Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKHITIS KRONIS
A. DEFINISI
Bronkhitis kronis adalah suatu bentuk penyakit obstruksi paru kronik, pada keadaan ini
terjadi iritasi bronkhial dengan sekresi yang bertambah dan batuk produktif selama sedikitnya
tiga bulan atau bahkan dua tahun berturut-turut, biasanya keadaan ini disertai emfisema paru.
Bronkitis kronik adalah keadaan pengeluaran mukus secara berlebihan ke batang
bronchial secara kronik atau berulang dengan disertai batuk, yang terjadi hampir setiap hari
selama sekurangnya tiga bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut.

B. INSIDENSI
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka
kejadian lebih sering pada pria disbanding wanita, usia penderita bronkhitis kronis lebih sering
dijumpai di atas 50 tahun.

C. FAKTOR RESIKO
Kebiasaan merokok
Bertambahnya usia
Polusi lingkungan
Pekerjaan
Faktor lain:
Jenis kelamin
Status sosial-ekonomi
Infeksi bronkus yang berulang
Alergi maupun hipersensitif pada bronkus
Faktor genetik dimana trdpt alfa2 Protease inhibitor yg rendah

D. ETIOLOGI
Faktor penyebab tersering pada bronkhitis kronis adalah asap rokok, debu dan asap
industri, polusi udara.

E. GAMBARAN KLINIS
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah banyak. Dahak makin banyak
dan berwarna kuning (purulen), pada serangan akut kadang dapat dijumpai batuk darah
Sesak nafas. Sesak bersifat progresif, maikin memberat saat beraktifitas
Pada pemeriksaan auskultasi kadang dapat didapatkan wheezing juga ronkhi
Dada terasa sesak (chest tightness)
Lemah, lesu
Mudah lelah

F. KLASIFIKASI
Secara klinis, bronchitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni :
Bronkhitis kronis ringan, ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang
ringan
Bronkhitis kronis mukopurulen, diandai dengan batuk berdahak kental,purulen
(berwarna kekuningan)
Bronkhitis kronik dengan penyempitan saluran nafas, ditandai dengan batuk berdahak
yang disertai dengan sesak nafas berat dan suara mengi

G. PATOFISIOLOGI
Penemuan patologis dari bronkhitis adalah hipertrofi dari kelanjar mukosa bronkhus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkhus
tampaknya mempengaruhi bronkhiolus yang kecil-kecil sedemikian rupa sampai bronkhiolus
tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologiutama adalah merokok dan polusi
udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat
aktivitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia sel-sel penghasil mukus di bronkhus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkhus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar
yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

Gambaran bronkhus normal dan bronkhitis

H. PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Adanya batuk berdahak ataupun tidak, biasanya di sertai sesak nafas yang memberat saat
melakukan aktifitas.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan keadaan normal dan kadang-kadang terdengar
suara wheezing di beberapa tempat. Rhonki dapat terdengar jika produksi sputum
meningkat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax
Foto thorax biasanya menunjukkan gambaran normal atau tampak corakan
bronkial meningkat dan terdapat gambaran air bonkogram. Diagnosis ditegakkan
dengan foto thorax dengan gambaran fotonya tidak dijumpai infiltrat.
Pada bronkitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular dan
pelebaran dari arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami
pembesaran.
b. Uji faal paru
FEV1 dan FVC
mengalami

penurunan.Penyempitan dari lumen bronkus dapat dari penurunan FEV1/FVC


ini.Ringan: VEP > 80% prediksi VEP/KVP < 75%; Sedang: VEP 30 - 80% prediksi
VEP/KVP < 75%; Berat: VEP1<30% prediksi, VEP1/KVP < 75%.
c. Px Bronkoskopi
Dapat ditemukan adanya obstruksi dan kolaps pada alveoli dan kadang-
kadang daat meliputi bronkus yang besar.Pada bronkitis kronik tampak warna
mukosa yang merah dan hipersekresi.
d. Laboratorium
Pada bronkhitis didapatkan jumlah leukosit meningkat. Dapat
ditemukanadanya peninggian hematokrit dan eritema, serta hipoksemia kronik.

I. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Empisema
2. Bronkiektasis
3. Asma

J. TERAPI
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum meliputi :
1. Edukasi
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
e. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati

Tabel Obat
3.Terapi Oksigen
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89%
disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung
kanan, sleep apnea, penyakit parulain
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
6. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita.
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit
oleh suatu tim multidisiplin yang
terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan
pernapasan.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan : - Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 - Bronkodilator adekuat - Terapi oksigen
yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : - Sesak napas dengan atau tanpa
sianosis - Sputum bertambah dan purulen - Demam - Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal, ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema atau gabungan keduanya.
FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Konsep patogenesis PPOK


Perbedaan patogenesis asma dan PPOK

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed - lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas
kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun

- kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti


harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
- dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada
bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi
paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
DIAGNOSIS BANDING
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis
dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,
karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

Perbedaan asma, PPOK dan SOPT


Asma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit mendadak ++ - -

Riwayat merokok +/- +++ -

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan mengi berulang +++ + +

Batuk kronik berdahak + ++ +

Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-

Reversibiliti obstruksi ++ - -

Variabiliti harian ++ + -

Eosinofil sputum + - ?

Neutrofil sputum - + ?

Makrofag sputum + - ?

KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1

Klasifikasi
Gejala Spirometri
Penyaki
t

VEP > 80% prediksi


- Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila eksersais
VEP/KVP < 75%
RINGA
N
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada
latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga)
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada
VEP 30 - 80%

latihan / kerja ringan (mis : berpakaian) prediksi VEP/KVP <


SEDAN
G
75%
- Gejala ringan pada istirahat
VEP1<30%
prediksi

- Gejala sedang pada waktu istirahat


VEP1/KVP <
75%
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal

PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
(2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada
setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat
diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan
di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling,
karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang
tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat
hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan
cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan
pengelolaannya Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya
diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali
pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon makrolid
baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati

Gejala Golongan Obat Obat & Kemasan Dosis

Tanpa gejala Tanpa obat

Gejala intermiten Agonis 2 Inhalasi kerja cepat Bila perlu


( pada waktu aktiviti )

Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 2 - 4 semprot


20 gr 3 - 4 x/hari

Inhalasi Agonis 2 Fenoterol 2 - 4 semprot


kerja cepat 100gr/semprot 3 - 4 x/hari

salbutamol 2 - 4 semprot
100gr/semprot 3 - 4 x/hari

Terbutalin 2 - 4 semprot
0,5gr/semprot 3 - 4 x/hari

Prokaterol 2 - 4 semprot
10gr/semprot 3 x/hari

Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 - 4 semprot

100gr
persemprot

Pasien memakai Inhalasi Inhalasi Agonis 2 Formoterol 6gr, 1 - 2 semprot


kerja lambat
agonis 2 kerja ( tidak 12gr/semprot 2 x/hari tidak
melebihi 2
dipakai untuk x/hari
eksaserbasi )

Atau

timbul gejala pada waktu salmeterol 1 - 2 semprot


malam atau pagi hari 25gr/semprot 2 x/hari tidak
melebihi 2
x/hari

400 -
Teofilin Teofilin lepas lambat 800mg/hari
Teofilin/ aminofilin
150 3 - 4 x/hari
mg x 3 - 4x/hari

Anti oksidan N asetil sistein 600mg/hr

Pasien tetap mempunyai Kortikosteroid oral Prednison 30 - 40mg/hr


(uji
gejala dan atau terbatas kortikosteroid ) Metil prednisolon selama 2mg
dalam aktiviti harian
meskipun mendapat
pengobatan bronkodilator
Maksimal

Uji kortikosteroid Inhalasi Beklometason 50gr, 1 - 2 semprot


memberikan respons Kortikosteroid 250gr/semprot 2 - 4 x/hari
Positif

Budesonid 100gr, 200 - 400gr


250gr, 2x/hari maks
400gr/semprot 2400gr/hari

Sebaiknya pemberian Flutikason 125 - 250gr


kortikosteroid inhalasi 125gr/semprot 2x/hari maks
dicoba bila mungkin
untuk 1000gr/hari
memperkecil efek
samping

3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang
dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila
tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan
nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia
yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksige
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis
gas darah pada waktu tersebut.
4. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :


- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang
terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit
oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit
yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi
dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih
sering.
Algoritme penanganan PPOK
C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas
lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau
peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

Penyebab eksaserbasi akut


Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan)
atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah
diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau
rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2


- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :


- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun

Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

Anda mungkin juga menyukai