Anda di halaman 1dari 8

Inovasi terkait pengelolaan sampah 3R (reduce, reuse, dan recycle ) dari

Denmark dan Swedia


MENUJU ZERO WASTE, AND WASTE TO ENERGY
Dalam menjalankan prinsip program waste-to-energy, pemerintah Denmark dan Swedia
selalu mengkampanyekan prinsip reduce, reuse, recycling, recycling alternatives energy dan
landfill. Prinsip ini merupakan pemilahan sampah yang masih bisa digunakan, didaur ulang
dan diperbaiki sebelum diubah energi alternatif.

Teknologi Mechanical Biological Treatment (MBT).


I n ov as i si s t em b a r u pen golahan sampah yang diken al dengan istilah MBT
(Mec ha ni ca l Biologi cal Trea tment ) yan g diadopsi dari Denmark dan Swedia. Melalui
teknologi dry anaerobic digestion and composting dan teknologi WTE (Waste to Energy).
MBT adalah suatu teknologi modern yang ramah lingkungan yang dapat mereduksi
sampah melalui pemilahan, pencacahan, daur ulang, refuse derived fuel (RDF), kompos dan
energi listrik atau bahan bakar gas (BBG). Di mana sampah anorganik di daur dengan cara
dibakar lalu energi panasnya digunakan sebagai pembangkit listrik dan sampah organiknya
difermentasi dan akan dibuat kompos, air lindinya bisa menghasilkan gas metan yang bisa
menghasilkan listrik atau sumber bahan bakar gas (BBG), lalu residunya atau padatanya bisa
menjadi pupuk kompos kelas tinggi.

Teknologi dry anaerobic digestion and composting merupakan sistem pengolahan


sampah dari Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebelum dibawa ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) atau dikenal dengan istilah Intermediate Treatment Facility (ITF).
Dengan adanya ITF, volume sampah yang akan diangkut ke TPA akan menjadi berkurang karena
proses pengelolaan dari TPS bisa dilakukan di ITF. Setelah itu sampah dibawa ke TPA yang
diolah menggunakan sistem sanitary landfill. Sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah yang
benar-benar tidak bisa diolah di ITF. Dengan teknologi ini, biaya angkut sampah akan lebih
kecil karena volume sampah yang semakin berkurang. Selain itu, sistem ini juga akan
membuat sanitary landfill akan lebih awet.
ITF (Intermediete Treatment Facility) adalah fasilitas pengolahan sampah antara yang
bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah sebesar-besarnya sebelum masuk ke TPA atau
tempat pembuangan akhir sampah. ITF biasa juga disebut dengan transfer station yang
penting adalah fasilitas yang fungsinya dapat sebesar mungkin mengurangi jumlah sampah
yang ditimbun di TPA. Dengan adanya ITF ini sangat diharapkan dapat mengurangi biaya
pengangkutan sampah dan juga sekaligus menambah umur TPA. Tapi masih ada tujuan mulia
lainnya yaitu menghasilkan energi alternatif.

Teknologi dry anaerobic digestion and composting adalah sistem pengelolaan sampah dengan
dukungan tempat penampungan sementara atau Intermediate Treatment Facility (ITF). Kalau
selama ini sampah dari Tempat Penampungan Semen tara (TPS) lang sung diangkut menuju
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), maka dengan teknologi ini sampah dari TPS ditampung dulu
di ITF.
Di sini sampah mengalami proses lanjutan, untuk diolah menjadi kompos, biogas, listrik,
batu bata dari sampah organik, briket arang pengganti minyak tanah, hingga barang-barang b
ernilai ekonomis lain. Sampah yang tidak bisa diolah lagi di ITF, kemudian diangkut ke TPA.
Sampah di T PA diolah dengan menggunakan sistem sanitary landfill.
Den g an mekani sme terseb ut, sudah t en tu volume sampah di TPA akan jauh b
erkurang karena sudah diolah dulu di T PS maupun IT F. Peran IT F akan mengcover
beberapa TPS yang ada di sejumlah wilayah. ITF mampu menampung sampah sekitar 1.500
ton atau bahkan leb ih, t er gant ung dari luas lahann ya.
Di rekt ur Peng em b an g an Pen yeh ata n Li n g kun g an Permukiman (PLP) Ditjen
Cipta Karya, Syukrul Amien, meng aku b elum t ahu pasti seb er apa besar ti ng kat penguran
gan volume sampah den gan teknologi d ry anaerobic karena baru akan dicoba di Indonesia.
Tapi di Denmark, teknologi ini mampu menekan volume sampah sampai 30%. Di Indonesia
mungkin lebih dari
30% karena sampah terbesar adalah jenis sampah organik yang mudah diurai, katanya.
Dari sisi geografis, keberadaan TPA kebanyakan berlokasi di pelosok yang jauh dari lokasi
TPS. Perjalanan sampah menuju TPA membutuhkan biaya transportasi mahal dan waktu yang
cukup lama. Kehadiran ITF dapat m e m o t o n g j a r a k d a r i T P S k e T P A s e h i n
g g a perjalanannya menjadi lebih dekat dan waktu lebih singkat. Biaya transportasi pun
menjadi lebih murah karen a bahan b akar yang dib ut uhkan truk ar mada pengangkut akan
berkurang.
Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono dalam sambutan di acara seminar berharap teknologi
ini bisa diterapkan oleh para pemimpin daerah, bai k w alikota maupun bupati di skala
perkotaan sebagai alternatif pengolahan sampah. Menurutnya, dengan teknologi ini, biaya angkut
sampah akan lebih kecil karena volume sampah yang semakin berkurang. Selain itu, sistem ini
juga akan membuat sanit ary landfill di TPA akan leb ih aw et.
Pengurangan volume sampah dilakukan melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan
cara membangun lokasi 3R di pemukiman warga. Saat ini terdapat 94 titik 3R untuk
mereduksi 35 ton sampah per hari. Total volume sampah di Jakarta adalah 7.000 ton per hari.
Proyek percontohan program 3R berada di lokasi fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum
(fasum) Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakart a Utara. Di sini akan diban gun fasilitas
pengolahan sampah dengan teknologi integrated dry a na erob ic di gesti on a n d c omp ost in g
yan g dapat menampung 200 ton sampah per hari. Sampah akan diolah menjadi kompos dan
listrik. Pengembang PIK dan Yayasan Buddha Tsu Zi sudah berkomitmen untuk membangunnya.
I TF Cakun g Ci lin ci ng (Caci ng ) telah memperluas lahannya dari semula 4,5 hektar
menjadi 7,5 hektar. Saat beroperasi tahun depan, ITF Cacing akan mampu mengolah sampah
sebanyak 1.300 ton per hari. Sampah itu diolah menjadi kompos, bahan bakar pembangkit
listrik dengan kapasitas 4,95 Mega Watt (MW ) atau menghasilkan Bahan Bakar Gas (BBG)
sebesar 445.699 Million Metric British Thermal Units (MMBTU). Saat ini ITF Cacing sudah
beroperasi tahap awal, sedangkan beroperasi penuh pada Juli 2012.

ITF Sunter berdiri di atas lahan 3,5 hektare dan mampu mengolah sampah 1.200 ton per
hari dengan teknologi pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy). Saat ini, ITF Sunter
beroperasi sebagai fasilitas pemadatan sampah Stasiun Peralihan Antara Sunter (SPA Sunter).
Sementara ITF Marunda direncanakan mampu mengolah sampah hingga 1.500 ton per hari di atas
lahan 12 hektar.
Teknologi pengolahan sampahuntuk menjadi energi listrik atau teknologi WtE (Waste
to Energy) pada prinsinya sangat sederhana sekali yaitu:

Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)

Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan
bantuan boiler

Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin

Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros

Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah - rumah atau ke pabrik.

Proses konversi thermal

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa,
dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan
tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi,
molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang
kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol,
padatan char, dan produk gas. Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan
organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak
sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-11000C). Seperti halnya pirolisa,
proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas)
atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas
dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane
dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi
sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas
methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3. Landfill ialah
pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill,
limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas
dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air
hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate).
Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal proses
aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut
mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri
dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan
pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.
Proses pembakaran dan proses teknologi fermentasi metana untuk mengubah sampah
menjadi energi (PLTSa) :
1. Proses pembakaran
PLTSa dengan proses pembakaran menggunakan proses konversi Thermal dalam
mengolah sampah menjadi energi. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap
yaitu:

a. Pemilahan dan Penyimpanan Sampah


1) Limbah sampah kota yang berjumlah 500-700 ton akan dikumpulkan pada suatu tempat
yang dinamakan Tempat Pengolahan Akhir (TPA).
2) Pemilahan sampah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan PLTSa.
3) Sampah ini kemudian disimpan didalam bunker yang menggunakan teknologi RDF
(Refused Derived Fuel).Teknologi RDF ini berguna dalam mengubah limbah sampah kota
menjadi limbah padatan sehingga mempunyai nilai kalor yang tinggi.
4) Penyimpanan dilakukan selama lima hari hingga kadar air tinggal 45 % yang kemudian
dilanjutkan dengan pembakaran.

b. Pembakaran Sampah
1) Tungku PLTSa pada awal pengoperasiannya akan digunakan bahan bakar minyak.
2) Setelah suhu mencapai 850oC 900oC, sampah akan dimasukkan dalam tungku
pembakaran (insenerator) yang berjalan 7800 jam.
3) Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO,
CO2, O2, NOx, dan Sox. Hanya saja, dalam proses tersebut juga terjadi penurunan kadar O2.
Penurunan kadar O2 pada keluaran tungku bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar
menjadi berkurang dan hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit listrik.

c. Pemanasan Boiler
Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari pembakaran sampah. Panas
ini akan memanaskan boiler dan mengubah air didalam boiler menjadi uap.

d. Penggerakan Turbin dan Generator Serta Hasil.


Uap yang tercipta akan disalurkan ke turbin uap sehingga turbin akan berputar. Karena
turbin dihubungkan dengan generator maka ketika turbin berputar generator juga akan
berputar. Generator yang berputar akan mengahsilkan tenaga listrik yang kan disalurkan ke
jaringan listrik milik PLN. Dari proses diatas dengan jumlah sampah yang berkisar 500-700
ton tiap harinya dapat diolah menjadi sumber energi berupa listrik sebesar 7 Megawatt.

2. Teknologi Fermentasi Metana


Pada tauhn 2002, di Jepang, telah dicanangkan biomass- strategi total Jepang
sebagai kebijakan negara. Sebagai salah satu teknologi pemanfaatanbiomass sumber
daya alam dapat diperbaharui yang dikembangkan di bawah motobendera ini, dikenal tek
nologi fermentasi gas metana. Sampah dapur serta airseni, serta isi septic tank diolah den
gan fermentasi gas metana dan diambilbiomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih lanju
t panas yang ditimbulkan jugaturut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat digunakan
untuk pembuatan kompos.
Karena sampah dapur mengandung air 7080%, sebelum dibakar, kandungan
air tersebut perlu diuapkan. Di sini, dengan pembagian berdasarkan sumber penghasil sam
pah dapur serta fermentasi gas metana, dapat dihasilkan sumber
energi baru dan ditingkatkan efisiensi termal secara total.
Pemanfaatan Gas dari Sampah untuk Pembangkit Listrik dengan teknologi fermentasi
metana dilakukan dengan dengan metode sanitary landfill y a i t u , memanfaatkan gas yang
dihasilkan dari sampah (gas sanitary landfill/LFG).
Landfill Gas (LFG) adalah produk sampingan dari proses dekomposisi dari timbunan
sampah yang terdiri dari unsur 50% metan (CH 4), 50% karbon dioksida (CO2) dan <1% non-
methane organic compound (NMOCs). LFG harus dikontrol dan dikelola dengan baik karena
lanjut Beliau, jika hal tersebut tidak dilakukan dapat menimbulka smog (kabut gas beracun),
pemanasan global dan kemungkinan terjadi ledakan gas, sistem sanitary landfill dilakukan
dengan cara memasukkan sampah kedalam lubang selanjutnya diratakan dan dipadatkan
kemudian ditutup dengan tanah yang gembur demikian seterusnya hingga menbentuk lapisan-
lapisan.
Untuk memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya adalah memasang
pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas selanjutnya dialirkan menuju tabung
pemurnian sebelum pada akhirnya dialirkan ke generator untuk memutar turbin. Dalam
penerapan sistem sanitary landfill yang perlu diperhatikan adalah, luas area harus mencukupi,
tanah untuk penutup harus gembur, permukaan tanah harus dalam dan agar ekonomis lokasi
harus dekat dengan sampah sehingga biaya transportasi untuk mengangkut tanah tidak terlalu
tinggi.
Gambar 1. Sistem Kerja ITF

Gambar . Sistem Kerja Teknologi MBT


Gambar . Sistem Kerja Teknologi MBT Secara Sederhana

Gambar . Hasil MBT dengan Teknologi Dry Anaerobic Digestion And Composting
Gambar . Sistem Kerja Teknologi WTE

Anda mungkin juga menyukai