KELOMPOK II
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO II
Nyeri ulu hati merupakan gejala yang sering dikeluhkan pada penderita
dispepsia, yaitu kumpulan gejala klinis rasa tidak nyaman atau nyeri yang
dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain
yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa
penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini sifatnya hilang
timbul atau terus-menerus.
Pembentukan Bilirubin.
Sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua (rata-rata berumur
120 hari) dalam sistem monosit makrofag. Tiap hari 50 ml darah dihancurkan,
menghasilkan 250-350 mg bilirubin atau 4 mg/kgBB/hari. Sedangkan 15%
bilirubin berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sumsum tulang
(hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Transpor Plasma.
Dalam pembuluh darah, B berikatan dengan albumin (karena sifat B yang tak
larut air) untuk dibawa ke hati. B juga tidak dapat melewati membran
glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan B- albumin
melemah pada keadaan asidosis, dan seperti antibiotic, salisilat, berlomba pada
temapat ikatan dengan albumin.
Liver Uptake.
Konjugasi.
Konjugasi bilirubin berlangsung dalam reticulum endoplasma sel hati dengan
asam glukuronat (dengan bantuan enzim glukuronil transferase) sehingga
menjadi bilirubin terkonjugasi (B). Reaksi katalisis ini, mengubah sifat B
yang larut lemak, tak dapat diekskresi dalam kemih menjadi B yang larut air,
dan dapat diekskresi dalam kemih.
Ekskresi Bilirubin.
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel hati dilakukan
dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin dengan terhadap protein
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan
bilirubin oleh hati: asam flavaspidat, novosbiosin, dan beberapa zat warna
kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya
menghilang bila obat pencetus dihentikan.
Sirosis hati paling sering disebabkan oleh minuman keras, hepatitis B dan
hepatitis C. Untuk menghindari penyakit in, sangat dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol karena konsumsi alkohol yang berlebihan
dapat merusak fungsi hati yang nantinya dapat berkembang menjadi sirosis hati.
Alkohol termasuk zat hepatotoksik sehingga dapat menimbulkan kerusakan hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati tersebut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak.
Perut sebah
Pemeriksaan
Pemeriksaan lab
Differential
Diagnosis
Tata Laksana
G. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
a. Fase Prehepatik
Transport Plasma. Bilirubin yang tidak larut dalam air tersebut akan
ditransport dengan bantuan albumin dan tidak dapat melalui glomerolus.
Bilirubin yang terikat oleh albumin ini disebut bilirubini indirek.
b. Fase Intrahepatik
c. Fase Pascahepatik
Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan organ berbentuk buah pear berongga yang
melekat pada permukaan bawah hati.Ia berhubungan dengan duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Dinding kandung empedu terdiri atas
lapisan-lapisan berikut:
a. Lapisan mukosa yang terdiri dari atas epitel toraks dan lamina propria.
Lapisan mukosa mempunyai lipatan-lipatan yang khususnya nyata pada
kandung mepedu yang kosong. Mikrovili sering terdapat pada daerah
apikal. Dekat duktus sistikus, epitel mengalami invaginasi ke dalam
lamina propria, membentuk kelenjar tubulo-asiner dengan lumen yang
luas. Sel-sel kelenjar ini mempunyai sifat sel yang mengsekresi mukus
dan bertanggung jawab akan pembentukan mukus yang terdapat dalam
empedu.
b. Lapisan otot polos tipis dan tidak teratur. Lapisan jaringan penyambung
yang tebal menghubungkan permukaan superior kandung empedu ke hati.
Permukaan yang berlawanan diliputi oleh lapisan serosa khas, peritoneum.
c. Lapisan jaringan penyambung perimuskuler yang berkembang baik
d. Membran mukosa
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan empedu dan
memekatkannya dengan mereabsorpsi airnya.Reabsorpsi air dianggap
merupakan akibat osmotik pompa natrium. Karena ion natrium dan klorida
ditranspor dalam jumlah yang sama, terbukti tidak adanya selisih potensial
antara ke 2 permukaan organ tersebut. Natrium klorida dan air menembus
membran apeks sel dan berjalan ke lateral menuju celah intersel dan dari sini
ke pembuluh darah lamina propria. Kontraksi otot polos kandung empedu di
rangsang oleh kolesistokinin, suatu hormon yang dihasilkan dalam mukosa
usus halus.
Anatomi
Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang amat kompleks (Amirudin, 2007).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli.Setiap lobulus merupakan badan
heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus
mengelilingi vena sentralis.Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut
sinusoid yang dibatasi sel kupffer.Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan
hati (Lindseth, 2006).Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang
merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel
hati.Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang
mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma,
2006).
Hati mempunyai 2 aliran darah; dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatis dan dari aorta melalui arteri hepatica.Darah dari vena porta dan
arteri hepatica bercampur dan mengalir melalui hati dan akhirnya terkumpul
dalam v. hepatica dextra dan sinistra, yang bermuara ke dalam v.
cava.Beberapa titik anastomosis portakava terhadap darah pintas di sekitar
hati pada sirosis hepatis yang bermakna klinis, yaitu v. esophageal, v.
paraumbilikalis, dan v. hemoroidalis superior. (Lindseth, 2006)
Histologi
Vesica Fellea
Empedu yang dihasilkan hepatosit mengalir melalui kanalikuli biliaris,
duktulus biliaris, dan duktus biliaris.Struktur ini secara berangsur bergabung,
membentuk anyaman yang berkonvergensi membentuk duktus hepatik.Duktus
hepatik, setelah bergabung dengan duktus sistikus dari kandung empedu,
berlanjut ke duodenum sebagai duktus koledokus (Mescher, 2011).
Gbr. 1Saluran empedu dan kandung empedu (Mescher, 2011).
Interferon
Timosin alfa 1
Vaksinasi terapi
Lamivudin
Adefovir dipivoksil
- Depresi
- Rambut rontok
Timosin Alfa 1. Timosin adalah suatu jenis sitoksin yang dalam keadaan alami
ada ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai
sediaan parental maupun oral. Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit.
Pemberian Timosin alfa 1 pada pasien hepatitis B kronik dapat menurunkan
replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB.
Keunggulan obat ini adalah tidak ada efek samping seperti IFN. Dengan
kombinasi dengan IFN, obat ini akan meningkatkan efektifitas IFN. 4
Vaksinasi Terapi. Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B
adalah kemungkinan penggunaan vaksin Hepatitis B untuk pengobatan infeksi
VHB. Prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidap VHB tidak
memberikan respons tehadap vaksin Hepatitis B konfensional yang
mengandung HBsAg karena individu - individu tersebut mengalami
imunotoleransi terhadap HBsAg. Suatu vaksin terapi yang efektif adalah suatu
vaksin yang kuat yang dapat mengatasi imunotoleransi tersebut. Salah satu
dasar vaksinasi terapi untuk Hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang
menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat
Human Leucocyte Antigen (HLA)- resttricted, diharapkan sel T sitotoksik
tersebut mampu menghancurkan sel - sel hatu yang terinfeksi VHB. Salah
satu strategi adalah penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-S.
Strategi kedua adalah menyertakan amtigen kapsid yang spesifik untuk sel
limfosit T sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksin DNA. 4
B.Terapi Antivirus
1. Lamivudin. Lamivudin adalah suatu enantiomer ( - ) dari 3' tiasidin yang
merupakan suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan
pembentuk genom sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang
berfungsi dalam transkipsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam
replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah
terjadinya infeksi hepatosik sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak
mempengaruhi sel - sel yang telah terinfeksi karena pada sel - sel yang telah
terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular (triple c
DNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi
seperti semula karena sel - sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus
baru lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antiviral
yang kuat. Kalau diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, lamivudin akan
menurunkan kadar VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.
Dengan metode hibridisasi, DNA VHB tidak bisa dideteksi lagi dengan
metode non PCR dalam waktu 8 minggu tetapi masih dapat dideteksi dengan
metode PCR. Setelah ditentukan selama 2 minggu kadar DNA akan kembali
positif dan mencapi kadar sebelum terapi. 4
Menurut penelitian, dalam waktu 1 tahun serokonversi HBeAg menjadi anti
HBe terjadi pada 16 - 18 % pasien yang mendapat lamivudin, sedangkan
serokonversi hanya terjadi pada 4 - 6 % yang mendapat plasebo (p<0,05) dan
19% pada pasien yang mendapat IFN. 4
Suatu parameter tunggal terbaik yang bisa dipakai untuk meramalkan
kemungkinan serokonversi HBeAg adalah kadar ALT. 4 Setelah terapi, kadar
ALT berangsur - angsur kembali normal. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa setelah pengobatan Lamivudin selama 1 tahun telah menjadi
perbaikkan derajat nekroinflamasi serta penurunan progesi fibrosis yang
bermakna. Di samping itu terjadi penurunan indeks aktivitas histologik
( Histologic Activity Index ) lebih besar atau sama dengan 2 poin pada 62 - 70
% pasien yang mendapat Lamivudin dibandingkan dengan 30-33% pada
kelompok plasebo. Lamivudin menurunkan progresi fibrosis sebesar 30%
dibandingkan dengan 15% pada kelompok plasebo (p<0,01). Pada kelompok
amivudin progesi menjadi sirosis terjadi pada 1,8% dibandingkan dengan
7,1% pada kelompok plasebo. 4
Khasiat Lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih
panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka
panjang. Penelitian dilakukan secara prospektif (cohort) pada terapi yang
diberikan selama 4 tahun menunjukkan serokonversi berturut - turut setiap
tahunnya sebagai berikut : 22, 29, 40, dan 47 %. Bila hanya pasien ALT > 2x
nilai normal tertinggi saja yang diberikan terapi Lamivudin, didapatkan angka
serokonversi yang lebih baik, berturut - turut tiap tahunnya 38, 42, 65, dan
75%. Sayangnya, strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh
munculnya virus yang kebal terhadap Lamivudin, yang biasa disebut mutan
YMDD. Mutan tersebut akan meningkat 20% tiap tahun bila terapi Lamivudin
diteruskan.
Di samping khasiat Lamivudin untuk menghambat fibrosis, Peek dan kawan -
kawan telah membuktikan pada binatang percobaan (woodchucks) yang
terinfeksi VHB, bahwa pemberian Lamivudin sedini mungkin dapat
mencegah terjadinya karsinoma hepato selular.
Kekebalan terhadap lamivudin. Mutan VHB yang kebal terhadap Lamivudim
biasanya muncul setelah terapi selama 6 bulan dan terdapat kecenderungan
peningkatan dengan berjalan waktu. VHB yang kebal terhadap Lamivudin
mengalami mutasi pada gen P di daerah dengan motif YMDD (tyr-met-asp-
asd). Salah satu penelitian yang dilakukan pada pasien dari Asia menunjukkan
angka kekebalan yang meningkat berturut-turut mulai tahun pertama sampai
tahun keempat : 17, 40, 65, dan 67%.4
Mutan YMDD mengalami replikasi yang lebih lambat dibandingkan dengan
VHB tipe liar, dan karena itu kadar DNA VHB pada pasien dengan infeksi
mutan masih lebih rendah dibandingkan dengan kadar sebelum terapi. Bila
terjadi kekebalan terhadap Lamivudin, analog nukleosid yang masih bisa
dipakai (misalnya Adefovir dan Enticavir).
Lamivudin pada pasien sirosis dengan DNA VHB positif. Penelitian
menunjukkan bahwa Lamivudin dapat dipakai pada pasien sirosis
dekompensata dengan DNA VHB yang positif. Sebagian besar pasien
mengalami perbaikkan penyakit hati dan penurunan Child-Turcotte-Pugh
(CTP) yang disertai dengan penurunan kebutuhan tranplantasi hati pada
pasien - pasien sirosis yang mendapatkan terapi Lamivudin sedikitnya selama
6 bulan. Sebagian pasien yang mendapat terapi Lamivudin tetap mengalami
progresi penyakit hati sehingga tetap memerlukan transplantasi hati. Sebagian
lagi meninggal lagi meninggal setelah mendapat terapi Lamivudin selama
beberapa bulan pertama.
Suatupenelitianyangdilakukanpada154orangpasiensirosis yang mendapat
Lamivudin menunjukkan bahwa pasien - pasien dengan sirosis yang relatif
lebih ringan mendapat manfaan yang lebih besar dibandingkan dengan pasien
sirosis berat.
3. Analog Nukleosid yang lain. Berbagai macam analog neuklosid yang dapat
dipakai pada hepatitis B kronik adalah Famciclovir dan emtericitabine (FTC).
IFN atau Analog Nukleosid. Untuk ALT 2 5 kali nilai tertinggi dapat
diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU 3x seminggu. Untuk
ALT 5 x nilai normal tertinggi dapat diberikan lamivudin 100 mg tiap hari.
Pemakaian IFN tidak dianjurkan.
Lama Terapi Antivirus. Dalam keadaan biasa IFN diberikan sampai 6 bulan
sedangkan Lamivudin sampai 3 bulan setelah serokonversi HBeAg.
Waktu Pengukuran Respons Antivirus. Selama terapi ALT, HBeAg dan DNA
VHB (non PCR) diperiksa tiap 1-3 bulan. Setelah terapi selesai ALT, HBeAg
dan DNA VHB (nonPCR) diperiksa tiap 1-3 bulan. 4
Analog Nukleosid dan Transplantasi Hati. Pada pasien infeksi VHB yang
perlu dilakukan transplantasi hati sangat sulit untuk melakukan eradiksi VHB
sebelum transplantasi. Bila pasien tersebut dilakukan transplantasi maka
angka kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi sangat tinggi karena
pasca transplantasi semua pasien mendapat terapi imunosupresif yang kuat.
Karena itu, dulu para ahli sempat meragukan manfaat transplantasi hati pasien
hepatitis B. Dengan adanya terapi antivirus spesifik yang dapat menghambat
progresi penyakit hati setelah transplantasi, maka kini transplantasi tetap
diberikan kepada pasien infeksi VHB. Penelitian menunjukkan bahwa dengan
menggunakan gabungan Hepatitis B immune globulin (HBG) dengan
lamivudin kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi dapat ditekan sampai
kurang dari 10%. Di samping itu, lamivudin ternyata bisa memperpanjang
angka harapan hidup pasca transplantasi. 4
Sirosis hati
Etiologi dari Sirosis Hepatis
Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas,tetapi sering
disebutkan antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Schiff (1998) bahwa di negara Asia faktorgangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepatis. Darihasil
laporan Hadi di dalam simposium patogenesis sirosis hepatis diYogyakarta
tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitianmakanan terdapat
81,4 % penderita kekurangan protein hewani , danditemukan 85 %
penderita sirosis hepatis yang berpenghasilan rendah,yang digolongkan ini
ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,mereka yang tidak
bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah (Hadi,2002).
b. Hepatitis Virus
Infeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosishepatis. Hanya
HBV atau HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Infeksi HBV
didiagnosisoleh adanya antigen permukaan hepatitis B (HBsAg); HCV,
oleh anti-HCVdan HCV RNA (Anand, 2002).
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satupenyebab
sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigenoleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakithati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untukterjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderunganuntuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukanperjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis
virus A (Hadi,2002).
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan, minuman alkohol, dan bahan kimia dapat
menyebabkanterjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hatiakut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkankerusakan kronis akan berupa sirosis hepatis (Hadi, 2002).
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat padaorang-orang
muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi basalganglia dari otak,
dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarnacoklat kehijauan disebut
Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini didugadisebabkan defesiensi bawaan
dari seruloplasmin. Penyebabnya belumdiketahui dengan pasti, mungkin
ada hubungannya dengan penimbunantembaga dalam jaringan hati (Hadi,
2002).
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada duakemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dariFe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpaipada
penderita dengan penyakit hati alkoholik.
a. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
sirosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis,
biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang berwarna
kehitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lainnya adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
b. Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat lagio melakukan fungsinya sama sekali. Koma
hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu : komahepatikum
primer yang disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolisme tidak dapat berjalan sempurna.
Kedua yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati
secara langsung, tetapi oleh sebab lain seperti perdarahan, akibat terapi
asites, dan obat-obatan serta pengaruh substansia nitrogen
Prognosis
Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-
masing.Yang mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis
danregenerasi, gabungan untuk derajat yang sangat berbeda dalam
pasiensirosis tunggal
Prognosis dari sirosis yangdisebabkan oleh racun (alkohol atau obat-
obatan, bahan kimia, dll) adalahjauh lebih baik dengan menghilangkan
kausal atau penyebab (Kuntz,
2008).
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan aktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T CD8+
akan mengeliminasi virus dengan sasaran dinding sel hati yang memiliki
antigen berupa peptida HbcAg dan HbeAg. Sel T CD8+ tersebut kemudian
menghancurkan hepatosit tersebut sehingga menyebabkan kadar SGPT
meningkat akibat adanya nekrosis hati. Di samping itu, aktivasi interferon
gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T
CD8+ sksn mengeliminasi virus secara intrasel sehingga tidak merusak
hepatosit.
Aktivasi sel B dengan bantuan sel T CD4+ akan menyebabkan produksi anti-
HBs, anti-HBc, dan anti-Hbe. Fungsi anti-HBs adalah untuk netralisasi virus
dan mencegah penyebaran virus antar sel. Jika antibodi yang ada dalam tubuh
pasien tersebut dapat mengeliminasi virus, maka pasien akan sembuh.
Sedangkan jika tidak, infeksi hepatitis b ini akan berlanjut menjadi infeksi
hepatitis b kronik. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor virus seperti:
terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, terjadinya mutasi VHB,
maupun integrasi genom VHB dengan hepatosit. Faktor host seperti: faktor
genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen
nukleokapsid, maupun kelainan fungsi limfosit.
2. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sitesis yang dihasilkan oleh
sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya
tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang
menigkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan
pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya trasudasi cairan dari
ruang intravaskuler ke ruang interstisial.
Mekanisme dan patogenesis dari sirosis hati, terbagi menjadi empat, yaitu:
a. Hipertensi Porta
Dari diskusi tutorial kali ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien wanita
berusia 48 tahun didiagnosa mengalami sirosis hati dengan keluhan
nyeri ulu hati. Tanda-tanda sirosis hati didapat dari ananamnesis
riwayat penyakit dahulu pasien, dari hasil pemeriksaan fisik liver
span 5 cm, dari hasil pemeriksaan lab. HBsAg (+). Pasien
mengalami sindroma dispepsia berdasarkan anamnensis dengan
keluhan nyeri di ulu hati dan sakit berkurang setelah makan.
Sirosis hati pasien diawali dengan gangguan pada hepar. Hal ini
berhubungan dengan riwayat penyakit dahulu pasien dengan
HBsAg (+), BAK kecoklatan seperti teh, kadar bilirubin direk dan
total mengalami kenaikan, dan kadar albumin yang mengalami
penurunan. Dengan kadar albumin yang menurun pasien
mengalami asites pada abdomen dan atrofi M. Temporalis.
Saran untuk tutorial berikutnya agar kami dapat menggunakan waktu secara
efisien supaya waktu yang dialokasikan untuk diskusi dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Memahami materi diskusi dengan baik, supaya diskusi berjalan
lancar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Adanya tutor yang memahami skenario dengan baik, kami syukuri karena
tutor dapat mengarahkan dengan baik jalannya tutorial sehingga dapat menemukan
serta memahami tujuan pembelajaran pada diskusi kali ini.
DAFTAR PUSTAKA
D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, Jakarta, EGC, 1990.
E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Klinik,
Edisi 2, Tangerang
Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., 1992. Tinjauan Klinis
Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta: EGC
Guyton, Hall .2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11; Fungsi sekresi saluran
pencernaan. Jakarta : EGC, hal 840-844
Junqeira, L.C. & Jose Carneiro. 1980. Basic Histology. California. Lange Medical
Publications
Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Raven, P.H., and Johnson, G.B. 1986. Biology. New York. Times Mirror/ Mosby
College Publishing
Sanityoso, Andri. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Interna Publishing
Stranding, S et al. 2005. Grays Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice
Thirty-Ninth Edition. London: Elsevier Ltd