam
kurun waktu 2000-2005 ditemukan 116 kasus adenokarsinoma prostat dengan
rentang usia 61-70 tahun yang paling banyak menderita penyakit ini. Pada
tahun 2010 di Amerika, organ prostat menduduki peringkat pertama dalam
perkiraan ditemukannya kasus baru kanker yaitu sebanyak 217.730 (28%)
dan perkiraan kematian sebanyak 32.050 (11%), Diperkirakan 1 dari 4 jenis
kanker yang baru didiagnosa pada pria ditemukan di Amerika.
Kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala khas karena itu,
sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada umumnya sama
dengan gejala pembesaran prostat jinak atau Benign Prostate Hyperplasia
(BPH), yaitu buang air kecil tersendat/tidak lancar. Keluhan dapat juga

1
berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah
terjadi penyebaran hingga tulang belakang
Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun
beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara diet tinggi lemak
dengan peningkatan kadar hormon testosteron. Pada bagian lain, Rindiastuti
(2007) misalnya menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami penurunan
beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium (Ca) dan vitamin D. Tetapi pola
makan dengan Ca tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker
prostat pada usia lanjut
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat
pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate Specific
Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biopsi, dibantu
dengan Trans Rectal Ultrasound Scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang
dicurigai pada saat colok dubur terbukti sebagai kanker prostat. Nilai prediksi
colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat 21,53%. Sensitifitas colok
dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker prostat, tapi spesifisitasnya
tinggi. Bila didapatkan tanda ganas pada colok dubur, maka hampir semua
kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya 80% (Umar
dan Agoes, 2002).

Uraian di atas menunjukkan bahwa kanker prostat masih merupakan


aspek yang perlu didalami oleh karena perkembangan penderita yang cukup
pesat sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap prevalensi penderita kaker
prostat agar menjadi panduan untuk melakukan skrining awal penyakit kanker
prostat pada pria berusia lanjut sebagai suatu langkah pencegahan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Carsinoma Prostat?
2. Apa saja etiologi Carsinoma Prostat?
3. Apa saja manifestasi klinis Carsinoma Prostat?
4. Bagaimana patofisiologi Carsinoma Prostat?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Carsinoma Prostat?
6. Apa saja grading dan staging kanker prostat Carsinoma Prostat?
7. Bagaimana penatalaksanaan Carsinoma Prostat?
8. Apa saja komplikasi Carsinoma Prostat?
9. Bagaimana diagnosis Carsinoma Prostat?

2
10. Bagaimana prognosis Carsinoma Prostat?
11. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan Carcinoma Prostat?
1.3. Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, diharapkan memberikan
tujuan dan manfaat sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang ilmu keperawatan
khususnya pada bidang sistem perkemihan tentang Carsinoma Prostat
sehingga mahasiswa mengetahui dan memahami tentang Carsinoma
Prostat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Memperoleh informasi tentang Carsinoma Prostat.
2. Mengetahui etiologi Carsinoma Prostat.
3. Mengetahui manifestasi klinis Carsinoma Prostat.
4. Mengetahui patofisiologi Carsinoma Prostat.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang Carsinoma Prostat.
6. Mengetahui grading dan staging kanker prostat Carsinoma
Prostat.
7. Mengetahui penatalaksanaan Carsinoma Prostat.
8. Mengetahui komplikasi Carsinoma Prostat.
9. Mengetahui diagnosis Carsinoma Prostat.
10. Mengetahui prognosis Carsinoma Prostat.
11. Mengetahui Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan
Carcinoma Prostat.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi pembaca dan penulis dan untuk mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Merupakan latihan dalam
penulisan karya ilmiah dan upaya untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
1.4.2. Bagi Pendidikan
Sebagai kerangka acuan dalam pembuatan makalah tentang
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Carsinoma Prostat serta
menambah pengetahuan dan informasi tentang Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Carsinoma Prostat.
1.5. Ruang Lingkup

3
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah pada
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Carsinoma Prostat.
1.6. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah adalah
metode Deskrisif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
studi kepustakaan yang mengambil materi dari berbagai sumber buku, jurnal
penelitian, dan media internet.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB 1 : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan, Manfaat, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka
BAB 3 : Penutup meliputi : Kesimpulan dan Saran

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Penyakit Carsinoma Prostat


2.1.1. Definisi Carsinoma Prostat
Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita
pria berusia lanjut dengan kejadian puncak pada usai 65-75 tahun.
Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun

4
beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara diet
tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron. Pada bagian
lain, Rindiastuti (2007) menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami
penurunan beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium dan vitamin
D. Penurunan kandungan kalsium tubuh mengakibatkan berbagai
penyakit, diantaranya adalah osteoporosis, sehingga timbul paradigma
bahwa pada usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah
banyak. Tetapi pola makan dengan kalsium tinggi secara berlebihan
dapat meningkatkan risiko kanker prostat pada usia lanjut.
Lebih dari 95 % kanker prostat bersifat adenokarsinoma.
Selebihnya didominasi transisional sel karsinoma. (Presti, J. C, 2008).
Penelitian menunjukkan bahwa 60-70% kasus kanker prostat terjadi
pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodul-nodul keras
irregular. Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum dengan
jari (Digital Rectal Examination). Nodul-nodul ini memperkecil
kemungkinan terjadinya obstruksi saluran kemih atau uretra yang
berjalan tepat di tengah prostat. Sebanyak 10-20 % kanker prostat
terjadi pada zona transisional, dan 5-10 % terjadi pada zona sentral.
2.1.2. Anatomi Fisologi Kelenjar Prostat
1. Anatomi
Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada
pria karena merupakan penghasil cairan semen yang hanya
dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk piramid, tersusun atas
jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada
umumnya memiliki ukuran dengan panjang 1,25 inchi atau kira
kira 3 cm, mengelilingi uretra pria.

5
Gambar 2.1. Organ prostat pada pria Sumber : K. OH, William (2000)

Dalam hubungannya dengan organ lain, batas atas prostat


bersambung dengan leher bladder atau kandung kemih. Di dalam
prostat didapati uretra. Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung
prostat bermuara ke eksternal spinkter bladder yang terbentang
diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya terdapat simfisis
pubis yang dipisahkan oleh lapisan ekstraperitoneal. Lapisan
tersebut dinamakan cave of Retzius atau ruangan retropubik.
Bagian belakangnya dekat dengan rectum, dipisahkan oleh fascia
Denonvilliers Prostat memiliki lapisan pembungkus yang di sebut
dengan kapsul.
Kapsul ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :
a. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat
b. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling
bersambung, menyelimuti bladder atau kandung kemih.
Sedangkan Fascia Denonvilliers berada pada bagian belakang.

2. Histologi
Prostat merupakan suatu kumpulan kelanjar yang terdiri
dari 30-50 kelenjar tubuloalveolar, dibentuk dari epitel bertingkat

6
silindris atau kuboid yang bercabang. Duktusnya bermuara ke
dalam uretra pars prostatika, menembus prostat. Secara histologi,
prostat memiliki 3 zona yang berbeda yaitu (gambar 2.2):
a. Zona sentral
b. Zona perifer
c. Zona transisional

Gambar 2.2. Zona prostat secara histologi


3. Embriologi
Selama kehamilan bulan ketiga, kelenjar prostat
berkembang dari invaginasi epithelial dari sinus urogenital
posterior di bawah pengaruh mesenkim. Pembentukan normal dari
kelenjar prostat membutuhkan pengaruh 5-dihidrotestosteron
yang disintesa dari testosteron fetal oleh 5-reduktase. Enzim ini
dijumpai pada sinus urogenital dan genitalia ekternal.
Konsekuensinya, defisiensi 5-reduktase akan menyebabkan
prostat yang mengecil atau sama sekali tidak ada, walaupun
epididimis, vasa deferentia dan vesikel seminal tetap normal.
Selama masa prepubertas, terjadi perubahan prostat menuju
fenotipe dewasa. Kelenjar membesar secara kontinu mencapai
berat sekitar 20 gram pada usia 25-30 tahun.

2.1.3. Epidemiologi
Kanker prostat paling umum terdiagnosis dan merupakan
keganasan saluran kemih kedua paling sering dijumpai sesudah
keganasan kandung kemih pada pria di Amerika. Prevalensi kanker
prostat meningkat paling cepat sesuai pertambahan usia. Biasanya
keganasan prostat ditemukan pada usia di atas 50 tahun dan jarang di
bawah 50 tahun. Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang
insiden dan mortalitas karena kanker prostat, tetapi berdasarkan
pengamatan para ahli urologi kanker prostat merupakan penyebab

7
kematian nomor 3 pada pria setelah kanker nasofaring dan kanker
paru.
Berdasarkan data, rata-rata per tahun penderita kanker prostat
yang berobat di RS Dharmais dan RSCM Jakarta mencapai 30 hingga
60 orang. Ini baru data dari dua rumah sakit, belum yang lainnya.
Ancaman kanker prostat tak hanya mengintai kaum pria di Indonesia.
Kaum pria di Amerika Utara dan Eropa, terutama di kawasan
Skandinavia bahkan tercatat memiliki angka tertinggi untuk penderita
kanker prostat. Bahkan di Amerika Utara, penyakit kanker prostat
menjadi penyakit kanker pembunuh tertinggi bagi para pria Afro
Amerika di sana. Berdasarkan hasil penelitian para pakar urologi,
setiap pria di dunia berpotensi terkena penyakit prostat. Mulai dari
pembengkakan ringan pada kelenjar prostat sampai dengan serangan
kanker prostat. Setiap pria memang memiliki resiko terkena penyakit
prostat.
Bagi pria, penyakit prostat dipicu oleh hormon testosteron
yang diproduksi testis pria. Makin tua usia pria, hormon ini berubah
menjadi dihydrotestosteron yang mempengaruhi perkembangan sel
prostat hingga kelenjar prostat tumbuh menjadi besar. Jumlah kanker
prostat sangat bervariasi di dunia. Namun jarang terjadi di Asia Timur
dan Selatan; sering terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Menurut
American Cancer Society, kanker prostat paling jarang di pria Asia
dan paling sering terjadi di orang hitam, dan orang Eropa di
tengahnya.
2.1.4. Etiologi
Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa
etiologi dan faktor resiko kanker prostat adalah sebagai berikut:
1. Usia Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun
pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita
kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam pada usia 40
tahun dengan riwayat keluarga satu generasi sebelumnya
menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melaui autopsi di

8
berbagai negara menunjukkan sekitar 15-30% pria berusia 50
tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun
sebanyak 60-70% pria memiliki gambaran histology kanker
prostat. (K. OH, William et al, 2000).
2. Ras dan tempat tinggal Penderita prostat tertinggi ditemukan pada
pria dengan ras Afrika-Amerika. Pria kulit hitam memiliki resiko
1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan
dengan pria kulit putih (Moul, J. W., et al, 2005).
3. Riwayat keluarga Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat
didiagnosa pada 15% pria yang memiliki ayah atau saudara lelaki
yang menderita kanker prostat, bila dibandingkan dengan 8%
populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang terkena kanker
prostat (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997). Pria yang satu generasi
sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 2-3 kali
lipat lebih besar menderita kanker prostat dibandingkan dengan
populasi umum. Sedangkan untuk pria yang 2 generasi
sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9-10 kali
lipat lebih besar menderita kanker prostat.
4. Faktor hormonal Testosteron adalah hormon pada pria yang
dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi
bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di organ
prostat oleh enzim 5- reduktase. Beberapa teori menyimpulkan
bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar
testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara
ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan
kadar testosteron pada penderita kanker prostat. Selain itu, juga
ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa
diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron.
5. Pola makan Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam
perkembangan berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh
makanan dalam terjadinya kanker prostat belum dapat dijelaskan
secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada
rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status
ekonomi dan lain sebagainya.

9
2.1.5. Mnifestasi Klinis
Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan
gejala khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala
yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak,
yaitu buang air kecil tersendat atau tidak lancar. Keluhan dapat juga
berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila
sudah ada penyebaran ke tulang belakang Tahap awal (early stage)
yang mengalami kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala
klinis atau asimptomatik. Pada tahap berikutnya (locally advanced)
didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering ditemukan.
Biasanya ditemukan juga hematuria yakni urin yang mengandung
darah, infeksi saluran kemih, serta rasa nyeri saat berkemih. Pada
tahap lanjut (advanced) penderita yang telah mengalami metastase di
tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang menhgalami
kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai karena kompresi
korda spinalis.
Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak
menimbulkan gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut.
Kadang gejalanya menyerupai BPH, yaitu berupa kesulitan dalam
berkemih dan sering berkemih.Gejala tersebut timbul karena kanker
menyebabkan penyumbatan parsial pada aliran air kemih melalui
uretra. Kanker prostat bisa menyebabkan air kemih berwarna merah
(karena mengandung darah) atau menyebabkan terjadinya penahanan
air kemih mendadak. Pada beberapa kasus, kanker prostat baru
terdiagnosis setelah menyebar ke tulang (terutama tulang panggul, iga
dan tulang belakang) atau ke ginjal (menyebabkan gagal ginjal).
Kanker tulang menimbulkan nyeri dan tulang menjadi rapuh sehingga
mudah mengalami fraktur. Setelah kanker menyebar, biasanya
penderita akan mengalami anemia. Kanker prostat juga bisa menyebar
ke otak dan menyebabkan kejang serta gejala mental atau neurologis
lainnya.
Gejala lainnya adalah:

10
1. Segera setelah berkemih, biasanya air kemih masih menetes-netes
2. Nyeri ketika berkemih
3. Nyeri ketika ejakulasi
4. Nyeri punggung bagian bawah
5. Nyeri ketika buang air besar
6. Nokturia (berkemih pada malam hari)
7. Inkontinensia urine (beser)
8. Nyeri tulang atau tulang nyeri jika ditekan
9. Hematuria (darah dalam air kemih)
10. Nyeri perut
11. Penurunan berat badan.
2.1.6. Patofisiologi
Kanker terjadi karena pertumbuhan abnormal sel-sel ganas. Sel
ganas ini yang membelah dan meningkatkan kecepatan tinggi
kematian sel normal. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam
jumlah sel-sel yang abnormal dalam organ. Setelah tingkat abnormal
menetap, mutasi gen juga akan terjadi lagi yang akan mengakibatkan
peningkatan jumlah sel abnormal. Sebagai hasil dari semua ini, kanker
berkembang sangat cepat dan jika pengobatan tidak dimulai pada
tahap awal, proses ini akan terus berlanjut.
Kanker dapat terjadi pada setiap bagian dari organ. Dalam
kanker prostat, sebagian besar berasal dari kanker di zona perifer,
diikuti oleh pusat dan zona peralihan. Ini umumnya terjadi, tetapi
mungkin kanker multi-fokus juga muncul di berbagai daerah di prostat
pada saat yang sama. Setelah proses kanker merasuk, menyebar ke
leher kandung kemih, saluran ejakulasi dan vesikula seminalis.
Penyebaran ke kandung kemih dan vesikula seminalis invasi local dari
kanker.
Kanker yang masih terbatas pada prostat atau masih berada
pada tahap invasive memiliki prognosisyang lebih baik. Tapi setelah
kanker berkembang ke bagian lain dari tubuh, pengelolaan menjadi
sulit. Proses penyebaran kanker dari organ asal ke organ-organ yang
jauh seperti hati atau paru-paru atau tulang disebut metastasis. Dalam
banyak kanker, akan melibatkan metastasis kanker prostat
limfadenopati tetapi mungkin juga tanpa limfadenopati.

11
Klien mungkin datang ke dokter bukan untuk pengelolaan
kanker tetapi dengan banyak gejala lain dan kanker prostat terdeteksi
secara kebetulan saat pasien menjalani penyelidikan untuk gejala. The
common tanda dan gejala kanker prostat termasuk nyeri ekstremitas
bawah, retensi urin, hematuria, frekuensi, penurunan aliran kemih dll.
Ini adalah gejala umum dalam kondisi lain juga seperti infeksi saluran
kencing atau hyperplasia prostat jinak. PSA skrining harus dilakukan
untuk mengesampingkan kondisi lain dan jika tingkat PSA abnormal
penyelidikan lebih perlu dilakukan.
Dalam kasus metastasis, penurunan berat badan, kehilangan
nafsu makan, rasa sakit tak tertahankan, dan fraktur patologis dapat
diidentifikasi. Dan individu, menyadari fakta-fakta dan gejala akan
mampu mengidentifikasi gejala-gejala jika ada, dan akan dapat
berkonsultasi dengan dokter di awal.

2.1.7. Pathway

12
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada
saat pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan
Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian
dikonfirmasi dengan biposi, dibantu oleh trans rectal ultrasound
scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok
dubur yang terbukti suatu kanker prostat. Nilai prediksi colok dubur
untuk mendeteksi kanker prostat 21,53%. Sensitifitas colok dubur
tidak memadai untuk mendeteksi kanker prostat tapi spesifisitasnya
tinggi, namun bila didapatkan tanda ganas pada colok dubur maka
hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai
prediktifnya 80% (Umar dan Agoes, 2002).
1. Digital Rectal Examination.
Pemeriksaan rutin prostat yang di perlukan adalah
pemeriksaan rektum dengan jari atau digital rectal examination.
Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke

13
dalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat abnormal
pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15 25 % kasus yang
mengarah ke kanker prostat (Moul, J. W., et al, 2005).
2. Pemeriksaan kadar Prostat Spesifik Antigen Prostat Spesifik
Antigen (PSA)
PSA adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh epitel
prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam
jumlah yang banyak. Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai
normal 4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan
bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy.
Peningkatan kadar PSA bias terjadi pada keadaan Benign Prostate
Hyperplasya (BPH), infeksi saluran kemih dan kanker prostat
sehingga dilakukan penyempurnaan dalam interpretasi nilai PSA
yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA, densitas PSA
dan nilai rata-rata PSA, yang nilainya bergantung kepada umur
penderita.
Umur (tahun) Rata rata Nilai Normal PSA (ng/mL)
40 49 0.0 2.5
50 59 0.0 3.5
60 69 0.0 4.5
70 79 0.0 6.5
Tabel 2.1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur
(Choen J.J dan Douglas M.D)

Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL


biasanya menderita kanker prostat. Dalam sebuah penelitian
ditemukan bahwa hanya 2% laki-laki yang menderita BPH yang
memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103
pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar
PSA lebih dari 10 ng/mL . Dimana 305 nya dapat ditemukan pada
pasien dengan stadium kanker T1-2, NX, M0. Dengan demikian
jelaslah bahwa ada hubungan antara peningkatan PSA dengan
stadium kanker prostat (K. OH, William, et al,. 2000).
3. Biopsi Prostat

14
Biopsi prostat merupakan gold standart untuk
menegakkan diagnose kanker prostat (Jefferson, K dan Natasha J.,
2009). Pemeriksaan biopsi prostat menggunakan panduan
transurectal ultrasound scanning (TRUSS) sebagai sebuah biopsi
standar. Namun seringnya penemuan mikroskopis kanker prostat
ini terjadi secara insidentil dari hasil TURP atau pemotongan
prostat pada penyakit BPH Pemeriksaan biopsi prostat dilakukan
apabila ditemukan peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada
kelainan pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi keduanya
yaitu ditemukannya peningkatan kadar PSA serum dan kelainan
pada DRE.

Pada pemeriksaan mikroskopis sebagian besar karsinoma


prostat adalah jenis adenokarsinoma dengan derajat diferensiasi
berbeda-beda. 70% adenokarsinoma prostat terletak di zona
perifer, 20% di zona transisional dan 10% di zona sentral (Moul,
Judd W, et al, 2005). Namun penelitian lain menyatakan bahwa
70% kanker prostat berkembang dari zona perifer, 25% zona
sentral dan zona transisional dan beberapa daerah periuretral duct
adalah tempat-tempat yang khusus untuk beningn prostate
hyperplasia (BPH) (Seitz, M., et al, 2009). Pada hasil biopsi
prostat, sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma
dengan derajat yang berbeda-beda. Kelenjar pada kanker prostat
invasif sering mengandung fokus atipia sel atau Neoplasia
Interaepitel Prostat (PIN) yang diduga merupakan prekusor kanker
prostat.
4. Pencitraan
Dalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis
pencitraan yang biasa di pakai dalam mendiagnosis kanker prostat
diantaranya yaitu :
a. Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS)

15
Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS) adalah
pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan lokasi kanker
prostat yang lebih akurat dibandingkan dengan DRE, juga
merupakan panduan klinisi untuk melakukan biopsi prostat
sehingga TRUSS juga sering dikatakan sebagai a biopsy-
guidence. Selain untuk panduan biopsi, TRUSS juga
digunakan untuk mengukur besarnya volume prostat yang
diduga terkena kanker. Transrectal Ultrasound juga digunakan
dalam tindakan cryosurgery dan brachytherapy. Untuk temuan
DRE yang normal namun ada peningkatan kadar PSA
(biasanya lebih dari 4) dapat juga digunakan TRUSS untuk
melihat apakah ada kemungkinan terjadi keganasan pada
prostat (Evidence Based Guideline Transrectal Ultrasound
BlueCross BlueShield of North Carolina, 1994).
b. Endorectal Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Axial Imaging (CT-MRI)
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah
pasien penderita kanker prostat menderita metastase ke tulang
pelvis atau kelenjar limfe sehingga klinisi bias menetukan
terapi yang tepat bagi pasien. Namun perlu diingat juga bahwa
penncitraan ini cukup memakan biaya dan sensitivitasnya juga
terbatas hanya sekitar 30-40%.
Cara terbaik untuk menyaring kanker prostat adalah
melakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan darah. Colok
dubur pada penderita kanker prostat akan menunjukkan adanya
benjolan keras yang bentuknya tidak beraturan. Pada pemeriksaan
darah dilakukan pengukuran kadar antigen prostat spesifik (PSA),
yang biasanya meningkat pada penderita kanker prostat, tetapi juga
bisa meningkat (tidak terlalu tinggi) pada penderita BPH. Jika pada
pemeriksaan colok dubur ditemukan benjolan, maka dilakukan
pemeriksaan USG. Dengan melakukan rontgen atau scanning tulang,
bisa diketahui adanya penyebaran kanker ke tulang.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

16
a. Analisa air kemih
b. Sitologi air kemih atau cairan prostat
c. Biopsi prostat.
Pemeriksaan Radiologis:
a. Foto Rontgen
Foto polos panggul tidak dapat digunakam untuk
menunjukkan adannya penyakit local di prostat. Scan tulang
radiovnuklida lebih sensitif dari radiograf untuk menggambarkan
metastase tulang. Scan tulang akan menunjukkan daerah yang
abnormal bahkan jika temuan radiograf polosnya normal. Selain
itu, rontgen dada mungkin dapat menunjukkan metastasis sklerotik
atau lesi litik dengan kehancuran tulang.

Gambar 2.3 Foto polos pelvis memperlihatkan lesi osteoblastik pada


tulang sebagai metastase dari ca prostat

b. Ultrasonografi
Transrectal ultrasonografi (TRUS), memainkan peran
sentral dalam diagnosis karsinoma prostat karena memungkinkan
biopsi-dibantu USG. Pasien biasanya dirujuk untuk TRUS karena
suatu kelainan ditemukan sewaktu dilakukan rectal toucher atau
karena tingkat PSA serum meningkat. Gambaran lesinya dapat
muncul berupa hipoechoic, hiperechoic, atau isoechoic. Namun,
TRUS memiliki spesifisitas yang rendah karena banyak kondisi
patologis lain yang gambarannya sama diperifer zone prostat.

17
Untuk alasan ini, penilaian diagnostik karsinoma di prostat harus
dibuat dengan cara penafsiran histologis. TRUS memungkinkan
untuk biopsi yang akurat dan komprehensif dari kelenjar prostat
sambil melakukan pemeriksaan pencitraan. Banyak proses
patologik yang muncul dengan gambaran hipoechoic di daerah PZ
prostat atau sebagai daerah hipervaskuler pada pencitraan dopler.
Diagnosis diferensial dari daerah hipoechoic di PZ termasuk
prostatitis, prostatitis tuberculosis, prostatitis granulomatosa, PIN
dan atrofi prostat. Hal ini dapat dibedakan dengan melakukan
biopsi pada daerah yang menunjukkan kelainan fokal
ultrasonografi.

Gambar 2.4 TRUS potongan axial prostat menunjukkan derah


hipoechoic yang luas (panah) di bagian kanan perifer zone.
Dari hasil biopsi menunjukkan adenoca prostat

18
Gambar 2.5 TRUS Ca prostat dengan area hipoechoic di sebelah kiri
peripheral zone dan sedikit daerah hipoechoic di sebelah kanan (panah)

Gambar 2.6 TRUS pasien dengan pemeriksaan rectal toucher yang


normal dan kadarPSA 9ng/mL. Terdapat gambaran
hipoechoic bilateral yang luas dominan kiri pada
peripheral zone (panah). Biopsi menunjukkan diferensiasi
selpoorly differentiated, kapsul minor iregulerdi sebelah
kiri, ini menunjukkan tumor T3.

c. CT-scan
CT scan dapat digunakan untuk mencari metastasis di
kelenjar getah bening dan untuk menilai stadium tumor primer
dengan menilai penyebaran ekstrakapsular pada pasien yang
dicurigai sudah menderita penyakit lanjut, terutama jika
direncanakan untuk mendapat radioterapi. CT scan tidak dapat
menilai dengan akurat tumor stadium T1 atau T2, namun invasi

19
pada jaringan lemak periprostatik atan vesikula seminalis pada
stadium tumor T3 dapat dibuktikan. CT scan juga dapat digunakan
untuk menilai metastasis pada jaringan lunak di tempat
lain. Karena penilaian stadium dengan CT scan dilakukan dengan
menilai bentuk prostat, kadang terdapat sedikit kesulitan dalam
menilai stadiumnya. Ini dikarenakan dengan CT-Scan tidak dapat
ditunjukkan penyebaran mikroskopik pada kapsul prostat.

Gambar 2.7 CT-Scan axial setinggi ginjal menunjukkan para-


limfadenopati luas (panah) yang merupakan stadium lanjut ca prostat

Gambar 2.8 Metastatik ca prostat yang melibatkan jaringan lunak di


sebelah kanan (panah).

d. MRI
MRI bisa menilai anatomi internal prostat dan bisa
mengidentifikasi daerah yang abnormal melalui perubahan

20
intensitasnya. MRI memungkinkan evaluasi yang menyeluruh
pada penderita ca prostat karena bisa menilai lokasi penyakit
primer di prostat dan dan keterlibatan kelenjar getah bening.
Gambaran pada T1-weighted, prostat terlihat homogen dengan
intensitas medium, baik di daerah normal maupun daerah
intraprostat. Namun pada gambaran T2-weighted, daerah
karsinoma di daerah PZ akan terlihat hipointens sementara
sekitarnya hiperintens. Sama dengan TRUS, MRI tidak bisa
dengan tepat menilai karsinoma di daerah TZ. Peran MRI saat ini
terutama dalam menilai perluasan ekstrakapsular dan invasi
vesikula seminalis. Tanda penyebaran ekstrakapsular mencakup:
penonjolan irregular pada kapsul prostat dan hilangnya sudut
retroprostatika. Daerah hipointens yang menyebar ke dalam
vesikula seminalis dari basis prostat adalah bukti dari sudah
terjadinya invasi ke vesikula seminalis.

Gambar 2.9 Potongan coronal T2 MRI menunjukkan daerah


hipointensitas di sebelah kiri menunjukkan ca prostat

21
Gambar 2.10 Endorectal MRI pada pasien dengan ca prostat yang luas
menunjukkan bulging di kapsular prostat sebelah kanan (panah). Ini
adalah tumor T3

Gambar 2.11 Potongan axial T2 endorectal MRI pasien ca prostat


menunjukkan hipointensitas di peripheral zone (panah)

Gambar 2.12 Potongan aksial T1 setinggi pelvis menunjukkan


pembesaran kelenjar limfe disebelah kiri (panah)

e. Kedokteran Nuklir
Kedokteran nuklir digunakan untuk menilai metastasis
tulang dari karsinoma prostat. Paling sering digunakan adalah
bone scanning dengan menggunakan technetium-99m. Bone scan
mempunyai sensitivitas yang tinggi tapi tidak spesifik terhadap
metastase karsinoma prostat.

22
Gambar 2.13 Bone scan menunjukkan multiple area dari peningkatan
aktivitas dari metastasis ca prostat

Gambar 2.14 Isotop bone scan, menunjukkan metastasi difus.

f. Tumor Marker

23
Terdapat beberapa penanda tumor untuk membantu
menegakkan diagnosis dan mengikuti perkembangan penyakit ini,
yaitu 1) PAP (prostatic Acid Phosphatase) dihasilkan oleh sel asini
prostat dan disekresikan ke dalam duktuli prostat dan 2) PSA
(Prostate Specific Antigen) yaitu suatu glikoprotein yang
dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat, dan berperan dalam
melakukan likuefasi. PSA berguna untuk deteksi dini adanya
karsinoma prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi karsinoma
prostat.
2.1.9. Grading dan Staging Kanker Prostat
Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar
limfe pelvis kemudian metastase berlanjut ke tulang tulang pelvis
vertebra lumbalis femur vertebra torakal kosta. Lesi yang
sering terjadi pada metastase di tulang adalah lesi osteolitik
(destruktif), lebih sering osteoblastik (membentuk tulang). Adanya
metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang kuat bahwa kanker
prostat berada pada tahap lanjut. Untuk menentukan grading, yang
paling umum di gunakan di Amerika adalah sistem Gleason (Presti, J.
C., 2008). Skor untuk sistem ini adalah 1-5 berdasarkan pola secara
pemeriksaan spesimen prostat di laboratorium
Ada 2 skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu :
1. Skor primer adalah penilaian yang diberikan berdasarkan
gambaran mikroskopik yang paling dominan pada spesimen yang
diperiksa.
2. Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang
paling dominan setelah yang pertama.
Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan
skor sekunder dimana masing-masing rentang nilai untuk skor primer
dan sekunder adalah 1-5 dan totalnya 2-10. Bila total skor Gleason
2-4, maka specimen dikelompokkan kedalam kategori well-
differentiated, sedangkan bila skor Gleason 5-6 dikategorikan sebagai
moderate differentiated dan skor Gleason 8-10 dikelompokkan sebagai
poor differentiated. Tidak jarang skor Gleason bernilai 7 sesekali di

24
masukkan ke dalam kategori moderate differentiated, namun bisa
dimasukkan kedalam kategori poor differentiated. Kerancuan ini
diatasi dengan cara sebagai berikut :
a. Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka di
masukkan ke dalam kategori moderate differentiated.
b. Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka di
masukkan ke dalam kategori poor differentiated, karena memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada yang memiliki skor primer
Gleason 3 (Presti, J. C., 2008).

Tabel 2.2. Skor Grading menurut Gleason Skor Gleason


2.1.10. Penatalaksanaan
1. Prostatektomi Radikal
Pada prostatektomi radikal dilakukan pengangkatan
kelenjar prostat bersama dengan vesikula seminalis. Prostatektomi
radikal merupakan pilihan terbaik pada stadium T1-2 N0 M0. Selain
itu dengan prostatektomi radikal, akan lebih akurat dalam
menentukan stadiumnya.Tapi, ada beberapa efek samping yang
mungkin muncul.Diantaranya inkontinensia urine, perdarahan dan
impotensi.
2. Radioterapi
Radioterapi ditujukan untuk pasien yang telah tua atau
pada tumor yang telah bermetastasis. Pemberian radioterapi pada
penderita kanker prostat bisa dilakukan melalui 2 cara yakni,
radiasi eksterna dengan teknik IMRT/IGRT atau brachytherapy
dengan implantasi bahan radioaktif. Radiasi eksterna adalah jenis
yang paling sering dipakai dan biasanya didahului dengan
limfadenektomi.

25
Radioterapi sama efektifnya dengan pembedahan pada
kanker prostat. Radioterapi tidak mempunyai risiko perdarahan
dan anatesi. Selain itu radioterapi juga tidak membutuhkan rawat
inap atau waktu pemulihan yang lama. Namun, radioterapi juga
mempunyai kelemahan. Pada radioterapi, keadaan tumor post
terapi tidak diketahui. Kadar serial PSA digunakan sebagai
penanda terhadap kemajuan terapi. Selain itu, radioterapi juga
mempunyai efek samping berupa diare, tenesmus, perdarahan
saluran cerna dan lelah.
3. Watchfull waiting
Pada watchfull waiting, pasien diobservasi, dengan hanya
melakukan terapi palliative jika gejala karsinoma meningkat.
Terapi paliatve mencakup orchiectomy atau terapi deprivative
hormone. Watchfull waiting sering dilakukan pada pasien berusia
tua, pasien dengan stadium awal atau pasien dengan gangguan
kesehatan lainnya.
Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat, perlu
diperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker
prostat yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu faktor-faktor
prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor prognostik
klinis adalah faktor-faktor yang dapat dinilai melalui pemeriksaan
fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Faktor klinis
ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi
karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai.
Sedangkan faktor patologis adalah faktor-faktor yang yang
memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan evaluasi keseluruhan
prostat (Buhmeida et al, 2006).
Faktor-prognostik antara lain :
a. Usia pasien
b. Volume tumor
c. Grading atau Gleason score
d. Ekstrakapsular ekstensi
e. Invasi ke kelenjar vesikula seminalis
f. Zona asal kanker prostat

26
g. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor
dan lain-lain.
Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan
penyakitnya apakah kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit
kekambuhan atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga perlu
diperhatikan faktor-faktor prognostik diatas yang sangat penting untuk
melakukan terapi kanker prostat. Untuk penyakit yang masih
terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan
watchfull waiting atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull
waiting merupakan pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki
harapan hidup kurang dari 10 tahun atau memiliki skor Gleason 3 + 3
dengan volume tumor yang kecil yang memiliki kemungkinan
metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati (Choen, J.
J. dan Douglas M. D., 2008).
Sumber lain menuliskan bahwa watchfull waiting dilakukan
bila pasien memiliki skor Gleason 2-6 dengan tidak adanya nilai 4 dan
5 pada nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah
untuk berkembang (Presti, J. C, 2008). Sekarang ini, pria yang
memiliki resiko sangat rendah (very low risk) terhadap kanker prostat
dan memilih untuk tidak melakukan pengobatan, tetapi tetap
dilakukan monitoring. Menurut Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli
patologi dari Rumah Sakit Johns Hopkins (Epstein, J., 2011)
mengemukakan beberapa kriteria yang termasuk kedalam golongan
resiko rendah terhadap kanker prostat (very low risk) :

a. Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)


b. Densitas PSA (jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat)
kurang dari 0,15
c. Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak
ditemukannya pola yang bernilai 4 atau 5
d. Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50%
dari bagian yang di biopsi.

27
Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang
mengangkat prostat dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang
melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran
patologis spesimen prostat.
2.1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi baik
dengan menggunakan radiasimaupun pembedahan berupa:
1. Gangguan ereksi (impotensi)
2. Perdarahan post operasi
3. Anastomosi striktur pada perineal prostatectomy
4. Urocutaneus fistula (perineal prostatectomy)
5. Hernia perineal (Perineal prostatectomy)
Kanker prostate progresif yang tidak diterapi memiliki angka
kematian yang sangat tinggi (> 90%). Kanker testis dapat
bermetastasis keparu, kelenjar limfe atau susunan syaraf pusat. Angka
bertahan hidup pada kanker prostate bergantung pada stadium saat
didiagnosis. Sebagian besar pria yang didiagnosis berada pada
stadium D akan meninggal dalam waktu 3-5 tahun.
2.1.12. Diagnosis
Diagnosis kanker prostate ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Sebelum melakukan pemeriksaan
sebaiknya ditanyakan mengenai riwayat penyakit, riwayat penyakit
kanker dalam keluarga dan gejala-gejala yang dialami, khususnya
yang berhubungan dengan berkemih. Berdasarkan anamnesis tersebut
barulah dianjurkan pemeriksaan yang akan dilakukan sebagaimana
yang akan dijelaskan dibawah ini. Berdasarkan dari ketentuan dari
perhimpunan ahli kanker amerika, dua dari pemeriksaan tersebut,
yaitu digital rectal examination (DRE) dan pemeriksaan prostate-
antigen spesifik (PSA), dianjurkan untuk pasien lebih dari 45 tahun
dan memiliki perkiraan masa hidup kurang dari 10 tahun, serta usia
lebih dari 45 tahun yang termasuk dalam resiko tinggi.
2.1.13. Prognosis
Prognosis karsinoma prostat tergantung dari stadium dari
karsinoma itu sendiri. Semakin dini deteksinya, angka harapan hidup

28
pasien karsinoma prostat makin baik. Harapan hidup untuk penderita
kanker prostat berhubungan dengan stadium penyakit : Stadium A 87
%, Stadium B 81%, Stadium C 64%, stadium D 30%.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Carsinoma Prostat
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang,
pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi,
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre
operasi prostektomi dan penkajian post operasi prostatektomi
1. Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat
operasinya, yang meliputi :

a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/
kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/
Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan-keluhan yang ada adalah
frekuensi, nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa
tidak lampias/puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan
waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran
perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang
berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang

29
pernah di jalani, kecelakaan yang pernah dialami adanya
riwayat penyakit DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit ca prostat Anggota keluarga
yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
e. Riwayat psikososial
1) Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi
akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena
ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat
kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan
klien tentang sakitnya.
2) Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran
klien dalam masyarakat.

f. Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok,
penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan,
penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan
dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan
kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat)
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan,
makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis
minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia
dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami
gangguan atau masalah.
3) Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes-netes, jumlah klien
harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan

30
system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengejan
untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti
konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
4) Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur
yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada
malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur memakai bantal
atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
5) Pola aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari-hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga.
Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami
gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari-hari sendiri.
6) Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan
anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter.
Bagaimana peran klien dalam keluarga. Apakah klien
dapat berperan sebagai mana seharusnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi
yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan.
Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan
dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi
sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak
berdaya.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba,
lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi
tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham.
Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah
pada pola ini.

31
9) Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan
pasangannya, pengetahuannya tantang seksualitas. Perlu
dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan,
ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
10) Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa
penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap
stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme
penanggulangan stressor positif atau negatif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan
aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam
menjalankan ibadah.
g. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/
habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
2) Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya,
adakah kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut
dan kuku klien
3) Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah
penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.
4) Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot
rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot
mukanya.
5) Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema
atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi
dan perdarahan. Sclera tampak ikterus atau tidak.
6) Telinga

32
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda
asing. Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan
pendengaran.

7) Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret,
apa ada obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan
adakah pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi
apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor, parese
atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
9) Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk,
pembesaran kelenjar limphe.
10) Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
11) Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau
penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah
ada suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing atau
egofoni.
12) Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).
Bagaimana dengan iktus atau getarannya.
13) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan
keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih
pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya
bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau
hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaltik
usus menurun atau meningkat.
14) Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran
prostat dapat teraba pada saat rectal touch. Pada klien

33
yang terjadi retensi urine, apakah terpasang kateter.
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus
biasanya ada haemorhoid.
15) Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari-jari
tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada
sekitar pemasangan infus ada tanda-tanda infeksi seperti
merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang
belakang bagaimana.
h. Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan
penulis pada konsep dasar.
2. Pengkajian post operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi,
yang meliputi:
a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang
satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul
pada klien post operasi prostektomi adalah keluhan rasa tidak
nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena
adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini
ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien
sendiri.
b. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada
jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi
nafas, irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau
tidak. Gerakan otot, gerakan dada dan perut. Tanda-tanda
cyanosis ada atau tidak.

d. Sistem sirkulasi

34
Pada Sistem ini yang dikaji: nadi (takikardi/bradikardi,
irama), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung (EKG).
e. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi,
konstipasi/obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah
flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.
f. Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS,
adanya nyeri kepala.
g. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari-hari setelah operasi.
Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus
dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah
yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
h. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung
kemih penuh. Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji
apakah ada tanda-tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter
jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah
produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah
pemasangan kateter.
i. Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat-obatan seperti antibiotika,
analgetika, cairan irigasi kandung kemih.
j. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa
untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses
intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan,
menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan
standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat

35
kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa
sebelum operasi dan analisa setelah operasi.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa
keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil
dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat
dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2,
yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.
1. Diagnosa sebelum operasi
a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy,
inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah
miksi berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran
prostat.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing
sekunder terhadap pelebaran prostat.
c. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur
pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan
aktifitas post operasi.
d. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering
terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi
disuria, frekuensi dan nokturia.
2. Diagnosa setelah operasi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan
insisi sekunder pada prostatektomi
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
sekunder dari prostatektomi bekuan darah odema
c. Resiko cedera: perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat
selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
e. Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan
akan impoten akibat dari prostatektomi
f. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi berhubungan
dengan kurang informasi
g. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.
2.2.3. Intervensi Keperawatan

36
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi
dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini
disebut sebagai perencanaan keperawatan yang terdiri dari:
menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan
tujuan, menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan
aktivitas keperawatan. Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing-
masing diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Intervensi Sebelum Operasi

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa keperawatan Intervensi
Hasil

1. Nyeri akut NOC : Pain Management


Definisi : Sensori yang 1. Pain Level, 1. Lakukan
tidak menyenangkan dan 2. Pain control, pengkajian
pengalaman emosional 3. Comfort level nyeri secara
yang muncul secara aktual Kriteria Hasil : komprehensif
atau potensial kerusakan a. Mampu termasuk
jaringan atau mengontrol nyeri lokasi,
menggambarkan adanya (tahu penyebab karakteristik,
kerusakan (Asosiasi Studi nyeri, mampu durasi,
Nyeri Internasional): menggunakan frekuensi,
serangan mendadak atau tehnik kualitas dan
pelan intensitasnya dari nonfarmakologi faktor
ringan sampai berat yang untuk mengurangi presipitasi
dapat diantisipasi dengan nyeri, mencari 2. Observasi
akhir yang dapat bantuan) reaksi
diprediksi dan dengan b. Melaporkan bahwa nonverbal dari
durasi kurang dari 6 nyeri berkurang ketidaknyaman
bulan. dengan an
Batasan karakteristik : menggunakan 3. Gunakan
a. Laporan secara manajemen nyeri teknik
verbal atau non c. Mampu mengenali komunikasi

37
verbal nyeri (skala, terapeutik
b. Fakta dari observasi intensitas, untuk
c. Posisi antalgic untuk frekuensi dan mengetahui
menghindari nyeri tanda nyeri) pengalaman
d. Gerakan melindungi d. Menyatakan rasa nyeri pasien
e. Tingkah laku berhati- nyaman setelah 4. Kaji kultur
hati nyeri berkurang yang
f. Muka topeng Tanda vital dalam mempengaruhi
g. Gangguan tidur rentang normal respon nyeri
(mata sayu, tampak 5. Evaluasi
capek, sulit atau pengalaman
gerakan kacau, nyeri masa
menyeringai) lampau
h. Terfokus pada diri 6. Evaluasi
sendiri bersama pasien
i. Fokus menyempit dan tim
(penurunan persepsi kesehatan lain
waktu, kerusakan tentang
proses berpikir, ketidakefektifa
penurunan interaksi n kontrol nyeri
dengan orang dan masa lampau
lingkungan) 7. Bantu pasien
j. Tingkah laku dan keluarga
distraksi, contoh : untuk mencari
jalan-jalan, menemui dan
orang lain dan/atau menemukan
aktivitas, aktivitas dukungan
berulang-ulang) 8. Kontrol
k. Respon autonom lingkungan
(seperti diaphoresis, yang dapat
perubahan tekanan mempengaruhi
darah, perubahan nyeri seperti

38
nafas, nadi dan suhu ruangan,
dilatasi pupil) pencahayaan
l. Perubahan autonomic dan kebisingan
dalam tonus otot 9. Kurangi faktor
(mungkin dalam presipitasi
rentang dari lemah ke nyeri
kaku) 10. Pilih dan
m. Tingkah laku lakukan
ekspresif (contoh : penanganan
gelisah, merintih, nyeri
menangis, waspada, (farmakologi,
iritabel, nafas non
panjang/berkeluh farmakologi
kesah) dan inter
n. Perubahan dalam personal)
nafsu makan dan 11. Kaji tipe dan
minum sumber nyeri
o. Faktor yang untuk
berhubungan : Agen menentukan
injuri (biologi, kimia, intervensi
fisik, psikologis) 12. Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi
13. Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
14. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan

39
istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter
tentang jenis
obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih
analgesik
yang

40
diperlukan
atau
kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya
nyeri
6. Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian,
dan dosis
optimal
7. Pilih rute
pemberian
secara IV, IM
untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur
8. Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik

41
pertama kali
9. Berikan
analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala (efek
samping)

2. Kecemasan berhubungan NOC : NIC :


dengan kurang 1. Anxiety control Anxiety
2. Coping
pengetahuan dan Reduction
Kriteria Hasil :
hospitalisasi (penurunan
a. Klien mampu
Definisi : kecemasan)
mengidentifikasi
Perasaan gelisah yang tak 1. Gunakan
dan
jelas dari pendekatan
mengungkapkan
ketidaknyamanan atau yang
gejala cemas
ketakutan yang disertai menenangkan
b. Mengidentifikasi,
respon autonom (sumner 2. Nyatakan
mengungkapkan
tidak spesifik atau tidak dengan jelas
dan menunjukkan
diketahui oleh individu); harapan
tehnik untuk
perasaan keprihatinan terhadap
mengontol cemas
disebabkan dari antisipasi c. Vital sign dalam pelaku pasien
terhadap bahaya. Sinyal batas normal 3. Jelaskan
d. Postur tubuh,
ini merupakan peringatan semua
ekspresi wajah,
adanya ancaman yang prosedur dan
bahasa tubuh dan
akan datang dan apa yang
tingkat aktivitas
memungkinkan individu dirasakan
menunjukkan
untuk mengambil langkah selama

42
untuk menyetujui berkurangnya prosedur
terhadap tindakan kecemasan 4. Temani pasien
Ditandai dengan untuk
a. Gelisah memberikan
b. Insomnia
keamanan dan
c. Resah
d. Ketakutan mengurangi
e. Sedih
takut
f. Fokus pada diri
g. Kekhawatiran 5. Berikan
h. Cemas
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis
6. Dorong
keluarga untuk
menemani
7. Lakukan
back/neck rub
8. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
9. Identifikasi
tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien
untuk

43
mengungkapk
an perasaan,
ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
13. Barikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan

2. Intervensi setelah Operasi

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa keperawatan Intervensi
Hasil

1. Nyeri akut NOC : Pain Management


Definisi : Sensori yang 1. Pain Level, 1. Lakukan
tidak menyenangkan dan 2. Pain control, pengkajian
pengalaman emosional 3. Comfort level nyeri secara
yang muncul secara aktual Kriteria Hasil : komprehensif
atau potensial kerusakan a. Mampu mengontrol termasuk
jaringan atau nyeri (tahu lokasi,
menggambarkan adanya penyebab nyeri, karakteristik,
kerusakan (Asosiasi Studi mampu durasi,
Nyeri Internasional): menggunakan frekuensi,
serangan mendadak atau tehnik kualitas dan
pelan intensitasnya dari nonfarmakologi faktor
ringan sampai berat yang untuk mengurangi presipitasi

44
dapat diantisipasi dengan nyeri, mencari 2. Observasi
akhir yang dapat bantuan) reaksi
diprediksi dan dengan b. Melaporkan bahwa nonverbal dari
durasi kurang dari 6 nyeri berkurang ketidaknyaman
bulan. dengan an
Batasan karakteristik : menggunakan 3. Gunakan
a. Laporan secara verbal manajemen nyeri teknik
atau non verbal c. Mampu mengenali komunikasi
b. Fakta dari observasi nyeri (skala, terapeutik
c. Posisi antalgic untuk intensitas, untuk
menghindari nyeri frekuensi dan mengetahui
d. Gerakan melindungi tanda nyeri) pengalaman
e. Tingkah laku berhati- d. Menyatakan rasa nyeri pasien
hati nyaman setelah 4. Kaji kultur
f. Muka topeng nyeri berkurang yang
g. Gangguan tidur Tanda vital dalam mempengaruhi
(mata sayu, tampak rentang normal respon nyeri
capek, sulit atau 5. Evaluasi
gerakan kacau, pengalaman
menyeringai) nyeri masa
h. Terfokus pada diri lampau
sendiri
i. Fokus menyempit 6. Evaluasi
(penurunan persepsi bersama pasien
waktu, kerusakan dan tim
proses berpikir, kesehatan lain
penurunan interaksi tentang
dengan orang dan ketidakefektifa
lingkungan) n kontrol nyeri
j. Tingkah laku masa lampau
distraksi, contoh : 7. Bantu pasien
jalan-jalan, menemui dan keluarga

45
orang lain dan/atau untuk mencari
aktivitas, aktivitas dan
berulang-ulang) menemukan
k. Respon autonom dukungan
(seperti diaphoresis, 8. Kontrol
perubahan tekanan lingkungan
darah, perubahan yang dapat
nafas, nadi dan mempengaruhi
dilatasi pupil) nyeri seperti
l. Perubahan autonomic suhu ruangan,
dalam tonus otot pencahayaan
(mungkin dalam dan kebisingan
rentang dari lemah ke 9. Kurangi faktor
kaku) presipitasi
m. Tingkah laku nyeri
ekspresif (contoh : 10. Pilih dan
gelisah, merintih, lakukan
menangis, waspada, penanganan
iritabel, nafas nyeri
panjang/berkeluh (farmakologi,
kesah) non
n. Perubahan dalam farmakologi
nafsu makan dan dan inter
minum personal)
o. Faktor yang
berhubungan : Agen 11. Kaji tipe dan
injuri (biologi, kimia, sumber nyeri
fisik, psikologis) untuk
menentukan
intervensi
12. Ajarkan
tentang teknik

46
non
farmakologi
13. Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
14. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan
istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat

47
2. Cek instruksi
dokter
tentang jenis
obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya
nyeri
6. Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian,
dan dosis
optimal
7. Pilih rute
pemberian

48
secara IV, IM
untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur
8. Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
9. Berikan
analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala (efek
samping)
2. Resiko Injury b/d NOC : Risk Kontrol NIC :
immobilisasi, penekanan Kriteria Hasil : Environment
sensorik patologi a. Klien terbebas dari Management
intrakranial dan cedera (Manajemen
b. Klien mampu
ketidaksadaran lingkungan)
menjelaskan
Definsi : 1. Sediakan
cara/metode
Dalam risiko cedera lingkungan
untukmencegah
sebagai hasil dari interaksi yang aman
injury/cedera
kondisi lingkungan untuk pasien
c. Klien mampu
dengan respon adaptif 2. Identifikasi
menjelaskan factor
individu dan sumber kebutuhan

49
pertahanan. resiko dari keamanan
lingkungan/perilak pasien, sesuai
Faktor resiko : u personal dengan kondisi
d. Mampumemodifika
Eksternal fisik dan
si gaya hidup untuk
a. Mode transpor atau fungsi kognitif
mencegah injury
cara perpindahan pasien dan
e. Menggunakan
b. Manusia atau riwayat
fasilitas kesehatan
penyedia pelayanan penyakit
yang ada
kesehatan (contoh : f. Mampu mengenali terdahulu
agen nosokomial) perubahan status pasien
c. Pola kepegawaian : kesehatan 3. Menghindarka
kognitif, afektif, dan n lingkungan
faktor psikomotor yang
d. Fisik (contoh : berbahaya
rancangan struktur (misalnya
dan arahan memindahkan
masyarakat, bangunan perabotan)
dan atau 4. Memasang
perlengkapan) side rail
e. Nutrisi (contoh : tempat tidur
vitamin dan tipe 5. Menyediakan
makanan) tempat tidur
f. Biologikal (contoh : yang nyaman
tingkat imunisasi dan bersih
dalam masyarakat, 6. Menempatkan
mikroorganisme) saklar lampu
g. Kimia (polutan, racun, ditempat yang
obat, agen farmasi, mudah
alkohol, kafein dijangkau
nikotin, bahan pasien.
pengawet, kosmetik, 7. Membatasi
celupan (zat warna pengunjung

50
kain)) 8. Memberikan
Internal penerangan
a. Psikolgik (orientasi yang cukup
afektif) 9. Menganjurkan
keluarga untuk
b. Mal nutrisi menemani
c. Bentuk darah pasien.
abnormal, contoh : 10. Mengontrol
leukositosis/leukopeni lingkungan
a, perubahan faktor dari
pembekuan, kebisingan
trombositopeni, sickle 11. Memindahkan
cell, thalassemia, barang-barang
penurunan Hb, Imun- yang dapat
autoimum tidak membahayaka
berfungsi. n
d. Biokimia, fungsi 12. Berikan
regulasi (contoh : penjelasan
tidak berfungsinya pada pasien
sensoris) dan keluarga
e. Disfugsi gabungan atau
f. Disfungsi efektor pengunjung
g. Hipoksia jaringan adanya
h. Perkembangan usia perubahan
(fisiologik, status
psikososial) kesehatan dan
i. Fisik (contoh : penyebab
kerusakan kulit/tidak penyakit.
utuh, berhubungan
dengan mobilitas)
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan 1. Immune Status Infection Control
2. Knowledge :
resiko masuknya (Kontrol infeksi)

51
organisme patogen Infection control 1. Bersihkan
3. Risk control
Faktor-faktor resiko : lingkungan
Kriteria Hasil :
a. Prosedur Infasif setelah dipakai
a. Klien bebas dari
b. Ketidakcukupan pasien lain
tanda dan gejala
pengetahuan untuk 2. Pertahankan
infeksi
menghindari paparan teknik isolasi
b. Mendeskripsikan
patogen 3. Batasi
proses penularan
c. Trauma pengunjung
penyakit, factor
d. Kerusakan jaringan bila perlu
yang
dan peningkatan 4. Instruksikan
mempengaruhi
paparan lingkungan pada
penularan serta
e. Ruptur membran pengunjung
penatalaksanaannya
amnion untuk mencuci
,
f. Agen farmasi c. Menunjukkan tangan saat
(imunosupresan) kemampuan untuk berkunjung
g. Malnutrisi mencegah dan setelah
h. Peningkatan paparan timbulnya infeksi berkunjung
d. Jumlah leukosit
lingkungan patogen meninggalkan
dalam batas normal
i. Imonusupresi pasien
e. Menunjukkan
j. Ketidakadekuatan 5. Gunakan
perilaku hidup
imum buatan sabun
sehat
k. Tidak adekuat antimikrobia
pertahanan sekunder untuk cuci
(penurunan Hb, tangan
Leukopenia, 6. Cuci tangan
penekanan respon setiap sebelum
inflamasi) dan sesudah
l. Tidak adekuat tindakan
pertahanan tubuh kperawatan
primer (kulit tidak 7. Gunakan baju,
utuh, trauma jaringan, sarung tangan
penurunan kerja silia, sebagai alat

52
cairan tubuh statis, pelindung
perubahan sekresi pH, 8. Pertahankan
perubahan peristaltik) lingkungan
m. Penyakit kronik aseptik selama
pemasangan
alat
9. Ganti letak IV
perifer dan
line central
dan dressing
sesuai dengan
petunjuk
umum
10. Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung
kencing
11. Tingkatkan
intake nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda

53
dan gejala
infeksi
sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung
granulosit,
WBC
3. Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi
4. Batasi
pengunjung
5. Saring
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
6. Partahankan
teknik aspesis
pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan
teknik isolasi
k/p
8. Berikan
perawatan
kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit
dan membran
mukosa

54
terhadap
kemerahan,
panas,
drainase
10. Ispeksi kondisi
luka/insisi
bedah
11. Dorong
masukkan
nutrisi yang
cukup
12. Dorong
masukan
cairan
13. Dorong
istirahat
14. Instruksikan
pasien untuk
minum
antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
17. Laporkan
kecurigaan
infeksi
18. Laporkan

55
kultur positif

4. Kurang Pengetahuan NOC : NIC :


Definisi : 1. Kowledge : Teaching : disease
Tidak adanya atau disease process Process
kurangnya informasi 2. Kowledge : health 1. Berikan
kognitif sehubungan Behavior penilaian
dengan topic spesifik. Kriteria Hasil : tentang tingkat
a. Pasien dan pengetahuan
Batasan karakteristik : keluarga pasien tentang
memverbalisasikan menyatakan proses
adanya masalah, pemahaman penyakit yang
ketidakakuratan tentang penyakit, spesifik
mengikuti instruksi, kondisi, prognosis 2. Jelaskan
perilaku tidak sesuai. dan program patofisiologi
pengobatan dari penyakit
Faktor yang b. Pasien dan dan bagaimana
berhubungan : keluarga mampu hal ini
keterbatasan kognitif, melaksanakan berhubungan
interpretasi terhadap prosedur yang dengan
informasi yang salah, dijelaskan secara anatomi dan
kurangnya keinginan benar fisiologi,
untuk mencari informasi, c. Pasien dan dengan cara
tidak mengetahui sumber- keluarga mampu yang tepat.
sumber informasi. menjelaskan 3. Gambarkan
kembali apa yang tanda dan
dijelaskan gejala yang
perawat/tim biasa muncul
kesehatan lainnya pada penyakit,
dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan
proses

56
penyakit,
dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengan cara
yang tepat
6. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi,
dengan cara
yang tepat
7. Hindari
harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi
keluarga
informasi
tentang
kemajuan
pasien
9. Diskusikan
perubahan
gaya hidup
yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang

57
akan datang
dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan
pilihan terapi
atau
penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksploras
i atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien
pada grup atau
agensi di
komunitas
lokal
14. Instruksikan
pasien
mengenai

58
tanda dan
gejala untuk
melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan,

2.2.4. Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi merupakan pelaksanaan
perencanaan keperawatan oleh perawat dan pasien dengan tujuan
untuk membantu pasien dan mencapai hasil yang telah ditetapkan
yang mencakup perawatan, kesehatan, pencegahan peyakit,
pemeliharaan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).
Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu :
1. Fase Persiapan Pengetahuan tentang rencana, validasi rencana
2. Fase Persiapan Pasien.
3. Fase Persiapan lingkungan.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan
pelaksanaan tindakan dan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan
tanggung jawab perawat secara profesional sesuai standar praktik
keperawatan yaita tindakan dependen (limpahan) dan independen
(kerja sama tim kesehatan lainnya).

2.2.5. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan.
Rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang

59
terjadi selama tahap pengkajian. Analisa perencanaan dan pelaksanaan
tindakan.
Tolak ukur yang digunakan untuk penilaian pencapaian tujuan
pada tahap ini dan kriteria yang telah dibuat pada tahap perencanaan
sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan apakah masalah teratasi
seluruhnya/sebagian belum sama sekali dan bahkan timbul masalah
baru.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan. Adapun komponen tahap evaluasi adalah
pertama pencapaian kreteria hasil, kedua keefektifan tahap-tahap
keperawatn, ketiga revisi atau terminasi keperawatn.
Evaluasi perencanaan kreteria hasil tulis pada catatan
perkembangan dalam bentuk SOAPIER :
S (Subyektif) : Keluhan-keluhan klien
O (Obyektif) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat
diukur oleh perawat.
A (Analisa) : Kesimpulan tentang keadaan klien
P (Plan of care) : Rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi diagnosa/ masalah keperawatan
klien.
I (Intervensi) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk
kebutuhan klien
E (Evaluasi) : Respon klien terhadap tindakan perawat
R (Ressesment) : Mengubah rencana tindakan keperawatan
yang diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).

60
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan )
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
2.2.6. Dokumentasi Keperawatan
Menurut Harnawati (2008), dokumentasi keperawatan adalah
kegiatan keperawatan mencakup rencana secara sistematis. Semua
kegiatan dalam kegiatan kontrak perawat klien dalam kurun waktu
tertentu, secara jelas, lengkap dan objektif.
Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan dalam
memberikan asuhan keperawatan dan jaminan mutu, di samping
pencatatan kegiatan pendokumentasian keperawatan juga mencakup
penyimpangan atau pemeliharaan hasil pencatatan dan
pendokumentasian pada anggota sesama tim kesehatan untuk
kepentingan pengobatan klien serta kepada aparat penegak hukum bila
di perlukan untuk pembuktian.
1. Kegiatan pedokumentasian meliputi :
a. Komunikasi
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan
perawat untuk mengkomunasikan kepada tenaga kesehatan
lainya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan yang
akan di kerjakan oleh perawat.

b. Dokumentasi proses keperawatan


Pencatatan proses keperawatan merupakan metode
yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis,
problem solving, dan riset lebih lanjut. Doumentasi proses
keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah,
perencanaan dan tindakan. Perawat kemudian mengobservasi
dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang di
berikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
tenaga kesehatan lainya.
c. Standar dokumentasi

61
Perawat perlu menampilkan keterampilan untuk
memenuhi standar dokumentasi adalah suatu peryataan tentang
kualitas dan kwantitas dokumentasi yang di pertimbangkan
secara adekuat dalam suatu situasi tertentu standar
dokumentasi berguna untuk memperkuat pola pencatatan
sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian
dalam memberikan tindakan keperawatan.
2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Tujuan utama dari pendokumentasian adalah
mengindentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat
kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan mengevaluasi tidakan.
3. Manfaat dan Pentingnya Pendokumentasian
Dokumentasi mempunyai makna yang penting bila di lihat
dari berbagai aspek
a. Hukum
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan
profesi keperawatan, di mana perawat sebagai pemberi jasa
dan klien sebagai penguna jasa. Dokumentasi dapat di
pergunakan sebagai barang bukti di pengadilan.

b. Jaminan Mutu (Kualitas Pelayanan)


Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan
memberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu
menyelesaikan masalah klien. Dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah
baru dapat di idetifikasi dan dimonitor melalui catatan yang
akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan (yankep).
c. Komunikasi

62
Dokumentasi keadan klien merupakan alat perekam
terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau
tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan
sebagai alat komuikasi yang di jadikan pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan.
d. Keuangan
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan
telah di berikan di catat dengan lengkap dan dapat di gunakan
sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan.
e. Pendidikan
Isi pendokumentasian menyagkut kronologis dari
kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai
bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi
keperawatan.
f. Penelitian
Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan
mengandung informasi yang dapat di jadikan sebagai bahan
objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
g. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan dapat di lihat sejauh
mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klie dengan demikian dapat di ambil
kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan
keperrawatan yang di berikan, guna pembinaan lebih lanjut.
Menurut Nursalam (2001), Dokumentasi masalah,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
1. Dokumentasi pengkajian Keperawatan
a. Dokumentasi pengkajian di tunjukan pada data klien di mana
perawat dapat mengumpulkan dan mengorganisir dalam
catatan kesehatan. Format pengkajian meliputi data dasar, flow
sheetv dan catatan perkembangan lainnya yang
memungkinkan dapat sebagai alat komunikasi bagi tenaga
keperawatan atau kesehatan lainnya.

63
b. Gunakan format yang sistimatis untuk mencatat pengkajian
yang meliputi:
1) Riwayat klien masuk rumah sakit
2) Respon klien yang berhubungan dengan persepsi kesehatan
klien
3) Riwayat pengobatan
4) Data klien rujukan
5) Gunakan format yang telah tersusun untuk mencatat
pengkajian
6) Kelompokan data-data berdasarkan model pendekatan
yang digunakan.
7) Tulis data objektif tanpa hias (tanpa mengartikan), menilai,
memasukan data pribadi. Sertakan pernyataan yang
mendukung interprestasi data objektif .
8) Jelaskan observasi dan temuan secara sistimatis, termasuk
definisi karakteristiknya.
9) Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati di
instalasi
10) Tuliskan secara jelas dan singkat.

2. Dokumentasi diagnosa keperawatan


Sebagai bukti ukuran pencatatan perawat pernyataan
diagnosa keperawatan bahwa mengidentifikasi masalah actual atau
potensial penyebab maupun tanda dan gejala sebagai indikasi perlu
untuk pelayanan perawatan, Contoh:
a. Proses dan pencatatan diagnosa keperawatan dalam rencana
pelayanan catatan perkembangan.
b. Pemakaian format problem, etiologi untuk tiap masalah
potensial.
c. Pengkajian data pada dokumen, semua faktor mayor untuk
setiap diagnosa.
d. Dokumen dari pengkajian atau mengikuti diagnosa
keperawatan yang tepat.
e. Ulangi data salah satu informasi pengkajian perawatan, sebagai
perawat prefisional dari kerja sama dengan staf pembuat
diagnosa.

64
3. Dokumentasi rencana keperawatan
Dokumentasi intervensi mengidentifikasi mengapa sesuatu
terjadi terhadap klien, apa yang terjadi, kapan, bagaimana, dan
siapa yang melakukan intervensi.
a. Why: Harus di jelaskan alasan tindakan dan data yang ada dari
hasil dokumentasi pengkajian dan diagnosa keperawatan.
b. What: Di tulis secara jelas, ringkas dari pengobatan/tindakan
dalam bentuk action verbs.
c. When: Mengandung asfek penting dari dokumen intervensi.
d. Who: Tindakan di laksanakan dalam pencatatan yang lebih
detail.
e. Who: Siapa yang melaksanakan intervensi harus selalu di
tuliskan pada dokumen serta tanda tangan sebagai pertanggung
jawab.

4. Dokumentasi Evaluasi
Pernyataan evaluasi perlu di dokumentasikan dalam catatan
kemajuan, di revisi dalam perencanaan perawatan atau di masukan
pada ringkasan khusus dan dalam pelaksanaan dalam bentuk
perencanaan.

65
BAB 3
PENUTUP

3.1. Simpulan
Kanker prostat saat ini merupakan jenis keganasan non-kulit yang
terbanyak di negara barat atau keganasan tersering ke 4 pada pria di seluruh
dunia setelah kanker kulit, paru dan usus besar. Bentuk keganasan prostat
yang tersering adalah Adenokarsinoma prostat, bentuk lain yang jarang
adalah: sarkoma (0,1-0,2%), karsinoma sel transisional (1-4%), limfoma
dan leukemia.
Kesimpulan panduan diagnosis Kanker prostat yaitu :
1. Temuan colok dubur yang tidak normal atau peningkatan serum PSA
dapat mengindikasikan kanker prostat
2. Diagnosis dari Kanker prostat bergantung pada konfirmasi
histopatologi
3. Biopsi guided Ultrasonografi transrektal (TRUS) adalah metode yang
direkomendasikan, minimal 10-12 core, diarahkan ke lateral
4. Biopsi ulang dikerjakan pada kasus yang tetap dicurigai kanker prostat
(colok dubur tidak normal, peningkatan PSA atau penemuan histopatologi
yang diduga keganasan pada biopsi (awal)
5. Anastesi dalam berbagai cara sangat dianjurkan.

66
Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa faktor
yaitu grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia
harapan hidup saat diagnosis. Mengingat data untuk menentukkan usia
harapan hidup saat diagnosis belum ada di Indonesia, maka digunakan
batasan usia sebagai salah satu parameter untuk menentukan pilihan terapi.
3.2. Saran
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan
makalah selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1. Mahasiswa
Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai
kesulitan. Dengan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis
mendapatkan data untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
pembuatan makalah selanjutnya dan dapat meningkatkan wawasan
mahasiswa dan penulis tentang asuhan keperawatan pada carcinoma
prostat sehingga dapat diaplikasikan dengan memberikan asuhan
keperawatan yang tepat apabila menemui kasus dengan carcinoma prostat.
2. Pendidikan
Pada Prodi Keperawatan, khususnya perpustakaan, agar dapat
menyediakan buku-buku yang sudah mengalami perubahan-perubahan
yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja sebagai sumber ilmu
tetapi dapat dijadikan sumber referensi untuk materi makalah. Khususnya
untuk makalah-makalah yang akan dijadikan makalah selanjutnya.

67
DAFTAR PUSTAKA

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia, edisi ke-6. Jakarta: EGC.

68

Anda mungkin juga menyukai