Teknologi dry anaerobic digestion and composting adalah sistem pengelolaan sampah dengan
dukungan tempat penampungan sementara atau Intermediate Treatment Facility (ITF). Kalau
selama ini sampah dari Tempat Penampungan Semen tara (TPS) lang sung diangkut menuju
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), maka dengan teknologi ini sampah dari TPS ditampung dulu
di ITF.
Di sini sampah mengalami proses lanjutan, untuk diolah menjadi kompos, biogas, listrik,
batu bata dari sampah organik, briket arang pengganti minyak tanah, hingga barang-barang b
ernilai ekonomis lain. Sampah yang tidak bisa diolah lagi di ITF, kemudian diangkut ke TPA.
Sampah di T PA diolah dengan menggunakan sistem sanitary landfill.
Den g an mekani sme terseb ut, sudah t en tu volume sampah di TPA akan jauh b
erkurang karena sudah diolah dulu di T PS maupun IT F. Peran IT F akan mengcover
beberapa TPS yang ada di sejumlah wilayah. ITF mampu menampung sampah sekitar 1.500
ton atau bahkan leb ih, t er gant ung dari luas lahann ya.
Di rekt ur Peng em b an g an Pen yeh ata n Li n g kun g an Permukiman (PLP) Ditjen
Cipta Karya, Syukrul Amien, meng aku b elum t ahu pasti seb er apa besar ti ng kat penguran
gan volume sampah den gan teknologi d ry anaerobic karena baru akan dicoba di Indonesia.
Tapi di Denmark, teknologi ini mampu menekan volume sampah sampai 30%. Di Indonesia
mungkin lebih dari
30% karena sampah terbesar adalah jenis sampah organik yang mudah diurai, katanya.
Dari sisi geografis, keberadaan TPA kebanyakan berlokasi di pelosok yang jauh dari lokasi
TPS. Perjalanan sampah menuju TPA membutuhkan biaya transportasi mahal dan waktu yang
cukup lama. Kehadiran ITF dapat m e m o t o n g j a r a k d a r i T P S k e T P A s e h i n
g g a perjalanannya menjadi lebih dekat dan waktu lebih singkat. Biaya transportasi pun
menjadi lebih murah karen a bahan b akar yang dib ut uhkan truk ar mada pengangkut akan
berkurang.
Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono dalam sambutan di acara seminar berharap teknologi
ini bisa diterapkan oleh para pemimpin daerah, bai k w alikota maupun bupati di skala
perkotaan sebagai alternatif pengolahan sampah. Menurutnya, dengan teknologi ini, biaya angkut
sampah akan lebih kecil karena volume sampah yang semakin berkurang. Selain itu, sistem ini
juga akan membuat sanit ary landfill di TPA akan leb ih aw et.
Pengurangan volume sampah dilakukan melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan
cara membangun lokasi 3R di pemukiman warga. Saat ini terdapat 94 titik 3R untuk
mereduksi 35 ton sampah per hari. Total volume sampah di Jakarta adalah 7.000 ton per hari.
Proyek percontohan program 3R berada di lokasi fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum
(fasum) Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakart a Utara. Di sini akan diban gun fasilitas
pengolahan sampah dengan teknologi integrated dry a na erob ic di gesti on a n d c omp ost in g
yan g dapat menampung 200 ton sampah per hari. Sampah akan diolah menjadi kompos dan
listrik. Pengembang PIK dan Yayasan Buddha Tsu Zi sudah berkomitmen untuk membangunnya.
I TF Cakun g Ci lin ci ng (Caci ng ) telah memperluas lahannya dari semula 4,5 hektar
menjadi 7,5 hektar. Saat beroperasi tahun depan, ITF Cacing akan mampu mengolah sampah
sebanyak 1.300 ton per hari. Sampah itu diolah menjadi kompos, bahan bakar pembangkit
listrik dengan kapasitas 4,95 Mega Watt (MW ) atau menghasilkan Bahan Bakar Gas (BBG)
sebesar 445.699 Million Metric British Thermal Units (MMBTU). Saat ini ITF Cacing sudah
beroperasi tahap awal, sedangkan beroperasi penuh pada Juli 2012.
ITF Sunter berdiri di atas lahan 3,5 hektare dan mampu mengolah sampah 1.200 ton per
hari dengan teknologi pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy). Saat ini, ITF Sunter
beroperasi sebagai fasilitas pemadatan sampah Stasiun Peralihan Antara Sunter (SPA Sunter).
Sementara ITF Marunda direncanakan mampu mengolah sampah hingga 1.500 ton per hari di atas
lahan 12 hektar.
Teknologi pengolahan sampahuntuk menjadi energi listrik atau teknologi WtE (Waste
to Energy) pada prinsinya sangat sederhana sekali yaitu:
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan
bantuan boiler
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah - rumah atau ke pabrik.
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa,
dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan
tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi,
molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang
kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol,
padatan char, dan produk gas. Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan
organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak
sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-11000C). Seperti halnya pirolisa,
proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas)
atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas
dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane
dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi
sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas
methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3. Landfill ialah
pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill,
limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas
dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air
hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate).
Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal proses
aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut
mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri
dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan
pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.
Proses pembakaran dan proses teknologi fermentasi metana untuk mengubah sampah
menjadi energi (PLTSa) :
1. Proses pembakaran
PLTSa dengan proses pembakaran menggunakan proses konversi Thermal dalam
mengolah sampah menjadi energi. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap
yaitu:
b. Pembakaran Sampah
1) Tungku PLTSa pada awal pengoperasiannya akan digunakan bahan bakar minyak.
2) Setelah suhu mencapai 850oC 900oC, sampah akan dimasukkan dalam tungku
pembakaran (insenerator) yang berjalan 7800 jam.
3) Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO,
CO2, O2, NOx, dan Sox. Hanya saja, dalam proses tersebut juga terjadi penurunan kadar O2.
Penurunan kadar O2 pada keluaran tungku bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar
menjadi berkurang dan hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit listrik.
c. Pemanasan Boiler
Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari pembakaran sampah. Panas
ini akan memanaskan boiler dan mengubah air didalam boiler menjadi uap.
Gambar . Hasil MBT dengan Teknologi Dry Anaerobic Digestion And Composting
Gambar . Sistem Kerja Teknologi WTE