LTM 4
LTM 4
I Outline
Heat Exchanger
Prinsip Dasar dan Penerapan Suhu Limbak (Temperature Bulk)
II Pembahasan
Heat Exchanger (Definisi, Prinsip Kerja, Jenis, Peran Arah Aliran Fluida)
Alat Penukar Kalor (heat exchanger) adalah suatu alat yang memfasilitasi
terjadinya pertukaran panas antara 2 fluida yang berbeda suhu tanpa menyebabkan kedua
fluida bercampur. Perpindahan panas yang terjadi saat pertukaran panas pada alat penukar
kalor biasanya terjadi secara konveksi dan konduksi. Konveksi terjadi pada molekul-
molekul fluida, sedangkan konduksi terjadi pada material alat penukar kalor (media) yang
berada diantara 2 fluida. Dengan kata lain, alat penukar kalor (Heat Exchanger)
digunakan untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa
dan dapat berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium
pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai
air pendingin (cooling water). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti
kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi,
pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator
mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari
dua fluida pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan proses kontak, heat exchanger dapat
diklasifikasikan menjadi heat exchanger tipe kontak tak langsung dan heat exchanger tipe
kontak langsung. Pada heat exchanger tipe kontak tak langsung, perpindahan panas
terjadi tanpa adanya kontak langsung pada fluida dan pertukaran panas terjadi dengan
adanya lapisan dinding yang memisahkan fluida-fluida tersebut. Heat Exchanger tipe
kontak tak langsung terdiri dari
1. Heat Exchanger Tipe Direct-Transfer
Pada heat exchanger tipe ini, fluida-fluida kerja mengalir secara terus-menerus dan saling
bertukar panas dari fluida panas ke fluida yang lebih dingin dengan melewati dinding
pemisah.
2. Storage Type Exchanger
Heat exchanger tipe ini memindahkan panas dari fluida panas ke fluida dingin secara
bertahap melalui dinding pemisah. Sehingga pada jenis ini, aliran fluida tidak secara
terus-menerus terjadi, ada proses penyimpanan sesaat sehingga energi panas lebih lama
tersimpan di dinding-dinding pemisah antara fluida-fluida tersebut. Contohnya,
regenerative heat exchanger.
3. Fluidized-Bed Heat Exchanger
Heat exchanger tipe ini menggunakan sebuah komponen solid yang berfungsi sebagai
penyimpan panas yang berasal dari fluida panas yang melewatinya. Fluida panas yang
melewati bagian ini akan sedikit terhalang alirannya sehingga kecepatan aliran fluida
panas ini akan menurun, dan panas yang terkandung di dalamnya dapat lebih efisien
diserap oleh padatan tersebut. Selanjutnya fluida dingin mengalir melalui saluran pipa-
pipa yang dialirkan melewati padatan penyimpan panas tersebut, dan secara bertahap
panas yang terkandung di dalamnya ditransfer ke fluida dingin.
Sedangkan pada heat exchanger tipe kontak langsung dengan di dalamnya terjadi
perpindahan panas antara satu atau lebih fluida dengan diikuti dengan terjadinya
pencampuran sejumlah massa dari fluida-fluida tersebut. Perpindahan panas yang diikuti
percampuran fluida-fluida tersebut, biasanya diikuti dengan terjadinya perubahan fase
dari salah satu atau labih fluida kerja tersebut yang menandai terjadinya perpindahan
energi panas yang cukup besar. Macam-macam dari heat exchanger tipe ini antara lain
adalah
1. Immiscible Fluid Exchangers
Heat exchanger tipe ini melibatkan dua fluida dari jenis berbeda untuk dicampurkan
sehingga terjadi perpindahan panas yang diinginkan. Proses yang terjadi kadang tidak
akan mempengaruhi fase dari fluida, namun dapat diikuti dengan proses kondensasi
maupun evaporasi
2. Gas-Liquid Exchanger
Pada tipe ini, ada dua fluida kerja dengan fase yang berbeda yakni cair dan gas umumnya
air dan udara. Salah satu aplikasi yang paling umum dari heat exchanger tipe ini adalah
pada cooling towertipe basah.
3. Liquid-Vapour Exchanger
Perpindahan panas yang terjadi antara dua fluida berbeda fase yakni uap air dengan air,
yang juga diikuti dengan pencampuran sejumlah massa antara keduanya. Heat exchanger
tipe ini dapat berfungsi untuk menurunkan temperatur uap air atau meningkatkan
temperatur air.
Berdasarkan fungsinya, HE dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu :
1) Exchanger Memanfaatkan perpindahan kalor diantara dua fluida proses (steam
dan air pendingin tidak termasuk sebagai fluida proses, tetapi merupakan utilitas).
2) Heater Berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan pemanas alat
ini menggunakan steam.
3) Cooler Berfungsi mendinginkan fluida proses, dan sebagai bahan pendingin
digunakan air.
4) Condenser Berfungsi untuk mengembunkan uap atau menyerap kalor laten
penguapan
5) Boiler Berfungsi untuk membangkitkan uap.
6) Reboiler Berfungsi sebagai pensuplai kalor yang diperlukan bottom produk pada
distilasi. Steam biasanya digunakan sebagai media pemanas.
7) Evaporator Berfungsi memekatkan suatu larutan dengan cara menguapkan
airnya.
8) Vaporizer Berfungsi memekatkan cairan selain dari air.
Secara sederhana, prinsip kerja HE adalah sebagai berikut. Terdapat dua fluida
yang berbeda temperatur; yang satu dialirkan dalam tube dan yang lainnya dalam shell
hingga bersentuhan secara tidak langsung. Panas dari fluida yang temperaturnya lebih
tinggi berpindah ke fluida yang temperaturnya lebih rendah. Dengan demikian fluida
panas yang masuk akan menjadi lebih dingin dan fluida dingin yang masuk akan menjadi
lebih panas. Untuk menjamin fluida di sebelah shell mengalir melintasi tube (agar
perpindahan kalornya tinggi), maka dalam shell dipasang sekat-sekat (baffles) seperti
terlihat pada gambar 1.
Pada HE, ada dua hal yang menjadi issue penting dalam pengontrolan, yaitu penentuan
controlled variable dan manipulated variable. Berdasarkan prinsip kerja dan fungsi HE,
maka yang paling efektif adalah mengambil fluks kalor sebagai variabel kontrol. Namun
hal ini tidak mungkin dilakukan mengingat dalam praktiknya fluks kalor sulit diukur.
Oleh karena itu yang paling mungkin adalah dengan mengontrol temperatur salah satu
fluida yang keluar dari HE. Untuk issue kedua, penentuan manipulated; ada beberapa
variable yang bisa dipilih sebagai manipulated variable, yaitu aliran fluida panas yang
masuk, aliran fluida dingin yang masuk, aliran fluida panas yang keluar atau aliran fluida
dingin yang keluar.
Compact HE: didesain secara spesifik agar surface area per unit volume-nya
besar.
HE jenis ini mampu menerima perpindahan kalor dari suatu fluida dalam jumlah
kecil yang biasanya digunakan pada situasi di mana berat dan volume HE
dibatasi. Area permukaan pada compact HE yang luas disebabkan dipasangnya
plat tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida. Compact HE
biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-liquid HE.
Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak lurus sehingga
dinamakan aliran menyilang. Aliran menyilang diklasifikasikan menjadi:
a) unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui ruang
tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
b) mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.
Gambar 4. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida
tidak bercampur, (kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
Shell-and-tube HE: HE yang umum digunakan dalam industry.
Plate-and-frame HE: terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat. Pada
konstruksi ini terdapat coil pipa bersirip plat untuk mengalirkan fluida yang
berlainan
HE sering dinamakan dengan lebih spesifik sesuai dengan aplikasinya. Kondenser
merupakan HE di mana fluida didinginkan dan berkondensasi ketika mengalir melalui
HE. Boiler merupakan HE di mana fluidanya mengabsorb panas dan menguap. Space
radiator merupakan HE yang menukar kalor dari fluida panas ke lingkungan melalui
radiasi.
Fenomena yang dapat menurunkan kinerja alat penukar kalor :
Fouling Factor dan Pressure Drop
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor pada HE dapat dilapisi oleh
berbagai endapan atau permukaan itu mengalami korosi karena adanya interaksi antara
fluida dengan bahan yang digunakan. Kedua hal tersebut dapat memberikan tahanan
tambahan terhadap aliran kalor sehingga menurunkan kinerja HE. Pada shell-and-tube
heat exchanger, fouling dapat terjadi baik pada bagian dalam maupun luar tube dan dapat
terjadi pada bagian dalam shell. Pengaruh menyeluruh dari hal ini dapat dinyatakan
secara matematis dengan fouling factor atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus
diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya dalam menghitung koefisien perpindahan
kalor menyeluruh. Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada penukar kalor tersebut.
1 1
Rf =
U kotor U bersih
Nilai faktor pengotoran yang disarankan untuk berbagai fluida dapat dlihat pada buku
Holman.
Gambar 5. Pipa (kanan) baru dipakai, (kiri) permukaan dalam pipa terkotori
Fouling dapat menyebabkan pengurangan cross sectional area dan meningkatkan
pressure drop, sehingga dibutuhkan energi ekstra untuk pemompaan. Walaupun tidak
secara umum, masalah peningkatan pressure drop lebih serius dari pada peningkatan
thermal resistance. Berikut beberapa kerugian yang disebabkan oleh fouling :
Peningkatan capital cost; HE dengan fouling yang tinggi akan menyebabkan
pengurangan koefisien perpindahan kalor menyeluruh, sehingga dibutuhkan area
perpindahan yang lebih. Luas HE yang lebih besar mengakibatkan peningkatan cost.
Energi tambahan; sehubungan dengan peningkatan energi pompa dan efisiensi
termodinamika yang rendah pada kondensasi dan siklus refrigerasi.
Maintenance cost; untuk antifoulant, chemical treatment dan untuk pembersihan
permukaan perpindahan panas yang tertutup oleh fouling
Pengurangan output dikarenakan pengurangan cross sectional area
Downtime cost; kerugian waktu produksi yang diakibatkan oleh peralatan tidak dapat
dioperasikan dengan semestinya dikarenakan oleh maintanance, power failure,
breakdown dan lain-lain.
Fouling Factor
Fouling factor yaitu suatu koefisien yang menyatakan penambahan tahanan panas
pada alat penukar kalor akibat interaksi antara fluida dengan dinding pipa pada alat
penukar kalor yang mengakibatkan terbentunya endapan atau kerak pada bagian dalam
pipa dan bisa juga interaksi tersebut mengakibatkan korosi pada dinding pipa, sehingga
akan menghambat laju perpindahan kalor karena adanya tahanan tersebut.
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan-kalor alat penukar kalor
mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem aliran atau
permukaan sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam
konstruksi penukar-kalor. Dalam kedua hal di atas, lapisan itu memberikan tahanan
tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja
alat itu. Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut di atas biasa dinyatakan dengan
faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan pengotoran Rf yang harus diperhitungkan
bersama tahanan termal lainnya, dalam menghitung koefisien perpindahan-kalor
menyeluruh.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan deposit pada permukaan alat
penukar kalor yang menghambat perpindahan panas dan meningkatkan hambatan aliran
fluida pada alat penukar kalor tersebut. Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar
kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas.
Fouling mempunyai pengaruh yang penting pada efisiensi perubahan energi, pada
pemilihan material yang digunakan dalam konstruksi alat-alat penukar kalor dan pada
operasi proses-proses industri. Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau
senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat
meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adesif yang cukup
kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat
meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fouling resistance juga dipengaruhi oleh:
Sifat fluida
Semakin tinggi impurities fluida yang mengalir pada alat penukar kalor maka fouling
factor akan meningkat. Semakin rendah API fluida yang mengalir pada alat penukar kalor
tersebut, maka fouling factornya akan semakin besar.
Kecepatan aliran fluida
Semakin tinggi kecepatan aliran fluida yang mengalir pada alat penukar kalor, maka
fouling factor alat penukar kalor tersebut akan semakin kecil.
Temperatur operasi (temperatur semakin tinggi, maka fouling factor semakin besar)
Waktu operasi
Meningkatnya waktu operasi alat penukar kalor akan meningkatkan fouling factor alat
penukar kalor tersebut.
Jika fouling factor di atas sudah memiliki nilai sedemikian besar, maka alat penukar kalor
tersebut dapat disimpulkan sudah tidak baik kinerjanya.
Fouling factor = fouling resistance x 1000 (1)
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan menentukan U
untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada alat penukar kalor itu. Sehingga, faktor
pengotoran didefinisikan sebagai berikut:
R f 1 U kotor 1 / U bersih
(2)
Untuk U<<10000 W/m2 C, fouling mungkin tidak begitu penting karena hanya
menghasilkan resistan yang kecil. Namun pada water to water heat exchanger dimana
nilai U di sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat
exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang dingin mengelir
melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, fouling factor akan menjadi signifikan.
Pada shell and tube heat exchanger, perpindahan kalor terjadi jika suatu fluida mengalir
di dalam annulus (tube) ketika fluida lain mengalir diluar annulus melalui selongsong
(shell). Agar aliran dalam shell turbulen dan untuk memperbesar koefisien perpindahan
panas konveksi, maka pada shell dipasang penghalang (baffle). Ujung annulus terbuka
dikedua ujungnya pada wilayah yang disebut header.
Shell and tube heat exchanger diklasifikasikan berdasarkan banyaknya anulus dan
selongsong yang dilewati oleh fluida, yaitu jika fluida melewati 1 anulus berbentuk U
yang terdapat dalam selongsong maka disebut dengan 1 shell pass and 2 tube pass heat
exchanger.
Shell and tube heat exchanger biasa digunakan pada industry kimia dan tidak digunakan
pada automotif dan pesawat terbang karena ukuran dan beratnya yang besar.
Dimana, Uo adalah koefisien konveksi keseluruhan pada luar anulus dan Ui adalah
koefisien konveksi keseluruhan pada bagian dalam anulus.
Sumber: J.P. Holman, Heat Transfer 10th Edition; Coulson, Chemical Engineering
C. Fouling Factor
Koefisien transfer panas overall heat exchanger sering berkurang akibat adanya timbunan
kotoran pada permukaan transfer panas yang disebabkan oleh scale, karat, dan
sebagainya. Pada umumnya pabrik heat exchanger tidak bisa menetapkan kecepatan
penimbunan kotoran sehingga memperbesar tahanan heat exchanger. Fouling factor dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1 1
Rf
Ud U
Dengan Ud adalah koefisien konveksi keseluruhan saat heat exchanger kotor, dan U
adalah koefisien konveksi keseluruhan saat heat exchanger bersih.