Anda di halaman 1dari 2

Merancang Jihad Sebagai Anugerah dari Langit

Posted on 10/05/2013 by elhakimi


Jangan menyangka anugerah jihad Suriah saat ini sesuatu yang turun tiba-tiba. Se
muanya mengikuti hukum sunatullah kauniyah, seiring proses kematangan para pengu
sungnya. Suatu proses panjang, jatuh bangun yang tidak mudah.
Jihad mulai menemukan bentuk yang lebih matang (maturity) sejak terjadinya jihad
Afghan era Uni Sovyet yang mulai pecah pada tahun 1979 hingga tahun 1989. Kemat
angan jihad terbentuk karena banyak faktor, terutama hadirnya tokoh-tokoh perger
akan dengan celupan ilmu salaf yang kuat semacam Abdullah Azzam, dan kontribusi
konseptual dari tokoh-tokoh pergerakan semacam Sayyid Qutb pada kurun lebih awal
.
Faktor yang lain, berbaurnya anasir umat dari Timur Tengah dan seluruh dunia Isl
am dalam kancah jihad Afghan menjadikan jihad Afghan untuk pertama kali pasca ru
ntuhnya Khilafah bercorak global, meski basis massa terbesarnya tetap bangsa Af
ghan. Belum pernah terjadi sebelumnya di era modern ibadah jihad dilaksanakan se
cara lintas bangsa sebagaimana dalam kasus Afghan, yang berperan besar dalam mem
urnikan jihad dari tarikan nasionalisme.
Jauh sebelumnya, di era 30-an hingga 70-an, ideologi perlawanan masih berupa kon
sep dan spirit, belum terejawantahkan dalam praktek kehidupan nyata dalam bentuk
ibadah jihad yang konkrit. Jihad masih berupa eksperimen dan mencari bentuk unt
uk menuju kematangan. Abu Mus ab As-Suri dalam refleksinya terhadap eksperimen jih
ad Suriah pada kurun itu, menilai bahwa kegagalannya disebabkan dua hal; karena
kejahilan terhadap syariat dan kejahilan terhadap waqi (realita lapangan).
Jihad Global nan Modern
Setelah padamnya jihad Afghan, estafet jihad dilanjutkan oleh Al-Qaeda dengan ta
npa tanah pijakan yang jelas. Perang Teluk tahun 1991 dibidik untuk menjadi tana
h pijakan jihad, tapi rupanya Allah belum merestui. Tapi diam-diam Al-Qaeda dan
mujahidin global para alumni Afghan, karena geram dengan terus-menerus tanah uma
t Islam dijajah bangsa-bangsa kafir, mereka berinisiatif memindahkan lokasi pera
ng di tanah bangsa kafir. Dan rencana itu terwujud dengan peristiwa WTC tahun 20
01. Setidaknya itulah bahasa propaganda yang disampaikan Usamah bin Ladin saat i
tu.
Rupanya memindahkan medan jihad dari tanah umat Islam ke tanah bangsa kafir tida
k mudah. Allah masih menghendaki lokasi jihad itu lagi-lagi di tanah Afghan, dan
berlangsung hingga kini. Tapi buah dari usaha terus-menerus akhirnya datang jug
a. Selain tanah Afghan, terbuka juga tanah-tanah lain hampir bersamaan. Iraq, Ce
chnya, Somalia dan Yaman. Berikutnya menyusul Mali, Aljazair, dan kini Suriah. A
da juga yang sudah panas, nyaris meletus, seperti Sinai di Mesir dan Patani di T
hailand Selatan. Sebuah akselerasi jihad yang dahsyat, tak pernah terbayang sebe
lumnya. Meski demikian, era ini masih tergolong era jihad defensif, karena lokas
i jihad masih di tanah umat Islam. Tapi ada hal yang menarik dengan jihad ala Al
-Qaeda ini, yakni jihad yang sudah menemukan bentuk yang matang, bisa melepaskan
diri dari noda nasionalisme dan dikelola dengan sentuhan modern.
Tanpa diduga dan direncanakan siapapun, pecah konflik Timur Tengah pada kisaran
2010 hingga kini yang berlatar meledaknya amarah rakyat terhadap kezaliman pengu
asa. Alhamdulillah, konflik ini pecah pada timing waktu yang tepat: saat jihad y
ang bercorak global dan modern itu sudah lebih matang dengan jumlah pengusung ya
ng cukup besar. Memang Tunisia, Mesir dan Libya tak mampu dimaanfaatkan dengan m
aksimal untuk berkembang-biaknya jihad, tapi Suriah dan Yaman lebih baik karena
sejauh ini lebih maksimal dimanfaatkan jihad untuk tumbuh berkembang.
Merindukan Jihad Nusantara
Tak pelak, para aktifis perindu jihad di tanah air ngiler melihat pertumbuhan jiha
d di belahan dunia lain yang sangat jauh itu. Kapan ya negeri ini kebagian anuge
rah jihad ? Kira-kira itulah harapan yang selalu bergelayut di benak mereka.
Masalahnya, apakah terbukanya ladang jihad di suatu negeri bermakna musibah atau
kah anugerah ? Jika terbukanya ladang jihad harus diawali dengan pecahnya konfli
k (dalam bahasa hadits: fitnah) yang menimpa umat Islam, maka terbukanya ladang
jihad adalah musibah. Bagaimana tidak, konflik niscaya memakan korban. Dan terce
cernya darah kaum muslimin, terrenggutnya kehormatan muslimah dan terbunuhnya an
ak-anak generasi umat Islam, jelas sebuah kerugian dan kesedihan tak terkira.
Dari sudut pandang ini, terbukanya ladang jihad alias pecahnya konflik bersenjat
a melawan musuh yang jahat, jelas tak elok untuk dirindukan oleh para aktifis Is
lam yang mencintai umatnya. Tak patut bagi seorang muslim untuk merindukan tertu
mpahnya darah saudara sendiri oleh kejahatan musuh Islam, sekali lagi jika terbu
kanya ladang jihad tak terpisahkan dengan episode pendahuluan berupa fitnah berd
arah-darah menimpa umat Islam.
Fenomena yang terjadi sejak runtuhnya Khilafah Turki Usmani tahun 1924 hingga ki
ni, selalu menunjukkan berkah berseminya jihad diawali dengan pecahnya konflik b
erdarah-darah yang menimpa umat Islam. Wajar, karena umat Islam dalam posisi lem
ah dan sudah lupa dengan ibadah jihad, alam pikirannya sudah termakan isu nasion
alisme masing-masing negara. Namun perlahan situasi kacau ini biasanya dapat dim
anfaatkan kaum jihadis untuk membangkitkan ruh perlawanan dengan mempopulerkan i
badah jihad fi sabilillah. Saat itulah jihad menjadi berkah di balik musibah .
Namun tetap saja pertanyaan di atas tak mudah disimpulkan, apakah ketika kita me
rindukan lahirnya ladang jihad baru bermakna merindukan pula muqoddimahnya; keza
liman masif yang menimpa umat Islam ? Bisakah anugerah jihad tanpa melewati muqo
ddimah berdarah-darah sebagai satu paket tak terpisahkan ?
Akselerasi Kesiapan, Bukan Akselerasi Kejadian
Atas dasar logika ini, rasanya tak patut bagi aktifis muslim untuk berharap peca
h konflik (fitnah) hanya karena menginginkan barokah di baliknya; lahirnya ladan
g jihad baru. Tugas kita hanya melakukan ibadah sesuai kebutuhan waqi yang Allah
sediakan. Jika ladang yang ada cocoknya digarap dengan ibadah dakwah, jangan mem
inta kepada Allah untuk merobahnya menjadi ladang jihad ketika kita merasa belum
menunaikan ibadah sesuai tuntutan sikon yang ada secara maksimal. Sebab di bali
k permintaan itu terkandung harapan pecahnya konflik yang akan menjadi musibah b
agi umat Islam. Lakukan saja ibadah secara maksimal sesuai kebutuhan situasi dan
kondisi.
Biarlah jihad turun dari langit sebagai sebuah anugerah, jangan diminta-minta, s
ebab jihad adalah amanat, sebagaimana jabatan. Orang yang tak sabar dan meminta
percepatan, biasanya malah tak mampu menanggung beban permintaanya sendiri. Alla
h Maha Tahu, kapan para hambanya dinilai sudah memiliki kesiapan untuk menerima
anugerah bernama ladang jihad. Terbukanya ladang jihad Suriah adalah anugerah la
ngit yang tak direncanakan manusia, seiring dengan kesiapan mujahidin Timur Teng
ah untuk menyambutnya. Anugerah selalu disesuaikan dengan kesiapan hamba dan kel
ayakan kualifikasinya. Jika direkayasa, dikhawatirkan akan prematur. Biarlah All
ah menilai kesiapan kita. Oleh karenanya, kesibukan kita adalah memastikan kesia
pan diri dalam segala hal, bukan memancing fitnah yang akan membuat darah umat t
ercecer akibat ulah kita. Wallahu a lam bisshowab.

Anda mungkin juga menyukai