Anda di halaman 1dari 11

Sebuah Pelajaran untuk Pemimpin dari

Hudaibiyah
DZAHABIE APRIL 6, 2016 0 COMMENTS
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang hikmah yang terkandung
dalam perang (peristiwa) Hudaibiyah, Sungguh sangat besar dan
agung hikmah yang terkandung di dalamnya. Hanya Allah saja yang
tahu. Dia-lah yang menciptakan sebab-sebabnya yang penuh dengan
kebajikan. Sehingga tercapailah tujuan dari hikmah tersebut. Segala
puji bagi-Nya.

Banyak hikmah yang terkandung dalam peristiwa ini. Ibnul


Qayyim rahimahullah dalam Zaad Al-Maad dan Muhammad ibn Abdul
Wahab dalam Mukhtasharnya membahas secara khusus tentang
hikmah di balik peristiwa ini. Kurang lebih ada 139 pelajaran dan
hikmah dari peristiwa tersebut. Berikut hanya sebagian kecil faedah
yang diangkat dari perang Hudaibiyah, sebagai pembelajaran buat kita
kaum muslimin yang menjadi pemimpin bagi dirinya.

1. Optimisme

Ini adalah perjalanan kaum muslimin ke Baitullah Haram Mekkah pada


akhir tahun ke-6 H untuk melaksanakan umroh sejak mereka tiba di
Madinah. Hanya saja mereka tidak mendapatkan izin dari pihak
Quraisy untuk memasuki Kota Mekkah. Kaum muslimin tertahan di
Hudaibiyah dekat dengan Mekkah. Rasulullah mengutus Utsman bin
Affan untuk bernegosiasi dengan pihak Quraisy. Hasilnya, pihak
Quraisy pun mengirimkan kembali beberapa negosiator untuk
berunding. Diantara utusan Quraisy kepada Rasulullah adalah Suhail
bin Amr.

Ketika Suhail bin Amr datang, lalu Rasulullah melihatnya dan berkata,
Semoga Allah memudahkan urusan kalian. Hal ini mengajarkan
kepada kita untuk bersikap optimis dalam segala keadaan.

2. Talk less do more

Wajar kaum muslimin sangat kecewa dengan hasil perjanjian. Mereka


masih belum paham apa makna di balik perjanjian tersebut. Semua
merasa bingung menghadapi keanehan yang datang secara tiba-tiba.
Beberapa saat setelah selesai dari penandatanganan perjanjian
tersebut Rasulullah berkata, Bangunlah! Sembelihlah hewan Qurban
dan bercukurlah! Beliau mengulangi perintah tersebut sebanyak tiga
kali, namun tak ada yang bergerak melaksanakan perintah tersebut.
Beliapun meninggalkan para sahabatnya dan masuk menemui Ummu
Salamah radhiyallahu anha. Kemudian beliau menceritakan apa yang
terjadi.

Ummu Salamah seorang wanita yang cerdas, ia menyarankan kepada


Rasulullah sebuah saran yang jitu. Temuilah kembali mereka, jangan
berbicara kepada siapapun hingga engkau menyembelih sendiri
qurbanmu. Panggillah tukang cukur untuk mencukurmu. Ketika
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menjalankan saran tersebut,
para sahabat pun bergegas untuk memotong rambut mereka dan
menyembelih qurbannya.

Ini menunjukkan betapa pentingnya keteladanan yang baik. Sebuah


tindakan nyata memberikan efek pengaruh yang besar ketimbang
hanya sebuah ucapan belaka. Perbuatan seorang pemimpin di depan
bawahannya adalah teladan bagi mereka. Seorang ayah di rumahnya
adalah teladan bagi anak-anaknya. Mereka akan melihat kemudian
terpengaruh oleh perilaku ayah mereka. Untuk itulah kita sebagai
seorang muslim adalah dai yang mengajak kepada kebenaran. Sudah
sepatutnya untuk memperhatikan perilaku dan menjadikannya modal
dakwah dalam rangka memberikan keteladanan yang baik bagi
masyarakat sekitar.

3. Memberikan Motivasi

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menjelaskan tentang


keutamaan menggunduli rambut hingga plontos daripada
mencukurnya sebagian, dengan mengulang-ngulang doa agar
mendapatkan curahan rahmat bagi yang menggunduli plontos
sebanyak 3 kali. Sementara yang memendekkan hanya satu kali saja.

Ini merupakan sebuah motivasi yang Rasulullah Shalallahu Alaihi


Wasallam berikan kepada para sahabatnya dalam melaksanakan
perkara yang lebih baik. Sudah sepantasnya bagi tiap pemimpin untuk
memberikan motivasi kepada yang dipimpinnya.

4. Menepati janji

Dalam kasus penyerahan kembali Abu Jandal bin Suhail bin Amr
kepada kaum Musyrikin ketika ia datang untuk bergabung dengan
Muslimin karena terikat dengan perjanjian Hudaibiyah. Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam menepati isi perjanjian tersebut dengan
menyerahkan Abu Jandal, walaupun terasa berat juga bagi Rasul.

Allah memuji kaum mukminin yang menepati janji,



Yaitu orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar


perjanjian. (Ar-Radu: 20)

Mari kita bandingkan dengan kebanyakan pemimpin pada hari ini.


Banyak pemimpin yang menebar janji-janji indah pada awal masa
kampanye, namun pada saat merealisasikannya hanya melihat kepada
yang menguntungkan pihaknya saja. Mana yang untung buat dirinya,
ia realisasikan. Mana yang merugikan ia tinggalkan. Padahal Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam telah mencontohkan untuk menepati
setiap perjanjian, baik disaat terasa berat maupun tidak.

5. Tidak gegabah dalam menilai persoalan

Sebagian sahabat tidak menyukai hasil dari perjanjian tersebut. Secara


zhahir tampaknya merugikan kaum muslimin. Namun Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam memiliki pandangan lain yang ternyata
memang membawa kebaikan bagi Islam dan kaum muslimin. Ibnu
Hajar Berkata tentang kemenangan ini, Secara zhahir memang
merendahkan kaum muslimin, tetapi di balik itu adalah kemenangan
bagi mereka. Untuk itulah seorang muslim tidak boleh gegabah
dalam menilai persoalan dan tidak melihat secara zhahirnya saja.
Hendaknya memohon kepada Allah agar selalu diberikan dan ridha
terhadap ketentuan-Nya.

Begitulah sedikit pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa


Hudaibiyah. Hanya sekelumit dari kehidupan Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasallam, namun sangat sarat dengan hikmah. Alangkah
indahnya jika seorang pemimpin muslim meneladani Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam dalam tiap aspek kehidupannya.

Maraji

1. Prof. Dr. Zaid bin Abdil Karim Az-Zaid. Fikih Sirah Nabawiyah.
2014. Darussunnah: Jakarta

2. Muhammad Ghazaly. Fiqhussiroh.

3. Shafiyurrahman mubarakfury. Raudhatul Anwar fi sirotin Nabiy al


mukhtar.

4. Zekr. Alquran application for windows

*Muhammad Adz Dzahabie, alumni Akademi Siroh angkatan I


Jika Suatu Saat Nanti Kau Jadi Ibu
UST. ASEP SOBARI, LC. APRIL 5, 2016 2 COMMENTS

Jadilah seperti Ummu Sufyan. Wanita yang tidak dikenal, tapi


melahirkan tokoh paling terkenal di masanya, yaitu Sufyan ats-Tsauri.
Meski suami telah mendahului ke alam baka, tapi Ummu Sufyan tetap
tegar membesarkan anaknya. Bukan untuk sekadar bisa mengeja
dunia, tapi untuk menjadi seorang yang luar biasa.

Sufyan kecil sudah mengerti arti berbakti. Meski cintanya pada ilmu
begitu tinggi, tapi dia tahu diri. Ibu yang bekerja hanya sebagai
penenun dan menafkahi beberapa anak tidak mungkin dibebani lagi.

Tapi di tengah kebimbangannya itulah sang ibu tampil bicara, Nak,


tuntutlah ilmu. Dengan alat tenun ini, ibu akan mencukupi semua
kebutuhanmu (sa akfika bi mighzaly).

Ummu Sufyan memang luar biasa. Tidak hanya menyemangati


anaknya dan bekerja. Perhatian dan nasihat-nasihat berharganya pun
terus mengalir mengiringi perjalanan anaknya menimba ilmu.

Di masa-masa tertentu, sang ibu mengevaluasi belajar Sufyan seraya


berkata, Nak, jika engkau telah mempelajari 10 masalah, maka
berhentilah sejenak. Rasakan olehmu, apakah pelajaranmu selama ini
telah membuatmu semakin takut kepada Allah, memberimu
ketenangan, dan menjadikanmu tawadhu? Jika tidak, berarti
pelajaranmu itu tidak berguna, bahkan justru berbahaya.

Alhasil, jadilah seorang Sufyan ats-Tsauri yang dikatakan oleh Abdullah


bin Mubarak: Aku tidak menemukan orang di seluruh penjuru bumi ini
yang lebih alim dari Sufyan.

Sufyan yang selalu dikejar-kejar oleh penguasa untuk diangkat sebagai


pejabat tinggi negara. Tapi sekalinya dia menghadap Khalifah al-Mahdi,
Sufyan malah berkata: Wahai Amirul Muminin, jangan lagi
memanggilku sampai aku sendiri yang mau datang. Dan jangan pernah
memberiku sesuatu sampai aku sendiri yang minta padamu.

Dzikir Penghilang Letih


ABDULLAH IBNU AHMAD APRIL 3, 2016 3 COMMENTS

Suatu hari, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata pada istrinya
Fatimah radhiyallahu anha, Demi Allah, aku selalu mengambil air dari
sumur hingga dadaku sakit. Ayahmu telah datang membawa seorang
budak, pergilah dan mintalah budak itu sebagai pelayan kita. Fatimah
berkata, Demi Allah, aku juga selalu menumbuk gandum hingga
tanganku bengkak.

Keduanya pun datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi


wasallam, meminta agar Rasulullah memberikan mereka budak
sebagai pelayan. Akan tetapi, Rasulullah menjawab, Demi Allah, aku
tidak akan memberi budak tersebut. Aku ingin memenuhi kebutuhan
perut ahli shuffah (sahabat Rasulullah sejumlah kurang lebih 70 orang
yang tinggal di bagian belakang Masjid Nabawi karena tidak memiliki
punya harta dan tempat tinggal), tetapi aku tidak punya apa-apa untuk
mereka. Jadi, aku akan menjual budak itu pada kalian agar uangnya
bisa kuberikan pada ahli shuffah.

Ali dan Fatimah radhiyallahu anhuma pun pulang. Kembali ke


rumahnya dengan tangan hampa. Sesampainya di rumah, mereka
menuju pembaringan lalu merebahkan diri di pembaringan,
berselimutkan kain kasar.

Kemudian Rasulullah mendatangi Ali dan Fatimah di rumahnya. Mereka


berdua kalang kabut ketika didatangi Rasulullah. Beliau bersabda,
Tetaplah di tempat kalian. Maukah kalian kuberitahu tentang apa yang
lebih baik dari permintaan kalian tadi?
Keduanya menjawab, Ya.
Beliau bersabda, Jika kalian hendak merebahkan diri di pembaringan
kalian, bertasbihlah 33x, bertahmidlah 33x, dan bertakbirlah 34x. Ini
semua lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pelayan.

Kisah ini shahih, terdapat dalam beberapa riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim, di antaranya HR Bukhari No. 5843 dan No. 4942, juga
HR Muslim No. 4906

Di dalam riwayat Muslim, ada tambahan bahwa Ali ra. berkata, Saya
tidak pernah meninggalkan bacaan tersebut semenjak saya
mendengarnya dari Rasulullah.

Ibnu Hajar berkata, Di dalam hadist ini terkandung pelajaran bahwa


barangsiapa terbiasa berzikir saat hendak tidur, ia tidak akan pernah
merasa letih. Fatimah sendiri mengeluhkan rasa letih yang
dirasakannya dalam bekerja, kemudian Rasulullah menganjurkannya
untuk berzikir.

Ibnu Hajar melanjutkan, Dari hadist ini diketahui bahwa keletihan itu
tidak akan hilang. Namun, barangsiapa rajin berzikir dengan zikir
tersebut, ia tidak akan merasakan letih karena banyaknya pekerjaan,
kendati letih itu tetap ada. Wallahu alam.

Subhanallah. Kita sering merasa letih saat beraktivitas seharian.


Sebagian dari kita mengeluh, sebagian lagi mencoba tetap tersenyum.
Respon kita akan keletihan ini pun bermacam-macam. Ada yang
mencari pembantu (seperti yang coba dilakukan Ali dan Fatimah), ada
yang mengurangi sebagian aktivitasnya di siang hari, ada pula yang
coba menghilangkan keletihan tersebut dengan berendam di air panas,
menonton hiburan, atau bahkan mencari tempat pemijatan. Semuanya
dilakukan dengan satu tujuan: Agar tubuh kembali bugar di keesokan
harinya.

Kisah ini patut kita renungkan dengan mendalam. Bahwa sebagai


makhluk, upaya kita untuk menghilangkan keletihan seringnya hanya
didasarkan pada logika kita saja. Pegal solusinya pijat, kerja berat
solusinya tambah khadimat, dan seterusnya.

Belum tibakah saatnya kita merenungkan? Bahwa Rasulullah telah


mengajarkan kita ummatnya: cara terbaik untuk mengatasi keletihan
di siang hari adalah dengan berzikir sebelum tidur di malam hari. Insya
Allah, segala letih akan Allah ganti dengan pulih. Segala penat akan
Allah ganti dengan afiat.Wallahu alam bishawwab.

Abdullah Ibnu Ahmad, alumnus Akademi Siroh angkatan II

Musa, Peringatan bagi Firaun di Setiap Zaman


UST. ROFIQ HIDAYAH, LC. APRIL 12, 2016 2 COMMENTS
Kisah Nabi Musa alaihissalam adalah kisah yang paling banyak
mendapatkan porsi di dalam Al Quran. Kisah yang sarat dengan
pelajaran dan banyak mengandung ibroh ini amat penting kita pahami
untuk melihat bagaimana kebenaran itu pada akhirnya menggilas
kejahatan. Kisah Nabi Musa terdapat di 10 tempat dan disebutkan
sebanyak 136 kali dalam Al-Quran.

Saat Perang Hunain, sebagian orang Anshar merasa tidak adil dengan
kebijakan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam dalam membagikan
harta rampasan perang. Rasulullah shallalahu alaihi wa
sallam menunjukkan kemarahan ketika ada yang menuduh beliau tidak
berlaku adil dalam pembagian tersebut. Jika Allah dan Rasul-Nya
dianggap tidak adil, lantas siapa lagi yang mampu berlaku adil?
Namun, di akhir kalimatnya Rasulullah berkata, Semoga Allah
merahmati Musa. Beliau disakiti oleh kaumnya melebihi dari ini dan
mampu bersabar. Ini adalah pelajaran besar bahwa Nabi shallalahu
alaihi wa sallam kita pun mengambil ibrah dari sejarah.
Dalam kisah Nabi Musa terdapat dalam beberapa episode dan masing-
masing episode memiliki pelajaran tersendiri:

1. Firaun, dan ini yang paling banyak. Isinya tentang fitnah


kekuasaan.

2. Qarun. Isinya kisah tentang fitnah kekayaan.

3. Samiri. Isinya kisah tentang fitnah beragama.

4. Nabi Khidir. Isinya tentang fitnah ilmu pengetahuan.

5. Bani Israil. Kisah kesabaran Nabi Musa dan umat yang paling
susah diatur.

Firaun menjadi simbol kezaliman sepanjang masa. Di dalam dirinya


terkumpul kesesatan dalam akidah, kezaliman yang paling tinggi, dan
keengganan menerima kebenaran. Nama Firaun yang banyak sekali
disebut di dalam Al Quran adalah salah satu dari tokoh-tokoh sejarah
yang menolak kebenaran dari Allah yang kemudian dibinasakan dalam
kesesatannya. Al Quran menjadikan akhir kehidupan buruk orang-
orang semacam ini agar umat manusia khususnya para penguasa
mengambil pelajaran dan berfikir.

Dalam surat Al-Fatihah, kita meminta ditunjukkan pada jalan mereka


yang Allah ridhai, dan dijauhkan dari jalan mereka yang sesat. Di
dalam sejarah, terdapat jalan hidup umat terdahulu yang telah nyata
kesesatannya, dan kisah umat terdahulu yang telah diridhai Allah.

Salah satu kezaliman Firaun terhadap Bani Israil ialah kebijakan


pembunuhan bayi laki-laki mereka. Firaun yang takut dengan
pertumbuhan kaum Bani Israil mengeluarkan kebijakan bahwa setiap
bayi laki-laki yang lahir harus dibunuh. Kesombongan yang ditopang
dengan kekuasan memang kerap kali menjadi penyebab rusaknya
tatanan alam di muka bumi.

Orang dengan karakter Firaun akan selalu


ada di setiap zaman. Dansunnatullah pun
berlaku, bahwa setiap ada Firaun, ada pula
Musa. Inilah semangat yang ingin
dibangkitkan dalam kisah Nabi Musa.
Kemenangan itu akan hadir pada mereka
yang berada dalam kebenaran, dan bahwa
kebenaran akan selalu mengalahkan
kebatilan.
Kisah Firaun ini juga menjadi pelajaran bagi setiap pemimpin agar
tidak berlaku zalim terhadap rakyatnya, sebelum berlaku atas dirinya
sebagaimana yang berlaku atas diri Firaun.

Dalam kisah Firaun, Allah berkehendak menjadikan Nabi


Musa alaihissalam sebagai orang yang paling dibenci dan ditakuti oleh
Firaun, padahal ia adalah orang yang pernah dikasihinya karena
diasuh di dalam istana oleh istrinya Firaun. Ini tentunya adalah
hantaman psikologis yang sangat kuat sebelum hukuman fisik berlaku
atas dirinya. Allah masih menambah lagi siksaan batin Firaun dengan
menjadikan orang-orang terdekat yang ada di sekelilingnya justru
beriman dengan apa yang dibawa Nabi Musa.

Orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan Allah membalas tipu
daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Ali Imran : 54)

Pada episode lain, Nabi Musa tinggal selama 10 tahun di negeri


Madyan, membantu dua gadis penggembala memberi minum
gembalaannya, yang belakangan diketahui mereka berdua adalah
anak Nabi Syuaib. Kemudian beliau dinikahkan dengan salah satu dari
mereka oleh ayahnya dengan mahar bekerja untuknya di negeri itu
selama 8 tahun yang digenapkan kemudian hingga 10 tahun oleh Nabi
Musa. Episode ini penting karena menjadi tonggak sejarah yang
mengubah sejarah Bani Israil.

Melihat dunia hari ini, kita membutuhkan Musa-Musa baru yang berani
menyuarakan keadilan di hadapan pemimpin yang zalim, berani
memperjuangkan mereka yang tertindas. Firaun adalah sosok
penguasa yang kejam dan zalim, namun Allah Taala berwasiat kepada
Nabi Musa agar nasihat kebenaran itu disampaikan dengan lemah
lembut.

Pergilah kamu berdua kepada Firaun, Sesungguhnya Dia telah


melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.
(QS. Thaha : 43-44)

Nabi Musa tidak pernah mengetahui skenario yang telah Allah tetapkan
untuknya ketika membawa Bani Israel keluar dari Mesir, beliau tidak
mengetahui bagaimana kisah mereka sesudah keluar dari kungkungan
Firaun. Seringkali Nabi Musa disakiti kaumnya walaupun mereka
menyaksikan banyak sekali kemukjizatan sebagai bukti nyata bahwa
beliau adalah utusan Allah. Bahkan oleh Bani Israel, Nabi Musa
dianggap sebagai biang kesialaan yang mereka rasakan.

Di sini ada pelajaran besar bahwa seringkali pertolongan dari Allah itu
bentuknya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, sebagaimana
Nabi Musa tidak mengetahui bahwa lautan merah akan terbelah
sesudah dipukul dengan tongkatnya. Yang beliau lakukan hanya patuh
dan taat mengikuti petunjuk Allah untuk membawa Bani Israel keluar
dari Mesir. Pelajaran lainnya adalah bahwa seringkali manusia terbaik
itu prestasinya bukan di mata kaumnya, orang tersebut terus menerus
bersabar dalam upaya memperbaiki umatnya walupun upaya itu
sedikit pun tidak disambut baik oleh mereka. Namanya harum setelah
wafatnya, ia disanjung tidak pada masanya dan semua prestasinya
hanya Allah yang menilainya.

Ketika Allah terus memberikan kesuksesan bagi orang-orang yang


zalim dalam melakukan kezalimannya, bisa jadi saat itu Allah hendak
menyesatkannya sampai jauh, hingga ia sampai pada titik tidak bisa
lagi kembali untuk mendapat petunjuk. Persis seperti yang dialami oleh
Firaun. Allah mencabut nyawa Firaun saat pertaubatannya sudah lagi
tak diterima. Ketika Allah sudah berkehendak menyesatkan seseorang,
maka tiada siapa pun yang mampu memberinya hidayah. Ingatlah
bahwa setiap kezaliman akan menemui jalan kesengsaraan.

-------------------------------

Pentingnya Belajar Sejarah (1/2)


UST. BUDI ASHARI, LC. APRIL 29, 2016 0 COMMENTS

Belajar tentang sejarah Islam berarti belajar tentang sejarah yang akan
menyampaikan pada seluruh manusia tentang bagaimana manusia ini
menjadi makhluk yang disebutkan Allah SWT dalam Al-Quran, Dan
sungguh kami telah muliakan anak cucu Adam (QS Al-Isra: 70)
Sekaligus, kita akan mengetahui cara manusia memuliakan manusia
yang lain dan menjadi makhluk yang akan memakmurkan bumi Allah,
sebagaimana yang diamanahkan kepadanya.

Peradaban Islam inilah peradaban yang penuh dengan keemasan.


Peradaban yang sangat panjang, lebih dari seribu tahun, tentu
semuanya bermuara dari sejarah manusia terbaik, yaitu Rasulullah
Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Sebelum kita memasuki sejarah Rasululllah shallallahu alaihi


wasallam, tentu akan sangat baik ketika kita mencoba untuk
memahami, apa pentingnya belajar sejarah? Karena di hari ini, kita
hampir-hampir tidak menempatkan sejarah pada bagian yang harus
kita pelajari dalam kehidupan kita. Di mata kita, sejarah menjadi
sebuah pelajaran yang tidak menyenangkan. Sejarah menjadi
pelajaran yang hanya merupakan tumpukan angka-angka dan
peristiwa yang membosankan. Dan bahkan yang lebih buruk lagi, kita
tidak merasa terlibat di dalam peristiwa sejarah itu. Kita beralasan
sejarah itu sudah sekian abad yang lalu, sedangkan kita hidup di
zaman yang menurut kita sangat berbeda dan dengan permasalahan
berbeda pula.

Untuk itulah kita kemudian harus mempelajari terlebih dahulu apa


pentingnya sejarah dan bagaimana cara kita belajar sejarah yang
benar.

Sebelum kita mempelajari hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam juga


pernyataan para ulama, mari kita buka Al-Quran kita. Perlu kita
ketahui bahwa Al-Quranul Karim terdiri dari lebih dari sepertiganya
adalah kisah. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh para ulama
Al-Quran.

Bayangkan, Al Quran sepertinganya adalah kisah dan itu sejarah


sebelum Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Apa hikmah besar di balik itu?

Sepertiga kisah itulah yang telah membentuk Rasul dan para sahabat
menjadi orang yang dihadirkan Allah di muka bumi sebagai kuntum
khairu ummah, sebagai generasi terbaik yang pernah dihadirkan Allah
di muka bumi. Ini berarti, kisah memiliki peran yang sangat besar.
Kisah inilah yang diturunkan Allah SWT di setiap keadaan yang
berbeda-beda.

Contohnya ialah saat Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi


wasallam sedang mengalami masa yang sangat sulit, masa yang
belum pernah dibayangkan dan belum pernah dialami sebelumnya.
Rasul telah berdakwah kurang lebih selama 4 tahun. Di akhir tahun 4
kenabian atau di awal tahun 5 kenabian, Rasulullah
Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat mulai
mengalami berbagai macam gangguan dakwah dari orang-orang kafir
Quraisy. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat mulai
mengalami intimidasi, baik kalimat-kalimat yang jelek, berbagai
macam caci maki, gelar-gelar yang buruk, sampai intimidasi fisik.
Bahkan ada di antara para sahabat yang menjadi korban. Mereka
meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan, disiksa oleh
keluarganya sendiri, disiksa oleh majikannya, dan disiksa oleh
masyarakatnya. Maka kemudian yang menarik adalah Allah SWT tentu
tidak membiarkan ini semua. Allah turunkan Al-Quranul Karim, dan di
antara yang turun pada masa sulit itu adalah surat Al-Kahfi.

Kalau kita baca surat Al-Kahfi dari awal hingga akhir, maka kita akan
menjumpai ada empat kisah yang keempat-empatnya adalah kisah
sebelum Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Di sinilah nanti
Nabi shallallahu alaihi wasallam mengambil sebuah pelajaran besar
dari sekian pelajaran besar lainnya. Dan di antara pelajaran besar yang
diambil oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dari kisah-kisah dalam Al
Kahfi adalah bahwa Nabi memerintahkan kepada para sahabatnya
yang sudah tidak kuat lagi untuk mempertahankan imannya di kota
Mekah agar mereka hijrah ke negeri Habasyah. Dalam kalimat Nabi
yang sangat terkenal, Hijrahlah kalian ke negeri Habasyah, di sana
ada raja yang tidak seorang pun didzalimi di negeri itu.

Maka dari sini kita akan belajar bahwa ternyata saat keadaan sedang
sulit, ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam memerlukan solusi untuk
ketenangan jiwanya atau pun bagi permasalahan yang menimpa para
sahabatnya, maka Allah turunkan kisah. Maka sungguh sangat aneh
kalau hari ini, kisah tidak mendapatkan tempat yang cukup dalam
kehidupan kita.

bersambung ke bagian 2

*artikel ini merupakan transkripsi dari podcast Siroh Nabawiyah Ust.


Budi Ashari, Lc., dengan perubahan redaksi.
Pentranskripsi: Budi Sulistyarini
Editor: Abdullah Ibnu Ahmad

Anda mungkin juga menyukai