Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Surgical di Ruang 26 IPD RS. Dr. Saiful Anwar Malang

oleh:
KARTIKA PUSPA AYU P
NIM. 140070300011166

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi.Pada sepsis gejala
klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi.Terminologi
sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-
gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis.saat ini
telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik
syok sebagai usahauntuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis,
mengobati, danmembuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam
terminologi yangbaru, sepsis mewakili subgrup dalam Systemic Inflamatory
Response Syndrome (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP 2004).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi
sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang
terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik
syok(Norwitz,2010).
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of the
American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-
sus Confrence Committee.American College of Chest Physician/Society of
Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk berbagai macam manifestasi
infeksi.
1.Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi karena
adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh
organisme ini.
2.Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3.Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau
lebih dari keadaan berikut ini:
Septik syok temperatur lebih dari 380C atau kurang dari 360C
Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 kurang
dari 32 mmHg.
Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm 3atau ku-
rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur.
4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi,
atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi
tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental
akut.
5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan
disfungsi dari beberapa organ.

2. ETIOLOGI
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita
yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi
dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab
sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan
interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering
meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang
mengalami sepsis.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

3. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease cardiac, hepatic, or renal dysfunction

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
i. Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang
terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin,
kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut
juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabelitas kapiler,
mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus
membrane yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi
yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan volume yang
bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi
untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang
tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia
laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan
oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari
jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi
ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang
berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada jaringan,
mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang
tidak dapat pulih.
ii. Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi
ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan
miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah
satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh
keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya
asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk
kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS
disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the


effects of fluid resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular
management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)

2. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine
merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini
selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya
edema interstisial.
Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin
secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya
pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A).
platelet teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular,
menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular.
Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya
dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk
menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

3. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein,
dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada
awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang
menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok,
terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan
lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya
eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang
sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk
digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak
mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan
selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory
distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi
susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).
Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi
organ akanmeningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf
pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya
odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya
destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit
neurologik fokal dapat terjadi akibatmeningkatnya aggregasi platelet dan
eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

tabel 3. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik


Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringan


Laktat serum >1mmol/L
CRT> 2 detik
Variable gangguan organ
Pa O2/FiO2 <300
Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam
Kreatinin > 0,5 mg/dl Sumber : Levy MN et
INR> 1.5 atau aPTT>60 detik all:2001,Crit Care Med
Platelet <100000mm
Hiperbilirubin > 4 mg/dl 31:1250,2003.

4. Manifestasi Pulmonal

Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.


Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan
pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

5. PATOFISIOLOGI
terlampir

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti
oleh pengulangan leukositosis (15.000 30.000) dengan peningkatan pita
(berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein
dan SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan
udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi
abdomen / organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.

7. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
I. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara
nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan
kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan
tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai
dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2
cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh <
37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia,
takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas
dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi
sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan
congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
II. Database
A. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
III. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
IV.Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK


Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan
pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan
kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan
vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan
vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,
dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit
optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila
MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit. (Gambar 2)
Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy
Sumber : Rivers 2001
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut (gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization


Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan
keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen
Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara
agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan
mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan
ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator.
Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap
adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan
napas, adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk
oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot
pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan
untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis
dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah
upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon
vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume
agresif meningkatkan hasil pada sepsis
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat ringer.
Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke interstisial
(ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous . Pemberian
resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia
(disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati parah.
Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh
mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme
yang terlibat.
Step E = Step E: Empiric Therapy Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis
pasien diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan
mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan
protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat
trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection


Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda
harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan
detektif yang lebih luas.Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan
sebagai bagian dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut
perlu dilakukan, yang biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic
lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi
terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan
dikendalikan.
Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus
membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh.
Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi
bakteri
1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi
perlindungan telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik,
seperti dobutamine, dengan makan Immunonutrition
2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan
menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan
ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa bukti bahwa
formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention
of organ failure.
- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan
darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status
volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit
dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi
tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus
bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.
Step I = IatrogenicIatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula
darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.Pasien sakit kritis di unit
perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi . Tim
kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan yang akan
memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka
tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi
organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking
agents dan steroids dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati.
Semua intervensi yang diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada
pasien. Pemasangan central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli
udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat dari semua intervensi yang
dilakukan.
Step J = Justify your therapeutic plan
- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah
dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah
stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa
kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat
memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus dipersempit,
sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk melakukan
penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik harus
dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus
mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi
Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are
there secondary sources of infection/inflammation.
- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai
sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang
harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda
infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi
baru cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak
boleh dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak
lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood


sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis
in renal failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa
bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit multisistem
dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan
ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.

Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic shock


8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pendekatan ABCDE
Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
Circulation
kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus
dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ards) tanda cardinal oedema
pulmonal.

B. PengkajianUmum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil
curah jantung tetap meningkat).
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah
hilang, takikardi ekstrem (syok).
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan
disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan
elektrolit.
Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
(vasokontriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi
urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau ketidak
nyamanan, urtikaria,pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,pengguna-
an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9C atau lebih) tetapi mungkin normal
pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema.
Ruam eritema macular
7. Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
8. Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya
hati,ginjal,sakitjantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive,
luka traumatic.Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang ).
C. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga
pasien mengatakan pasien Pelepasan endotoksin
menderita sakit kronis, atau eksotoksin
demam
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
adanya penyakit
kronis SEPSIS
penekanan sistem
imun Stimulasi sel imun tubuh
pertahanan primer
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma jaringan proinflamasi berlebih
kulit)
pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
prosedur infasif
malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi jaringan perifer
Pelepasan endotoksin
DO: atau eksotoksin
TD turun/hipotensi
RR meningkat Respon sistemik tubuh
CRT >2 detik terhadap infeksi

akral ekstremitas
SEPSIS
dingin

kulit pucat
edema ekstremitas Efek berbagai mediator
nadi lemah inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

respon inflamasi masif di
jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin

penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

DS:- Infasi mikroba Risiko Syok



DO (f.risiko): Pelepasan endotoksin
hipotensi atau eksotoksin
hipovolemia
hipoksemia Respon sistemik tubuh
terhadap infeksi
hipoksia

infeksi SEPSIS
sepsis
Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

Vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

Volume sirkulasi efektif

TVS

CO meningkat u/
kompensasi

Asedemia laktat

responsivitas terhadap
katekolamin

fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi ventrikel
turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok

DS:- Infasi mikroba Gangguan pertukaran gas



DO: Pelepasan endotoksin
Pernafasan abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama,
kedalaman) Respon sistemik tubuh
Warna kulit abnormal terhadap infeksi
(pucat, kehitaman)
hiperkapnia SEPSIS

hipoksemia
neutrofil teraktivasi
hipoksia
takikardi infiltrasi di jar. pulmonal
dan vaskuler

akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru

edema pulmonal

kompliance paru

gg. pertukaran gas
D. Rencana Intervensi Keperawatan
No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko Syok Tujuan: NIC: shock management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko syok
mental dan urine output
NOC: Risk Control: Shock Prevention
2. Monitor nilai laboratorium sebagai bukti
Kriteria Hasil:
Tekanan darah DBN (110-130/70-90 mmHg) terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat
Nadi DBN (70-90x/menit) (misalnya peningkatan kadar asam laktat,
RR DBN (16-20 x/menit) penurunan pH arteri)
Suhu DBN (36,5-37,50C) 3. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan
Hb DBN (12 18 gr/dL) kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W)
CRT < 3 detik
4. Berikan medikasi vasoaktif
5. Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik
6. Monitor trend hemodinamik
7. Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia bila
HR <110 kali/menit) atau (takikardia bila HR
>160 kali per menit) berlangsung lebih lama
dari 10 menit
8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD
dan monitor oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi akses vena
10. Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan
daarah atau cardiac output
11. Monitor penentu pengiriman oksigen ke
jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output)
12. Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan
tekanan darah, atau abnormalitas tekanan
arteri sistemik yang rendah misalnya pucat,
cyanosis atau diaphoresis
13. Monitor tanda dan gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2, peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot pernafasan)
14. Monitor kadar glukosa darah dan tangani bila
ada abnormalitas
15. Monitor koagulasi dan complete blood count
dengan WBC differential
16. Monitor status cairan meliputi intake dan output
17. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN dan creatinin)
18. Lakukan pemasangan kateter urinaria
19. Lakukan pemasangan NGT dan monitor residu
lambung
20. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan
perfusi
21. Berikan dukungan emosional kepada keluarga
22. Berikan harapan yang realistic kepada keluarga
2. Risiko Infeksi Tujuan: NIC: Infection Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam 1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko infeksi tangan saat memasuki dan keluar dari
NOC: Risk Control: Infectious Process ruangan pasien
Kriteria Hasil: 2. Gunakan sarung tangan dalam setiap
Suhu DBN (36,5-37,50C) tindakan pada pasien
Jumlah leukosit DBN 3. Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian
tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang semakin terapi antibiotic
memburuk 4. Monitor kerentanan terhadap infeksi

3. Gangguan pertukaran Tujuan: NIC: Acid Base management, Respiratory


gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Monitoring
diharapkan kondisi klinis klien terkait pertukaran gas 1. Kaji pola pernapasan pasien Monitor TTV
membaik 2. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan
NOC: Respiratory Status: Gas Exchange hiperkapnia
Kriteria Hasil: 3. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran
Pernafasan normal (kecepatan, irama, kedalaman) setiap jam, laporkan perubahan tingkat
Warna kulit normal (tidak pucat/kehitaman) kesadaran.
4. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah,
RR DBN
kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
Hb DBN
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
Nadi DBN
5. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik
BGA normal
sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
6. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi
nafas setiap jam
7. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada
harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
8. Pantau irama jantung
9. Berikan cairan parenteral sesuai hasil
kolaborasi
10. Berikan obat-obatan sesuai pesanan:
bronkodilator, antibiotik, steroid.
11. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan
penurunan kebutuhan oksigen.
4. Ketidakefektifan perfusi Tujuan: NIC: Circulation Care
jaringan perifer Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap
diharapkan perfusi jaringan perifer klien meningkat sirkulasi perifer
NOC: Circulation Status 2. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri
Kriteria Hasil: saat melakukan latihan fisik
TD DBN 3. Pantau status cairan termasuk asupan dan
RR DBN haluaran
4. Pantau perbedaan ketajaman atau
CRT < 3 detik
ketumpulan, panas atau dingin
akral ekstremitas hangat
5. Pantau parestesia, kebas, kesemutan,
warna kulit tidak pucat
hiperestesia dan hipoestesia
ekstremitas tidak edema 6. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena
kekuatan nadi normal profunda
7. Anjurkan pasien atau keluarga untuk
memantau posisi bagian tubuh saat pasien
mandi, duduk, berbaring atau mengubah
posisi
8. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui
perubahan integritas kulit
E. Implementasi dan Evaluasi
F. Dx. Kep G. Tanggal H. Implementasi I. Evaluasi
& Jam
J. Risiko Syock K. 1. Memonitor TTV, tekanan darah ortostatik, M. S:
status mental dan urine output N.
2. Memonitor nilai laboratorium sebagai bukti O. O:
Tekanan darah DBN (110-130/70-90
terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat
mmHg)
(misalnya peningkatan kadar asam laktat, Nadi DBN (70-90x/menit)
penurunan pH arteri) RR DBN (16-20 x/menit)
3. Memberikan cairan IV kristaloid sesuai Suhu DBN (36,5-37,50C)
dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W) Hb DBN (12 18 gr/dL)
4. Memberikan medikasi vasoaktif CRT < 3 detik
P.
5. Memberikan terapi oksigen dan ventilasi
Q. A:
mekanik
R. Masalah teratasi
6. Memonitor trend hemodinamik S.
7. Memoonitor frekuensi jantung fetal T. P:
(bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau U. Lanjutkan intervensi berikutnya,
(takikardia bila HR >160 kali per menit) pertahankan kondisi klinis pasien
berlangsung lebih lama dari 10 menit
8. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
AGD dan monitor oksigenasi jaringan
9. Mendapatkan patensi akses vena
10. Memberikan cairan untuk mempertahankan
tekanan daarah atau cardiac output
11. Memonitor penentu pengiriman oksigen ke
jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output)
12. Mencatat bila terjadi bradicardia atau
penurunan tekanan darah, atau abnormalitas
tekanan arteri sistemik yang rendah
misalnya pucat, cyanosis atau diaphoresis
13. Memonitor tanda dan gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2, peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot pernafasan)
14. Memonitor kadar glukosa darah dan tangani
bila ada abnormalitas
15. Memonitor koagulasi dan complete blood
count dengan WBC differential
16. Memonitor status cairan meliputi intake dan
output
17. Memonitor fungsi ginjal (nilai BUN dan
creatinin)
18. Melakukan pemasangan kateter urinaria
19. Melakukan pemasangan NGT dan monitor
residu lambung
20. Mengatur posisi pasien untuk
mengoptimalkan perfusi
21. Memberikan dukungan emosional kepada
keluarga
L.
V. Risiko Infeksi W. 1. Mengnstruksikan pengunjung untuk X. S:
mencuci tangan saat memasuki dan keluar Y.
dari ruangan pasien Z. O:
2. Menggunakan sarung tangan dalam setiap Suhu DBN (36,5-37,50C)
tindakan pada pasien Jumlah leukosit DBN
3. Berkolaborasi dengan tenaga medis tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang
pemberian terapi antibiotic semakin memburuk
4. Memonitor kerentanan terhadap infeksi AA.
AB.A:
AC. Masalah teratasi
AD.
AE.P:
AF. Lanjutkan intervensi berikutnya,
pertahankan kondisi klinis pasien
AG. Ganggu AH. 1. Mengkaji pola pernapasan pasien Monitor AJ. S:
an Pertukaran TTV AK.
Gas 2. Mengkaji terhadap tanda dan gejala AL. O:
hipoksia dan hiperkapnia Pernafasan normal (kecepatan, irama,
3. Mengkaji TD, nadi apikal dan tingkat kedalaman)
kesadaran setiap jam, laporkan perubahan Warna kulit normal (tidak pucat/kehitaman)
tingkat kesadaran. RR DBN
4. Memantau dan catat pemeriksaan gas Hb DBN
darah, kaji adanya kecenderungan Nadi DBN
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan BGA normal
dalam PaO2 AM.
5. Membantu dengan pemberian ventilasi AN. A:
mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya AO. Masalah teratasi
CPAP atau PEEP. AP.
6. Melakukan auskultasi dada untuk
AQ. P:
mendengarkan bunyi nafas setiap jam
AR. Lanjutkan intervensi berikutnya,
7. Meninjau kembali pemeriksaan sinar X pertahankan kondisi klinis pasien
dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
8. Memantau irama jantung
9. Memberikan cairan parenteral sesuai hasil
kolaborasi
10. Memberikan obat-obatan sesuai pesanan:
bronkodilator, antibiotik, steroid.
11. Mengevaluasi AKS dalam hubungannya
dengan penurunan kebutuhan oksigen.
AI.
AS.Ketidakefektifan AT. 1. Melakukan pengkajian komprehensif AU. S:
Perfusi Jaringan terhadap sirkulasi perifer AV.
Perifer 2. Memantau tingkat ketidaknyamanan atau AW. O:
nyeri saat melakukan latihan fisik TD DBN
3. Memantau status cairan termasuk asupan RR DBN
dan haluaran CRT < 3 detik
4. Memantau perbedaan ketajaman atau
akral ekstremitas hangat
ketumpulan, panas atau dingin
warna kulit tidak pucat
5. Memantau parestesia, kebas, kesemutan,
ekstremitas tidak edema
hiperestesia dan hipoestesia
6. Memantau tromboflebitis dan thrombosis kekuatan nadi normal
AX.
vena profunda
7. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk AY. A:
memantau posisi bagian tubuh saat pasien AZ.Masalah teratasi
mandi, duduk, berbaring atau mengubah BA.
posisi BB.P:
8. Mengajarkan pasien atau keluarga untuk BC. Lanjutkan intervensi berikutnya,
memeriksa kulit setiap hari untuk pertahankan kondisi klinis pasien
mengetahui perubahan integritas kulit
BD.
BE.
BF.
BG. DAFTAR PUSTAKA
BH.
BI. Dolans,2007, Critical care nursing clinical management through the nursing
process, Davis Company, USA.
BJ. Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st
Louis.
BK.Hudak galo, 2008 keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC,
Jakarta.
BL. Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis
and management, Mosby, USA.
BM. Monahan, Sand, Neighbors,
2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.
BN. Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu
penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta.
BO.

Anda mungkin juga menyukai