SKENARIO 2
1. Makroskopik
(Sofwan, 2014)
Vaskularisasi Hepar
Arteriae
Aorta abdominalis Truncus Coeliacus A. Hepatica Communis A. Hepatica
propia A. Cystica (ke veica fellea), Ramus dextra (ke lobus dextra hepar),
Ramus sinister ( ke lobus sinistra hepar)
Persarafan Hepar
Persyarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus
coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.
Nervus Vagus Sinistra
- Menembus diafragma di depan esofagus
- Mengikuti a.gastrica khusus menginervasi hepar
Nervus Vagus Dekstra
- Menembus diafragma di belakang esofagus
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexus
coeliacus dan menginervasi
Intestinum crassum dan tenue
Gaster
2/3 colon transversum
Lien dan pancreas
Hepar
(Sofwan, 2014)
2. Mikroskopik
Hati disusun dari beberapa lobus dan lobulus. Unit struktural utama hati
adalah sel hati (hepatosit). Lobulus dipisahkan oleh jaringan penyambung dan
pembuluh. Daerah ini disebut celah portal, yang terdapat pada sudut-sudut
polygonal merupakan segitiga portal, saluran portal atau trigonum portal (segitiga
Kiernan).
Tersusun radier
Sitoplasma:
o Mengandung eosinofil
o Mitokondria banyak
Mikroskopi sinusoid:
Ruangan yang berbentuk irregular
Fungsi Hepar
ohidrat,
ndetoksifikasi
entuk protein
protein,
plasma
/ mengurai
dan lemak
untuk
zat
setelah
pembekuan
sisa tubuh
zat-zat
dan
darah,
inihormon
diserap
untuk
Menyimpan
serta
dari
mengangkut
Mengaktifkan
sal.
obat
glikogen,
cerna
dan hormon
senyawa
lemak,
vitamin
steroid
asing
besi,
D, yang
lain
dan
tembaga,
Mengekskresikan
tiroid,
dilakukan
vitamin
sertahati
kolesterol
bersama
kolesterol
dalam
dengan
dan
darah
bilirubin
ginjal
(Sherwood, 2011)
b) Protein plasma untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol dalam
darah
METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari
katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25%
berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti
mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan
ekskresi bilirubin. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam
sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di
sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan
albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik
lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan
berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali
ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses
konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki
saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin
yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi
bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus.
Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut
sirkulasi enterohepatik.
1. Definisi
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima
jenis virus, yaitu virus Hepatitis A, virus Hepatitis B, virus Hepatitis C, virus
Hepatitis D, virus Hepatitis E. Jenis virus lain yang ditularkan pasca transfuse
seperti virus Hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak
menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus menyerang manusia merupakan
virus RNA kecuali virus hepatitis B yang merupakan virus DNA. Semua jenis virus
tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya (Sanityoso,
2009)
2. Etiologi
Virus yang menginfeksi hati secara primer adalah virus hepatitis A,B,C,D,E,
dan kemungkinan F dan G.
HEPATITIS A
HAV diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi merupakan partikel
sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri ikosahedral. HAV
stabil stabil pada suhu 4 C selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5 tahun. HAV hancur
pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan 5 menit, pemaparan
sinar uv (Shulman, 1994).
Infeksi ini biasanya ditularkan lewat jalur fekal-oral dan memiliki masa inkubasi
sekitar 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum
timbulnya ikterus dan selam masa prodrormal (Price, 2006). Dalam waktu 1 minggu
sejak terjadinya ikterus, virus menghilang dari darah dan tinja penderita. HAV
dapat juga ditularkan lewat parenteral (Soedarto, 1990).
Hepatitis A biasanya merupakan penyakit akut ringan dalam penyembuhan dalam
beberapa minggu. Penyakit ini terkadang fatal pada beberapa kasus dengan
komplikasi nekrosis masif. Antibodi IgM muncul dini pada fase akut, meningkat
cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih
lambat pada perjalanan penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup.
HEPATITIS B
Hepatitis B disebabkan oleh virus DNA yang tersusun dari (1) inti bagian dalam yang
disintesis di dalam nukleus hepatosit dan mengandung antigen inti HbcAg, HbeAg;
(2) kapsul luar yang disintesis dalam sitoplasma sel hepatosit mengandung HbsAg.
Secara menyeluruh partikel tersebut berukuran 42 nm dan disebut partikel Dane,
berstruktur sferis atau tubular (Chandrasoma,2006)
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, juga dapat ditularkan oleh produk darah seperti semen, saliva, air mata,
dll.. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60-90 hari (Price, 2006).
Terdapatnya beragam antigen dan antibodi hepatitis B penting untuk menentukan
titik tolak diagnosis. HbsAg muncul pertama kali pada akhir masa inkubasi, dan
diikuti oleh HbeAg. Adanya HbeAg berhubungan erat dengan adanya partikel Dane
yang infeksaius dalam darah dan merupakan indikasi penularan. Pada pasien yang
sembuh, HbsAg dan HbeAg menghilangpada awitan penyembuhan klinis. Antibodi
yang pertama timbul adalah anti Hbc pada masa akut, diikuti Hbe dan anti Hbs.
Terdapatnya anti Hbe menandakan tidak menular.
HEPATITIS C
Hepatitis C disebabkan oleh virus RNA untai tunggal. Masa inkubasi bervariasi antar
2 minggu hingga 6 bulan. Hepatitis c memiliki gambaran klinis hampir sama dengan
hepatitis B, kecuali insidensi hepatitis kronis lebih tinggi pada hepatitis C
(Chandrasoma, 2006).
HEPATITIS D
HDV merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm yang tidak biasa karena
membutuhkan HbsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infekaius.
Sehingga hanya penderita positif HbsAg yang dapat terinfeksi HDV. Penularan
terjadi melalui serum, mengenai pada pengguna obat intravena. Masa inkubasi
diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar 1-2 bulan.
HEPATITIS E
HEV adalh suatu virus RNA rantia tunggal berdiameter kurang lebih 32-34 nm dan
tidak berkapsul. HEV adalah hepatitis nonA nonB yang ditularkan secara enterik
jalur fekal oral. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.
HEPATITIS F DAN G
Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan
adanya virus hepatitis F. HGV adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin
menyebabkan hepatitis fulminan. HGV terutama ditularkan melalui air, dapat juga
melalui hubungan seksual. Untuk mendeteksi adanya HBV dilakukan dengan PCR.
3. Klasifikasi
Virus Agen Cara penularan Masa inkubasi Pemeriksaan laboratorium
Virus RNA rantai Fekal oral, makanan, air, 15-45 hari, rata-rata 30 Infeksi akut IgM anti HAV
HAV
tunggal parenteral (jaranga) hari Infeksi lama IgG.
4. Epidemiologi
Hepatitis A
Masa inkubasi 15-50 hari. Distribusi diseluruh dunia, endemisitas dinegara
berkembang. Diindonesia prevalensi di Jakarta, Bandung, dan Makassar berkisar
antara 35-45 % pada usia 5 tahun, dan mencapai lebih dari 90% pada usia 30 tahun.
Dinegara maju prevalensi anti HAV pada populasi umum dibawah 20 % dan usia
terjadinya infeksi lebih tua daripada negara berkembang.
Hepatitis B
Menurut WHO, sedikitnya 350 juta penderita carrier hepatitis B terdapat diseluruh
dunia, 75 % nya berada di Asia Pasifik. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta
pasien meninggal karena hepatitis B. Indonesia termasuk negara endemik hepatitis
B, dengan jumlah yang terangkit antara 2,5%-36,17% dari total jumlah penduduk.
Masa inkubasi rata rata 15-180 hari.
Hepatitis C
Survey epidemiologi memperkirakan terdapatnya170 juta pengidap HVC kronis
diseluruh dunia. Prevalensi infeksi kronis pada dewasa bervariasi antara 0,5-25%. Di
indonesia prevalensi HVC sangat bervariasi, sekitar 0,5-3,37%. Dari pemeriksaan
darah donor di kota kota, yaitu Jakarta 2,5 % , Surabaya 2,3 %, Medan 1,5 %,
Bandung 2,7 %, Yogyakarta 1%, Bali 1,3 %, Mataram 0,5 %, Manado 3%, Makassar 1%,
dan Banjarmasin 1 %. Masa inkubasi 15-160 hari.
Hepatitis D
Diperkirakan terdapat minimal 15 juta orang terinfeksi HDV diseluruh dunia dengan
asumsi 5% pengidap HBV terinfeksi oleh HDV. Masa inkubasi 4-7 minggu. Endemis di
Mediterania, Semenanjung Balkan, Bagian Eropa bekas Rusia.
Hepatitis E
Masa inkubasi rata rata 40 hari. Distribusi luas dalam bentuk epidemi dan endemi.
Hepatitis G
Prevalensi HVG pada donor darah dan populasi umum dinegara maju antara 1-2 %.
Di negara tropis dan subtropis prevalensi anatara 5%-10%.
5. Patofisiologi
Histopatologi
Perubahan morfologi yang terjadi pada hati sering kali mirip pada berbagai virus
yang berlainan. Pada kasus yang klasik hati tampaknya berukuran dan berwarna
normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar, dan pada saat palpasi
teraba nyeri di tepian. Secara histologi terjadi kekacauan susunan hepatoseluler,
cedera, dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal.
Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Pada
beberapa kasus nekrosis submasif atau masif dapat mengakibatkan gagal hati
fulminan dan kematian (Price dan Wilson, 2005)
6. Manifestasi Klinis
Pada infeksi yang sembuh spontan:
1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai
kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotofobiaa,
sakit kepala, dan myalgia.
3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, pada virus yang
lain secara insidious.
4. Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV.
5. Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat
ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang pada infeksi
virus yang lain.
6. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia,
malaise, dan kelemahan dapat menetap.
7. Icterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya
ringan dan sementara) dapat timbul ketika icterus meningkat.
8. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati.
9. Splenomegaly ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien.
(Sanityoso, 2009)
Pada masa prodromal, gejalanya adalah fatigue, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, rasa tidak nyaman di daerah perut kanan atas, demam (biasanya< 39 oC),
merasa dingin, nyeri kepala, gejala mirip flu, nasal discharge, sakit tenggorok, dan
batuk. Gejala yang jarang adalah penurunan berat badan ringan, atralgia atau
mononeuritis kranial atau perifer. Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan
yang nyeri tekan (70%), manifestasi ekstrahepatik lain pada kulit, sendi atau
splenomegali (5-20%).
Fase ikterik dimulai dengan urin berwarna kuning tua, seperti teh, atau gelap,
diikuti feses yang berwarna seperti dempul (clay-coloured faeces), kemudian warna
sklera dan kulit perlahan-lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual,
dan muntah bertambah berat untuk sementara waktu. Dengan bertambah berat ikterus
gejala tersebut berkurang dan timbul pruritus bersamaan dengan timbulnya ikterus
atau hanya beberapa hari sesudahnya.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri. Ikterik menghilang dan warna feses kembali
normal dalam 4 mingu setelah onset.
Tidak semua virus hepatotropik memicu salah satu sindrom klinis tersebut. Dengan
sedikit pengecualian, HAV dan HEV tidak menimbulkan keadaan pembawa atau
menyebabkan hepatitis kronis. Penyebab infeksi atau noninfeksi lain, terutama obat
dan toksin, dapat menyebabkan sindrom yang pada dasarnya identic. Oleh karena itu,
pemeriksaan serologis sangat penting untuk mendiagnosa hepatitis virus dan
membedakan berbagai jenis hepatitis.
7. Diagnosis dan DD Pemeriksaan lab berikut interpretasi hasil lab yang diperoleh
Hepatitis A
Dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan IgM anti HAV. Antibody ini ditemukan
dalam 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan dalam waktu 3-6 bulan.
Sedangkan IgG anti HAV dapat dideteksi 5-6 minggu setelah terinfeksi, bertahan
sampai beberapa decade, memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup.RNA HAV
dapat dideteksi dalam cairan tubuh dan serum menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR) tetapi mahal dan biasanya untuk penelitian.
Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. Kadar ALT dapat
mencapai 5000 U/l, tetapu kenaikan tidak berhubungan dengan derajat penyakit
yang luas seperti pada bentuk fulminant. Biopsi hati tidak diperlukan untuk
menegakkan diagnosis hepatitis A.
Hepatitis B
Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) 100 kali kuat dan 10 kali lebih
banyak virus dan penularannya. Hepatitis B kronis merupakan penyakit
nekroinflamasi kronis hati. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif lebih
dari 6 bulan di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses
nekroinflamasi.
Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT lebih dari 10 kali batas atas nilai normal (BANN).
Diagnosis hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda
virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan
unuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah HBsAg, HBeAg, anti
HBe, dan HBV DNA (4,5).
Hepatitis C
Test yang dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap virus seperti Enzyme
Immuno Assay (EIA), yang mengandung antigen HCV dari gen inti dan non
struktural, dan Assay Imunoblot Recombinan (RIBA). Teknik Polymerasi Chain
Reaction (PCR) atau Transcription Mediated Amplification (TMA) sebagai test
kualitatif untuk HCV RNA, sementara amplifikasi target (PCR) dan teknik amplifikasi
sinyal( Branched DNA) dapat dipakai untuk mengukur muatan virus. (PPHI,2003 hal
11)
Pendekatan paling baik untuk diagnosa hepatitis C adalah test HCV RNA yang
merupakan tes yang sensitive seperti Polimerase Chain Reaction (PCR) atau
Transcription Mediated Amplification (TMA). Dengan adanya HCV RNA diserum
menandakan infeksi aktif. Test untuk HCV RNA adalah membantu pasien pasien
yang dengan test EIA dengan hasil anti HCV nya tidak dapat dipercaya, misalnya
pasien dengan gangguan imun yang mana hasil anti HCV nya negative, sebab
mereka tidak cukup memproduksi antibody. Pasien-pasien dengan akut hepatitis C,
test anti HCV negative karena antibody baru muncul setelah satu bulan fase akut.
(Bell B, 2009)
Test HCV RNA dibagi dua yaitu kuantitatif dan kualitatif. Test kualitatif
menggunakan PCR/ Polymerase Chain Reaction, test ini dapat mendeteksi HCV RNA
yang dilakukan untuk konfirmasi viremia dan untuk menilai respon terapi. Test
kuantitatif dibagi dua yaitu: metode dengan teknik Branched Chain DNA dan teknik
Reverse Transcription PCR.Test kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat
perkembangan penyakit. Pada test kuantitatif ini pula dapat diketahui derajat
viremia. (Sulaiman HA, Julitasari,2004, hal 20)
Test faal hati rutin untuk skrining HCV kronik memiliki keterbatasan, karena
sekitar 50% penderita yang terinfeksi HCV mempunyai nilai transaminase normal.
Meskipun test faal hatinya normal , penderita ini ternyata menunjukkan kelainan
histology penyakit hati berupa nekroinflamasi dengan atau tanpa sirosis.
Pemantauan dengan menggunakan kadar transaminase sifatnya terbatas, karena
kadarnya dapat berfluktuasi dari kadar normal sampai ke abnormal dengan
perjalanan waktu (Hernomo K, 2003, hal 23).
Biopsi hati biasanya dikerjakan sebelum dimulai pengobatan anti virus dan
tetap merupakan pemeriksaan paling akurat untuk mengetahui perkembangan
penyakit hati. Biopsi hati biasanya dikerjakan pada penderita dengan infeksi kronik
HCV. Dengan transaminase abnormal yang direncanakan pengobatan antiviral,
pemeriksaan histologi juga dibutuhkan bila ada dugaan diagnosis penyakit hati
akibat alkohol. Biopsi hati menjadi sumber informasi untuk penilaian fibrosis dan
histologi. Biopsis hati memberikan informasi tentang kontribusi besi, steatosis dan
penyakit penyerta hati alkoholik terhadap perjalanan hepatitis C kronik menuju
sirosis. Informasi yang didapat pada biopsi hati memungkinkan pasien mengambil
keputusan tentang penundaan atau dimulainya pemberian terapi antivirus, karena
mengingat efek samping pengobatan. (PPHI, 2003, hal 14)
1. PARAMETER BIOKIMIA HATI
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati,
antara lain sebagai berikut :
a. Aminotransferase (transaminase)
Parameter yang termasuk golongan enzim ini adalah aspartat
aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim
enzim ini merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya kerusakan sel hati
dan sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat
akut seperti hepatitis. Dengan demikian, peningkatan kadar enzim enzim ini
mencerminkan adanya kerusakan kerusakan sel sel hati. ALT merupakan enzim
yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati dibandingkan
AST.
ALT ditemukan terutama dihati, sedangkan enzim AST dapat ditemukan pada
hati, otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih dan
sel darah merah. Dengan demikian, jika hanya terjadi peningkatan kadar AST
maka bisa saja yang mengalami kerusakan adalah sel sel organ lainnya yang
mengandung AST. Pada sebagian besar penyakit hati yang akut, kadar ALT lebih
tinggi atau sama dengan AST. Pada saat terjadi kerusakan jaringan dan sel sel
hati, kadar AST meningkat 5 kali nilai normal. ALT meningkat 1-3 kali nilai
normal pada perlemakan hati, 3-10 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif
dan lebih dari 20 kali pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.
c. Serum Protein
Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin, dan faktor
pembekuan darah. Pemeriksaan serum protein protein ini dilakukan untuk
mengetahui fungsi biosintesis hati.
Penurunan kadar albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis hati.
Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari) , serum protein ini
kurang sensitif digunakan sebagai indikator kerusakan sel hati. Kadar albumin
kurang dari 3 g/L menjadi petunjuk perkembangan penyakit menjadi kronis
(menahun).
Globulin merupakan protein yang membentuk gammaglobulin.
Gammaglobulin meningkat pada penyakit hati kronis, seperti hepatitis kronis
atau sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, seperti IgG, IgM, serta
IgA. Masing masing tipe sangat membantu dalam mengenali penyakit hati kronis
tertentu.
Hampir semua faktor pembekuan darah disintesis dihati. Umur faktor faktor
pembekuan darah lebih singkat dibandingkan albumin, yaitu 5-6 hari sehingga
pengukuran faktor faktor pembekuan darah merupakan pemeriksaan yang lebih
baik dibandingkan dengan albumin untuk menentukan fungsi sintesis hati.
Terdapat lebih dari 13 jenis protein yang teribat dalam pembekuan darah, salah
satunya adalah protombin. Adanya kelainan pada protein protein pembekuan
darah dapat dideteksi terutama dengan menilai waktu protombin. Waktu
protombin adalah ukuran kecepatan perubahan protombin menjadi trombin.
Waktu protombin tergantung pada fungsi sintesis hati dan asupan vitamin K.
Kerusakan sel sel hati akan memperpanjang waktu protombin karena adanya
gangguan pada sintesis protein protein pembekuan darah. Dengan demikian,
pada hepatitis dan sirosis, waktu protombin memanjang.
d. Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan
hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan dibuang
melalui feses.
Bilirubin ditemukan didarah dalam 2 bentuk : bilirubin direk dan indirek.
Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total
merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek.
Peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya,
bilirubin direk yang meningkat hampir selalu menunjukan adanya poenyakit pada
hati dan atau saluran empedu.
2. Pemeriksaan serologi
Diagnosis mengenai jenis hepatitis merupakan hal yang penting karena akan
menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan hepatitis adalah
pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.
a. Diagnosis Hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboatorium adalah tes serologi
untuk IgM terhadap virus hepatitis A. IgM anti virus hepatitis A positif pada saat
awal gejala dan biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin
aminotransferase(ALT/SGPT). Jika telah tejadi penyembuhan, antibodi IgM akan
meghiang dan akan muncul antibodi IgG. Adanya antibodi IgG menunjukan
bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A
maka pada pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa diagnosis berikut
1) Serum IgM anti-HVA positif
2) Kadar serum bilirubin, gammaglobulin, ALT dan AST meningkat ringan
3) Kadar alkalin fosfatase, gammaglobulin transferase, dan total bilirubin
meningkat pada penderita yang kuning.
b. Diagnosis Hepatitis B
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan
laboratorium.
1) HbsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material permukaan
/ kulit VHB, mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang terinfeksi
VHB. Jika hasil tes HbsAg positif artinya individu tersebut terinfeksi VHB,
menderita hepatitis B akut, karier ataupun hepatitis B kronis. HbsAg positif
setelah 6 minggu terinfeksi virus hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan.
Bila hasil menetap setelah lebih dai 6 bulan artinya hepatitis telah
berkembang menjadi kronis atau karier.
2) Anti HbsAg ( antibodi terhadap HbsAg ) merupakan antibodi terhadap HbsAg
yang menunjukan adanya antibodi terhadap HbsAg. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jikan tes anti HbsAg positif
artinya individu itu telah mendapat vaksin VHB, atau pernah mendapat
imunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat kekbalan dari ibunya. Anti
HbsAg yang positif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi
hepatitis B menunjukan individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
3) HbeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada didalam darah.
Bila positif menunjukan virus sedang bereplikasi dan infeksi terus berlanjut.
Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi
hepatitis B kronis. Individu yang positif HbeAg dalam keadaan infeksius dan
dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang lain , maupun ibu ke
janinnya.
4) Anti Hbe (antibodi HBeAG) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg
yang dibentuk oleh tubuh. Apabila anti HbeAg positif artinya HBV dalam
keadaan fase non replikatif.
5) HbcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa
protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif
menunjukan keberadaan protein dari inti VHB.
6) Anti HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi
terhadap HbcAg dan cenderung menetap sampai berbulan bulan bahkan
bertahun tahun. Antibodi ini ada dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti
HBc. IgM anti Hb c tinggi artinya infeksi akut, IgG anti HBc positif dengan
anti IgM HBc yang negatif menunjukan infeksi kronis atau pernah terinfeksi
VHB.
c. Diagnosis Hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk
menilai antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus dapat
terlihat. Sekitar 30 % pasien hepatitis C tidak dijumpai anti HVC (antibodi
terhadap HVC) yang positif pada 4 minggu pertama infeksi. Sementara sekitar
60 % pasien positif anti HVC setelah 5-8 minggu terinfeksi HVC dan beberapa
individu bisa positif setelah 5-12 bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis C
menjadi kronis dan pada hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanin
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi
RNA VHC. Tes ini terdiri atas 2 jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Tes
kualitatif menggunakan teknik PCR ( polymerase Chain Reaction) dan dapat
mendeteksi RNA VHC kurang dari 100 kopi permililiter darah. Tes kualitatif
dilakukan untuk konfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai
respon terapi. Selain itu, tes ini juga berguna untuk pasien yang anti VHC nya
negatif, tetapi dengan gejaa klinis hepatitis C atau pasien hepatitis yang tidak
teridenfikasi jenis virus penyebabnya.
Adapun tes kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode
dengan teknik branched chain DNA dan teknik reverse transcription PCR. Tes
kuantitatif berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes
kuantitatif ini dapat diketahui derajat viremia. Biopsi (pengambilan sedikit
jaringan suatu organ)dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan
sel sel hati.
Obstruksi saluran
Nukleotidase Enzim yang hanya tedapat di empedu, gangguan aliran
hati. Dilepaskan bila hati empedu.
cedera.
Kerusakan hati.
Albumin Protein yang dihasilkan oleh
hati dan secara normal
dilepaskan ke darah.
Hepatitis berat, kanker
Fetoprotein Protein yang dihasilkan oleh hati atau kanker testis.
hati janin dan testis.
Hepatitis iskemik
Hepatitis autoimun
Hepatitis alkoholik
8. Tatalaksana
HAV
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan peroral,
kadar SGOT-SGPT >10x normal, perubahan perilaku atau penurunan kesadaran
akibat ensefalopatihepatitis fulminan, dan prolong, atau relapsing hepatitis.
Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri
(self-limiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT terkonjugasi diulang pada
minggu kedua untuk melihat proses penyembuhan dan minggu ketiga untuk
kemungkinan prolong atau relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik terutama
yang bersifat kompetitif selama SGOT-SGPT tiga kali batas atas normal.
Diet disesuaikan dengan kebutuhan dan hindarkan makanan yang berjamur,
yang mengandung zat pengawet yang hepatotoksik ataupun zat hepatotoksik
lainnya. Biasanya antiemetik tidak diperlukan dan makan 5-6 kali dalam porsi kecil
lebih baik daripada makan tiga kali dalam porsi besar. Bila muntah berkepanjangan,
pasein dapat diberi antiemetik seperti metoklopramid, tetapi bila demikan perlu
baehati-hati terhadap efek efek samping yang timbuk karena dapat mengacaukan
gejal klinis pernurukan. Dalam keadaan klinis terdapat mual dan muntah pasien
diberikan diet rendah lemak. Viamin K diberikan bila terdapat perpanjangan masa
protrombin. Kortikosterosid tidak boleh digunakan. Pencegahan infeksi terhadap
lingkungan harus diperhatikan.
Tidak ada pengobatan anti virus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah
dengan pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau
menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi
13% penderita memerlukan rawat inap, dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi
dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai normal,
koagulopati, dan ensefalopati
Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan hepatoksik ,
misalnya asetaminofen. Pada penderita tipe kolestati dapat diberikan
kortikosteroid dalam jangka pendek. Pada tipe fulminant perlu perawatan di ruang
perawatan intensif dengan evaluasi waktu protrombin secara periodic. Parameter
klinis untuk prognosis yang kurang baik adalah:
1. Pemanjangan waktu protrombin lebih dari 30 detik
2. Umur penderita kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun
3. Kadar bilirubin serum lebih dari 17mg/dl atau waktu sejak dari icterus
menjadi ensefalopati lebih dari 7 hari
HBV
Sebagian besar orang dengan hepatitis B tidak memerlukan pengobatan yang
khusus selain beristirahat dan mereka akan sembuh secara utuh. Apabila infeksi
VHB bertahan lebih dari 6 bulan (infeksi hepatitis kronik), dapat diberikan obat
antivirus yang disebut interveron alfa. Pengobatan ini bertujuan untuk mengurangi
risiko terjadinya sirosis hati dan kanker hati
9. Komplikasi
Sirosis adalah komplikasi hepatitis yang paling sering terjadi. Seseorang yang
sehat atau dalam keadaan normal, apabila terdapat sel hati yang rusak maka sel-
sel tersebut akan di gantikan dengan sel-sel yang baru. Sedangkan pada sirosis
apabila terjadi kerusakan sel hati maka akan di ganti oleh jaringan parut (sikatrik).
Apabila semakin parah kerusakan maka jaringan parut yang terbentuk semakin
besar dan mengakibatkan berkurangnya jumlah sel hati yang rusak. Dampak dari
pengurangan jumlah sel hati yang rusak yaitu penurunan sejumlah fungsi hati
sehingga mengakibatkan fungsi tubuh terganggu secara keseluruhan.
Banyak hal yang menyebabkan komplikasi hepatitis. Sebenarnya haptitis tidak
cukup berbahaya jika mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat. Hepatitis
merupakan penyakit yang awal mulanya timbul mengganggu fungsi organ hati dan
hepatitis merupakan penyakit yang dapat menyerang semua orang tanpa pandang
bulu.
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun karena kelainan genetik dapat
beresiko menyerang jaringan atau sel organ hati (liver). Selain faktor
kelainan genetik, autoimun dapat juga diakibatkan karena terdapat zat
kimia tertentu ataupun virus. Intinya autoimun terjadi karena sistem imun
yang naif atau bodoh karena banyak faktor. Solusinya tidak dengan obat,
herbal, vitamin, dan lain-lain. Solusinya hanya satu yaitu mendidik dan
menenangkan sistem imun dengan molekul Transfer Factor.
10.Prognosis
Hepatitis A
Perawatan yang leteargis prognosis baik. Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih
dari 99% dari pasien dengan hepatitisA infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien
berkembang menjadi nekrosishepatik akut fatal. (Wilson, 2001)
Hepatitis B
Sembilan puluh persen dari kasus-kasus hepatitis akut B menyelesaikandalam waktu
6 bulan, 0,1% adalah fatal karena nekrosis hati akut, dan sampai10% berkembang
pada hepatitis kronis. Dari jumlah tersebut, 10% akanmengembangkan sirosis,
kanker hati, atau keduanya (Wilson, 2001).
11.Pencegahan
Pencegahan umum yakni, Perbaikan hygiene makan minuman, perbaikan
sanitasi lingkungan dan pribadi dan isolasi pasien (sampai dengan 2 minggu sesudah
timbul gejala). Pencegahan khusus dengan cara imunisasi. Terdapat 2 bentuk
imunisasi yaitu imunisasi pasif dengan immunoglobulin (Ig), dan imunisasi aktif
dengan inactive vaccines ( Havrix, Vaqta, dan Avaxim)
Imunisasi Pasif
Indikasi :
1. Semua orang yang kontak serumah dengan penderita
Dosis 0,002 ml/kg BB untuk perlindungan selama 3 bulan, dan 0,006 ml/kg untuk
perlindungan selama 5 tahun diberikan secara IM dan tidak boleh diberikan dalam
waktu 2 minggu setelah pemberian live attenuated vaccines (measles, mumps,
rubella, varicella) sebab Ig akan menurunkan vaksin. Imunogenesitas vaksin HAV
tidak terpengaruh oleh pemberian Ig yang bersama-sama
Imunisasi Aktif
Indikasi :
1. Individu yang akan bekerja ke Negara lain dengan prevalensi HAV sedang sampai
tinggi
2. Anak 2 tahun keatas pada daerah endemisitas tinggi atau periodic outbreak
3. Homoseksual
4. Penggunaan obat terlarang, baik injeksi maupun noninjeksi , karena banyak
golongan ini yang mengidap hepatitis C kronis
5. Peneliti HAV
6. Penderita dengan penyakit hati kronis, dan penderita sebelum dan sesudah
transplantasi hati, karena kemungkinan mengalami hepatitis fulminant
meningkat
Kombinasi imunisasi pasif dan aktif dapat diberikan pada saat yang bersamaan tetapi
berbeda tempat menyuntikannya. Hal ini memberikan perlindungan segera tetapi
dengan tingkat protektif yang lebih rendah. Oleh karena kekebalan dari infeksi
primer adalah seumur hidup, dan lebih dari 70% orang dewasa telah mempunyai
antibody, maka imunisasi aktif HAV pada orang dewasa sebaiknya didahului dengan
pemeriksaan serologis. Pemeriksaan kadar antibody setelah vaksinasi tidak
diperlukan karena tingginya angka serokonversi dan pemeriksaan tidak dapat
mendeteksi kadar antibody yang rendah
Hepatitis B
Hepatitis B termasuk dalam agen berbahaya pada pekerja kesehatan, polisi, dan
pelayanan kegawat daruratan. Maka para pekerja ini harus berhati-hati dalam
mengerjakan tugasnya. Terdapat vaksin hepatitis B yang efektif untuk melindungi
orang dari infeksi VHB. Keluarga dan anggota rumah lainnya dari penderita hepatitis
B harus di vaksin terhadap hepatitis B. Berikut adalah orang-orang yang perlu
vaksinasi;
Keluarga dan anggota rumah lainnya dari penderita
Orang yang dalam pekerjaan terekspos dengan cairan tubuh (c/: pekerja
kesehatan)
Orang yang berpergian ke negara yang endemis
Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Pengguna obat-obatan
Orang yang melakukan hubungan seksual tidak aman
Napi
Hepatitis C
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah
hepatitis C tetapi ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis C dengan
cara jarum suntik harus steril. Melakukan kehidupan sex yang aman. Bila memiliki
pasangan yang lebih dari satu atau berhubungan dengan orang banyak harus
memproteksi diri misalnya dengan pemakaian kondom. Jangan pernah berbagi alat
seperti jarum , alat cukur, sikat gigi dan gunting kuku. Bila melakukan manicure,
pedicure, tattoo ataupun tindik pastikan alat yang dipakai steril. Orang yang
terpapar darah dalam pekerjaannya [misalnya dokter, perawat, perugas
laboratorium] harus hati-hati agar tidak terpapar darah yang terkontaminasi,
dengan cara memakai sarung tangan, jika ada tetesan darah meskipun sedikit
segera dibersihkan. Jika mengalami luka karena jarum suntik maka harus
melakukan test ELISA atau RNA HCV setelah 4 sampai 6 bulan terjadinya luka untuk
memastikan tidak terinfeksi penyakit hepatitis C. Pernah sembuh dari salah satu
penyakit hepatitis, tidak mencegah penularan penyakit hepatitis lainnya. Dengan
demikian dokter sangat merekomendasikan penderita hepatitis C juga melakukan
vaksinasi hepatitis A dan hepatitis B.
Sumber: