Anda di halaman 1dari 45

Nama : Megawati Lase

NIM : 121021075

CAMPAK

1. Pengertian Campak
Penyakit campak dikenal dengan istilah morbili dalam bahasa Latin dan measles
dalam bahasa Inggris. Penyakit campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang
ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva)
dan ruam kulit. Penyakit campak sangat potensial menimbulkan wabah, penyakit ini dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka yang
mencapai usia 20 tahun pernah menderita campak. Dengan cakupan campak yang mencapai
lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus campak akan
menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok.

Penyakit campak disebabkan oleh virus, virus campak yang termasuk golongan
paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140mm,
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, di dalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong yang terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam
nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nukleoprotein yang berada dari myxovirus.
Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek.

Cara penularan penyakit yaitu dapat ditularkan dari orang ke orang, manusia
merupakan satu-satunya reservoir penyakit campak. Virus campak berada disekret nasoparing
dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah
timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau
tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan
sekresi hidung dan tenggorokan. Penularan dapat terjadi antara 1-2 hari sebelum timbulnya
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Penularan virus campak sangat efektif
sehingga dengan virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

Masa inkubasi berkisar antara 8-13 hari atau rata-rata 10 hari.

1
2. Determinan Penyakit Campak

a.Faktor Host

i. Status imunisasi

Balita yang tidak mendapat imunisasi campak kemungkinan kena penyakit campak sangat
besar. Dari hasil penyelidikan tim Ditjen PPM dan PLP Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia tentang KLB penyakit campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin
Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang tidak
mendapatkan imunisasi campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak di
banding balita yang mendapat imunisasi.

ii. Status Gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
campak dari pada balita dengan status gizi baik.

b. Faktor Environment

Keterjangkauan pelayanan kesehatan. Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang
tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah
rawan terhadap penularan penyakit campak.

3. Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani istirahat. Untuk
menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri,
diberikan antibiotik. Maka dari itu harus berjaga-jaga.

Pencegahan

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas.

2
4. Kasus Campak

Upaya global untuk mengurangi jumlah kematian akibat campak tidak memenuhi
sasaranyang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO.

Analisa yang diterbitkan di jurnal the Lancet menyebutkan kematian akibat ini menurun
74% antara tahun 2000-2010 namun sasarannya adalah 90%.

Wabah di Afrika dan tertundanya program vaksinasi di India menghambat upaya mencapai
sasaran, kata para peneliti.

Upaya untuk menangani penyakit ini telah diluncurkan dan mencabut vaksin campak dan
rubela. Pada tahun 2000, tercatat kematian sejumlah 535.300 akibat campak. Jumlah ini turun
menjadi 139.300 pada tahun 2010.

WHO mengatakan penurunan kematian akibat campak cukup drastis pada tahun 2007 namun
upaya pengurangan terganggu pada tahun 2008 dan 2009.

Hal ini menyebabkan terjadinya wabah di Afrika, Asia, dan bahkan di Eropa.

Hasil dari paparan World Health Organization (WHO) menyebutkan. Pada periode
januari hingga Juli 2011, tercatat ada 26 ribu kasus campak di 40 negara di benua Eropa.
Jumlah kasus yang berhasil terekam WHO itu, menunjukkan kasus campak di benua Eropa
meningkat 276% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2007 lalu.

Refrensi

http/:www.riaupos.co/4769-berita-campak-merebak-di-eropa.html

http:/www.ibudanbalita.net/info/penyakit.html

3
Nama : Almiyanti Hasibuan
NIM : 121021070

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


1. Pengertian Demam berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan


demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari, manifestasi perdarahan (petekie, perdarahan konjungtiva, perdarahan gusi,
hematemesis, hematuria)termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni ( <
100.000/ul ), hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit >20%) dan disertai dengan
atau tanpa pembesaran hati ( hepatomegali ).
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini
terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompokumur dewasa.
Penyebab DBD adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal dengan 4 serotipe
(Dengue 1, 2, 3, dan 4), termasuk dalam group B Antthropod Borne Virus (Arbovirus).
Keempat serotype virus ini telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dengue 3 sangat berkaitan dengan kasus
DBD berat dan merupakan serotype yang paling luas distribusinya disusul oleh
dengue 2, 1, dan 4.
Masa inkubasi DBD biasanya berkisar 4-7 hari. Penularan DBD umumnya
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty meskipun dapat juga disebabkan oleh Aedes
Albopictus yang biasanya hidup di kebun-kebun. Nyamuk penular DBD ini terdapat
hampir diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih
dari 1000 meter diatas permukaan laut.

2. Permasalah Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat
dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini eratkaitannya dengan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar
luasnya virus dengue dan nyamuk penularannya di berbagai wilayah di Indonesia.
DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah,
maka sesuai dengan Undang-Undang N0.4 tahun 1984tentang wabah penyakit

4
menular serta peraturan Menteri Kesehatan No.560 tahun 1989, setiap penderita
termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam oleh unit pelayanan kesehatan.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Demam Dengue
telah miningkat dengan faktor (by a factor of) 30 selama 50 tahun terakhir. Insidens
Demam Dengue terjadi baik di daerah tropik maupun subtropik wilayah urban,
menyerang lebih dari 100 juta penduduk tiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan
sekitar 30.000 kematian terutama anak anak. Penyakit ini endemik di 100 negara
termasuk Asia (WHO, 1999; Xu, 2006). Dengan pemanasan global (Global Warming)
dalam mana biting rate perilaku menggigit nyamuk meningkat maka akan terjadi
perluasan dan eskalasi kasus Demam Dengue. Pemanasan global dan perubahan
lingkungan merupakan variable utama penyebab meluasnya kasus kasus Demam
Berdarah di berbagai belahan dunia (e.g. Achmadi, 2008 ; Mc Michael, 2008).
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di
Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke
seluruh Indonesia.
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002
sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan
juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi
158.912 kasus pada tahun 2009.
3. Upaya pengendalian DBD

5
1. KLB DBD dapat dihindari bila Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
pengendalian vektor dilakukan dengan baik, terpadu dan berkesinambungan.
2. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581
tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan
secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN
dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
3. Tabel di bawah memperlihatkan pencapaian target indikator program
Pengendalian Penyakit DBD (P2DBD) selama tiga tahun terakhir pada tahun 2007
sampai tahun 2009. Angka Bebas Jentik belum berhasil mencapai target (>95%).
AI per 100.000 penduduk juga belum mencapai target. Begitu pula dengan
persentase kejadian yang ditangani sesuai standar, pada tahun 2007 belum
mencapai target (80%), namun pada tahun 2008 dan 2009 tidak terdapat data
pencapaian. Sedangkan untuk AK sudah mencapai target (<1%). Indikator
pencapaian program P2DBD tahun 2007-2009 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 3. Indikator Program P2DBD dan Pencapaian Target 2007-2009

4. Manajemen DBD Berbasis Wilayah


Manajemen DBD berbasis wilayah adalah upaya paripurna terintegrasi antara
manajemen kasus Demam Dengue sebagai sumber penularan, serta pengendalian
faktor risiko penularan DBD pada satu wilayah RT, RW ataupun Kelurahan.
Manajemen DBD berbasis wilayah, merupakan konsep yang mengutamakan,
menggarap atau berfokus pada pengendalian sumber penyakit ( yaitu penderita
Demam Berdarah dengan atau tanpa gejala) dilakukan secara dini untuk mencegah

6
eskalasi atau terjadinya KLB, secara bersamaan dilakukan pencarian dan pembasmian
tempat perindukan nyamuk.
Komponen Manajemen DBD berbasis wilayah atau, terdiri dari 3 kegiatan
yang dilaksanakan secara simultan dan paripurna:
1. Pencarian dan pengobatan kasus secara pro aktif.
2. Gerakan Lingkungan Bersih (Pembersihan perindukan nyamuk)
3. Penggalangan masyarakat untuk melakukan Getas DBD.

Refrensi
1. Depkes. 2005. Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di indonesia.

Jakarta: Direktorat jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


2. KemenKes. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela epidemiologi

Nama : Normayanti Rambe


NIM : 121021068

7
Demam Kuning (Yellow Fever)
Pendahuluan
Demam kuning (yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi akut yang di sebabkan
oleh virus yellow fever. Kata kuning diambil dari keadaan beberapa pasiennya yang menjadi
ikterik. Penyakit ini pertama kali dikenal dikenal saat terjadi wabah pada tahun 1648 di
daerah yang dinamakan Dunia Baru.
Virus yellow fever diyakini berasal dari Afrika dan Amerika Selatan menyebar ke
Dunia baru melalui kapal- kapal dagang pengangkut budak belian.Vektor penyakit ini adalah
nyamuk Aedes aegypti . Pada abad 18 terjadi wabah epidemi di Europa dan meluas mencapai
dari daerah pantai ke Boston. Di Amerika Serikat wabah ini terakhir dilaporkan di New
Orleans dan Delta sungai Mississipi pada tahun 1905.
Setiap tahunnya diperkirakan sekitar 200.000 kasus yellow fever dengan 30.000
diantaranya meninggal dunia. Di Asia belum pernah dilaporkan adanya kasus ini, tetapi tetap
beresiko karena primata yang sesuai dan nyamuk sebagai vektor ditemukan secara luas.
Wabah masih terjadi sampai dengan tahun 2003 terutama di beberapa negara Afrika Barat.
Identifikasi
Penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek dan dengan tingkat mortalitas yang
bervariasi. Serangan khas denagn ciri tiba-tiba demam, menggigil, sakit kepala, nyeri
punggung nyeri otot diseluruh badan, lelah, mual dan muntah. Denyut nadi biasanya menjadi
lemah dan pelan walaupun terjadi peningkatan suhu tubuh . Icterus sedang kadang-kadang
ditemukan pada awal penyakit dan kemudian menjadi jelas. Kebanyakan infeksi membaik
pada stadium ini. Selama beberapa jam hingga satu hari, beberapa kasus berkembang menjadi
stadium yang lebih berat yang ditandai dengan gejala heromagik pendarahan seperti
epistaksis (mimisan), dan hematemesis (seperti warna kopi atau hitam), gagal ginjal, hati
yang berakibat fatal.

Penyebab Penyakit
Virus demam kuning dari genus flavivirus dan famili flaviviridae.
Penularan
Inang alami virus ini di hutan adalah primata seperti monyet dan chimpanse.
Dikenal ada tiga siklus penularan yaitu demam kuning hutan, tipe demam kuning
urban, dan sylvatic yang hanya di temukan di padang savana Afrika.

8
Masa Inkubasi
3 hingga 6 hari
Masa Penularan
Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam dan sampai
pada hari ke 3- 5 sakit, penyakit ini sangat menular jika anggota masyarakat yang rentan
dalam jumlah banyak hidup bersama-sama dengan vektor nyamuk dengan densitas tinggi;
tidak menular melelui kontak atau benda yang tersentuh penderita. Masa inkubasi ekstrinsik
pada Ae.aegypti umumnya berkisar antara 9- 12 hari pada temperatur daerah tropis, dan pada
umumnya jika sudah terinfeksi maka seumur hidup virus akan terus berada di tubuh nyamuk.
Kerentanan Dan Kekebalan
Penyembuhan dari demam kuning diikuti dengan terjadinya kekebalan seumur hidup,
adanya serangan kedua dan selanjutnya tidak diketahui. Infeksi ringaan sangat umum terjadi
di daerah endemis. Kekebalan pasif pada bayi yang baru lahir yang didapat dari ibunya dapat
bertahan hingga 6 bulan. Jika terjadi infeksi alamiah antibodi terbentuk di dalam darah pada
permulaan minggu pertama.
Cara cara pemberantasan
A. Cara cara pencegahan

1) Buat program imunisasi aktif bagi semua bayi berusia 9 bulan ke atas yang oleh
karena tempat tinggal, pekerjaannya, atau karena melakukan perjalanan yang
menyebabkan mereka mempunyai resiko tepajan dengan infeksi.

2) Untuk memberantas demam kuning diperkotaan yang paling penting dilakukan


adalah membasmi nyamuk Ae. Aegypti. Jika diperlukan lakukan imunisasi.

3) Demam kuning sylvanic atau demam kuning tipe hutan ditularkan oleh
Haemogogus dan spesies Aedes. Untuk demam kuning tipe ini tindakan yang
paling baik untuk pemberantasannya adalah dengan cara imunisasi dan dianjurkan
agar melindungi diri mereka dari gigitan nyamuk dengan menggunakan baju
lengan panjang dan celana panjang, memakai repelan (obat gosok anti nyamuk)

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan

1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat: laporan adanya penderita demam


kuning diwajibkan oleh IHR ( International Health Regulation)

9
2) Isolasi

3) Desinfeksi serentak

4) Karantina : tidak dilakukan

5) Imunisasi terhadap kontak

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi

7) Pengobatan spesifik : tidak ada

C. Penanggulangan wabah

1) Melakukan imunisasi massal, dimulai dengan orang yang terpajan dengan


penderita kemudian terhadap orang yang tinggal di daeran endemis Ae.aegypti-
nya tinggi maupun orang yang memasuki hutan

2) Penyemprotan keseluruh rumah dengan insektisida yang efektif dapat mencegah


terjadinya KLB di daerah perkotaan.

3) Memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk Ae.aegypti(dengan gerakan3


M) dan memberikan larvasida untuk membunuh jentik naymuk

4) Survei imunitas terhadap populasi di hutan dengan tehnik netralisasi .

D. Implikasi bencana

Tidak ada
E. Tindakan Internasional

Segera melaporkan kepada WHO dan kepada negara tetangga jika ditemukan kasus
penderita demam kuning.

Refrensi
W. Sudoyo Aru,dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta, 2007.
Chin James, Kadun Inyoman. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17, 2000.
Arvin Kliegman Berhrman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. EGC : Jakarta, 2000.
Jawet, melnick, dan Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC: Jakarata 2008

10
http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/demam-kuning.html?m=1

Nama : Oktaria Sianturi


NIM : 101000117

RABIES

I. PENGERTIAN RABIES
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus,
bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan manusia.
Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan
menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies
dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau
jilatan.

II. ETIOLOGI
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut
dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong).
Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung
(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak
yang tinggi.
Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak
antara spikes 4-5 nm.
Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol
dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada
suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried)
atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.

11
Gambar 2.1. Gambar Struktur Virus Rabies

III. EPIDEMIOLOGI
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia
ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi
disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan
usia, seks atau ras.
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap
darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika
latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing
gila.
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi
adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies
melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak tahun 1996, dan provinsi
Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka
seluruh pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta
telah lebih dahulu dibebaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.

12
Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus) adalah provinsi
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores), Kalimantan Barat,
Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung dan
sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas rabies.
Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality
Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan
hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang
digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).

IV. TANDA-TANDA RABIES.


Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan otak
(encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia keinginan untuk
menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.
Masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8 minggu.
Pada sapi, kambing, kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.
Tanda klinis pada anjing dan kucing hampir sama gejala-gejala, penyakit ini dikenal
dalam tiga bentuk yaitu:
a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2
sampai 5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat.
b. Bentuk diam atan dungu (dumb rabies) disini terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat cepat
menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasi pendek.
c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana hewan tiba-tiba mati
dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit.
Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa dijumpai
tanda-tanda lain yang sering terlihat sebagai berikut:
- Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan menyendiri, tetapi
dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea berkurang/hilang, pupil meluas
dan cornea kering.
- Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitamya dan memakan
barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi keruh dan selalu
terbuka.
- Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang dan mati.

13
V. CARA PENULARAN RABIES
Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8
minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada
jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau
banyak dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat.
Virus ditularkan terutama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa carnivora
adalah hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara hewan atau
manusia.
Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat
suntikan selama 14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui
syaraf perifer dengan kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963)
kemudian virus berkembang biak di sel-sel syaraf terutama di
hypocampus, sel purkinye dan kelenjar ludah akan terus infektif selama
hewan sakit.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan adanya
rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati.
Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya temperatur normal, anorexia,
eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda yang spesiftk
bagi hewan yang menderita rabies.

VI. PENCEGAHAN RABIES


Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam
pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan dan
pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada surat
keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri Dalam Negeri
tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.
Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah ini:
- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan
hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke
daerah bebas rabies.
- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas
rabies.

14
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada
dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah
divaksinasi.
- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan dengan jalan pembunuhan
dan pencegahan perkembangbiakan.
- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10
sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka
harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan hewan sebangsanya yang
bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1
meter.

VII. TINDAKAN TERHADAP ORANG YANG DIGIGIT ATAU DIJILAT OLEH


HEWAN YANG TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES.
1. Apabila terdapat infonnasi ada orang yang digigit anjing atan dijilat oleh hewan yang
tersangka rabies harus segera ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan perawatan luka
akibat gigitan.
2. Apabila dianggap perlu orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka rabies harus
segera dikirim ke Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies.
3. Apabila hewan yang dimkasud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis
maupun laboratories dari Dinas Peternakan, maka orang digigit atau dijilat harus segera
mendapat pengobatan khusus di unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan
anti rabies.
4. Apabila hewan yang menggigit itu tidak dapat ditangkap, atau tidak dapat diobservasi atau
spesimen tidak dapat diperiksa karena rusak, maka orang digigit atan dijilat tersebut harus
segera dikirim ke unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas anti rabies.

15
VIII. TINDAKAN TERHADAP HEWAN TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES

Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka Dinas
Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Apabila setelah dilakukan observasi selama lebih kurang dua
minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali kepada pemiliknya
setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada pemiliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. USU digital library.


http://library-usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani10.pdf. diakses 8 Juli 2010.
Riasari J.R.2009. Kajian Titer Antibodi terhadap Rabies pada Anjing yang di
Lalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyebrangan Merak. (Tesis) Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4622/Cover_2009jrr.pdf?
sequence=5. Diakses Maret 2011.
Merial. 2011. Rabisin.http://uk.merial.com/data_sheet/rabisin.asp. Diakses April
2011.
Triakoso B., 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies. Penerbit Kanisius.
http://books.google.co.id. Di akses Desember 2010.

16
Nama : Febewati Ginting
Nim : 121021010
KUSTA
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah dari segi medis, tapi
juga meluas ke masalah sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dan juga ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang sebagai akibat
keterbatasan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang
kesehatan, kesejahteraaan sosial ekonomi pada masyarakat (Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk
sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian,
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu
eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Eliminasi yang dimaksud World Health Organization (WHO) adalah suatu
keadaan dimana prevalensi (jumlah penderita yang tercatat) kurang dari 1/10.000 penduduk
(Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, jumlah penderita kusta di Indonesia


masih cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun
2012 jumlah penderita kusta terdaftar sebanyak 23.169 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2
di antara penderita baru sebanyak 2.025 orang atau 10.11 persen. Jika dibandingkan tahun
2011 terjadi peningkatan dimana jumlah penderita kusta mencapai 20.023 kasus. "WHO
menetapkan Indonesia menempati urutan ke tiga dunia setelah India (127.295) dan Brazil
(33.955) dengan jumlah penderita kusta tertinggi.

Di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki tempat teratas. Myanmar di urutan kedua


dengan 3.082 kasus, Filipina ketiga (2.936). Dua negara tetangga Indonesia, Malaysia hanya
216 kasus dan Singapura 11 kasus.

Menurut WHO Weekly Epidemiological Report mengenai kusta tahun 2010, selama
tahun 2009 terdapat 17.260 kasus baru di Indonesia, dengan 14.227 kasus teridentifikasi
sebagai kasus kusta tipe Multi Basiler (MB) yang merupakan tipe yang menular. Dari data

17
kasus kusta baru tahun 2009 tersebut, 6.887 kasus diantaranya oleh diderita oleh kaum
perempuan, sedangkan 2.076 kasus diderita oleh anak-anak.

Di Sumatera Utara insiden (jumlah kasus baru) kusta 192 kasus pada Januari-
Desember 2010, dan 12 % dari kasus tersebut adalah anak berumur kurang 15 tahun.
Berdasarkan data, jumlah penderita kusta di Sumut, masing-masing terdapat di Kabupaten
Serdang Bedagai sebanyak 10 penderita, Sibolga 13 penderita, Padang Lawas 10 penderita,
Medan 42 penderita, Deli Serdang 15 penderita, Simalungun 17 penderita, Asahan 12
penderita, Labuhan Batu 12 penderita dan Tapanuli Selatan 13 penderita.

WHO (1980) membatasi istilah dalam cacat kusta sebagai berikut: impairment,
disability, dan handicap. Sedangkan WHO Expert Comittee on Leprosy dalam laporan yang
dimuat dalam WHO Technical Report Series No. 607 telah membuat klasifikasi cacat bagi
penderita kusta. Klasifikasi tersebut antara lain: Tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2 (Kosasih,
2008).

Bayangan cacat kusta menyebabkan penderita seringkali tidak dapat menerima


kenyataan bahwa ia menderita kusta. Akibatnya akan ada perubahan mendasar pada
kepribadian dan tingkah lakunya. Akibatnya ia aka berusaha untuk menyembunyikan
keadaannya sebagai penderita kusta. Hal ini tidak menunjang proses pengobatan dan
kesembuhan, sebaliknya akan memperbesar resiko timbulnya cacat (Kuniarto, 2006).

Masalah psikososial yang timbul pada penderita kusta lebih menonjol dibandingkan
masalah medis itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya stigma dan leprofobi yang banyak
dipengaruhi oleh berbagai paham dan informasi yang keliru mengenai penyakit kusta. Sikap
dan perilaku masyarakat yang negatif terhadap penderita kusta seringkali menyebabkan
penderita kusta merasa tidak mendapat tempat di keluarganya dan lingkungan masyarakat
(Kuniarto, 2006).

Akibatnya penderita cacat kusta (PCK) cenderung hidup menyendiri dan mengurangi
kegiatan sosial dengan lingkungan sekitar, tergantung kepada orang lain, merasa tertekan dan
malu untuk berobat. Dari segi ekonomi, penderita kusta cenderung mengalami keterbatasan
ataupun ketidakmampuan dalam bekerja maupun mendapat diskriminasi untuk mendapatkan
hak dan kesempatan untuk mencari nafkah akibat keadaan penyakitnya sehingga kebutuhan
hidup tidak dapat terpenuhi, apalagi mayoritas penderita kusta berasal dari kalangan ekonomi
menengah ke bawah, padahal penderita kusta memerlukan perawatan lanjut sehingga

18
memerlukan biaya perawatan. Hal-hal tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat
kualitas hidup (Kuniarto, 2006).

WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individual terhadap posisinya


dalam kehidupan, dalam konteks budaya, sistem nilai dimana mereka berada dan
hubungannya terhadap tujuan hidup, harapan, standar, dan lainnya yang terkait. Masalah yang
mencakup kualitas hidup sangat luas dan kompleks termasuk masalah kesehatan fisik, status
psikologik, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan lingkungan dimana mereka
berada.

Di Indonesia pengobatan dan perawatan penyakit kusta secara terintegrasi dengan unit
pelayanan kesehatan Puskesmas. Adapun sistem pengobatan yang dilakukan sejak tahun 1992
yaitu pengobatan dengan kombinasi MDT (multi drug therapy) secara teratur sampai selesai
sesuai dengan dosis dan waktu yang ditentukan untuk semua penderita kusta tetapi tampa
melibatkan keluarga dengan maksimum (Depkes RI, 2002).

Di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bersama dengan dinas


kesehatan provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia telah melakukan program
pencegahan dan penanggulangan kusta melalui pendekatan ilmu kedokteran dan ilmu
kesehatan masyarakat dengan melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Fungsi rehabilitasi tersebut agar penderita, keluarga dan masyarakat sekitar ikut secara
bersama-sama membantu penderita agar dapat hidup mandiri. Optimisme bahwa masalah
kusta dapat diatasi apabila penderita, keluarga dan masyarakat sendiri mau bekerja sama
dengan penuh tanggung jawab, sehingga terciptalah iklim yang baik untuk rehabilitasi secara
paripurna bagi penderita kusta. Akhirnya semua elemen masyarakat dapat hidup
berdampingan tanpa diskriminasi yang ditimbulkan oleh penyakit kusta (Depkes RI, 2005).

Sumber Referensi

http://www.tempo.co/read/news/2013/02/14/214461169/Penderita-Kusta-Indonesia-Tertinggi-
Ketiga-Dunia

http://medan.tribunnews.com/2011/06/09/medan-capai-angka-tertinggi-penderita-penyakit-
kusta-baru

http://health.kompas.com/read/2013/02/14/08181098/Jumlah.Pengidap.Kusta.Masih.Tinggi

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1421-prevalensi-kusta-berhasil-
diturunkan-81-persen-.html

19
Nama : Sri Rosita
Nim : 121021032
Tetanus (Lockjaw)
1. Identifikasi

Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan
oleh basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah
adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan
otot-otot seluruh badan. Gejala pertama yang muncul yang mengarahkan kita untuk
memikirkan tetanus pada anak usia lebih tua dan orang dewasa adalah jika ditemukan
adanya kaku otot pada abdomen.
Walaupun kaku otot abdomen bisa disebabkan oleh trauma pada daerah
tersebut. Kejang seluruh tubuh dapat terjadi akibat rangsangan. Posisi yang khas pada
penderita tetanus yang mengalami kejang adalah ekspresi wajah yang disebut dengan
risus sardonicus.
Kadang-kadang riwayat adanya trauma atau riwayat port dentre tidak
diketahui dengan jelas pada penderita tetanus. CFR berkisar 10%-90%, paling tinggi
pada bayi dibandingkan dengan pada penderita yang lebih dewasa. CFR juga
bervariasi dan berbanding terbalik dengan masa inkubasi, tersedianya fasilitas
perawatan intensif dan tenaga medis yang berpengalaman dalam perawatan intensif.
Upaya untuk menemukan hasil tetanus melalui pemeriksaan laboratorium biasanya
kurang berhasil. Basil jarang dapat ditemukan dari luka dan antibodi jarang terdeteksi.

2. Penyebab Infeksi
Clostridium tetani, basil tetanus.

3. Distribusi penyakit
Tersebar diseluruh dunia, sporadis dan relatif jarang terjadi di AS dan negara-negara
industri. Selama periode 1995-1997, terdapat 124 kasus yang dilaporkan dari 33
negara bagian di AS, 60 % diantaranya terjadi pada usia 20-59 tahun; 35 % pada usia
di atas 60 tahun, dan 5 % pada usia 20 tahun. Angka CFR meningkat sebesar 2,3 %
pada mereka yang berumur 20-39 tahun dan 18 % pada mereka yang berumur di atas
60 tahun. Tetanus yang terjadi dikalangan pecandu Napza suntik berkisar antara 11%
dari 124 kasus tetanus dibandingkan dengan 3,6 % yang terjadi selama tahun 1991
-1994.
4. Reservoir

20
Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya termasuk manusia
dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam
usus; tanah atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengan tinja hewan atau
manusia dapat juga berperan sebagai reservoir. Spora tetanus dapat ditemukan
dimana-mana dan tersebar di lingkungan sekitar kita dan dapat mengkontaminasi
berbagai jenis luka.
5. Cara Penularan
Spora tetanus masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar
dengan tanah, debu jalanan atau tinja hewan dan manusia, spora dapat juga masuk
melalui luka bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, atau juga dapat
melalui injeksi dari jarum suntik yang tercemar yang dilakukan oleh penyuntik liar.
Tetanus kadang kala sebagai kejadian ikutan pasca pembedahan termasuk setelah
sirkumsisi. Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia
mempermudah pertumbuhan bakteri anaerobik. Tetanus yang terjadi setelah terjadi
luka, biasanya penderita pada waktu mengalami luka menganggap lukanya tidak perlu
dibawa ke dokter.
6. Masa Inkubasi
Biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa 1 hari sampai beberapa bulan,
hal ini tergantung pada ciri, kedalaman dan letak luka, rata-rata masa inkubasi adalah
10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya makin pendek
masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminsi berat, akibatnya makin berat
penyakitnya dan makin jelek prognosisnya.
7. Masa Penularan
Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia.
8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap tetanus. Pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid (TT) dapat menimbulkan kekebalan yang dapat bertahan paling sedikit selama
10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap. Kekebalan pasif sementara didapat
setelah pemberian Tetanus Immunoglobin (TIG) atau setelah pemberian tetanus
antitoxin (serum kuda). Bayi yang lahir dari ibu yang telah mendapatkan imunisasi TT
lengkap terhindar dari tetanus neonatorum. Setelah sembuh dari tetanus tidak timbul
kekebalan, orang tersebut dapat terserang untuk kedua kalinya, oleh karena itu segera
setalah sembuh dari tetanus orang tersebut segera diberikan imunisasi TT dasar.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
C. Penanggulangan Wabah

21
D. Dampak bencana
E. Tindakan internasional

1. Beri penyuluhan kepada mesyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi TT


lengkap. Berikan juga penjelasan tentang bahayanya luka tertutup terhadap
kemungkinan terkena tetanus dan perlunya pemberian profilaksi aktif maupun pasif
setelah mendapatkan luka.

2. Berikan imunisasi aktif dengan TT kepada anggota masyarakat yang dapat


memberikan perlindungan paling sedikit 10 tahun. Setelah seri imunisasi dasar
diberikan selang beberapa lama dapat diberikan dosis booster sekali, dosis booster ini
dapat menaikkan titer antibodi cukup tinggi, Tetanus Toxoid biasanya diberikan
bersama-sama Diphtheria toxoid dan vaksin pertussis dalam kombinasi vaksin (DPT
atau DaPT) atau dalam bentuk DT untuk anak usia dibawah 7 tahun dimana
pemberian vaksin pertussis merupakan kontraindikasi atau dalam bentuk Td untuk
orang dewasa.

Siapa Saja Yang Memerlukan Vaksinasi Tetanus ?

1. Wanita hamil, gadis remaja dan wanita usia subur, yang belum pernah mendapatkan
vaksinasi tetanus sebelumnya, atau yang vaksinasi tetanusnya tidak lengkap. Minimal
2 dosis tetanus toksoid (Td atau Tdap vaksin) bisa mencegah hingga 80% kasus
tetanus neonatorum

2. Personil militer yang bertugas aktif di lapangan

3. Para penjelajah alam

4. Mereka yang mendapatkan kecelakaan lalu lintas, luka bakar yang luas, luka senjata
dan luka tusukan yang dalam.

Angka kejadian di dunia: 500.000 kasus didiagnosis setiap tahun. Secara level, tetanus
mudah mengalahkan meningitis dan sifilis dengan tingkat infeksi yang tinggi dan korban
meninggal. Clostridium tetani, spora tetanus bakteri yang hidup di tanah, dan sebagainya, ada
di mana-mana. Sesuatu sederhana seperti luka kecil atau luka dapat menginfeksi Anda
dengan penyakit beberapa hari setelah kontak dengan permukaan yang kotor. Negara-negara

22
di Asia Tenggara dan Sahara, Afrika, masing-masing memiliki jumlah kematian 82.000 dan
84.000 jiwa setiap tahun, meskipun infeksi tetanus dapat ditemukan di seluruh dunia. Angka
kematian: 214.000 orang setiap. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia WHO, maka
angka kematian akibat penyakit tetanus di negara berkembang adalah 134 kali lebih tinggi di
negara berkembang dibandingkkan dengan negara maju. Juga hingga saat ini masalah infeksi
tetanus bagi bayi baru lahir tetap menjadi masalah kesehatan yang serius, di tahun 2005
angka kematian bayi akibat tetanus neonatorum adalah sebanyak 35 / 1000 kelahiran hidup
dan sekitar 60% bayi itu meninggal dalam usia 0 7 hari pertama kehidupannya. (Data
Universitas Sumatra Utara, Medan). Mnurut data dari DepKes Indonesia: Jumlah kasus
tetanus neonatorum di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka
kematian (CFR) 56% (Profil Kesehatan Indonesia 2003, Depkes. Tahun 2009: 96 kasus,
2010: 147 kasus , 2011: 114 kasus : 1 kasus . 2009 sd 2011 Pada tahun 2011, total Tetanus di
Indonesia sebanyak 114 kasus dengan 69 kematian yang tersebar.

DAFTAR PUSTAKA

http://selukbelukvaksin.com/category/vaksin-dan-kesehatan-prevtiif/jenis-dan-macam-
vaksin/

http://health.kompas.com/read/2013/03/30/05394462/10.Penyakit.Paling.Berbahaya.pad
a.Anak

http://irenesusilo.blogspot.com/2013/04/tetanus_1.htmluntuk diberikan kepada wisatawan


manca negara.
Manual Pemberantasan Penyakit Chin J dan kandun I, 2000.

Nama : SorayaFadilla

NIM : 121021036

23
HIV/AIDS

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada obatnya dan
belum ada vaksin yang mencegah serangan virus HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan baik sekarang maupun waktu yang akan datang.
Selain itu, AIDS juga dapat menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental.
Mungkin kita sering mendapatkan informasi tentang HIV AID melalui media cetak, elektronik,
ataupun seminar seminar tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS.

HIV (Human Immuno- Devesiensi Virus) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia. Yang dapat merusak kekebalan tubuh manusia. AIDS ( acquired Immuno Devisiensi
Syndrome) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit
dari luar.Para ilmuwan percaya HIV berasal dari jenis tertentu simpanse di Afrika Barat . Manusia
mungkin datang dalam kontak dengan HIV ketika mereka diburu dan makan hewan yang terinfeksi.

Secara etiologi HIV yang dulu disebut virus limfotropiksel T manusiatipe III (HTLV-III)
atau virus linfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari family lentivirus.
Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya menjadi asam deoksiribonukleat ( DNA )setelah masuk
kedalam sel pejamu. HIV 1 dan HIV 2 adalah lenti virus sitopatik, dengan HIV 1 menjadi penyebab
utama AIDS di seluruh dunia. Virus menyerang sistem kekebalan tubuh meninggalkan individu rentan
terhadap infeksi yang mengancam jiwa dan kanker. Orang yang telah mengidap virus AIDS akan
menjadi pembawa dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak
sehat. AIDS juga dikatakan penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau
vaksin yang bias mencegah virus ini.

Selain itu, orang terinfeksi akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena
sebagian besar orang disekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Selain itu ditambah
dengan biaya pengobatan yang sangat mahal membuat penderita AIDS tidak sanggup
berobat. Bahaya AIDS yang lain adalah menurunnya system kekebalan tubuh. Sehingga
serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan
meninggal.

HIV tidak ditularkan melalui hubungan social yang biasa seperti berpegangantangan,
bersentuhan, berciuman, penggunaan peralatan secara bersama dan lain lain. Penularan HIV
hanya ditularkan melalui hubungan seksual yang berganti ganti pasangan tanpa memakai

24
pengaman atau seks bebas. Penggunaan jarum suntik secara bersamaan dengan yang
mengidap HIV, transfuse darah dan bayi yang ibunya positif HIV.

Dengan semakin meningkatnya pengguna narkoba dengan jarum suntik dan semakin
maraknya seks bebas disemua kalangan maka angka penderita HIV AIDS juga semakin
melonjak tinggi. Dari data terakhir yang ada total kesuluruhan penderita HIV AIDS dari
tahun 1987 sampai dengan Juni 2013 jumlah penderita HIV adalah sebanyak 108.600 kasus
dan jumlah penderita AIDS 43.667 dengan total kematian 8340 kasus.

Jumlah kasus yang terdeteksi terkahir pada Januari 2013 sampai dengan Juni 2013
pada kasus HIV sebanyak 10210 kasusdan AIDS sebanyak 780 kasus. Dari total keseluruhan
penderita AIDS dari sejak tahun 1987 sampai dengan Juni 2013 bila dilihat dari jenis kelamin
penderita laki laki sebanyak 24.177 orang dan perempuan sebanyak 12.693 orang dan yang
belum diketahui sebanyak 6ribu lebih. Dan yang paling banyak ditemukan disebabkan oleh
seks bebas atau berganti ganti pasangan yaitu sebanyak 26.158 orang yang kemudian
disusul oleh pemakai jarum suntik secara bersamaan pada pengguna narkoba yaitu sebanyak
7.833 kasus dan lain lain.

Bila dilihat dari distribusi umur, penderita paling banyak terserang pada rentangan
umur 20 29 yaitu sebanyak 15.000 kasus lebih. Dan tidak sedikit juga yang penderitanya
usia 1 4 tahun dengan jumlah kasus 800 lebih yang mungkin disebabkan ditularkan melalui
ibu yang menderita HIV AIDS.

Di seluruh Indonesia, DKI Jakarta merupakan propinsi dengan angka penderita HIV
AIDS tertinggi, menurut data Kementrian Kesehatan, Jumlah kumulatif kasus AIDS
sepanjang 1987 sampai Juni 2013 sebanyak 6.300 kasus dan jumlah kasus HIV sebanyak
24.800 kasus. Yang kemudian disusul dengan Jawa Timur dan Papua. Jumlah Kasus AIDS di
JawaTimur sampai sekarang tercatat 6.900 dan kasus HIV sebanyak 14.900 kasus. Jumlah
kasus AIDS di propinsi Papua yang tercatat sampai dengan sekarang adalah sebanyak 7800
dan penderita HIV sebanyak 11.817 kasus.

Tiga propinsi tersebut merupakan tiga propinsi dengan kasus penderita HIV AIDS
tertinggi di Indonesia yang kemudian disusul oleh Jawa Barat, Bali dan Sumatera Utara.
Propinsi tersebut merupakan propinsi dengan mobilitas tertinggi sehingga orang asing dapat
dengan mudah masuk dan menularkan virus tersebut,

25
Sumatera Utara juga merupakan peringkat teratas setalah Bali dalam penyebaran HIV
AIDS dengan jumlah kasus HIV yang tercatat sampai saat nih mencapai 1417 kasus, dan
jumlah AIDS mencapai 2580 orang. Dengan peningkatan sekitar 31 kasus setiap tahunnya.

Banyak hal yang telah dilakukan oleh berbagai sector baik sector kesehatan,
pendidikan, budaya dan lain lain untuk dapat menurunkan angka penularan HIV AIDS
sebagai contoh memsukkan HIV AIDS sebagai salah satu mata pelajaran disekolah,
pemberian konseling konseling dan sosialisasi kondom dan ada juga dengan penyuluhan
gratis bagi penderita. Namun karena penderita HIV AIDS sulit diidentifikasi pada stadium
awal jadi masih banyak yang belum mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi HIV.

DAFTAR PUSTAKA

http://aids.gov/hiv-aids-basics/hiv-aids-101/what-is-hiv-aids/

http://m.antaranews.com/berita/318025/jumlah-kasus-hivaids-dkijakarta-paling-tinggi

http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf

http://www.aidsindonesia.or.id/news/5736/-3-/10/04/2013/Penderita-HIVAIDS-di-Sumut-Terus-
Meningkat#sthash.hiXpqc64.dpbs

http://www.news-medical.net/health/What-is-HIVAIDS.aspx

http://www.lintaskan.com/data-penderita-hivaids-di-kota-besar-indonesia-tahun-
2012.html#ixzz2Fr5D7Tvt

Nama : Imelda E
Sihombing
NIM : 121021119

26
VIRUS CORONA
Sebuah virus baru mirip SARS yang disebut virus corona, baru-baru ini ditemukan pada
manusia dan telah menewaskan seorang pria di Prancis. Virus ini sangat berbahaya dengan
tingkat kematian tinggi. Lebih bahayanya lagi, gejala virus ini sulit dibedakan dengan flu
biasa.
Virus dengan nama lengkap novel coronavirus (nCoV) merupakan keluarga coronavirus,
yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga SARS atau Severe Acute Respiratory
Syndrome, serta berbagai penyakit pada hewan.
Virus Corona menular dari manusia ke manusia

NEW YORK (WIN): World Health Organization (WHO/Badan Kesehatan Dunia)


menyatakan bibit corona virus (NCoV) dapat menular dari manusia ke manusia yang
berkontak dalam jarak dekat.

Kesimpulan ini diungkap setelah muncul pernyataan Kementrian Kesehatan Prancis bahwa
seorang pria lain telah tertular virus ini dari seorang pasien yang berada dalam lingkaran
dekatnya sebagaimana dilaporkan BBC London yang dikutip Whationdonews.com pada
Senin (1/5/13)

Pejabat WHO menyatakan kekhawatiran terkait munculnya kasus penularan dengan pola
kelompok corona virus jenis baru ini serta bagaimana virus berpotensi menyebar dengan
cepat.

Sejak 2012, sudah muncul sedikitnya 33 kasus penyakit corona di seluruh Eropa dan Timur
Tengah yang mengakibatkan 18 kematian.

Kasus lain yang dideteksi muncul di Arab Saudi dan Yordania, kemudian kasus serupa juga
telah menyebar ke Jerman, Inggris dan Prancis.

Otoritas kesehatan Inggris malah sudah lebih dulu menduga, bahwa virus ini mampu menular
dari manusia ke manusia.

Virus NCoV diketahui menyebabkan radang paru-paru dan kadang disertai juga gagal ginjal.
"Yang jadi kekhawatiran terbesar... adalah bahwa kelompok berbeda yang muncul di berbagai
negara mendukung hipotesa bahwa di tempat ada kontak dekat maka virus coronavirus baru

27
ini dapat menular dari manusia ke manusia," tulis WHO dalam pernyatannya pada Minggu
(12/5/13). "Pola penularan dari manusia ke manusia sejauh ini masih terbatas pada kelompok
kecil yang terbatas, belum ada bukti yang menunjukkan virus tersebut punya kemampuan
penularan ke berbagai kalangan manusia," tambah pernyataan itu.

Penyebaran Virus Corona di Arab Saudi

DELAPAN orang di Arab Saudi terjangkit Mers Coronavirus. Kasus ini menambah total
infeksi di seluruh dunia yang sebelumnya berjumlah 102 korban.

Separuh di antaranya meninggal dunia, seperti dikatakan World Health Organization, Rabu lalu.
Dua orang dari Riyadh yang sudah menderita penyakit kronis akhirnya meninggal dan
sebagian korban lainnya masih dalam perawatan intensif.

Selain itu, orang yang memiliki kasus sama sebelumnya dikonfirmasi dari laboratorium di
Uni Emirat Arab telah meninggal.

"Secara global, dari September 2012 hingga saat ini, WHO telah memberitahu ada total 102
kasus yang dikonfirmasi terkena infeksi Mers-CoV, di mana 40 di antaranya meninggal,"
seperti dinyatakan WHO, dilansir Huffington Post.

The Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) dapat menyebabkan batuk,
demam, dan radang paru-paru, muncul di Arab Saudi tahun lalu dan dilaporkan menyerang
orang di Prancis, Jerman, Italia, Tunisia, dan Inggris

Dalam sebuah penelitian, jenis serangga yang dapat memicu wabah pada manusia. Para
ilmuwan mengatakan bahwa bulan ini mereka telah menemukan bukti kuat dimana hal itu
tersebar luas pada unta di Timur Tengah.

WHO menganjurkan pembatasan perjalanan apa pun tetapi mendesak otoritas kesehatan di
seluruh dunia untuk waspada. Pasalnya, wisatawan yang kembali dari Timur Tengah
berpotensi mengembangkan infeksi pernapasan parah yang harus diuji terkait dengan virus
Mers Novel Corona.

28
Kasus terakhir akibat virus baru ini di Prancis menimpa seorang pria usia 50 tahun yang
kebetulan tinggal sekamar di ruang rawat inap di kota Valenciennes, di utara Prancis, dengan
seorang pasien lain yang berusia 65 tahun yang dirawat karena terpapar virus ini setelah
kembali dari perjalanan ke Dubai.

Di Arab Saudi, Wakil Menteri Kesehatan mengatakan pada Minggu (12/5) dua korban lagi
jatuh akibat coronavirus, sehingga jumlah korban jiwa menjadi sembilan, seperti dilaporkan
kantor

berita Reuters.Pada bulan Februari, seorang pasien tewas di sebuah rumah sakit di
Birmingham, Inggris, setelah tiga anggota keluarga si pasien tertular

Penanggulangan Virus Corona

Tindakan pencegahan dan penyebaran penyakit MERS CoV dilaksanakan sesuai hasil
penyelidikan epidemiologi, antara lain:

-Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan penyakit,
termasuk tindakan isolasi dan karantina.

- Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi.

- Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak dengan penderita,
sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi diri, dan perilaku hidup bersih dan
sehat.

- Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk menghilangkan


sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.

- Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit dapat dilakukan tindakan isolasi,
evakuasi dan karantina.

- Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang penderita agar
tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama penderita atau tersangka penderita tersebut
dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit,

29
puskesmas, rumah atau tempat lain sesuai dengan kebutuhan.

- Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu wilayah agar
terhindar dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim
penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

- Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah rawan
untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit.

Refrensi

http:/www.sindo indo.html .

http:/www.liputan6.html

30
Nama : Nonita Florida Br. Sembiring
NIM : 121021027

DIARE
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk
ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. (World Health Organization (WHO,
2009). Di negara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare
per tahun tetapi di beberapa tempat kejadian lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau
hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008)
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Balitbang Depkes RI, diare
menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian bayi (usia 29 hari 11 bulan) dan balita
(usia 12 59 bulan). Penyebab diare banyak terjadi di negara berkembang adalah karena
permasalahan ini kurang mendapat perhatian selayaknya. Selain itu, kurangnya fasilitas
kesehatan di negara berkembang, kurangnya air bersih, infrastruktur kesehatan yang tidak
baik, kebersihan pribadi, BAB (buang air besar) tidak pada tempatnya, tidak adanya sarana
jamban yang baik, kebersihan lingkungan (lalat di mana-mana), dan para orangtua yang tidak
mengetahui cara mengatasi dehidrasi juga memegang peran dalam meningkatkan angka
diare. Penyebab diare yang terpenting adalah :
1. Infeksi usus, misalnya : virus, kolera, disentri, bakteri, parasit, dan cacing
2. Kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan protein
3. Keracunan makanan.
4. Tak tahan terhadap makanan tertentu (gangguan penyerapan makanan di usus)

Di seluruh dunia terdapat 1.9 juta balita meninggal setiap tahunnya akibat berbagai
macam gangguan diare. Menurut WHO, sekitar 2/3 di antaranya (1.3 juta) terjadi di 15 negara
di Asia dan Afrika. Diare merupakan pembunuh berbahaya di negara berkembang lebih dari
5.000 anak meninggal akibat diare setiap harinya. Angka tersebut seharusnya bisa dicegah.

31
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama.
Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak
kematian terutama pada balita.
Berdasarkan hasil Survei Morniditas diare yang dilakukan Kementerian Kesehatan
sejak 1996-2010, angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996-2006, kemudian menurun
pada tahun 2010, selengkapnya angka kesakitan diare sbb:
Tahun 1996 angka kesakitan diare : 280 per 1.000 penduduk
Tahun 2000 angka kesakitan diare : 301 per 1.000 penduduk
Tahun 2003 angka kesakitan diare : 374 per 1.000 penduduk
Tahun 2006 angka kesakitan diare : 423 per 1.000 penduduk
Tahun 2010 angka kesakitan diare : 411 per 1.000 penduduk

Jumah Penderita Diare di Indonesia sebagai berikut :


Tahun 2006 : 4.261.493 penderita
Tahun 2007 : 3.456.123 penderita
Tahun 2008 : 4.884.230 penderita
Tahun 2009 : 4.422.427 penderita

Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia sbb :


Tahun 2005 : KLB diare terjadi di 53 lokasi yang tersebar di 31 kabupaten/kota di 11
provinsi
Tahun 2006 : KLB diare terjadi di 119 lokasi yang tersebar di 82 kabupaten/kota di 18
provinsi
Tahun 2007 : KLB diare terjadi di 48 lokasi yang tersebar di 34 kabupaten/kota di 9
provinsi
Tahun 2008 : KLB diare terjadi di 74 lokasi yang tersebar di 47 kabupaten/kota di 15
provinsi
Tahun 2009 : KLB diare terjadi di 24 lokasi yang tersebar di 22 kabupaten/kota di 14
provinsi
Tahun 2010 : KLB diare terjadi di 26 lokasi yang tersebar di 33 kabupaten/kota di 11
provinsi

Angka Kematian Diare di Indonesia

32
Case fatality Rate (CFR) diare ini dihitung berdasarkan jumlah penderita diare yang
meninggal dunia pada saat terjadinya KLB diare, sebagai berikut :
Tahun 2005 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 5.746 penderita, jumlah
kematian 140 orang , CFR = 2,44%
Tahun 2006 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 13.451 penderita,
jumlah kematian 291 orang , CFR = 2,16%
Tahun 2007 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 3.659 penderita, jumlah
kematian 69 orang , CFR = 1,89%
Tahun 2008 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 8.133 penderita, jumlah
kematian 239 orang , CFR = 2,94%
Tahun 2009 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 5.756 penderita, jumlah
kematian 100 orang , CFR = 1,74%
Tahun 2010 : Jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 4.204 penderita, jumlah
kematian 73 orang , CFR = 1,74%

pada tahun 2011-2012 Kota Medan terpilih menjadi kota nomor satu tertinggi kasus
diare, angka penderita diare mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data
yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, kasus kejadian diare di Kota
Medan sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375 kasus, sedangkan di tahun 2012, angka
kesakitan diare sebanyak 29.769 kasus.

Secara global, kasus diare yang terjadi di Sumatera Utara cendrung mengalami
peningkatan.Sepanjang tahun 2011, kasus diare di provinsi ini sebanyak 215.651 kasus
dengan rincian 212.729 kasus mendapat pelayanan di sarana kesehatan dan 2.922 kasus
ditemukan oleh kader. Sedangkan tahun 2012, kasus diare sebanyak 222.682
kasus.Rinciannya, 220.460 kasus di sarana kesehatan dan 2.222 kasus ditemukan oleh
kader, kata Kabid PMK Dinkes Sumut Sukarni melalui Pemegang Program Diare Dinas
Kesehatan Sumatera Utara. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011, terjadi sebanyak 26
kasus kematian, sedangkan di tahun 2012 sebanyak 35 kasus.

Selain Medan, diare tahun 2011 terbanyak terjadi di Deli Serdang sebanyak 17.529
kasus, Langkat sebanyak 14.175 kasus, Serdang Bedagai sebanyak 11.962 (3 kasus kematian)
dan Simalungun terjadi 32.428 kasus. Sedangkan tahun 2012, Kota Medan masih menjadi
peringkat pertama kasus diare sebanyak 29.769 kasus, diikuti Deliserdang sebanyak 20.535

33
kasus, Langkat sebanyak 15.477 kasus, Simalungun sebanyak 27.943 kasus (1 korban
meninggal) dan Labuhan Batu Utara sebanyak 12.253 kasus.

Pencegahan dini
Perbaikan higiene dan sanitasi memiliki manfaat yang terbatas pada pencegahan rotavirus,
karena rotavirus memiliki sifat:
Amat menular dari satu orang ke orang lain
Dalam jumlah kecil dapat menyebabkan infeksi
Dapat tetap hidup di tangan berjam-jam; pada permukaan padat berhari-hari
Tetap stabil dan infektif dalam feses selama seminggu

6 Langkah pencegahan yang disarankan


1. ASI eksklusif selama 6 bulan
2. Penuhi gizi seimbang
3. Penggunaan air bersih
4. Rutin mencuci tangan
5. Imunisasi
6. Buang air besar pada tempatnya

Pencegahan infeksi rotavirus dengan vaksinasi diberikan melalui mulut dan


pemberian dilakukan pada usia 6-12 minggu dengan interval 8 minggu. Vaksin rotavirus
sudah termasuk dalam jadwal Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan penggunaan vaksin (rotavirus) sebagai bagian
dari strategi untuk mengendalikan penyakit diare, selain intervensi yang lain seperti
perbaikan higiene dan sanitasi, suplementasi zink, cairan rehidrasi oral berbasis komunitas
dan perbaikan secara keseluruhan dari penanggulangan kasus diare

Refrensi :
1. Kementerian Kesehatan, Riset Kesehatan dasar,2007

2. Kementerian Kesehatan, Profil pengendalian penyakit dan Penehatan Lingkunan Tahun


2009

3. Kementerian Kesehatan, Profil Keehatan Tahun 2010

34
4. http://mukhamad-yusuf-sakak.blogspot.com/2013/04/diare.html

5. http://www.anakku.net/diare-masih-jadi-masalah-di-negara-berkembang.html

6. http://www.infodokterku.com/component/content/article/25-data/data-kesehatan/201-
data-angka-diare-di-indonesia

7. http://www.harianorbit.com/kota-medan-peringkat-pertama-kasus-diare/

Nama : Erra Putri Siregar


NIM : 101000249

PENYAKIT HEPATITIS A

a. Identifikasi Hepatitis A

Hepatitis A merupakan tipe hepatitis yang paling ringan. Hal ini disebabkan infeksi
virus hepatitis A (VHA) umumnya tidak sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati.
Mereka yang terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Hepatitis A menular
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh virus hepatitis A (VHA).

Penyakit hepatitis A ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2007). Hal ini disebabkan
oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak
memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat (Harrison, 2005).

b. Masa Inkubasi

Penularan virus Hepatitis A atau Hepatitis Virus tipe A (HVA) melalui fecal oral, yaitu
virus ditemukan pada tinja. Virus ini juga mudah menular melalui makanan atau minuman
yang sudah terkontaminasi, juga terkadang melalui hubungan seks dengan penderita.

Gejala Hepatitis A biasanya tidak muncul sampai Anda memiliki virus selama
beberapa minggu. Hepatitis A sangat terkait dengan pola hidup bersih. Dalam banyak kasus,
infeksi Hepatitis A tidak pernah berkembang hingga separah Hepatitis B atau C sehingga
tidak akan menyebabkan kanker hati. Meski demikian, Hepatitis A tetap harus diobati dengan
baik karena mengurangi produktivitas bagi yang harus dirawat di rumah sakit.

35
Waktu terekspos sampai kena penyakit kira-kira 2 sampai 6 minggu. Penderita akan
mengalami gejala-gejala seperti demam, lemah, letih, dan lesu, pada beberapa kasus,
seringkali terjadi muntah-muntah yang terus menerus sehingga menyebabkan seluruh badan
terasa lemas. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam
yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll

c. Tanda dan Gejala

Gejala hepatitis A pada orang dewasa ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea
dan gangguan abdominal, diikuti dengan munculnya ikterus dalam beberapa hari. Infeksi
virus hepatitis A yang terjadi pada masa kanak- kanak umumnya asimtomatis atau dengan
gejala sakit ringan

d. Penularan

Dari orang ke orang melalui faecal oral

Melalui makanan dan minuman yang mengandung virus hepatitis A

HAV dapat menular melalui rimming (hubungan seks oral-anal, atau antara mulut
dan dubur)

Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi
kronis

e. Masa Inkubasi dan Reservoir

Berkisar 15-50 hari dengan rata-rata 28-30 hari

Reservoir penyakit: manusia dan simpanse (jarang terjadi)

f. Distribusi Penyakit Hepatitis A

Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di dunia. Hepatitis A
terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan kecenderungan pengulangan siklus epidemi.
Di dunia prevalensi infeksi virus hepatitis A sekitar 1.4 juta jiwa setiap tahun (WHO) dengan
prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air

36
yang terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988
yang mempengaruhi sekitar 300 000 orang.

Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian
setiap tahunnya. Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-
68,3% (Sanitoso, 2007). Pada tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis
dengan 80% penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada
mahasiswa menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau pedagang
kuliner kaki lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik (Laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember, 2003).

Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai angka 9.3% dari
total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumsel tahun 2007 dengan jumlah penduduk 7.019.964
jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%. Pada November 2011 terjadi KLB hepatitis A di
SMK 2 Depok dengan jumlah penderita 90 orang dan Desember 2011 terjadi KLB hepatitis A
di SMA 4 Depok dengan jumlah penderita 30 orang.

Menurut WHO (Deinhart F, dkk, 1982) prevalensi Hepatitis dibagi dalarn tiga kategori,
yaitu sebagai berikut :

Tinggi: di negara-negara berkembang dengan sanitasi yang sangat buruk dan perilaku
personal hygiene yang kurang baik, risiko infeksi lebih besar dari 90%. Sebagian besar
infeksi terjadi pada anak usia dini dan mereka yang terinfeksi tidak memiliki gejala nyata.
Wabah jarang karena anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa umumnya kebal.
Prevalensi penyakit di daerah seperti ini tergolong rendah dan jarang terjadi wabah.

Menengah: Di negara-negara berkembang, negara dengan ekonomi di daerah transisi


di mana kondisi sanitasi sangat bervariasi. Ada daerah yang memiliki sistem sanitasi yang
sudah memadai, namun juga ada yang masih kurang. Ironisnya, kondisi ekonomi yang
terus membaik dan kesehatan dapat menyebabkan tingkat lebih tinggi dari penyakit,
seperti infeksi terjadi pada kelompok usia lebih tua, dan wabah besar dapat terjadi
(kejadian luar biasa).

37
Rendah: di negara maju dengan sanitasi yang baik dan kebersihan di tingkat infeksi
rendah. Penyakit ini dapat terjadi pada remaja dan orang dewasa di kelompok berisiko
tinggi seperti pengguna narkoba suntik, pria gay, orang yang bepergian ke daerah risiko
tinggi dan populasi terisolasi, misalnya ditutup komunitas agama.

Dari berbagai hasil penelitian nampak jelas bahwa Indonesia termasuk Intermediate
Prevalence, bahkan pada daerah tertentu termasuk dalam kategori High Prevalence
(Suwignjo, 1985). Hal ini dikarenakan ada sebagian provinsi di Indonesia, khususnya di jawa,
yang memiliki sistem sanitasi bervariasi, dan dengan kepadatan penduduk yang tinggi
(memungkinkan untuk terjadinya wabah hepatitis A). Namun, di daerah lain, khususnya
Indonesia timur, sistem sanitasi cenderung kurang baik, sementara kepadatan penduduknya
rendah (wabah kepatitis A jarang terjadi).

Dari segi kesehatan masyarakat, tingginya prevalensi Hepatitis virus ini merupakan
indikasi bahwa sebetulnya ini merupakan masalah kesehatan masyarakat. Namun belum
mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama di daerah-daerah, karena jarang
menyebabkan kematian langsung. Hal ini mudah dilihat dari kurang tersedianya rekap data
infeksi virus hepatitis A baik di tingkat puskesmas, rumah sakit, dan dinas kesehatan daerah
dari tahun ke tahun.

g. Pencegahan dan Pengawasan

1. Pencegahan:

Pesonal hygiene yang baik juga dapat mencegah penularan.

Imunisasi Hepatitis A

memperbaiki sanitasi lingkungan terutama perbaikan kualitas sumber air.

2. Pengawasan

Laporan kepada instansi kesehatan setempat

Isolasi: bagi yang terbukti positif hepatitis A.

Disinfeksi serentak: pembuangan tinja

38
Karantina: Tidak diperlukan.

Investigasi kontak dan sumber infeksi dengan surveilance

NAMA : SUKARIA NABABAN


NIM : 101000201

ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)


DEFENISI
ISPA sering disalah-artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar, ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung (saluran bagian
atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran bagian bawah).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut berlangsung
selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan
atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah),
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim,
2007).

39
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-
pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada
semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat
serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak-
anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang
tidak sehat. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan
infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan
cacing, serta tidak tersedianya atau malah berlebihannya pemakaian antibiotik.

PENYEBAB & PENCETUS ISPA

Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat


menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar.
Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan
menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernafasan.

Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia),


pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan karena
infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai
demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara
diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas.

40
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.

KLASIFIKASI ISPA

Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia (radang paru-paru) dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibagi lagi atas derajat beratnya penyakit, yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.

Penyakit batuk-pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar
penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.
Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus
diobati dengan antibiotik penisilin.

Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2 ISPA :

Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam.

Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

GEJALA ISPA

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan


dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi
lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal.

Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit dengan mortalitas yang lebih tinggi. Maka, perlu diusahakan agar yang ringan tidak

41
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh
dalam kegagalan pernapasan.

Berikut ini adalah tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada seorang penderita ISPA :

Tanda-tanda bahaya secara umum :

- Pada sistem pernafasan : napas cepat dan tak teratur, retraksi/tertariknya kulit ke
dalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan, suara napas lemah
atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras

- Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat dan lemah, tekanan
darah tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.

- Pada sistem saraf : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang, dan
koma.

- Gangguan umum : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun : tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor/mendengkur, dan gizi buruk.

Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan : kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam, dan dingin.

DISTRIBUSI PENYAKIT ISPA

Hingga saat ini angka kematian akibat ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan parah/lanjut dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi.

Usia Balita adalah kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan.
Kenyataannya bahwa angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita
di negara berkembang.

42
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per
1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO,
13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat
di Negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan
pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering
berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan
oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian
bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim,
2008). Penemuan penderita ISPA pada balita di Sulawesi Tenggara, sejak tahun 2006 hingga
2008, berturutturut adalah 74.278 kasus (36,26 %), 62.126 kasus (31,45%), 72.537 kasus
(35,94%) (Anonim, 2008).

PERAWATAN PENDERITA ISPA

I. Mengatasi panas (demam)

Untuk orang dewasa, diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan memberikan
parasetamol dan dengan kompres.

- Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet
dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.

- Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air biasa (tidak
perlu air es).

43
Bayi di bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa ke pusat pelayanan
kesehatan.

II. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan tradisional berupa jeruk
nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga
kali sehari.

Dapat digunakan obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin.

III. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

IV. Pemberian minuman

Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. Usahakan pemberian
cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak dan mencegah kekurangan cairan.

V. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-
lebih pada anak dengan demam menghambat keluarnya panas.

Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari


komplikasi yang lebih parah.

Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang berventilasi cukup,
dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak berasap.

44
Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka dianjurkan untuk
membawa ke dokter.

Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang diperoleh tersebut harus
diberikan dengan benar sampai habis.

Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang.

PENCEGAHAN

Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Imunisasi.

Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

Mencegah kontak dengan penderita ISPA.

Refrensi
http://dokterkecil.wordpress.com/2011/03/31/ispa-infeksi-saluran-pernapasan-akut/

45

Anda mungkin juga menyukai