Anda di halaman 1dari 19

KAWASAN TANPA ASAP

ROKOK

OLEH :

KELOMPOK 6
KESMAS E

M. NUR SHABRI A. K11110116


WINDA WULANDARI K11110311
MAGFIRAH AMIR M K11110325
PUSPITA REZEKY A. ZAIN K11110349
MARDHATILLAH K11110386

Tugas Persyaratan Kelulusan Mata


Kuliah Pembangunan Sektor

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Hasanuddin
2012

1
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wataala berkat nikmat
yang telah diberikan kepada kami hingga makalah pembangunan sektor tentang
kawasan tanpa asap rokok dapat terselesaikan. Sholawat serta salam kami haturkan
kepada manusia terbaik sepanjang zaman, Rosulullah Shallalahualaihi wasallam.
Kami berterimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan cinta, kasih
sayang, dorongan materil dan nonmatril yang tidak terhingga kepada kami. Terima
kasih pula kami sampaikan kepada segenap Dosen pengajar mata kuliah
pembangunan sektor yang telah memberikan kami ilmu yang tak ternilai harganya.
Kepada teman-teman kesmas E kami ucapkan terima kasih banyak atas kebersamaan
dan pelajaran-pelajaran berharga yang telah diberikan langsung maupun tidak
langsung.

Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah


Pembangunan sector. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
tentang pentingnya sebuah tindakan preventiff terhadap bahaya rokok bagi kesehatan
manusia, salah satu upaya tersebut yakni pengadaan kawasan tanp asap rokok.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami sebagai penulis memohon kritikan yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................................

Kata Pengantar..........................................................................................................................

Daftar Isi..................................................................................................................................

Bab I Pendahuluan....................................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................

B. Rumusan Masalah....................................................................................................

C. Tujuan ......................................................................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................................................

A. Kawasan Tanpa Asap Rokok....................................................................................

B. Permasalahan Rokok di Indonesia...........................................................................

C. Pengendalian Rokok.................................................................................................

Bab III Hasil dan Pembahasan..................................................................................................

A. Rokok dan dampaknya dalam kesehatan.................................................................

3
B. Kawasan Tanpa Asap Rokok....................................................................................

C. Prinsip Kebijakan kawasan Tanpa Asap Rokok.......................................................

D. Kawasan Tanpa Asap Rokok di Indonesia.............................................................

Bab IV Penutup.......................................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................................

B. Saran.......................................................................................................................

Daftar Pustaka.........................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut penelitian seseorang yang menghisap rokok setiap hari dapat
meningkatkan risiko terkena kanker laring, paru-paru, kerongkongan, rongga mulut,
gangguan pembuluh darah, gangguan kehamilan dan sakit jantung. Menurut riset
seseorang yang secara rutin merokok 3 hingga 4 batang sehari, delapan kali lebih
beresiko terkena kanker mulut jika dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan

4
hasil terbaru menunjukkan bahwa dalam perkembangannya merokok akan
mengakibatkan kanker pancreas.
Setiap tahun frekuensi penderita penyakit kronis akibat rokok semakin
meningkat. Meskipun banyak riset dan bukti otentik bahwa merokok ibarat bom
waktu yang bisa merusak kesehatan. Ini dikarenakan rokok memunculkan rasa
kecanduan. Di dalam rokok terkandung sebuah zat yang bernama nikotin. Zat ini bisa
menimbulkan efek santai dan inilah yang membuat kebiasaan merokok sulit untuk
ditinggalkan.
Menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap
rokok sendiri. Bahkan bahaya yang harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari
bahaya perokok aktif. Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung
dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara
bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya. Tidak ada batas aman
terhadap Asap Rokok Orang Lain sehingga sangat penting untuk menerapkan 100%
Kawasan Tanpa Asap Rokok untuk dapat menyelamatkan kehidupan.
Menurut estimasi International Labor Organization (ILO) tahun 2005 tidak
kurang dari 200.000 pekerja yang mati setiap tahun karena paparan asap rokok orang
lain di tempat kerja. Kematian karena paparan asap rokok orang lain merupakan 1
dari 7 penyebab kematian akibat kerja.
100% kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara
efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain.
Menurut WHO cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap rokok
dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana dampak rokok bagi kesehatan manusia?
b. Bagaimanakah penerapan wilayah tanpa asap rokok?
c. Apa prinsip kebijakan kawasan tanpa asap rokok?
d. Bagaimana penerapan kawasan tanpa asap rokok di Indonesia?

5
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui dampak rokok bagi kesehatan manusia
b. Untuk mengetahui penerapan wilayah tanpa asap rokok
c. Untuk mengetahui prinsip kebijakan tanpa asap rokok.
d. Untuk mengetahui penerapan kawasan tanpa asap rokok di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kawasan Tanpa Asap Rokok
Kawasan Tanpa Asap Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau
penggunaan rokok. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk
masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan
tercemar asap rokok. Secara umum, penetapan KTR bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian akibat rokok, dan secara khusus, tujuan penetapan
KTR adalah mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman,
memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka
perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi generasi muda dari

6
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif (NAPZA). Adapun
penetapan KTR ini perlu dilakukan pada tempat umum, tempat kerja, angkutan
umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak,tempat proses belajar
mengajar (termasuk institusi pendidikan tinggi seperti UNAIR) dan tempat
pelayanan kesehatan.
Merokok merupakan masalah yang sistemik yang memiliki sisi humanisme.
Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi pendidikan
diberlakukan sebagai KTR maka seharusnya tidak ada orang yang merokok di
dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau karyawan
yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan humanisme
yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu pilihan. Tidak jarang orang yang
merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok dan ketika kita hendak menegur
atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-teman kita sendiri. Terkadang
ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan (LPM Mercusuar
UNAIR, 2010).

Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan


memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok
harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan
tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko
terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok,
untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih
normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok
dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang
terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok ini


adalah Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang serta beberapa
universitas juga telah menetapkan KTR yaitu Universitas Indonesia, UniversitasGajah
Mada, Universitas hasanuddin (Fakultas kesehatan masyarakat) dan Universitas

7
Airlangga. Seperti yang ditetapkan FCTC, beberapa kajian tentang kawasan tanpa
rokok membuktikan bahwa kawasan tanpa rokok cara yang cukup efektif di dalam
mengendalikan kebiasaan merokok atau mempengaruhi dampak rokok terhadap
kesehatan.

B. Permasalahan Rokok di Indonesia

Di Indonesia jumlah perokok aktif sebanyak 60%, atau sebesar 84,84 juta
orang adalah mereka yang berasal dari kalangan penduduk miskin dan ekonomi
lemah, yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Fakta ini
menunjukkan bahwa masalah rokok di Indonesia telah menjadi masalah nasional,
karena menyangkut berbagai bidang, tidak hanya kesehatan, tetapi juga masalah
ekonomi dan sosial (Moeloek, 2004).

Hasil studi meta analisis tentang kebiasaan merokok di Indonesia yang


dilakukan oleh Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) pada tahun 1998
menemukan sekitar 59,04% pria berusia 10 tahun ke atas di 14 propinsi di Indonesia
adalah perokok (current smoker). Mereka rata-rata menghisap rokok hampir 10
batang per hari. Pada tahun 2000 orang Indonesia merokok sebanyak 199 milyar
batang rokok, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat sebanyak 5% seperti
yang terjadi selama 15 tahun terakhir. Hasil penelitian berskala internasional yang
dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) yang dimotori oleh WHO
menunjukkan lebih dari 50 negara termasuk Indonesia menunjukkan bahwa pada
tahun 2004 anak usia 13 sampai 15 tahun pernah merokok, dan di Jakarta terdapat
43,9% anak usia tersebut sudah merokok (Aditama, 2004).

C. Pengendalian Rokok
Di negara berkembang usaha melarang merokok oleh keluarga yang ditujukan
kepada anak-anak muda sudah dilakukan, tetapi kurang berhasil dibandingkan dengan
negara maju. Sistem, sarana dan kebijakan di negara berkembang tidak mendukung

8
penerapan larangan merokok di rumah, tempat umum dan tempat kerja. Berdasarkan
Susenas tahun 2001 yang diteliti oleh Sirait dkk. (2002), laki-laki yang merokok
dalam rumah sebanyak 91,8%. dan perempuan yang merokok dalam rumah sebanyak
91,1%. Jumlah perokok perempuan hampir sama dengan perokok laki-laki.
Kebijakan Bank Dunia yang dilaporkan oleh WHO untuk mengendalikan
jumlah perokok adalah: 1) menekan jumlah produksi tembakau, 2) tidak memberi
pinjaman yang berkaitan dengan produk tembakau tetapi Bank Dunia membiayai bila
ada negara yang berkeinginan menanam tanaman pengganti tembakau, 3) tidak
memberi pinjaman secara tidak langsung untuk produksi rokok dan penyaluran
rokok, 4) semua mesin untuk produksi rokok atau tembakau yang diimpor tidak
dibiayai oleh dana pinjaman dari Bank Dunia dan 5) Bank Dunia tidak terlibat dalam
perjanjian ekspor-impor tembakau dan rokok dengan bank lain termasuk penurunan
tarif. Bank Dunia sampai tahun 1991 telah mengeluarkan dana lebih dari 100 juta AS
dolar untuk kegiatan promosi dan informasi kesehatan (Frank dan Prabhat, 1999).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rokok dan Dampaknya dalam Kesehatan


Menurut penelitian seseorang yang menghisap rokok setiap hari dapat
meningkatkan risiko terkena kanker laring, paru-paru, kerongkongan, rongga mulut,
gangguan pembuluh darah, gangguan kehamilan dan sakit jantung. Menurut riset
seseorang yang secara rutin merokok 3 hingga 4 batang sehari, delapan kali lebih
beresiko terkena kanker mulut jika dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan
hasil terbaru menunjukkan bahwa dalam perkembangannya merokok akan
mengakibatkan kanker pancreas.
Setiap tahun frekuensi penderita penyakit kronis akibat rokok semakin
meningkat. Meskipun banyak riset dan bukti otentik bahwa merokok ibarat bom
waktu yang bisa merusak kesehatan. Ini dikarenakan rokok memunculkan rasa

9
kecanduan. Di dalam rokok terkandung sebuah zat yang bernama nikotin. Zat ini bisa
menimbulkan efek santai dan inilah yang membuat kebiasaan merokok sulit untuk
ditinggalkan.
1. Masalah Paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL)
Asap rokok orang lain [AROL] adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang
menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan gabungan dengan
asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok.
Asap rokok terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25%
kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75%
kadar bahan berbahaya. Perokok pasif mengisap 75% bahan berbahaya ditambah
separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok.
Asap Rokok mengandung 4000 bahan kimia beracun dan tidak kurang dari 69
diantaranya bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker. Perempuan bukan
perokok yang menikah dengan suami perokok memiliki resiko terkena kanker paru
30% lebih tinggi dibandingkan bila menikah dengan suami bukan perokoki.
2. Dampak Kesehatan Akibat Paparan Asap Rokok Orang Lain
Paparan terhadap AROL menyebabkan penyakit jantung dan meningkatkan
resiko kematian akibat penyakit ini sebesar kira-kira 30%. Sementara dampak pada
kehamilan dapat menyebabkan (1) berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi
lahir prematur; (2) Sindroma Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death
Syndrome [SIDS], dan (3) efek pada bayi berupa pertumbuhan janin dalam rahim
terhambat dan keguguran spontan.
Dengan kumulasi bukti-bukti ilmiah yang ada, maka sejak tahun 1986,
Amerika Serikat telah menyimpulkan:
AROL memperlambat pertumbuhan dan menurunkan fungsi paru pada masa
anak-anak.
Ada hubungan antara ibu yang merokok pada masa hamil dengan akibatnya
setelah melahirkan.

10
B. Kawasan Tanpa Asap Rokok
Tidak ada batas aman terhadap Asap Rokok Orang Lain sehingga sangat
penting untuk menerapkan 100% Kawasan Tanpa Asap Rokok untuk dapat
menyelamatkan kehidupan.
Menurut estimasi International Labor Organization (ILO) tahun 2005 tidak
kurang dari 200.000 pekerja yang mati setiap tahun karena paparan asap rokok orang
lain di tempat kerja. Kematian karena paparan asap rokok orang lain merupakan 1
dari 7 penyebab kematian akibat kerja.
100% kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara
efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain.
Menurut WHO cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap rokok
dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya.
Larangan merokok di tempat kerja memberikan dampak kesehatan bagi
perokok maupun bukan perokok. Larangan ini akan (1) mengurangi paparan bukan
perokok pada asap tembakau lingkungan, dan (2) mengurangi konsumsi rokok di
antara para perokok. Penelitian dengan jelas menyimpulkan bahwa larangan atau
pembatasan yang ketat terhadap merokok di tempat kerja memberikan keuntungan
ekonomis. Hal ini mencegah tuntutan hukum bukan perokok/perokok pasif serta
mengurangi biaya-biaya lainnya, termasuk diantaranya biaya untuk kebersihan,
pemeliharaan peralatan dan fasilitas, disamping risiko kebakaran, absensi pekerja,
dan kerusakan harta benda.

C. Prinsip Kebijakan KawasanTanpa Asap Rokok


1. Kebijakan perlindungan yang efektif mensyaratkan eliminasi total dari asap
tembakau di ruangan sehingga mencapai 100% lingkungan tanpa asap rokok.
Tidak ada batas aman dari paparan asap rokok ataupun ambang tingkat
keracunan yang bisa ditoleransi, karena ini bertentangan dengan bukti ilmiah.
Pendekatan lain untuk peraturan 100% lingkungan tanpa asap rokok termasuk

11
penggunaan ventilasi, saringan udara dan pembuatan ruang merokok (dengan
ventilasi terpisah ataupun tidak) yang terbukti tidak efektif. Bukti ilmiah
menyimpulkan bahwa pendekatan teknik konstruksi tidak mampu melindungi
paparan asap tembakau.
2. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Semua tempat kerja
tertutup dan tempat umum harus bebas sepenuhnya dari asap rokok.
3. Peraturan harus dalam bentuk legislasi yang mengikat secara hukum. Kebijakan
sukarela yang tidak memiliki sanksi hukum terbukti tidak efektif untuk
memberikan perlindungan yang memadai. Agar efektif, UU/PERDA harus
sederhana, jelas dan dapat dilaksanakan secara hukum.
4. Perencanaan yang baik dan sumber daya yang cukup adalah esensial untuk
keberhasilan pelaksanaan dan penegakan hukum.
5. Lembaga-lembaga kemasyarakatan termasuk lembaga swadaya masyarakat dan
organisasi profesi memiliki peran sentral untuk membangun dukungan
masyarakat umum dan menjamin kepatuhan terhadap peraturan; karenanya harus
dilibatkan sebagai mitra aktif dalam proses pengembangan, pelaksanaan dan
penegakan hukum.
6. Pelaksanaan dari peraturan, penegakan hukum dan hasilnya harus dipantau dan
dievaluasi terus menerus. Termasuk di dalamnya merespon upaya industri rokok
untuk mengecilkan arti ataupun melemahkan pelaksanaan peraturan secara
langsung maupun tidak langsung dengan menyebarkan mitos keliru yang
menggunakan tangan ketiga (pengusaha restoran, masyarakat perokok, dsb).
7. Perlindungan terhadap paparan asap rokok perlu senantiasa diperkuat dan
dikembangkan, bilamana perlu dengan amandemen, perbaikan penegakan hukum
atau kebijakan lain menampung perkembangan bukti ilmiah dan pengalaman
berdasarkan studi kasus.

D. Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia


Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di
tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan

12
peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian enam pasal 22 25. Pasal 25
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan
Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan Bebas
Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok dengan
ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang untuk
merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada kenyataannya,
ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah
terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi
dengan dalih hak azasi bagi perokok.
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, juga
mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas,
Pengamanan Zat Adiktif, pasal 115.
(1) Kawasan tanpa rokok antara lain:
a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar;
c. tempat anak bermain;
d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;
f. tempat kerja; dan
g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
(2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
Menindak lanjuti pasal 25 PP 19/2003, beberapa pemerintah daerah telah
mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
1) DKI Jakarta
DKI Jakarta tidak mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
secara eksklusif. Peraturan Kawasan Dilarang Merokok hanya tercantum dalam
Peraturan Daerah (PERDA) No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara untuk Udara Luar Ruangan. Yang ada hanya Peraturan Gubernur (Per-Gub)
Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. DKI Jakarta belum

13
menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena dalam peraturan tersebut masih
menyediakan ruang untuk merokok.
2) Kota Bogor
Kota Bogor belum menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
secara eksklusif. Pengaturan tertib Kawasan Tanpa Rokok tertuang dalam Peraturan
Daerah No 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum, pasal 14 16.
Kota Bogor juga belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena
masih mencantumkan ruang untuk merokok.
Kota Bogor merencanakan akan menyusun Perda Kawasan Tanpa Rokok
secara eksklusif.
3) Kota Cirebon
Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Cirebon berbentuk Surat Keputusan
Walikota No 27A/2006 tentang Perlindungan Terhadap Masyarakat Bukan Perokok
di Kota Cirebon.
Kota Cirebon merupakan kota pertama yang menerapkan 100% Kawasan
Tanpa Rokok yaitu tidak menyediakan ruang untuk merokok. Sayangnya peraturan
tersebut belum berbentuk Peraturan Daerah sehingga tidak ada sanksi dan tidak
mengikat masyarakat.
4) Kota Surabaya
Kota Surabaya merupakan kota pertama yang mempunyai Peraturan Daerah
Kawasan Tanpa Rokok secara ekskusif, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5
Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Perda
ini membagi 2 kawasan yaitu Kawasan Tanpa Rokok yang menerapkan 100%
Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang menyediakan ruang
khusus untuk merokok.
Untuk melaksanakan Perda No 5 Tahun 2008, Kota Surabaya juga telah
membuat Peraturan Walikota Surabaya No 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda
Kota surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan

14
Terbatas Merokok. Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang
tercantum dalam Perda 5/2009 dirinci dan dipertegas pada Perwali tersebut.
5) Kota Palembang
Kota Palembang merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki
Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100%
Kawasan Tanpa Rokok yaitu tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan Daerah
No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan satu-
satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan standard
internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak menyediakan ruang
untuk merokok.
6) Kota Padang Panjang
Kota Padang Panjang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yaitu
Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa
Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok. Peraturan Daerah ini dirinci dan dipertegas
dengan Peraturan Walikota Padang Panjang No.10 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No. 8 Tahun 2009 Tentang
Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang efektif adalah yang dapat
dilaksanakan dan dipatuhi. Agar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dapat dilaksanakan
dan dipatuhi, perlu dipahami prinsip-prinsip dasar Kawasan Tanpa Rokok.
1. Asap rokok orang lain mematikan.
2. Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.
3. Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok
orang lain.
4. Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap
rokok orang lain.
5. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan
penuh bagi masyarakat.
6. Pembuatan ruang merokok dengan ventilasi/filtrasi udara tidak efektif.

B. Saran

16
Asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan, baik perokok aktif maupun
perokok pasif. Pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan kawasan tanpa asap
rokok, bekerja sama dengan berbagai sector, misalnya perusahaan, universitas, rumah
sakit, perkantoran dll. Memberi sanksi tegas terhadap pelanggaran dan menciptakan
lapangan kerja baru bagi para penanam tembakau dengan memberikan pinjaman
biaya untuk produksi tanaman pengganti tembakau.

DAFTAR PUSTAKA

International Agency for Research on Cancer 2004, Tobacco Smoke and Involuntary
Smoking: Summary data reported and Evaluation, IARC Monographs, Vol. 831

TCSC IAKMI 2008, Paket Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Pedoman untuk
advocator, Seri 5: Pedoman Penyusunan Undang-Undang / Perda Kawasan
Tanpa Rokok
, Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain
(Kawasan Tanpa Rokok) Bab 8

http://sanitationhealth.blogspot.com/2012/01/stake-holder-terhadap-area-bebas-
asap.html

17
18
i

Anda mungkin juga menyukai