Pada DSM dan ICD yang menjelaskan mengenai skizofrenia namun tidak adanya
identifikasi pada populasi homogen serta didapatkan pasien dengan presentasi klinis berbeda.
tidak memenuhi standar untuk medical model. Oleh sebab itu kami menguji data empiris serta
data yang terdahulu mengenai skizofrenia dan menemukan bahwa hebefrenik tersebut sesuai
dengan presentasi klinis dan lebih tepat diaplikasikan dalam medical model.
Situasi Sekarang
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa skizofrenia diambil dari sampel yang
heterogen, namun hal ini memiliki variasi genetic yang luas. Selain itu beberapa faktor
lingkungan memainkan peranan. Seseorang dengan diagnosis skizofrenia memiliki otak yang
volumenya semakin berkurang dengan lebih besar pada daerah lateral. Dopamin agonis
Onset terjadinya gejala psikotik biasanya mulai saat remaja dan masa kanak-kanak.
Selain itu onsetnya lebih cepat pada laki-laki. Pada penelitian genetic didapatkan hasil positif
selama empat decade. Haplotipe terbanyak untuk protein cell hanya 2% dari variasi individual
dengan presentasi klinis. Subtipe skizofrenia yang ada seperti paranoid, disorganized, katatonik,
tak terinci dan residual hanya focus pada fitur yang muncul saat pemeriksaan. Klasifikasi
tersebut biasanya diabaikan oleh banyak klinisian. Banyak pasien dengan manic depresi
merupakan paranoid, katatonik, dan tak terinci. Namnun hanya sedikit menunjukkan perasaan
emosional.
Gejala positif maupun negative juga kadang bercampur. Pasien yang diidentifikasi
dengan gejala positif juga terdapat gejala negative, hal ini menyebabkan overlap.
Gejala positif kadang diasosiasikan sebagai gejala negative. Banyak pendapat mengenai
klasifikasi skizofrenia menjadi paranoid dan non paranoid, setelahnya termasuk katonia dan
Karl Ludwig Kahlbaum(1828-1899) menolak model unitary dan focus pada sindrom.
Mencari hubungan antara gangguan kejiwaan dan perubahan biologis yang terjadi. Paraphrenic
hebetica telah diidentifikasi sebagai gangguan psikosis pada usia muda dan remaja. Beliau
Pada tahun 1871, Ewald Hecker mendeskripsikan hebefrenik merupakan suatu gejala dari
penyakit. Hecker menyatakan bahwa sebagaian besar presentasi klinis seperti mania dapat
ditemukan pada kelompok usia ini tanpa banyak perbedaan dengan kelompok usia lain.
Penyakit tersebut mulai dengan gejala melankolia, berikutnya gejala psikosis muncul.
Pasien mempunyai pengendalian impuls yang buruk, pasien sering menunjukkan impuls berupa
tertawa dan bercanda. Beberapa berbicara dan menulis dengan jargon yang aneh. Namun gejala
tersebut tidak muncul pada semua pasien. Saat penyakit tersebut semakin intensitasnya berat,
maka disebut hebefrenik demensia, yaitu suatu keadaan yang tidak termasuk dalam demensia
Sindrom hebefrenik
Banyak pasien dengan gangguan mood memiliki presentasi klinis demensia. Presentasi klinis
dikaitkan dengan disfungsi otak bagian frontal. Hilangnya ekspresi emosi merupakan klinis
yang nyata. Fungsi eksekutif terganggu karena disfungsi pada sirkuit frontal. Diagnosis
berbicara dan kemampuan bahasa yang kurang iii) merasa dirinya tak berdaya terutama karena
Validasi Hebefrenik
Hebefrenia yang diutarakan oleh Heckers adalah disfungsi otak dengan defisit pada
ekspresi emosional, regulasi motor, fungsi eksekutif, bahasa dan berbicara. Onset pada anak-
anak biasanya mengakibatkan kesulitan dalam bersosialisasi pada usia remaja dan dewasa. Selain
itu, diikuti oleh halusinasi dan delusi serta gangguan persepsi lainnya. Gejala positif muncul
pada sekitar 60-80% pada pasien psikosis. Kendler mengidentifikasi skizofrenia klasik sebagai
gejala positif dan negative, tidak adan gejala depresi atau symptom manic. Selain itu ia
Fungsi
Pasien dengan hebefrenik memiliki deficit dalam melaksanan fungsinya dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang dengan gejala negatif, dan onset awal biasanya memiliki inetnsitas
penyakit yang lebih berat. Bleur mendeskripsikan sebagai berkurangnya ekspresi emosional, dan
deficit pada social dan motor fungsi. Pada setengah orang yang didiagnosis skizofrenia
menunjukkan perilaku kekanakan. Pada anak-anak yang menunjukkan ekspresi emosional yang
abnormal, interaksi social yang tidak sesuai, dan isolasi diri dapat mengalami deficit dan
syndrome pada masa berikutnya. Genetik dan faktor intra uterine berkonstribusi mengakibatkan
kondisi tersebut. Disfungsi neuromotor dan fungsi social diasosiasikan dengan hebefrenik.
Tingkat mortalitasnya lebih tinggi dari yang diperkirakan. Beberapa peneliti menyatakan deficit
dalam fungsi kognitif yang konsisten pada sirkuit frontal merupakan diagnosis criteria
skizofrenia. Subjek yang memiliki presentasi klinis seperti adanya masalah pada masa prenatal
memiliki kemungkinan mengalami masalah dalam berbahasa, akustik dan visual pada masa
pada remaja dan dewasa. Seseorang yang belum menikah atau bercerai dikatakan memiliki
kemungkinan mengalami gangguan skizotipal. Hal serupa juga terjadi pada pasien hebefrenik.
Respon perawatan
Pengobatan tipikal dan atipikal serta elektrokonsulsive terapi terbukti mampu mengatasi
gejala positif seperti halusinasi dan delusi. Tidak ada penatalaksaan yang begitu efektif dalam
mengatasi gejala negative seperti apatis, hilangnya ekspresi emosional, dan pengucilan diri.
Diantara berbagai subtype skizofrenia, penatalaksanaan paling efektif untuk subtype paranoid
dan katatonik. Pasien katatonik berespon baik dengan benzodiazepine dan ECT. Hanya sedikit
penelitian yang menjelaskan respon penatalaksanaan pada pasien hebefrenik, untuk itu
dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut beserta presntasi klinis yang ada dalam individu.
Temuan Biologis
abnormal. Kraeplin menjelaskan bahwa basal ganglia dan cereblar motor menunjukkan adanya
reaksi yang abnormal pada demensia prekoks. Berkurangnya volume cereblar pada pasien
skizofrenia menunjukkan presntasi gejala negative, bahkan pada pasien yang belum menjalani
pengobatan. Hal serupa juga terjadi pada cerebral kotikal dan subkortikal.
yang tajam. Hal ini timbul saat onset awal terjadinya gangguan. Basal ganglia dan sereblum
merupakan bagian dari motor cognitive system yang juga mengontrol pergerakan mata.
Temuan Genetik
Hanya beberapa strategi yang membuktikan hasil yang positif. Kesulitan dalam
mendeteksi gen yang terlibat dalam skizofrenia. Kraeplin melaporkan bahwa 70% pasien
dengan demensia prekoks memiliki riwayat keluarga dengan gejala psikosis, dan banyak
penelitian yang melaporkan bahwa memiliki risiko morbiditas untuk psikosis. Hal ini terutama
Kesimpulan
valid yang dapat dijadikan pedoman. Psikopatologis seperti Kahlbaum dan Kraeplin menyatakan
bahwa gangguan tersebut bukan merupakan patofisiologi yang dapat berdiri tunggal. Kriteria
biologis dan penatalaksanaan diagnosis masih kurang. Kondisi pada perjalanan penyakit
skizofrenia yang berdasarkan bukti serta tidak ditolak hanyalah hebefrenik atau deficit syndrome
skizofrenia.