Anda di halaman 1dari 8

BAB II

DRYING
I. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari proses drying
2. Mengetahui hubungan antara drying time dengan moisture content, drying
time dengan drying rate, dan moisture content dengan drying rate.
3. Menentukan critical moisture content pada zat padat yang dikeringan di
dalam dryer.

II. Dasar Teori


1. Pengeringan (drying)
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil sair
atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat
cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima.
Pengeringan biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil
pengeringan biasanya siap untuk dikemas (McCabe, 1993). Secara umum,
perbedaan pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation) adalah jumlah air
yang diuapkan dari material. Pada proses drying hanya mengurangi sejumlah
kecil kadar air dari material sementara evaporation mengurangi kadar air dari
material dalam jumlah yang besar. Pada beberapa kasus, kadar air dalam
padatan dikurangi secara mekanik dengan proses pemerasan, sentrifuging, dan
berbagai cara lain (Geankoplis, 1993).

2. Klasifikasi Proses Drying


Menurut pengoprasiannya, drying dibagi menjadi dua proses yaitu
kontinyu (sinambung) dan batch. Operasi drying secara batch dalam
kenyataannya merupakan operasi semibatch, dimana sejumlah bahan yang
akan dikeringkan, ditebarkan dalam suatu aliran udara yang kontinyu sehungga
sebagian kandungan air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu, bahan yang
akan dikeringkan dan udara mengalir secara kontinyu melewati suatu
peralatan. Untuk mengurangi suhu pengeringan, beberapa pengering
beroperasi dalam vakum. Beberapa pengering dapat menangani segala jenis
bahan, tetapi ada pula yang sangat terbatas dalam hal umpan yang
ditanganinya. Pokok pengering (dryer) dibagi menjadi dua jenis yaitu,
pengering (dryer) dimana zat yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan
gas panas (biasanya udara) disebut pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau
pengering langsung (direct dryer) dan pengering (dryer) dimana kalor
berpindah dari zat ke medium luar, misalnya uap yang terkondensasi, biasanya
melalui permukaan logam yang bersentuhan disebut pengering non adiabatik
(non adiabatic dryer) atau pengering tak langsung (indirect dryer) (Mc. Cabe,
1993).

3. Prinsip-prinsip Pengeringan.
Berbagai jenis bahan yang dikeringkan di dalam peralatan komersial
dan banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu
teori pun mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua jenis bahan dan
peralatan yang ada.Variasi bentuk dan ukuran bahan, keseimbangan
kebasahannya (moisture), mekanisme aliran bahan pembasah tersebut, serta
metode pemberian kalor yang diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses
pengeringan. Prinsip prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat
pengering antara lain :
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering. (Mc. Cabe, 1993)

4. Tray Dryer
Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, batch, dan konveksi.
Bahan diletakkan di wadah dan disangga. Metode pengeringan dengan tray
dryer merupakan metode pengeringan yang sudah lama tetapi sering
digunakan untuk pengeringan bahan padatan, butiran, serbuk atau granul yang
jumlahnya tidak terlalu besar. Umumnya alat berbentuk persegi dan
didalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan
dikeringkan.Ukuran bahan tetap selama pengeringan. Kondisi wadah adalah
diam, sedangkan cara berkontak gas adalah dengan aliran sejajar sehingga
memungkinkan masuknya aliran gas ke dalam ruangan antara padatan yang
dekat permukaan. Tray dryer memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:

Kelebihan:
1. Cocok untuk segala jenis bahan.
2. Moisture content akhir lebih rendah.
3. Cocok untuk penelitian skala laboratorium.
Kekurangan:
1. Konsumsi energi lebih tinggi.
2. Loading dan off loading dikerjakan secara manual.

5. Laju Pengeringan (Drying Kinetic)


Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika
pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari
material yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan
perubahan kandungan air yang terdapat dalam material untuk setiap waktu saat
dilakukan proses pengeringan. Dari kinetika pengeringan dapat diketahui
jumlah air dari material yang telah diuapkan, waktu pengeringan, konsumsi
energy. Parameteri-parameter dalam proses pengeringan untuk mendapatkan
data kinetika pengeringan adalah:
1. Moisture content (X) menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content (X) dibagi
dalam 2 macam yaitu basis kering (X) dan basis basah (X). Moisture
content basis kering (X) menunjukkan rasio antara kandungan air (kg)
dalam material terhadap berat material kering (kg). Sedangkan moisture
content basis basah (X) menunjukka rasio antara kandungan air (kg)
dalam material terhadap berat material basah (kg). Persamaan untuk
menghitung moisture content basis kering adalah:

t =
Dimana,
Xt = moisture content basis kering
W = berat bahan basah (kg)
Ws = berat bahan kering (kg)
2. Drying rate (N, kg/m2.s ) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap
satuan luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida
panas. Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju pengeringan
menurut Treybal (1981) adalah:
t
R=-

Dimana,
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan / jam m2)
Ws = berat bahan kering (kg)
A = luas permukaan bahan (m2)
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
T = waktu (jam)
Untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui waktu yang
dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu sampai
kadar air yang diinginkan pada kondisi tertentu , maka bisa dilakukan dengan
cara :

1. Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap.
Kandungan air dari suatu bahan akan menurun karena adanya
pengeringan, sedangkan kandungan air yang hilang akan semakin
meningkat seiring dengan penambahan waktu hingga pada waktu (t)
tertentu padatan mencapai keseimbangan kadar air dan proses
pengeringanpun berhenti. Untuk hubungan antara laju pengeringan
(drying rate) terhadap waktu adalah pada tahap awal, laju pengeringan
akan berjalan meningkat untuk selanjutnya menuju pada level konstan dan
menurun bahkan berhenti dikarenakan padatan telah mencapai
keseimbangan dengan air.

Gambar 2.1 Kurva Hubungan Moisture Content Suatu Bahan Dan


Drying Rate Terhadap Waktu (Mc-Cabe, 1983)

2. Kurva Laju Pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan


vs kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan
tetap dan pada kecepatan menurun.

Gambar 2.2 Kurva Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Moisture


Content Suatu Bahan.
III. Metode Percobaan
1. Alat
a. Krus 200 mL
b. Oven
c. Inkubator
d. Neraca analitik

a b c

d
Gambar 2.3 Alat-Alat Percobaan Drying
2. Bahan
Melon
3. Skema Kerja

Melon

Pemotongan

Ukuran 4x2x2 Ukuran 4x2x1 Ukuran 4x2x0,5

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Try Dyer (100oC) Try Dyer (100oC) Try Dyer (100oC)

Penimbangan Penimbangan Penimbangan


(setiap 10 menit) (setiap 10 menit) (setiap 10 menit)

Hasil pengukuran Hasil pengukuran Hasil pengukuran

Gambar 2.2 Skema pengeringan (drying) Melon dengan Suhu 100oC

Melon

Pemotongan

Ukuran 4x2x2 Ukuran 4x2x1 Ukuran 4x2x0,5

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Try Dyer (200oC) Try Dyer (200oC) Try Dyer (200oC)

Penimbangan Penimbangan Penimbangan


(setiap 10 menit) (setiap 10 menit) (setiap 10 menit)

Hasil pengukuran Hasil pengukuran Hasil pengukuran

Gambar 2.4 Skema pengeringan (drying) Melon dengan Suhu 200oC


V. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Pengeringan (drying) zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air
atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa
zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat
diterima.
b. Seiring berjalannya waktu pengeringan, massa bahan semakin kecil
hingga pada saat tertentu didapatkan massa bahan konstan.
c. Kecepatan pengeringan pada awalnya meningkat tetapi kemudian
menurun seiring dengan berkurangnya kadar air dalam bahan.
d. Critical moisture content pada semua sampel Melon pada suhu 200oC
berturut-turut adalah 0.1515, 0.5, dan 1. Sedangkan critical moisture
content pada semua sampel apel berturut-turut adalah 0.1562, 0.05, dan
0,33.
2. Saran
a. Pengeringan dilakukan sampai berat bahan benar-benar konstan
sehingga titik keseimbangan bisa lebih mudah ditentukan.

VI. Daftar Pustaka


Mc Cabe, W.L., Smith, J.C., and Harriot, P. 1993. Unit Operation of
Chemical Engineering 5th edition. Mc Graw-Hill. USA.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operation 3rd edition.
Prentice-Hall Inc. USA.

Anda mungkin juga menyukai