Pertambangan Mangan
dalam Teori Kritis Jrgen Habermas
(Suatu Pembacaan Kritis)
oleh
Sintus Runesi
1
Jurnal Veritas Vol. 4 No. 2 Juli- Desember 2010 ISSN 2085-5443
2
Jurnal Veritas Vol. 4 No. 2 Juli- Desember 2010 ISSN 2085-5443
ilmu terkait dan penggunaannya dalam praksis. Yang pertama adalah lingkungan atau
keperluan dasar yang mendorong manusia mengembangkan ilmu yang bersangkutan. Yang
kedua menyangkut manfaat yang mau dicapai lewat ilmu tersebut. Habermas
mengungkapkan bahwa kegunaan suatu ilmu secara hakiki berhubungan dengan
lingkungannya. Lingkungan menentukan lingkup penggunaan ilmu yang bersangkutan.
Habermas membedakan tiga macam ilmu pengetahuan yaitu:
1. Ilmu pengetahuan yang terkait dengan kepentingan empiris-analitis. Ilmu-ilmu yang lahir
dari dorongan untuk menguasai alam fisis yang bersifat nomologis deterministis. Media
yang digunakan dalam ilmu-ilmu ini adalah pekerjaan. Kelompok ilmu ini
mengorganisasikan pengalaman kita dalam rangka kebutuhan akan penguasaan alam.
2. Ilmu pengetahuan yang terkait dengan kepentingan historis-hermeneutis. Kelompok ilmu
ini berakar dalam dorongan manusia untuk memahami keunikan aktus manusia. Dan untuk
mencapai makna tentang manusia, media yang pantas untuk digunakan ialah bahasa atau
interaksi sosial. Yang mau dicapai lewat ilmu-ilmu ini adalah perluasan intersubjektivitas
saling pengertian, atau komunikasi, menuju tindakan bersama.
3. Ilmu pengetahuan yang terkait dengan kepentingan kritis-refleksi. Kelompok ilmu ini
berakar dari dorongan manusia membebaskan diri dari ideologi yang menindas, mencapai
pembebasan atau emansipasi. Media yang digunakan adalah kekuasaan dalam hal ini
hubungan asimetris antara paksaan dan ketergantungan. Melalui refleksi-refleksi kristis
atas kondisi-kondisi historis manusia, diharapkan mampu membebaskan manusia dari
penindasan-penindasan yang tak disadari.
Hal terpenting dari pembedaan atas ilmu-ilmu di atas menghantarnya pada refleksi
yang lebih mendalam mengenai bahasa dan komunikasi sebagai prasyarat perwujudan pola
kehidupan masyarakat yang emansipatoris.
Bahasa dan komunikasi yang menjadi prasyarat tersebut mampu teraktualisasi hanya
dalam dunia-hidup. Dunia-hidup oleh Habermas dipahami sebagai wilayah hubungan
manusia yang terbangun lewat komunikasi dengan bahasa tertentu. Dengan komunikasi yang
bebas memungkinkan suatu rasionalisasi atas hidup manusia dalam dunia-hidup. Komunikasi
yang bebas dan terbuka akan membawa partisipan dalam suatu consensus bersama yang
diterima dan dipahami lewat pergulatan argumentasi partisipan.
Lewat proses argumentasi, di mana partisipan dalam suatu alur komunikasi yang imun
terhadap tekanan dapat secara kritis mengkaji suatu klaim hipotetis atas validitas. Pengkajian
itu melewati tiga tahap yaitu tahap logika, tahap proses dialektis dan tahap proses retoris.
Proses pada logika menuntut seorang partisipan menyingkirkan kontradiksi-kontradiksi
dalam dirinya dengan pengungkapan makna yang konsisten. Pada tahap proses dialektis,
seorang partisipan dituntut untuk memandang persoalan dari sudut pandang tertentu yang
memungkinkan penilaian objektif terhadap masalah yang terjadi. Akhirnya dalam tahap yang
ketiga, partisipan diandaikan bebas dari tekanan dan ketidaksetaraan. Melalui ketiga tahap ini
partisipan yang terlibat dalam komunikasi tersebut mampu membaca persoalan kebenaran,
keadilan dan rasa secara objektif, sosial dan subjektif. Dengan itu diharapkan seorang
individu dalam konteks yang bersangkutan mencapai suatu perspektif yang bebas dari
kepentingan subjektif tertentu.
3
Jurnal Veritas Vol. 4 No. 2 Juli- Desember 2010 ISSN 2085-5443
tindakan komunikatif. Yang pertama mengenai penguasaan atas dunia objek atau alam
dengan sasarannya adalah hasil yang diinginkan. Tindakan rasional-sasaran ini masih dibagi
lagi dalam dua yaitu tindakan instrumental yang terarah pada perbuatan terhadap alam dalam
hal ini menyangkut pekerjaan dan tindakan strategic yang bertujuan memanipulasi manusia.
Tindakan komunikatif dibagi dalam dua bagian yakni komunikasi dan diskursus.
Komunikasi dianggap sekadar pembicaraan spontan tanpa tujuan yang mau dicapai, atau
dengan kata lain hanya sekadar berbicara mengisi waktu luang. Sedangkan diskursus
merupakan pembicaraan yang bertujuan menemukan suatu jalan keluar secara benar atau
betul dan pasti dari suatu persoalan yang dibicarakan dalam komunikasi. Diskursus secara
refleksif mau memastikan kebenaran dari suatu pembicaraan yang spontan.
Tindakan kunci dari suatu usaha membangun masyarakat adalah komunikasi. Diskursus
mengandaikan adanya komunikasi. Tindakan strategis pun mengandaikan komunikasi. Begitu
pun pekerjaan mengandaikan komunikasi, karena dari hakikatnya manusia selalu bekerja
sama. Agar mampu bekerja sama, manusia memerlukan koordinasi, dan komunikasi itu dapat
terjadi hanya mungkin lewat komunikasi verbal yang menghasilkan kesalingpengertianan.
Suatu komunikasi verbal akan berhasil bila tindakan komunikasi dalam bahasa itu
memenuhi empat norma dasar. Komunikasi verbal itu : (1) harus jelas, artinya orang harus
dapat mengungkapkan secara jelas apa yang dimaksudkannya, (2) harus benar, artinya
mengungkapkan apa yang memang mau diungkapkan, (3) harus jujur, artinya dalam
pembicaraan itu harus jauh dari kebohongan, dan (4) harus betul, artinya sesuai dengan
norma-norma yang yang diandaikan bersama secara objektif, sosial dan subjektif.
Dengan bertolak dari perhatian Habermas atas implikasi bahasa dalam suatu tindakan,
kita dapat bertolak kepada pertanyaan bagaimana perubahan sosial masyarakat Nusa
Tenggara Timur terkait dengan pertambangan mangan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita
perlu pertama-tama memahami menurut Habermas bagaimana perubahan sosial dapat terjadi.
4
Jurnal Veritas Vol. 4 No. 2 Juli- Desember 2010 ISSN 2085-5443
sebagai situasi dasariah sebagian besar masyarakat mau diselesaikan dengan pendekatan
rasionalitas sasaran yang didukung oleh ilmu-ilmu empiris-analitis. Misalnya pendirian
pabrik pencucian mangan dengan alasan akan terjadi perubahan hidup masyarakat.
Pemecahan itu sendiri menjadi ideologis karena menangani proses komunikasi yang
menyertai kebijakan tersebut menurut pola kekuasaan. Ketika sebagian masyarakat mencoba
mempertanyakan kebijakan yang diambil, pemerintah justru semakin berani mengambil
keputusan dengan alasan yang sangat utilitaristis.
Kebijakan yang ideologis itu lahir karena faktor rasionalitas masyarakat dalam hal ini
rakyat kecil yang sangat rendah. Hal ini terutama dipicu oleh kenyataan bahwa pengetahuan
rakyat kecil sangat minim. Karena itu, penindasan ideologis ini menimpa mereka dari dua
arah sekaligus. Pada level praksis dan level teori. Dari satu sisi, pada level praksis yang
nampak melalui system, dalam hal ini kerangka institusional yang dengan watak
rasionalitasnya telah memeroleh pengaruh yang menguasai dunia-hidup. Pada sisi lain,
penindasan itu terjadi lewat pengetahuan. Pengetahuan adalah kekuasaan. Rakyat kecil
dengan pengetahuan yang minim, dapat dengan mudah diperdayai dengan bahasa yang
kelihatannya jelas, benar, jujur dan betul.
Pada titik ini, pemilik modal dengan tindakan strategis melalui instrumental
knowledge dapat dengan mudah memobilisasi masyarakat untuk menambang mangan.
Dengan itu para pemilik modal dapat meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, dan
masyarakat tidak menyadari kerugian yang mereka ciptakan bagi diri mereka.
Dengan penindasan yang terjadi seperti ini, dinamika perkembangan masyarakat yang
tergantung secara mutlak dari pengalaman-pengalaman kontingen tidak dapat dipastikan baik
secara apriori maupun secara aposteriori. Sebab semua yang mendukung kemajuan rakyat
kecil tidak terpenuhi di sini, terutama menyangkut rasionalitas komunikatif tidak berjalan
secara efektif.
6. Catatan akhir
Klaim pemerintah bahwa pertambangan memungkinkan perubahan hidup masyarakat ke arah
yang lebih baik tidak dapat sepenuhnya diterima. Pemeritah mengungkapkan bahwa rakyat
akan semakin sejahtera, dan pendapatan asli daerah (PAD) akan meningkat dengan adanya
penambangan. Bila dikritisi menurut pandangan Habermas, kebijakan pemerintah ini tidak
memenuhi kriterium bagi perkembangan suatu kelompok masyarakat. Sebab kebijakan
pemerintah tersebut kontradiktif dengan situasi sosial masyarakat kita. Kontradiksi itu
nampak dari formasi dasar masyarakat kita yang kapitalistik-feodal yang terbangun dari
individu dan kelompok-kelompok yang saling bertentangan menyangkut kepentingan
masing-masing.
Menurut Habermas, perubahan sosial masyarakat hanya akan terjadi bila tindakan
komunikatif dalam hal ini diskursus menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan
rakyat kecil dengan sistem yang sering menindas. Namun, hal itu menjadi aporia. Menjadi
jalan buntu bagi kita. Konteks masyarakat Nusa Tenggara Timur yang kapitalistik-feodal,
tidak memungkinkan tindakan komunikatif yang efektif sebagaimana diharapkan Habermas.
Tindakan komunikatif itu sendiri menjadi bumerang bagi rakyat kecil. Bagi kebanyakan
masyarakat kita, terutama rakyat kecil, pernyataan dan perkataan pemimpin adalah kebenaran.
Masyarakat tidak lagi akan berpikir kritis ketika pemerintah dengan memboncengi adat dan
atau pendekatan kekeluargaan meminta mereka untuk bekerja sama.
Di sini, kita boleh mengungkapkan bahwa belum adanya suatu kerangka normatif
yang mampu merangkum pluralitas kepentingan masyarakat seharusnya menjadi alarm bagi
kita untuk sementara menghentikan semua kegiatan penambangan. Sebab kerangka normatif
sebuah masyarakat demokratis diukur dari universalitas acuan legitimasinya. Acauan
legitimasi itu hanya dianggap legitim apabila disepakati dalam diskursus di mana semua yang
5
Jurnal Veritas Vol. 4 No. 2 Juli- Desember 2010 ISSN 2085-5443
bersangkutan ikut serta dengan bebas. Diskursus bersama mengenai tambang mangan yang
terlaksana selama ini hanya melibatkan pemerintah dan mereka yang mendukung dengan
pihak yang merasa perlu berjuang bagi masyarakat dan lingkungan hidup.
Pandangan Habermas membawa implikasi bahwa proses penambangan mangan yang
didasarkan pada prinsip legitimasi yang tidak diakui semua warga tidak memiliki legitimasi
etis. Dalam masyakarat yang secara prinsip pluralis, kerangka normatif terkait penambangan
mangan yang mengikat kehidupan bersama harus berdasarkan pada kesepakatan bersama
yang dicapai dalam komunikasi yang tidak didistorsikan oleh pelbagai tekanan pihak-pihak
yang lebih kuasa (mekanisme pasar di mana pemerintah pun tunduk di bawahnya). Dalam
bahasa Habermas: prosedur-prosedur dan prasyarat-prasyarat pencapaian kesepakatan
rasional sendiri menjadi prinsip.
Daftar Bacaan:
Frans Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta, Kanisius, 199214
----------, Pijar-pijar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 2005
Sindung Tjahyadi, Teori-teori Jrgen Habermas: Asumsi-asumsi Dasar Menuju Metodologi
Kritik Sosial, artikel pdf, yang diunduh dari
http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/view/25/21
Uwe Steinhof, The Philosophy of Jrgen Habermas, A Critical Introduction, Oxford, Oxford
University Press 2009 yang diunduh dari
http://www.ebook3000.com/The-Philosophy-of-Jrgen-Habermas-A-Critical-
Introduction-47267.html