Anda di halaman 1dari 25

IMUNISASI

Andi Gunawan, Musyawarah

A. Definisi
Imunisasi merupakan proses induksi imunitas secara
buatan baik melalui vaksinasi atau pemberian antibodi.
Vaksinasi adalah pemberian vaksin atau atau toksoid untuk
mencegah terjadinya penyakit1
Imunisasi dapat digolongkan menjadi
1. Imunisasi aktif (dengan memberikan vaksinasi)
2. Imunisasi pasif (dengan memberikan antibodi)
a. Alami (transplasenta pada janin)
b. Artifisial dengan memberikan immunnoglobulin.1

Terdapat dua pendekatan untuk melakukan vaksinasi,


yaitu dengan menggunakan agen infeksius hidup yang
dilemahkan atau dengan ekstrak agen infeksius atau
rekombinannya.1
Setiap negara mempunyai program imunisasi yang
berbeda, tergantung prioritas kesehatan di masing-masing
negara. Penentuan jenis imunisasi ini didasarkan atas
kajian ahli dan analisa epidemiologi atas penyakit-peyakit
yang timbul. Di Indonesia, progam imunisasi mewajibkan
setiap bayi (0-11 bulan) mendapatkan imunisasi dasar
lengkap yang terdiri dari 1 dosis hepatitis B, 1 dosis BCG, 3
dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan campak.2

B. Manfaat
1. Imunisasi dapat menyelamatkan kehidupan anak.
Karena kemajuan dalam ilmu kedokteran, anak dapat
menjadi lebih terlindungi dari beberapa penyakit.
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kematian
pada anak telah dapat dihilangkan oleh adanya vaksin
yang aman dan efektif. Contohnya adalah polio yang
merupakan penyakit yang paling ditakuti di Amerika
Serikat yang menyebabkan kematian dan kelumpuhan
di seluruh negeri, namun saat ini dengan adanya
vaksinasi tidak ada lagi laporan kejadian polio di
Amerika Serikat. 3
2. Imunisasi dapat menghemat waktu dan menghemat
uang. Seorang anak yang sakit dapat mempengaruhi
kehadirannya di sekolah. Vaksin dapat mencegah
beberapa penyakit yang dapat menyebabkan cacat
berkepanjangan pada anak yang dapat menyita waktu
untuk bekerja danbertambahnya biaya medis atau
perawatan.3
3. Imunisasi dapat melindungi generasi berikutnya. Vaksin
telah menurunkan angka kesakitan yang dapat
mengakibatkan kecacatan dan kematian. Contohnya,
vaksinasi telah menghilangkan cacar di seluruh dunia
serta dengan vaksinasi anak terhadap rubella (campak
Jerman), risiko wanita hamil yang akan menularkan virus
ini pada janin atau bayi baru lahir telah menurun
drastis, dan kecacatan lahir yang berhubungan dengan
virus tidak lagi terjadi di Amerika Serikat. Jika vaksinasi
terus dilakukan,anak-anak di masa depan tidak akan
menderita penyakit yang ada pada saat ini.3

C. Jenis Imunisasi
1. Imunisasi Aktif
Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh
ank sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan
bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini
akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif.
Imunisasi aktif merupakan pemberikan kuman atau
racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan
dengan tujuan untuk merangkasang tubuh
memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah
imunisasi polio atau campak.4
Imunisasi aktif merupakan pemebrian zat sebagai
antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi
imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon
seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori,
sehingga apabila benar-benar terjadi indeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespon. Dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap
vaksinnya antara lain :4
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang
berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya
semaca, infeksi buatan dapat berupa polisakarida,
toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri
dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa
cairan kultur jaringan
c. Preservative, stabilizer, antibiotika yang berguna
untuk menghindari tubuhnya mikroba dan sekaligus
untuk stabilisasi antigen. 4

2. Imunisasi Pasif
Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri
zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar
dengan cara penyuntikan bahan atau serum yang tela
mengandung zat anti. Atau anak tersebut
mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan.
Imunisasi pasof merupakan penyuntikan sejumlah
antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkst. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti
Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi
yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi
terhadap campak. Imunisasi pasif merupakan
pemberian zat imunoglobulin yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah
masuk dalam tubuh yang terinfeksi. 4

Gambar 1. Klasifikasi Imunisasi5

D. Respon Imun pada Imunisasi


Pemberian vaksin sama dengan pemberian antigen
pada tubuh. Jika terpajan oleh antigen, baik secara alamiah
maupun melalui pemberian vaksin, tubuh akan bereaksi
untuk menghilangkan antigen tersebut melalui sistem
imun.6
Secara umum, sistem imun dibagi menjadi 2 , yaitu
sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Sistem
imun non spesifik merupakan mekanisme pertahanan
alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat
ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen.
Sistem imun nonspesifik meliputi kulit, membran mukosa,
sel fagosit, komplemen, lisozim, dan interferon. Sistem
imun ini merupakan garis pertahanan pertama yang harus
dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh.
Jika sistem imun nonspesifik tidak berhasil menghilangkan
antigen, barulah sistem imun spesifik berperan. 6
Sistem imun spesifik merupakan mekanisme
pertahanan adaptif yang didapatkan selama kehidupan dan
ditujukan khusus satu jenis antigen. Sistem imun spesifik
diperankan oleh sel T dan sel B. Pertahanan oleh sel T
dikenal sebagai imunitas selular, sedangkan pertahanan
oleh sel B dikenal sebagai imunitas humoral. Imunitas
seluler berperan melawan antigen di dalam sel (intrasel),
sedangkan imunitas humoral berperan melawan antigen
diluar sel (ekstrasel). Dalam pemberian vaksin, sistem
imun spesifik inilah yang berperan untuk memberikan
kekebalan terhadap satu jenis agen infeksi, melalui
mekanisme memori. 6
Di dalam kelenjar getah bening terdapat sel T yang
belum pernah terpajan ole antigen. Jika terpajan antigen,
sel T naif akan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel
memori. Sel efektor akan bermigrasi ke tempat-tempat
infeksi dan mengeliminasi antigen, sedangkan sel memori
akan berada di organ limfoid untuk kemudian berperan jika
terjadi pajanan antigen yang sama. 6
Sel B, jika terpajan oleh antigen, akan mengalami
transformasi, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel
plasma yang akan memproduksi antibodi. Antibodi akan
menetralkan antigen sehingga kemampuan
menginfeksinya hilang. Proliferasi dan diferensaisi sel B
tidak hanya menjadi sel plasma tetapi juga sebagian akan
menjadi sel B memori.sel B memori akan berada dalam
sirkulasi. Bila sel B memori terpajan pada antigen serupa,
akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti
semula dan akan menghasilkan antibodi yang lebih
banyak. 6
Adanya sel memori akan memudahkan pengenalan
antigen pada pajanan yang kedua. Artinya jika seseorang
yang sudah divaksinasi (artinya sudah pernah terpaja oleh
antigen) terinfeksi atau terpajan oleh antigen yang sama,
akan lebih mudah bagi sistem imun untuk mengenali
antigen tersebut. Selain itu, respon imun pada pajanan
yang kedua (respon imun sekunder) lebih baik daripada
respon imun pada pajanan antigen yang pertama (respon
imun primer). Sel T dan sel B yang terlibat lebih banyak,
pembentukan antibodi lebih cepat dan bertahan lebih
lama, titer antibodi lebih banyak (terutama IgG) dan
afinitasnya lebih tinggi. Dengan demikian, diharapkan
seseorang yang sudah pernah divaksinasi tidak akan
mengalami penyakit akibat pajanan antigen yang sama
karena sistem imunnya memiliki kemampuan yang lebih
dibanding mereka yang tidak divaksinasi. 6
E. Jenis Vaksinasi
1. Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
penyakit poliomyelitis. Penyakit ini menyerang susunan
saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Masa
inkubasi virus biasanya 8-12 hari, tetapi dapat juga
berkisar dari 5-35 hari. Sekitar 90-95 % kasus infeksi
polio tidak menimbulkan gejala ataupun kelainan. 6
Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan
dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:
a. Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk),
mengandung virus polio tipe 1, 2, 3 yang telah
dimatikan dengan formaldehid dan juga terdapat
neomisin, streptomisin dan polimiksin B. dan
diberikan melalui suntikan subkutan. Vaksin akan
memberikan imunitas jangka panjang (mukosa
maupun humoral) terhadap 3 tipe virus polio,
namun imunitas mukoasa yang ditimbulkan lebih
rendah dari vaksin polio oral. 6
b. Vaksin polio oral (OPV) berisi virus polio hidup
tipe 1, 2, dan 3 yang dilemahkan (attenuated).
Diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Vaksin ini
merupakan jenis vaksin polio yang digunakan
secara rutin. Virus dalam vaksin ini akan masuk
ke saluran pencernaan, kemudian ke darah. Virus
akan memicu pembentukan antibodi sirkulasi
maupun antibodi lokal di epitel usus. 6

Gambar 2. Vaksin Polio IPV dan OPV5

Cara pemberian dan dosis:

a) Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan


dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
b) Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml
harus diberikan pada interval satu atau dua
bulan.
c) IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan
14, sesuai dengan rekomendasi dari WHO.
d) Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi
diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan
interval satu atau dua bulan. 5

Kontra indikasi:

a) Sedang menderita demam, penyakit akut atau


penyakit kronis progresif.
b) Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini
sebelumnya.
c) Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu
sampai sembuh.
d) Alergi terhadap Streptomycin. 5

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi:


Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri,
kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam
waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan
selama satu atau dua hari.5 Efek samping yang
ditakutkan ialah vaccine associated polio paralytic
(VAPP). VAPP terjadi pada kira-kira 1 kasus per 1 juta
dosis pertama penggunaan OPV, virus akan bereplikasi
pada usus manusia. Pada replikasi tersebut, dapat
terjadi mutasi sehingga virus yang sudah dilemahkan
kembali menjadi neurovirulen dan dapat menyebabkan
lumpuh layu akut.5
Penanganan efek samping:

a) Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum


lebih banyak (ASI).
b) Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
c) Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air
dingin.
d) Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap
34 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
e) Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat.5

2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi
tubuh berkenalan terhadap penyakit hepatitis B yang
disebakan oleh virus hepatitis B. Merupakan penyakit
peradangan pada hati. Hepatitis B umumnya
asimptomatik, namun seringkali menjadi kronis. Infeksi
hepatitis B juga dapat menimbulkan kanker serta sirosis
hati. Virus hepatitis B ditemukan didalam cairan tubuh
orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air
mani. Penyakit ini ditularkan melalui darah (blood-borne
transmission), misalnya akibat pemakaian jarum suntik
yang bergantian, mendapatkan transfusi darah dari
penderita hepatitis B, atau melalui mikrolesi pada saat
hubungan seksual. Selain itu, ibu yang menderita
hepatitis B dapat menularkan infeksi kepada bayinya
pada saat proses persalinan. Untuk itu, perlu diberikan
vaksin hepatitis B dalam waktu kurang dari 24 jam
sejak lahir. Vaksin hepatitis mengandung 30-40
mikrogram protein HbsAg (antigen virus hepatitis).6

Gambar 3. Vaksin Hepatitis B5

Cara pemberian dan dosis:


a) Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara
intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
b) Pemberian sebanyak 3 dosis.
c) Dosis pertama usia 07 hari, dosis berikutnya
interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai
kejang.
KIPI: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah
2 hari. Kadang-kadang dapat timbul demam ringan
untuk 1-2 hari.6
Penanganan Efek samping:
a) Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum
lebih banyak (ASI).
b) Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
c) Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air
dingin.
d) Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap
34 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
e) Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat.6

3. BCG (Bacille Calmette-Guerin)


Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan
prnyakit Tuberkulosis (TBC) yang disebabkan oleh
bakteria Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
merupakan penyakit yang muncul sejak bertahun-tahun
yang lalu. Mycobacterium tuberculosis menyerang
sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh
lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau
ekstraparu TBC). Pemberian BCG adalah salah satu
pencegahan terhadap penyakit ini. BCG adalah vaksin
galur Mycobacterium bovis yang dilemahkan, sehingga
didapat basil yang tidak virulen tetapi masih
mempunyai imunogenitas.6

Gambar 4. Vaksin BCG dan Pelarut5

Cara pemberian dan dosis: Dosis pemberian: 0,05 ml,


sebanyak 1 kali. Disuntikkan secara intrakutan di
daerah lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.6
Efek samping: 26 minggu setelah imunisasi BCG
daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang
semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam
waktu 24 bulan, kemudian menyembuh perlahan
dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter
210 mm.6
Penanganan efek samping:
a) Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres
dengan cairan antiseptik.
b) Apabila cairan bertambah banyak atau koreng
semakin membesar anjurkan orangtua membawa
bayi ke ke tenaga kesehatan.6

4. Vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertussis)


Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3
penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus karena
vaksin DTP mengandung bahan toksoid difteri, toksoid
tetanus, dan vaksin pertusis. Difteri merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria. Pertusis, merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Dan Tetanus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
kuman Clostridium tetani.
Penyakit difteri dan tetanus disebabkan oleh toksin
dari bakteri. Oleh karena itu, dalam upaya
pencegahannya (imunisasi) hanya diberikan toksoid
yaitu toksin bakteri yang dimodifikasi sehingga tidak
bersifat toksik namun dapat menstimulasi pembentukan
antitoksin. Sementara penyakit pertusis, walaupun juga
melibatkan toksin dalam patogenesisnya, memiliki
antigen-antigen lain yang berperan dalam timbulnya
gejala penyakit, sehingga upaya pencegahannya
diberikan dalam bentuk vaksin.6
Vaksin DTP dibedakan menjadi 2, yaitu DTwP dan
DtaP berdasarkan perbedaan pada vaksin tetanus. DTwP
(Difteri Tetanus whole cell Pertusis) mengandung
suspensi kuman B. pertusis yang telah mati, sedangkan
DtaP (Difteri Tetanus acellular Pertusis) tidak
mengandung seluruh komponen kuman B. pertusis,
melainkan hanya beberapa komponen yang berguna
dalam patogenesis dan memicu pembentukan antibodi.
Vaksin DtaP mempunyai efek samping yang lebih ringan
dibandingkan vaksin DTwP.6
Kontraindikasi mutlak pemberian vaksin pertusis,
baik whole-cell maupun aseluler, adalah riwayat
anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya dan
ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis
sebelumnya. 6
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DTP dapat berupa
reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada tempat
injeksi atau pun demam. Kejadian ikutan yan paling
serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian
vaksin pertusis. 6

5. Campak
Imunisai campak ditujukan untuk memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak,
measles atau rubelal adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat
infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Campak
merupakan penyakit menular dan bersifat akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini menular
lewat udara melalui sistem pernapasan dan biasanya
virus tersebut akan berkembang biak pada sel-sel di
bagian belakang kerongkongan maupun pada sel di
paru-paru dan menyebabkan gejala-gejala seperti
demam, malaise, kemerahan pada mata, radang saluran
nafas bagian atas, serta timbul bintik kemerahan yang
dimulai dari batas di belakang telinga kemudian
berangsur-angsur menyebar di daerah wajah, leher,
tangan, dan seluruh badan. Cara penularan penyakit ini
dapat melalui droplet penderita campak pada stadium
awal yang mengandung paramyxovirus dan kontak
langsung dengan penderita maupun benda-benda yang
terkontaminasi paramyxovirus. 6
Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan
secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral
paha, pada usia 911 bulan.
Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit
immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, limfoma. 6
Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami
demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang
dapat terjadi 812 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
a. Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI atau sari buah).
b. Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap
34 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
e. Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat.
f. Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke
dokter.5

6. Haemophylus Influenza B (HiB)


Terdapat dua tipe vaksin HiB dengan perbedaan
pada protein pembawanya. Polyribisyritol phosphate
(PRP) yang merupakan bagian dari kapsul bakteri H.
Influenzae tipe B dan dikonjugasikan baik dengan
protein memberan Neisseia meningitidis (PRP-OMP) atau
dikonjugsikan dengan protein tetanus dan disebut PRP-
T. Vaksin HiB diberikan untuk mencegah meningitis dan
pneumonia yang disebabkan oleh H. Influenza tipe B.1
Cara pemberian : intramuskular
Jadwal anjuran : vaksin pertama kali diberikan usia 2
bulan, PRP-OMP diberikan 2 kali, PRP-T diberikan 3 kali
dengan jarak 2 bulan.
Kontraindikasi : reaksi anafilaksis pada vaksin, reaksi
anafilaksis pada konstituen vaksin, sakit sedang atau
berat dengan atau tanpa demam.1

7. Rotavirus
Rotavirus merupakan virus penyebab gastroenteritis
dengan manifestasi klinis berupa diare, demam ringan,
dan muntah-muntah. Penceghan dapat dilakukan
dengan imunisasi. Tiga jenis vaksin tersedia yakni :1
a) Vaksin monovalen, diberikan secara oral dan dalam 2
dosis dengan interval 4 minggu. Dosis pertama
biasanya diberikan dalam 6-14 minggu dan dosis
kedu pada interval minimal minggu (sebaiknya
selesai sebelum 16 minggu dan maksimal 24
minggu).
b) Vaksin tetravalen sempat beredar namun saat ini
sudah ditarik dari pasaran karena adanya risiko
terjadinya intususepsi.
c) Vaksin pentavalen diberikan dalam 3 dosis per oral
dengan jadwal usia bayi 6-14 minggu dengan interval
dosis kedua dan ketiga 4-10 minggu dan harus
selesai sebelum usia 32 minggu.1
Diperlukan perhatian khusus pada bayi-bayi yang
hipersensitif terhadap vaksin, imunodefisiensi, dan yang
mendapat terapi aspirin. KIPI berupa demam, feses
berdarah, muntah, diare, nyeri perut, gastroenteritis,
atau dehidrasi. Intususepsi terjadi pada 0,5-4,3
kasus/1000 kelahiran.1

8. Influenza
Influenza akibat virus memiliki epidemiologi yang
kompleks karena melibatkan pejamu hewan yang dapat
berperan sebagai reservoir berbagai strain dengan
potensi infeksius pada populasi manusia. Adanya
fenomena antigenic drift dan antigenic shift
menyebabkan WHO secara rutin melakukan pengkajian
terhadap strain virus yang akan bersirkulasi di musim
yang akan datang.1
Anak yang direkomendasikan mendapatkan
vaksinasi adalah anak sehat berusia 6 bulan 2 tahun,
anak dengan penyakit jantung kronis, diabetes, penyakit
ginjal kronis, kelemahan sistem imun, pengguna obat
imunosupresan, dan anak yang tinggal bersama seperti
di asrama, panti asuhan, sekolah atau pesantren. 1
Cara pemberian : intramuskular atau subkutan.
Jadwal anjuran : setiap tahun pada usia >6 bulan.
Imunisasi pertama pada usia <9 tahun diberi 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu kemudian. 1
Kontraindikasi : reaksi anafilaksis pada vaksin
sebelumnya, alergi telur, sedang menderita demam
akut berat, memiliki riwayat sindrom guillain barre. 1
KIPI : nyeri, bengkak, demam, dan eritema, nyeri otot,
nyeri sendi. 1

9. MMR (Measles, Mumps, Rubella)


Gondongan merupakan penyakit yang diakibatkan
oleh virus dari family paramyxovirus.Virus ini terutama
menyerang kelenjar getah bening dan jaringan saraf.
Rubella merupakan infeksi akut ringan yang disebabkan
oleh virus rubella yang termasuk ke dalam famili
Togavirus.Penyebaran rubella melalui udara dan
droplet.7
a. Cara pemberian: subkutan
b. Jadwal anjuran: 15-18 bulan. Minimal interval 6
bulan antara imunisasi campak (umur 9 bulan) dan
MMR
c. Dosis: 0,5 mL
d. Kontraindikasi: penyakit keganasan yang tidak
diobati, atau gangguan imunitas, mendapatkan
terapi imunosupresi, alergi berat terhadap gelatin
atau neomisisn, dalam terapi steroid dosis tinggi
(2mg/kgBB), mendapatkan vaksin hidup lainnya
dalam 4 minggu, dalam waktu 3 bulan pasca
pemberian imunoglobulin atau transfusi darah
(whole blood) , HIV.
e. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): malaise,
demam, ruam, kejang demam, ensefalitis,
meningioensefalitis, trombositopenia. 7

10. Tifoid
Vaksin oral dibuat dari galur Salmonella typhii non-
patogen yang telah dilemahkan.Vaksin parenteral
dibuat dari polisakarida dan kuman salmonella typhii,
sementara bahan lainnya termasuk fenol dan larutan
bufer yang mengandung natrium klorida, disodium
fosfat, monosodium fosfat dan pelarut. Vaksin oral
dapat menstimulasi produksi IgA sekretorik di dalam
mukosa usus.Vaksin oral memiliki efek samping yang
lebih rendah.7
a. Cara pemberian: oral atau parenteral
b. Jadwal anjuran: mulai usia 2tahun, imunisasi
ulangan tiap 3 tahun.
c. Dosis:
1) Parenteral: 0,5 mL, suntikan intramuskuler
atausubkutan pada daerah deltoid atau paha.
Imunisasi ulangan setiap 3 tahun.
2) Oral (direkomendasikan untuk anak usia 6
tahun); 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari selang
sehari, ke 1, 3, dan 5; 1 jam sebelum makan
dengan minuman yang suhunya <37C. kapsul
ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi wisatawan.
Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan
antibiotik sulfonamide atau antimalarial yang aktif
terhadap Salmonella. Imunisasi ulangan dilakukan
dalam 5 tahun. 7
d. Kontraindikasi: alergi terhadap bahan vaksin,
demam, penyakit akut atau kronis progresif. 7
e. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri
perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi
reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit dan
urtikaria.7

11. Hepatitis A
Vaksin hepatits A mengandung virus yang tidak aktif
(mati). Imunisasi aktif dengan vaksin mati memberikan
imunitas yang sangat baik.Vaksin hepatitis A diberikan
pada daerah yang kurang terpajan (under exposure). Di
samping vaksin Hep A monovalen yang telah kita kenal,
saat ini telah beredar vaksin kombinasi HepB/HepA.7
a. Cara Pemberian : Intramuskular
b. Jadwal anjuran :
- Dapat diberikan saat anak berusia 2 tahun,
sebanyak 2 kali dengan interval pemberian 6-
12 bulan.
- Vaksin kombinasi hepB/hepA tidak diberikan
pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin
kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih
dari 12 bulan, terutama untuk catch up
immunization yaitu mengejar imunisasi pada
anak yang belum pernah mendapat imunisasi
hepB sebelumnya atau vaksinasi hepB yang
tidak lengkap.7
c. Dosis :
- Dosis 720U diberikan dua kali dengan interval 6
bulan, intramuskular di daerah deltoid
- Kombinasi hepB/hepA (berisi hepB 10mg dan
hepA 720) dalam kemasan prefilled sringe 0,5
ml intramuskular.7
d. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): bengkak,
kemerahan, atau radang di lokasi suntikan, nyeri
kepala, penurunan nafsu makan, rasa lelah dapat
berlangsung 1-2 hari, reaksi alergi berat dapat
berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam setelah suntikan.8

12. Varisella
Penyakit ini ditularkan melalui droplet. Berbagai
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi sekunder oleh
kuman streptokokus, serebelitis, meningitis aseptik,
trombositopenia, dan penumonia. Vaksin yang
digunakan adalah vaksin varicella zooster hidup galur
OKA.1
Cara pemberian : subkutan,
Jadwal anjuran : diberikan diatas usia 1 tahun,
sebelum masuk sekolah. Pada usia lebih dari 12 tahun
diberikan 2 kali dengan selang 1 bulan. Apabila terjadi
kontak dengan penderita varisela, pemberian vaksin
untuk pencegahan dapat diberikan dalam 72 jam pasca
kontak dan sumber infeksi terpisah dari pasien. 1
Dosis : 0,5 ml
Kontraindikasi : demam tinggi, limfosit <1200
sel/mcl, defisiensi imun selualar, penerima
kortikosteroid dosis tinggi, alergi neomisin.
KIPI : demam, ruam vesikopapular ringan. 1

13. HPV
Human Papillomavirus (HPV) adalah infeksi yang
sangat umum dan ditularkan melalui kontak seksual.
Diperkirakan bahwa lebih dari 70% orang akan memiliki
minimal satu infeksi HPV genital dalam hidup mereka.
Beberapa jenis infeksi HPV menyebabkan hampir semua
kasus kanker serviks. Vaksin HPV paling efektif apabila
diberikan pada perempuan sebelum mereka mulai
aktivitas seksual dan risiko eksposur terhadap HPV.
Maka disarankan kepada pasangan yang akan menikah
untuk melakukan serangkaian imunisasi HPV untuk
mencegah kanker serviks. Selanjutnya imunisasi ini
diberikan pada saat trimester pertama kehamilan atau
anda juga bisa berkonsultasi dengan bidan atau dokter
kandungan mengenai imunisasi apa saja yang harus
dilakukan saat hamil.9
Vaksin HPV (human papiloma virus) berguna untuk
mencegah infeksi virus human papiloma (HPV). Infeksi
virus HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim,
kanker vagina dan kanker bibir kemaluan pada wanita.
Penelitian vaksin HPV bivalen dan kuadrivalen
menunjukkan imunogenisitas yang tinggi.7
Vaksin HPV yang telah beredar di Indonesia dibuat
dengan teknologi rekombinan. Terdapat 2 jenis vaksin
HPV: Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18, Cervarix@) dan
Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18, Gardasil@).
Vaksin HPV mempunyai efikasi 96%-100% untuk
mencegah kanker leher rahim yang di sebabkan ol eh
HPV tipe 16/18. Vaksin HPV telah disahkan oleh Food
and Drug Administration (FDA) dan Advisory Committee
on Immunization Practices (ACIP) dan di Indonesia
sudah mendapat izin edar dari Badan POM RI.7
a. Cara pemberian : Intramuskular
b. Jadwal Pemberian : Imunisasi vaksin HPV
diperuntukkan pada anak perempuan sejak umur >
10 tahundengan total pemberian sebanyak 3 dosis.
Suntikan kedua diberikan 1-2 bulan setelah suntikan
pertama. Suntikan ketiga diberikan 6 bulan setelah
suntikan pertama.7
- Vaksin HPV bivalen, jadwal 0, 1 dan 6 bulan
- Vaksin HPV kuadrivalen, jadwal 0, 2 dan 6 bulan.
c. Dosis : 0,5 mL diberikan secara intramuskular pada
daerah deltoid.
d. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) :
- Efek samping lokal vaksin HPV bivalen dan
kuadrivalen adalah nyeri, reaksi kemerahan dan
bengkak pada tempat suntikan.
- Efek samping sistemik vaksin HPV bivalen dan
kuadrivalen adalah demam, nyeri kepaladan mual.
7

14. Dengue
Vaksin Dengue (Dengvaxia) adalah vaksin yang
digunakan untuk membantu melindungi anak dari
penyakit dengue yang disebabkan oleh virus Dengue
serotipe 1,2,3 dan 4. Dengvaxia diberikan kepada anak
dan remaja berumur 9 sampai 16 tahun yang tinggal di
daerah endemis. Dengvaxia mengandung virus dengue
serotipe 1,2,3, dan 4 yang telah dilemahkan. Dengvaxia
perlu disimpan di lemari es (2-8C).10
Sediaan Dengvaxia berupa serbuk dan pelarut
untuk larutan injeksi. Tersedia sebagai serbuk dalam
dosis 5 kapsul (2,5 mL). Serbuk dan pelarut harus
dicampur sebelum dipakai. Tersedia dalam kemasan isi
5 (kapsul vaksin dan pelarut tersedia dalam kemasan
yang sama). Serbuk berwarna putih, homogen, serbuk
hasil freeze dried, menggunakan pelarut NaCl 0,9%.10
a. Cara pemberian: injeksi subkutan
b. Jadwal pemberian: 3 kali pemberian, dimana
jadwal kedua diberikan 6 bulan setelah jadwal
pertama dan jadwal ketiga diberikan 6 bulan
setelah yang kedua.
c. Dosis : 0,5 ml
d. Kontraindikasi: anak usia di bawah 9 tahun, alergi
terhadap bahan vaksin, demam ringan sampai
tinggi, infeksi HIV, mendapat pengobatan
kortikosteroid dosis tinggi atau kemoterapi
e. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): reaksi
alergi, merah dan bengkak pada bekas suntikan,
sakit kepala, demam, myalgia, malaise.10

F. Jadwal Imunisasi 2016

Keterangan:
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan
29 hari (89 hari)
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Oktober 2016
Dapat diakses pada website IDAII (http://idai.or.id/public-
articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html)
Optimal Chatch-up Booster Daerah endemik
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca ketearangan tabel

1. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama paling baik diberika dalam


waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K, sekitar
30 menit sebelumnya. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, diberikan vaksin HB
dan imunoglobulin hepatitis B (HbIg) pada ekstermitas yang berbeda. Vaksin
HB selanjutnya dapat menggunakan vaksin HB monovalen atau vaksin
kombinasi. Jika diberikan vaksin kombinasi DTP-HB-HiB, vaksin HB usia 1
bulan tidak perlu diberikan(vaksin HB mencapai 5 dosis pada umur 18 bulan).
Jika diberikan Vaksin monovalen maka jadwal pemberian adalah 0, 1 dan 6
bulan.
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan
vaksin polio oral(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan
polio booster dapat diberikan vaksinnOPV atau IPV, paling sedikit mendapat
satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV 3
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal
umur 2 bulan. Apabiladiberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikanvaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti vaksin tersebut yaitu
uisa 2, 4, dan 6 bulan. Vaksin DTPw-HB-HiB dapat pula diberikan pada usia 2,
4, dan 6 bulam. Untuk anak umur lebih dari 7 tahundiberikan vaksin Td atau
Tdap, dibooster setiap 10 tahun.
5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kalidengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali, namun keduanya perlu booster pada umur lebih dari 12 bulan
atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Padaanak umur di atas 2 tahun
PCV diberikan cukup satu kali.
6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali dosis I
diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2diberikan dengan interval minimal 4
minggu dan harus selesai sebelum usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali, dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 dan ke-3,
dengan interval 4-10 minggu;dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32
minggu.
7. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan,
diulang setiap tahun.Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak umur kurang dari 9 tahundiberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL. Hal ini berlaku bagi vaksin
trivalen dan quadrivalen
8. Vaksin campak dan MMR. Vaksin campak diberikan usia 9 bulan, vaksin
MMR 12 bulan. Apabilan vaksin sudah diberikan pada MMR 12 bulan, vaksin
campak kedua tidak perlu diberikan pada umur 18 bulan, vaksin campak ketiga
tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan MMR kedua.
9. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik
pada umursebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih
dari 12 tahun, perlu 2 dosisdengan interval minimal 4 minggu.
10. Vaksin Dengue. Diberikanpada usia 9 16 tahun dengan jadwal 0, 6, 12
bulan
DAFTAR PUSTAKA

1. Pambudy, Indra M. 2014. Kapita Selekta Kedokteran.


Jakarta : Media Aesculapius. 129-133p.

2. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi Imunisasi di


Indonesia. Jakarta : Pusdatin. 1-2p.

3. Maharani, Nurissa. 2017. Imunisasi. Kendari. 1-27p.

4. Mulyanti, Y. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Usia 1-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Situ Gintung Ciputat Tahun 2013.
Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah . 14-23p.

5. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta


Selatan : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
7-27p.

6. Yusli, LP. 2009. Kelengkapan Imunisasi. Jakarta : Fakultas


Kedokteran, Universitas Indonesia. 5-16p.

7. Ismoedijanto, dkk. 2014. Poliomielitis dalam Pedoman Imunisasi di


Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman:
255-265.

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Informasi Vaksin untuk Orang Tua:
Vaksin Hepatitis A. Jakarta

9. Rahmatiah. 2015. Pengaruh Vaksinasi Terhadap Kekebalan


Tubuh Bayi. LPMP Sulsel. 4-15p

10. Pasteur, S. 2016. Dengvaxia: Vaksin Dengue Tetravalen (Hidup,


Dilemahkan).

Anda mungkin juga menyukai