Anda di halaman 1dari 21

1.

Definisi
Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup serius, baik di
Indonesia maupun di dunia. Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu
atau lebih batu di ginjal maupun di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu saluran
kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ginjal dapat terus menetap dan perlahan-
lahan membesar di dalam ginjal sehingga menyebabkan kerusakan permanen pada
ginjal.
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan
mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726). Berdasarkan definisi di atas, maka
bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu
penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan karena terjadi pembentukan batu di
dalam ginjal, yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan
pada saluran dan proses perkemihan.

2. Anatomi Fisiologi
a. Ginjal
Menurut Mary Baradero (2008:2) ginjal terletak dibelakang peritoneum
parietal (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat
pada kedua sisi aorta abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke
bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal
orang dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit
dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif Muttaqin, 2011:3). Ginjal terbungkus
oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus
berwarna ungu tua (Syaifuddin, 2006:237). Tarwoto (2009:314) menjelaskan ginjal
disokong oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota
serta di bungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal,
pembuluh darah, dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu juta
nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular. Delapan puluh
lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron kortikal, sedangkan 15% terdiri
atas nefron jukstamedular. Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai dengan letak
glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron kortikal berperan dalam konsentarsi dan
difusi urine. Struktur urine yang berkaitan dengan proses pembentukan urine
adalah korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri dari glomerulus
dan kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal terdiri
atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal.
Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah
volume dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine (Mary
Baradero, 2008:5). Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di korteks renal
sebelah dalam dekat medulla (Arif Muttaqin, 2011:5).

b. Bagian Bagian dalam Ginjal


Menurut Tarwoto (2009:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
1) Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai dengan
lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua
glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.

2) Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut pyramid
ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3) Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian bergabung
menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks
mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang
berhubungan dengan ureter bagian proksimal.

c. Fungsi Ginjal :
Menurut Syaifuddin (2006:237) ginjal memilki beberapa fungsi, yaitu:
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di
ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang
dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relative normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang
optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran
yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan
(diare, muntah) ginjal akan meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting
(misalnya Na, K, Cl, dan fosfat).
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto (2009:318)
Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin atau
basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat dalam urin.
4) Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan,
hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang
berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron),
membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses
pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol(vitamin
D aktif) yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di usus.
d. Aliran darah di Ginjal dan Persarafan Ginjal
Menurut Arif Muttaqin (2011:6) ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per
menit atau 21 % dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara
terus-menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi
darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH
serta membuang produk-produk metabolisme urea.
Syaifuddin (2006:239) menjelaskan ginjal mendapat darah dari aorta
abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri
dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian
menjadi arteri arkuata. Arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus.
Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi
penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis mauk ke vena kava inferior.
e. Persyarafan Ginjal
Menurut Syaifuddin (2006:240) ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus
renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke
dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal. Diatas ginjal ini terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah
kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormone adrenalin dan
hormon kortison.
f. Proses Pembentukan Urin
Menurut Syaifuddin (2006:239) ada 3 tahap dalam pembentukan urine, yaitu :
1) Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen lebih besar dari permukaan
eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan bagian yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll, yang
diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida,
fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan
obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian
bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan
diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif
dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala
ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
Untuk lebih jelasnya tentang proses pembentukan urine dapat dilihat di gambar 2.2 di
bawah ini.
g) Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih (Arif Muttaqin,
2011:17). Panjangnya 25-30 cm dengan diameter 6mm. berjalan mulai dari pelvis
renal setinggi lumbal ke 2 (Tarwoto, 2009:323).
Menurut Syaifuddin (2006:241) lapisan dinding ureter terdiri dari :
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi
otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong mengeluarkan sumbatan
tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter (Arif Muttaqin, 2011:17).
Menurut Arif Muttaqin (2011:17) kedua ureter merupakan kelanjutan dari
pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam kandung kemih, khususnya ke area yang
disebut trigon. Trigon adalah area segitiga yang terdiri atas lapisan membran mukus
yang dapat berfungsi sebagai katup untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter
ketika kandung kemih berkontraksi (Mary Baradero, 2008:5). Ureter memasuki
kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih.
Normalnya ureter berjalan secara obliquesepanjang beberapa sentimeter menembus
kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural.
h) Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi/berkemih (Arif Muttaqin,
2011:18).
Menurut Tarwoto (2009:325) kapasitas maksimum kandung kemih pada oran
dewasa sekitar 300-450 ml, dan anak-anak antara 50-200 ml. Pada laki-laki kandung
kemih berada dibelakang simpisis pubis dan didepan rektum, pada wanita kandung
kemih berada dibawah uterus dan didepan vagina. Pada keadaan penuh akan
memberikan rangsangan pada saraf aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi
otot detrusor yang mendorong terbukanya leher kandung kemih, sehingga terjadi
proses miksi. Fungsi utama dari ginjal adalah menampung urin dari ureter dan
kemudian dikeluarkan melalui uretra. Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan
jaringan, yaitu:
(1). Lapisan paling dalam adalah mukosa yang menghasilkan mukus.
(2). Lapisan submukosa adalah lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk
sudut disebut otot detrusor.
(3). Lapisan paling luar adalah serosa.
Untuk lebih jelasnya tentang anatomi kandung kemih dapat dilihat pada gambar 2.3
di bawah ini.
i) Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Uretra pada pria panjang uretra 20 cm,
sedangkan pada perempuan panjangnya 3-4 cm (Syaifuddin, 2006:246). Perbedaan
panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering
terjadi pada pria. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior (Arif Muttaqin, 2011:20). Adanya sfingter
uretra interna yang dikontrol secara involunter memungkinkan pengeluaran urine
dapat dikontrol. Pada pria saluran ini juga berfungsi sebagai tempat menyalurkan air
mani (Tarwoto,2009:327).
j) Proses Berkemih
Menurut Tarwoto (2009:326) urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit,
tetapi dapat bervariasi antara 0,5-20 ml/menit. Aktivitas saraf parasimpatis
meningkatkan frekwensi peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan frekwensi.
Banyaknya aliran urine pada uretra di pengaruhi oleh adanya obstruksi Karena
konstriksi ureter dan juga kontriksi arterior afferen yang berakibat pada penurunan
produksi urine, demikian juga pada adanya obstruksi ureter karena batu.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis , baik sensorik maupun
motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor.
Normalnya spinter interna pada leher kandung kemih berkontraksi. Sedangkan spinter
eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter), dipersarafi oleh nervus pudendal
yang merupakan serat saraf somatik.
Menurut Syaifuddin (2006:247) kontrol volunter ini hanya mungkin bila saraf-
saraf yang menangani kandung kemih uretra, medulla spinalis dan otak, bila tidak
maka terjadi inkontinensia urine.
3. Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada
usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air
(bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang),
diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna
hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan),
dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti
Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah
kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan
sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal
dannyeriluarbiasadantaknyaman.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien
sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm
keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area
kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik
renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan
batu yaitu:

a. Teori inti (nucleus):


Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang
sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan
pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang
rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini
tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan
kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :
a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat
bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang
yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid.
Orang menderita kangker, struke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu
kalsium. Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
1) Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang
berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
2) Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
b. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
1) Primer autosomal resesif
2) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
3) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal,
sindrom malabsorbsi
c. Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
1) Makanan yang banyak mengandung purin
2) Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3) Dehidrasi kronis
4) Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi,
terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu
sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
e. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan
ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari
pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim,
arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.
6. Gambaran klinis
Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
a. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu
berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya
lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
b. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
(http://mantrinews.blogspot.com)
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal
serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran
kemih: demam dan menggigil.
e. Gejala gastrointestinal, meliputi:
1) Mual
2) Muntah
3) Diare (Nursalam, 2011:67)

7. Komplikasi
Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi nya adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).
8. Test Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat

c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 10
mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut).
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian
saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika
batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan
untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki
drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini.
Menurut (http://www.dostoc.com) pengumpulan data pada klien
dengannefrolitiasis :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose
medis, dan tanggal medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut
(Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada
pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
pendekatan PQRST.
Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST
Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis
Provoking Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri,
Incident tetapi pada beberapa kasus di dapatkan bahwa pada
perubahan posisi secara tiba-tiba dari berdiri atau
berbaring berubah ke posisi duduk atau melakukan fleksi
pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.
Quality of Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik
pain ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos system kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensai nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat
peregengan kapsul ginjal karena terjadi terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila nyeri

mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh


area kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti
mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat
dari reflex retrointestinal dan proksimitas anatomi ginjal
ke lambung, pankreas dan usus besar.
Region, Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan
radiation, nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke
relief paha dan genetalia. Pasien merasa ingin berkemih,
namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Keluhan ini
disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal dari area renal
menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah
mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria
mendekati testis.
Severity Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
(scale) of dan pasien akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.
pain 0= Tidak ada nyeri
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat
4= Nyeri berat sekali/tak tertahan

Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada


pada posisi 3 di rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.

Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala


timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga.
Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus
menerus atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa
yang sedang dilakukan pasien pada waktu gejala timbul.
Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut
pertama kali timbul dan usahakan menghitung
tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada
pasien apa yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau
tidak enak
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.Menurut Kartika
S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit
ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi,
natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin D.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang
tua.
d) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat secara
umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis pasien meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan
pemerikasaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang
menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual yang seksama.
2. Pola-pola Fungsi Kesehatan
Menurut (http://perawathati.blogspot.com) pengkajian pola-pola fungsi
kesehatan pada pasien dengan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam
menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka
pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat
atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan
bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya
luka pada ginjal.
d. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena
adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah
sakit.
h. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan
selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
i. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada
gangguan.
j. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika
stress muncul.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdoa supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat
sembuh.
3. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan
sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada
sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal
dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
b. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W.,
2013:189).
c. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
(http://alisarjunipadan.blogspot.com)
e. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan
pengobatan) berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008:65).
5. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal
dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.
Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi sumbatan
kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.
2) Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.
Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit.
3) Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
4) Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
5) Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
6) Berikan obat anti nyeri/analgesik
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri
b. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W.,
2013:189).
Tujuan : Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil : Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada,
dorongan ingin berkemih terus berkurang.
Intervensi :
1) Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.
Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda komplikasi
misalnya infeksi, atau perdarahan.
2) Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya
batu.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi
ginjal.
c. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
Tujuan : Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat,
pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi :
1) Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi.
2) Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) atau
dengan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi.
3) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat yang dapat
merangsang pusat muntah.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang
tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik.
5) Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan kemauan
asupan nutrisi dan cairan peroral.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
(http://alisarjunipadan.blogspot.com).
Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil : Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi :
1. Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri,
panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis.
2. Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang Suhu, nadi,
respirasi dan tekanan darah.
3. Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk.
4. Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan luka
Rasinal : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga
5. Kolaborasi medik pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme
Daftar Pustaka
Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.

Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.

http://online-journal.unja.ac.id

Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto

Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai