PENDAHULUAN
Apoteker yang semula hanya berperan sebatas distribusi dan penyediaan obat,
sekarang memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap kesehatan pasien.
Apoteker diharapkan mampu melaksanakan kegiatan menyeluruh dari
mengidentifikasi, mencegah, sampai menyelesaikan berbagai masalah terkait
pengobatan pasien. Bentuk nyata dari kegiatan tersebut adalah konseling pasien,
pemberian informasi obat, dan monitoring kadar obat dalam darah pasien.
BAB II
1 | FA R M A S I K L I N I K
PEMBAHASAN
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung
dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
2 | FA R M A S I K L I N I K
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk
tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala
sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
3 | FA R M A S I K L I N I K
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Penggunaan pelayanan
kefarmasian tidak hanya digunakan untuk pelayanan resep tapi juga
untuk pengobatan sendiri (swamedikasi) (Gupta,dkk.,2011).
a. Apotek
b. Instalasi farmasi rumah sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
4 | FA R M A S I K L I N I K
e. Toko obat atau
f. Praktek bersama
2.2.1. Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
5 | FA R M A S I K L I N I K
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
2.2.3. Puskesmas
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:
a. pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik
6 | FA R M A S I K L I N I K
f. pemantauan terapi Obat; dan
g. evaluasi penggunaan Obat.
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada
fase penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang
diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan,
mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau
penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak
benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten
terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan
yang sampai pada pasien.
7 | FA R M A S I K L I N I K
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang
penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu
dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi
dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah
ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di
bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil
dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis
duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan
pada dosis obat yang diorder.
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat
2. Transcription Errors
8 | FA R M A S I K L I N I K
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan
pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data
laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi
yang ditulis.
3. Administration Error
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum
dosis terjadwal berikutnya.
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari
waktu pemberian obat terjadwal.
9 | FA R M A S I K L I N I K
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian
suatu obat.
Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri
sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang
keliru.
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter,
juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada
tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
4. Dispensing Error
10 | F A R M A S I K L I N I K
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda
dari yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia
bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan
secara tidak tepat. masan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi
karena berdekatan
Tuan Hasan merupakan pasien yang terdaftar sebagai pasien Askes, dia
melakukan kunjungan rutin ke sebuah rumah sakit , pada kunjungan kali ini tn.
Hasan menerima resep dengan diagnosis dislipidemia, osteoartritis, hipertensi,
gerd, cpod dan neuropati. Tn. Hasan menerima obat-obatan sebagai berikut :
Nifedipine 2x1 60
Meloxicam 15 mg 1x1 30
Lansoprazole 30 mg 1x1 7
Neurodex 3x1 90
11 | F A R M A S I K L I N I K
OBH Syrup 2x1 1
Dexanta 3x1 21
1. Over Prescribing
2. Under Prescribing
3. Incorrect Prescribing
12 | F A R M A S I K L I N I K
5. Polypharmacy
Dalam resep ini terdapat penggunaan obat yang tidak rasional yang
tergolong kedalam Over Prescribing (pengobatan ganda untuk GERD) dan
Incorrect Prescribing (pemberian OBH yang idak sesuai dengan diagnose). Over
Prescribing yaitu menggunakan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi,
pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan.
13 | F A R M A S I K L I N I K
malam, perawat yang mencoba untuk memberikan Xanax menemukan bahwa
dia hanya memiliki sepuluh kemasan blister 0,25 mg dosis tunggal tersisa dan
menghubungi farmasi, meminta 7,5 mg Xanax lagi sehingga dia bisa
mematuhi perintah dokter. Farmasi mengirimkan tiga puluh 0,25 mg.
Perawat meminta dua asisten perawat untuk membantunya membuka 40
kemasan blister. Karena mereka membuka kemasan blister dan menempatkan
tablet dalam sebuah wadah, dokter pasien masuk dan bertanya, "Apa yang
kalian lakukan?" "Membuka dosis tunggal unit sehingga kita bisa
memberikan 10 mg dosis Xanax seperti yang Anda perintahkan , "jawab
perawat itu. "Apakah Anda gila?" Tanya dokter, "perintahku 1 mg,
bukan 10 mg."
14 | F A R M A S I K L I N I K
Jenis kesalahan administrasi yang paling sering dilaporkan adalah
obat yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat dan kelalaian dosis.
Contoh Kasus:
Resep obat larutan KCl oral dipersiapkan dalam jarum suntik untuk
diberikan kepada pasien melalui selang nasogastrik. Pengobatan intavena juga
dipersiapkan dalam bentuk jarum suntik dan dibawa ke sisi tempat tidur pasien
dalam piringan (nampan) yang sama. Dua orang perawat mempersiapkan dan
memeriksa obat untuk pasien ini.
15 | F A R M A S I K L I N I K
Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan
bengkak pada lutut bagian kanan, tanpa disertai demam menggigil atau nyeri
hebat pada lututnya. wanita itu memiliki riwayat sebagai penderita penyakit
sendi degeneratif dan paroxysmal atrial fibrillation, dan dia menggunakan
warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi mengungkapkan jumlah sel darah
putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah eritrosit dari 320/mm3. Tidak ada kristal
terlihat dengan mikroskop birefringent, dan tidak ada organisme yang terlihat
dari hasil test.
Medication errors terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia atau lemahnya
sistem yang ada. Medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan
obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan
resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaannya oleh
pasien atau petugas kesehatan.
Menurut laporan dari The Institute of Medicine setiap tahun medical error
menyebabkan kematian pada 44,000-98,000 pasien di Amerika Serikat. Angka
kematian ini jauh lebih besar dari angka kematian yang disebabkan oleh 8
penyebab utama kematian di Amerika. Diperkirakan biaya total yang harus
16 | F A R M A S I K L I N I K
dikeluarkan untuk mengatasi medical error mencapai US$17-29 milyar. Meskipun
prosentase medical error yang disebabkan oleh obat (medication error) pada
pasien rawat jalan tidak diketahui, namun obat merupakan salah satu penyebab
yang umum untuk terjadinya medical error, yaitu sekitar 3.7% dari seluruh
pasien.6,7 Dengan demikian jelaslah bahwa medication error menjadi komponen
yang signifikan untuk terjadinya medical error di rumahsakit-rumahsakit di
Amerika Serikat.
Dari berbagai hasil penelitian terlihat bahwa angka kejadian medication error
cenderung underestimate atau jauh lebih kecil dari sebenarnya terjadi. Hal ini
dapat dipahami mengingat dalam keseharian masalah tersebut sering luput dari
pengamatan karena tidak dikenal, tidak dianggap sebagai suatu kesalahan atau
karena tidak memberikan risiko yang berarti bagi pasien.
17 | F A R M A S I K L I N I K
Dampak dari medication error sangat beragam mulai dari keluhan ringan yang
dialami pasien hingga kejadian serius yang memerlukan perawatan rumahsakit
lebih lama atau bahkan kematian. Di Amerika Serikat medication errors
meningkatkan biaya pelayanan kesehatan sekitar US$1900 per pasien. Laporan
yang ada juga menyebutkan bahwa di antara 90.000 kasus klaim asuransi di AS,
medication error termasuk masalah kedua yang paling sering dan paling mahal
biaya klaimnya. Bidang pediatrik termasuk 6 terbesar di antara 16 spesialisasi lain
yang acap kali menuai klaim atas medication error, yang jumlahnya mencapai
rata-rata $292 136 per kasus.
Selain itu kurangnya komunikasi dan kerja sama antara praktisi yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan, seperti dokter, perawat dan farmasi atau pasien itu
sendiri salah satu penyebab medication errors. Jika setiap komponen tidak dapat
bekerja sama, tidak berkomunikasi dengan baik, pembagian tugas tidak seimbang,
maka akan menciptakan peluang terjadinya kesalahan, dan kesalahan ini dapat
terjadi dalam pengobatan.
18 | F A R M A S I K L I N I K
menjadi tanggung jawab bersama baik dokter, perawat maupun petugas
kesehatan lainnya.
BAB III
PENUTUP
19 | F A R M A S I K L I N I K
3.1. Kesimpulan
Dampak dari medication error sangat beragam mulai dari keluhan ringan yang
dialami pasien hingga kejadian serius yang memerlukan perawatan rumah sakit
lebih lama atau bahkan kematian.
Kepustakaan
20 | F A R M A S I K L I N I K
Bahfen, F. (2006). Aspek Legal Layanan Farmasi Komunitas
Konsep Pharmaceutical Care. Majalah Medisina.
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association.
22 | F A R M A S I K L I N I K