KASUS POSISI:
PT. IRADAT PURI (PT. IRA), berkedudukan di PALU SULTENG adalah
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 195.000 HA terletak di
wilayah Hutan di Propinsi/Daerah Tk. 1 Sulawesi Tengah;
PT. IRA juga memiliki pabrik Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) terletak di
Tondo Palu;
Untuk melaksanakan pengoperasian HPH dan pabrik IPKH tersebut PT. IRA
memperoleh dana pinjaman dari Bank Bumi Daya (Bank Mandiri)(Bank) yang
hubungan ini telah berlangsung 28 tahun lamanya; dan pinjaman tsb selalu
diperpanjang masa kreditnya;
Tahun 1985 PT. IRA memeroleh kredit untuk:
a. untuk tambahan Modal Kerja produksi kayu hitam (Ebony) sebesar Rp.
5.408.000.000,- dalam perjanjian kredit No.17/010/Pe/PLU 7 Mei 1985;
b. untuk tambahan Modal Kerja produksi (kayu lunak) sebesar Rp.
5.439.000.000,- dalam P.K. No.17/006/Pe/PLU 2 Oktober 1985 dan P.K.
No. 17/008/Pe/PLU 21 Desember 1985;
debitur PT. IRA memberikan jaminan berupa tanah, pabrik dan sebagainya
kepada Bank.
Oktober 1989, MenKeu RI menerbitkan Surat Kepurtusan MenKeu No. 1134-
KMK/013/1989 tanggal 10 Oktober 10989 tentang Pengenaan Pajak Ekspor
Kayu Gergajian (saw Timber yang sangat tinggi; dan mengakibatkan harga
kayu eksport tinggi sehingga stock produksi menumpuk tidak laku dijual Ke
Luar Negeri; dan mengakibatkan PT. IRA mengalami kesulitan keuangan
serius (cashflow);
PT. IRA kemudian memberli sejumlah mesin dan peralatannya serta truk-truk
berat dan mesin berat forklift dan lain-lain melalui leasing senilai +/- US$
1.696.652. untuk reprocessing stock kayu gergajian menjadi kayu olahan;
Hasil produksi tersebut secara bertahap mengatasi kesulitan keuangan PT.
IRA dan berhasil membayar angsuran kredit Modal Kerja sebesar:
I. dibayar Rp. 500 juta;
II. dibayar 300 juta.
April 1995 Dinas Kehutanan DATI I/Sulteng datang ke pabrik IPHK milik PT.
IRA dan melakukan penyitaan atas semua kayu milik PT. IRA dengan alasan:
dalam stock kayu tersebut diduga terdapat kayu illegal;
Akibat penyitaan tersebut PT. IRA tidak dapat melakukan ekspor yang telah
membuka L/C untuk PT. IRA sebesar US$ 1.630.000,-; kegagalan ini
dikarenakan Dinas Kehutanan menolak mengeluarkan SAKO (Surat Angkut
Kayu Olahan);
Penyegelas atau penyitaan, dan penolakan penerbitan SAKO terjadi
beberapa tahun dan mengakibatkan PT. IRA mengalami kesulitan keuangan
sehingga terjadi PHK karyawan, dan tidak dapat membayar angsuran Modal
Kerja pada Bank sesuai dengan jadwal waktu;
Atas tindakan Dinas Kehutanan, maka PT. IRA mengajukan gugatan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) perdata terhadap Dinas Kehutanan DATI
PALU melalui Pengadilan Negeri Palu;
Karena PT. IRA tidak mampu membayar cicilan hutangnya, maka Bank
memberi kualifikasi atau menetapkan PT. IRA sebagai Debitur Kredit Macet.
Maret 1994 Bank selaku Bank Pemerintah, sesuai dengan UU No. 49 Prp
1960 menyerahkan tagihan piutang negara, yang menurut perhitungan,
kreditur telah berjumlah +/- 17 miliar kepada KP3N (Kantor Pelayanan
Pengurusan Piutang Negara/PUPN);
Selanjutnya KP3N PUPN PALU Cab. Palu melakukan tindakan kepada
debitur kredit macet PT. IRA berupa:
- tanggal 26 Maret 1994: memanggil Debitur;
- tanggal 14 April 1994: Berita Acara Tanya Jawab dengan Debitur;
- tanggal 2 Juli 1994: Peringatan kepada Debitur;
- tanggal 20 Oktober 1994: Putuisan Ketua PUPN Palu No.
240/PUPN.C/VIII/14/1994 tentang jumlah piutang negara atas nama
Debitur PT. IRA yang harus dilunasinya sebesar Rp. 16.158.348.578
ditambah 10% beaya administrasi PUPN;
PUPN Cab Palu menerbitkan Surat Paksa No. SP.364/PUPNC/VIII/14/1994
tanggal 21 Oktober 1994: memerintahkan Debitur PT. IRA untuk membayar
hutangnya kepada Negara cq. Bank Bumi Daya Cab. Palu Rp.
17.774.184.436.64.
5 Agustus 1996, PUPN menerbitkan Surat Perintah Penyitaan No. SPP No.
101/PUPNC/VIII/14/1996, atas barang-barang milik Penanggung Hutang
(Debitur) berupa tanah pabrik perumahan mesin-mesin pabrik
peralatan berat (milik pihak tiga Leasing)
- disita pula stock kayu Ebony dan kayu lainnya di lokasi pabrik serta
saham-saham atas nama Murawan HS 1372 lembar senilai Rp.
3.430.000.000,-
- penyitaan dilakukan oleh Jurusita Daniel Pelamonia, SH berdasar SK
MenKeu RI No. 07/Km.09/PN/UP II/1992
9 September 1996 diterbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan No.
SPP.BS-148/PUPNC/VIII/14/1996.
Semua barang-barang yang disita oleh PUPN Palu tersebut dibawah
penguasaan dan pengawasan Petugas KP3N/PUPN Cab. Palu dilokasi
pabriknya PT. IRA.
13 September 1997 terjadi kebakaran di lokasi pabrik PT. IRA yang
memusnahkan gudang dan stock kayu Ebony yang menjadi agunan kredit
dan telah disita oleh PUPN kebakaran ini merugikan PT. IRA.
6 Desember 1997 PUPN Palu menerbitkan Pengumuman Lelang Barang
Sitaan melalui koran Palu Mercusuar;
PT. IRA mohon penundaan penjualan lelang atas barang-barang jaminan
yang telah disita dan sebagian telah terbakar habis tersebut;
23 Februari 1998, dilokasi gudang pabrik PT. IRA terjadi lagi kebakaran untuk
kedua kalinya dan memusnahkan kayu lunak 4.311m 2 yang juga menjadi
agunan kredit PT. IRA.
Kejadian kebakaran di pabrik PT. IRA yang memusnahkan stock kayu ebony
dan kayu lunak dan pabriknya telah dinilai merugikan Debitur karena adanya
kelalaian dari petugas PUPN Cab. Palu sehingga dengan dasar PUPN telah
melakukan PMH akhirnya PT. IRA sebagai Penggugat mengajukan gugatan
perdata di PN Palu Reg. No. 67/Pdt.G/1999/PN.PL terhadap Para Tergugat
yaitu:
- I. PT. Bank Bumi Daya Cab. Palu (PT. Bank Mandiri (Persero) Cabang
Palu);
- Pemerintah RI cq. Menteri Keuangan RI cq. BUPLN Cab. Ujung Pandang
cq. Kepala KP3N Cab. Palu.
Petitum yang dimintakan Penggugat ada pokoknya sebagai berikut:
A. Putusan Provisi:
1. Memerintahkan Tergugat II membuat Berita Acara Asset Milik
Penggugat di IPKH;
2. Memerintahkan Tergugat II untuk meninggalkan lokasi IPKH Tondak
dan menyerahkan kepada Penggugat;
3. Bila tidak diindahkan Putusan Provisi ini, Tergugat dikenakan
dwangsom Rp. 100 juta perhari;
4. Memerintahkan Penggugat untuk mengambil alih pengamanan lokasi
IPKH Tondo
B. Putusan Pokok Perkara
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II melakukan PMH ex Pasal
1365 BW;
3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar Ganti Rugi materiil
kepada Penggugat sejumlah US$ 1.696.652 dalam waktu 8 hari
setelah putusan ini diucapkan;
4. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan atas harta bergerak dan
tidak bergerak milik Tergugat I dan II;
5. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terebih dahulu dst
dst
6. Menghukum Tergugat I & II membayar biaya perkara ini.
Atau: apabila Pengadilan Negeri berpendapat lain, maka mohon putusan lain
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)
- Sidang dihadiri oleh Kuasa Hukum Bank Mandiri karena berdasar Akta
Notaris No. 100/tanggal 24 Juli 1999, PT. Bank Bumi Daya (Persero) telah
bergabung (merger) pada PT. Bank Mandiri (Persero). Dengan demikian
pula Tergugat II dihadiri oleh kuasa Hukumnya;
- Baik Tergugat I, maupun Tergugat II menanggapi gugatan Penggugat
tersebut, baik berupa Eksepsi maupun jawaban terhadap materi pokok
perkara.
Eksepsi yang dimaksud berpegang pada adanya nebis in idem karena
perkara gugatan sekarang ini No. 67/Pdt.G/1999 PN.PL, materi gugatannya
adalah sama dengan Perkara perdata No. 121/Pdt.G/1997/PN.PL, yang juga
diajukan oleh Penggugat PT. IRA yang saat ini masih dalam tingkat kasasi di
Mahkamah Agung; untuk menghindari dualisme putusan, maka sepatutnya
gugatan No. 67/Pdt.G/1999 ini dinyatakan tidak diterima;
Terhadap materi perkara, Tergugat I dan II menolak dalil gugatan yang telah
melakukan PMH terhadap Penggugat, Tindakan para tergugat dilakukan
karena pihak Penggugat telah wanprestasi atas pembayaran kredit yang
diterimanya dari Tergugat I, yang menurut perhitungan Tergugat yang belum
dibayar sebesar Rp. 17.774.183.437,- (tanggal 27 Nopember 1997);
Meskipun kredit macet dari Penggugat (Debitur) oleh Bank telah diserahkan
kepada PUPN (1994) namun Bank/Tergugat I masih memberi kesempatan di
tahun 1995 agar debitur melakukan penyetoran Rp. 1.591.000.000,- ditambah
2,5% biaya administrasi PUPN, dan masalahnya akan ditarik lagi dari PUPN
dan oleh Bank akan dilakukan restrukturisasi hutangnya Penggugat, namun
kesempatan itu disia-siakan oleh Penggugat;
Kebakaran di pabrik dan gudang milik Pengggugat yang memusnahkan
semua stock kayu, hal itu bukan karena kesalahan/kelalaian Tergugat I,
melainkan suatu musibah yang harus diterima oleh Penggugat;
Terbitnya S.K. MenKeu No. 1134 KMK/013/1989 tentang pajak ekspor kayu
gergajian yang dinilai Penggugat untuk tidak membayar angsuran kredit yang
telah disepakati dalam Perjanjian Kredit;
PENGADILAN TINGGI
Para Tergugat menolak Putusan PN Palu dan mengajukan permohonan
Banding ke Pengadilan Tinggi di SulTeng di Palu;
Majelis Hakim PT menganggap Putusan PN yang menerima 3 poin dari 4
gugatan provisi sebagai suatu hal yang berlebihan, sebab seharusnya
disatukan dengan Pokok Perkara. Disamping itu, dari segi beracara tidak
lagi ada hal-yang mendesak untuk memenuhi tuntutan provisi, karena
sudah ada penyerahan asset Penggugat oleh KP3N Palu (Tergugat II)
kepada Penggugat; dengan alasan tersebut maka Tuntutan Provisi karena
kurang beralasan dan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Mengenai gugatan dalam pokok perkara setelah diperiksa, maka Majelis
Hakim Banding dapat menyetujui pertimbangan hukumnya baik untuk
eksepsi maupun untuk pokok perkara.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis Hakim Banding
memberi putusan sebagai berikut:
MENGADILI:
- Menerima permohonan pemeriksaan banding dari para Tergugat;
- Memperbaiki Putusan PN Palu No. 67/Pdt.G/1999/PN.Palu, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Dalam Provisi:
Menyatakan tuntutan Provisi, tidak dapat diterima
Dalam Eksepsi:
Menolak Eksepsi para Tergugat/Pembanding
Dalam Pokok Perkara:
Menguatkan putusan PN Palu No. 67/Pdt.G/1999 PN.PL, tanggal 19 April
2000 sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan menurut hukum Tergugat I/Pembanding dan Tergugat
II/Pembanding, melakukan PMH;
3. Menghukum Tergugat I dan II/Pembanding, secara tanggung renteng
untuk membayar ganti rugi materiil kepada Penggugat/Terbanding
sejumlah US$ 1.676.652,-
4. Menghukum para Tergugat/Pembanding membayar biaya perkara
dst
5. Menolak gugatan Penggugat/Terbanding selain dan selebihnya.
CATATAN:
PUPN BUPLN KP3N berwenang menurut hukum untuk melakukan
penyitaan dan eksekusi lelang atas barang-barang yang telah dijadikan
sebagai jaminan (agunan) atas kredit yang dituangkan suatu perjanjian
kredit antara Debitur dengan Bank Pemerintah (BBD/Bank Mandiri), yang
kemudian kredit tersebut dikwalifikasikan sebagai kredit macet yang
penagihannya diserahkan oleh Bank yang bersangkutan kepada PUPN;
Kewenangan ini sesuai dengan UU No. 49 Prp 1960 jis Surat keputusan
Menteri Keuangan RI No. 271/MK/7/4/1971 dan Keppres No. 11/tahun
1976;
Suatu piutang negara (kredit) dinyatakan macet, bilamana debitur
penanggung piutang Negara tidak menepati atau tidak memenuhi
kewajiban hukumnya seperti yang dituangkan dalam perjanjian kredit yang
telah disepakati bersama;
Bantahan atau sanggahan baik dari debitur maupun dari pihak ketiga
terhadap penyitaan barang-barang yang telah dilakukan penyitaan oleh
Juru Sita PUPN, dengan alasan barang-barang ini bukan termasuk barang
jaminan kredit, maka bantahan tersebut harus diajukan gugatan ke
Pengadilan negeri, ex Pasal 13 jo. 14 UU No. 19 PRp 1959 jo. UU No. 49
PRp 1960;
Dalam kasus diatas, Penggugat dalam proses persidangan di Pengadilan
Negeri tidak membuktikan dalilnya bahwa mesin-mesin/alat-alat berat
yang disita PUPN adalah milik pihak ketiga; demikian pula pihak ketiga
juga tidak mengajukan gugatan atas penyitaan tersebut, maka tindakan
PUPN yang melakukan penyitaan dan eksekusi lelang atas barang
tersebut adalah wewenangnya PUPN dan bukan merupakan Perbuatan
Melawan Hukum, sehingga Mahkamah Agung dalam putusan Kasasi :
Menolak Gugatan Penggugat.
Ali Budiarto
=============