Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Studi Islam II Dosen : Dr. Jaja Nurjanah, M.A.
Disusun oleh : Rilian Vara Ayuningtyas NIM 11161010000037
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 Islam and the Theology of Power Penulis : Khaled Abou El Fadl Abstrak Pendapat menurut model, komentator yang menjelaskan serangan 11 September dengan mengacu pada "benturan peradaban" menganggap bahwa terorisme entah bagaimana ekspresi otentik dari nilai-nilai dominan dari Islam. Tapi tanggapan umum untuk penafsiran ini tidak cukup menjelaskan teologi kelompok-kelompok Islam radikal. Tak satu pun dari perspektif ini melibatkan tradisi klasik dalam pemikiran Islam tentang kekerasan politik, dan bagaimana kontemporer Muslim merekonstruksi tradisi klasik. Bagaimana mungkin teologi Islam klasik atau kontemporer berkontribusi pada penggunaan terorisme oleh gerakan-gerakan Islam modern? Latar Belakang Sejak tahun 1980-an banyak orang berpendapat bahwa Islam mengalami krisis identitas yang mana peradaban Islam mulai runtuh di era modern. Banyak tantangan yang dihadapi muslim seperti mengakarnya rezim otoriter, dan ketidakmampuan merespon secara efekti terhadap agresi Israel yang kemudian banyak berkontribusi dalam munculnya gerakan fundamentalis atau orang-orang menyebutnya Islam politik. Setelah banyaknya asumsi yang muncul tentang Islam, terjadi insiden yang mengejutkan banyak orang bukan hanya non-Muslim tapi bagi umat Muslim, yaitu tindakan pembunuhan massal yang dilakukan di New York dan Washington DC. Dan tragedy ini semakin memperkuat bahwa Islam itu identik dengan terorisme. Pertanyaan: Bagaimana mungkin doktrin klasik atau kontemporer teologi Islam berkontribusi pada penggunaan terorisme oleh gerakan Islam modern? Metode Referensi dari buku dan jurnal Hukum Islam Klasik dan Kekerasan Politik Pada abad ke-11, para ahli hukum Islam telah mengembangkan wacana canggih pada batas-batas yang tepat pada perilaku perang, kekerasan politik dan terorisme. Al-Qur'an mendesak umat Islam secara umum untuk melakukan jihad dengan melancarkan perang melawan musuh-musuh mereka. Namun resep Al-Quran hanya memanggil umat Islam untuk berperang di jalan Allah, menegakkan keadilan dan menahan diri dari melebihi batas keadilan dalam memerangi musuh mereka. Namun ada para ahli hukum Islam yang berpendapat bahwa non-Muslim harus di perangi karena mereka adalah kafir, tapi ada juga sebagian ahli hukum Islam yang tidak setuju bahwa non-Muslim harus di perangi kecuali jika mereka menimbulkan bahaya bagi umat Islam. Pelaksanaan perang menurut Nabi Muhammad SAW. yaitu tentara Muslim mungkin tidak membunuh wanita, anak-anak, manula, pertapa, pasifis, petani atau budak kecuali mereka pejuang. Selanjutnya penyiksaan, mutilasi dan pembunuhan sandera dilarang dalam semua keadaan. Ketentuan ini bukan hanya interpretasi tekstual saja namun sebagai pernyataan moral atau etika. Pelanggaran terhadap Tuhan dan Masyarakat Para ahli hukum Islam memperlihatkan toleransi yang luar biasa terhadap gagasan pemberontakan politik. Meskipun mereka melarang adanya pemeberontakan bahkan pada penguasa yang tidak adil namun mereka masih berpegang teguh pada hukum Allah yaitu tidak bolehnya melakukan perusakan atau penyitaan property mereka. Dan juga pemberontak tidak boleh disiksa atau bahkan dipenjara jika mereka mengambil sumpah untuk meninggalakan pemerontakan mereka. Karena mereka beranggapan bahwa pemberontakan selagi untuk tujuan yang masuk akal, bukanlah dosa atau pelanggaran moral tetapi hanya sebuah salah politik suatu sipil, bukan agama. Pendekatan hukum klasik dengan terorisme sangat berbeda. Sejak abad pertama Islam, umat Islam menderita teologi ekstremis yang tidak hanya menolak lembaga-lembaga politik dari kerajaan Islam, tetapi juga menolak untuk mengakui legitimasi untuk kelas hukum. Karena pendapat yang berbeda dan cukup banyak perdebatan di antara berbagai sekolah hukum pemikiran. Yang mana berbagai gerakan teologis puritan menolak tradisi hukum ini karena tidak adanya kepastian. Adapun ciri dari gerakan-gerakan puritan adalah permusuhan ekstrim tidak hanya untuk non-Muslim tetapi juga untuk umat Islam yang milik sekolah yang berbeda pemikiran atau bahkan tetap netral. Metode yang disukai kelompok-kelompok ini adalah kekerasan dengan serangan siluman dan penyebaran teror di populasi umum. Ahli hukum Islam bereaksi tajam ke kelompok-kelompok ini, mengingat mereka musuh-musuh umat manusia. Karena mereka menyerang korban tak berdaya dengan menyebar terror di masyarakat. Meskipun menurut mereka, doktrin itu menegaskan sebagai perintah agama, namun terlepas dari tujuan yang diinginkan atau pembenaran ideologis, teror itu tetaplah sebagai salah moral dan pelanggaran terhadap Tuhan dan masyarakat. Runtuhnya Tradisi Klasik Di era modern ini banyak yang telah berubah, perdaban Islam telah hancur, faktor yang menyebabkan perubahan tersebut yaitu munculnya pemerintah yang sangat terpusat, despotic dan sering korup, selain itu para ahli hukum Islam di negara-negara yang paling muslim menjadi pegawai negeri yang digaji, sehingga mengubah mereka menjadi imam pengadilan. Selain itu juga masuknya budaya barat seperti mode produksi dan nilai sosial sudah merambah dunia Islam, sehingga mengancam nilai dan praktik yang diwariskan oleh Islam sehingga menambah rasa keterasingan. Bahkan modernis Muslim yang berusaha untuk mereformasi hukum Islam sangat dipengaruhi oleh sistem hukum sipil, dan berusaha untuk menahan fluiditas hukum Islam dan meningkatkan karakter kesatuan dan terpusat. Tidak hanya itu konsep hukum sangat dipengaruhi oleh tradisi hukum Eropa. Kontemporer Puritan Islam Dasar-dasar teologi Wahhabi ditempatkan oleh penginjil abad kedelapan belas Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab di Jazirah Arab. Dengan semangat puritan, 'Abd al-Wahhab berusaha untuk menyingkirkan Islam dari perubahan yang telah menyerap ke agama. Wahhabisme menolak ketidakpastian dari zaman modern dengan melarikan diri ke literalisme yang ketat di mana teks menjadi satu-satunya sumber legitimasi. Wahhabisme menolak setiap upaya untuk menafsirkan hukum ilahi dari perspektif sejarah, kontekstual, dan diperlakukan sebagian besar sejarah Islam sebagai perubahan Islam yang benar dan otentik. Menurut Wahhabi penting untuk kembali ke murni, sederhana dan mudah dianggap yaitu dengan cara menerapkan literal dari perintah Nabi dengan kepatuhan untuk memperbaiki praktik ritual. Namun karena pemberontakan yang pernah gerakan Wahhabi lakukan pada kekuasaan Ottoman dan bersekutunya dengan suku dari Najd dan pemberontakan yang kesembilan dan dua puluh yang sangat berdarah menyebabkan Wahhabi tanpa pandang bulu membantai dan meneror Muslim dan non-Muslim. Kekuasaan Wahhabism Wahhabisme selamat dan pada kenyataannya, berkembang dalam Islam kontemporer karena beberapa alasan. Dengan memperlakukan pemerintahan Ottoman Muslim sebagai kekuatan pendudukan asing, Wahhabisme menjadi preseden kuat untuk gagasan-gagasan dari Arab penentuan nasib sendiri dan otonomi. Yang paling penting, penemuan dan eksploitasi minyak disediakan Arab Saudi dengan likuiditas yang tinggi. Apalagi setelah tahun 1975, dengan kenaikan tajam harga minyak, Arab Saudi agresif dipromosikan Wahhabi pikir seluruh dunia Muslim. Tapi Wahhabisme tidak tersebar di dunia Islam modern di bawah bendera sendiri melainkan Salafi. Dikepung oleh Kontradiksi Salafisme adalah keyakinan yang didirikan pada akhir abad kesembilan belas oleh reformis Muslim seperti Muhammad Abduh, al-Afghani dan Rasyid Ridha. Salafisme mengajukan banding ke konsep yang sangat mendasar dalam Islam: Muslim harus mengikuti tauladan Nabi dan para sahabatnya (al-salafal-shalih). Yang mana salafisme didirikan oleh nasionalis muslim yang sangat ingin membaca nilai-nilai modernisme ke dalam sumber asli Islam. Oleh karena itu, Salafisme tidak selalu anti-Barat. Salafisme ini sangat bertolak belakang dengan Wahhabisme yang mana jika Wahhabi kurang toleran adanya perbedaan pendapat dan keragaman. Oleh karena itu Para pendiri Salafisme menyatakan bahwa pada semua isu-isu Muslim harus kembali ke Al-Qur'an dan sunnah Nabi. Dan juga Salafisme ini mengidealkan masa Nabi dan para sahabatnya. Namun Wahhabisme dan Salafisme yang dilanda dengan kontradiksi yang membuat mereka secara bersamaan menjadi idealis dan pragmatis dan menjadikan keduanya memiliki penuh kepercayaan dengan keunggulan cara berfikir yang berlaku hingga saat ini. Keterasingan dari Tradisi Ikatan teologi Wahhabisme dan Salafisme menghasilkan orientasi kontemporer yang berlabuh di perasaan yang mendalam dari kekalahan, frustrasi dan alienasi, tidak hanya dari lembaga-lembaga modern kekuasaan, tetapi juga dari warisan dan tradisi Islam. Hal inilah yang menyebabkan mereka terasingi dari tradisi. Analisis : Terorisme merupakan pemahaman keliru tentang perintah jihad, bukan hukum Islam kontemporer yang salah, melainkan pemahan orang muslim yang radikal itulah yang membuat pemikiran yang salah. Karena sesungguhnya perang itu dilakukan untuk memerangi orang kafir yang memang membahayakan umat Islam. Jika orang kafir tersebut memiliki toleransi dan tidak mengusik kehidupan umat Islam, seharusnya umat Islam juga bisa melakukan hal yang sama. Bahkan Rasulullah pun membuat Perjanjian Madinah yang mana isinya adalah mengatur hubungan antara umat Islam dan juga kaum Quraish. Topik ini setidaknya membuka mata kita bahwa terorisme bukan diajarkan oleh Islam.