Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PATIENT SAFETY MEDICAL BEDAH

KAMAR OPERASI

KELOMPOK 8 :

MUHLIS R MIU
PANJI YUGA BASUKI
MUH. REYNALDI ADHI YATMA
NOFLIN
IZKI

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


S1 KEPERAWATAN
2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 3 april 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat,
jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan
sebagai kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis
yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien,
bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak
terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal
akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan ( commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
( omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas
hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada
prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up
yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah
adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain
cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien ( patient safety )
merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian
peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun
2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a
Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di
rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for
Patient Safety , program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang


Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit. Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit
untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien
mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai
bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system
Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pengertian Patient Safety

1.2.2 Tujuan Patient Safety

1.2.3 Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari kesalahan
medis (Medical Error) di Rumah Sakit

1.2.4 Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya keselamatan


pasien di Rumah Sakit

1.2.5 Pelaksanaan program-program pencegahan

1.2.6 Aspek Hukum terhadap Patient Safety

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk memahami Pengertian Patient Safety

1.3.2 Untuk memahami Tujuan Patient Safety


1.3.3 Untuk memahami

Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari kesalahan medis
(Medical Error) di Rumah Sakit

1.3.4 Untuk memahami

Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya keselamatan pasien di


Rumah Sakit

1.3.5 Untuk memahami

Pelaksanaan program-program pencegahan

1.3.6 Untuk memahami Aspek Hukum terhadap Patient Safety


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang


terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu dan aman.

2. Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun
2005 dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh
Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.

3. Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan


hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu
pasien itu sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan
mengenai keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan memberikan
kejelasan atas tanggung jawab hukum bagi semua komponen tersebut.

3.2 Saran

1. Agar pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya keselamatan


pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan
aman dengan mengeluarkan dan memperbaiki aturan mengenai keselamatan
pasien yang mengacu pada perkembangan keselamatan pasien (patient safety)
internasional yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.

2. Agar setiap rumah sakit menerapkan sistem keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan
peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu.

3. Agar seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan bekerja sama dalam upaya
mewujudkan patient safety karena upaya keselamatan pasien hanya bisa bisa
dicapai dengan baik dengan kerjasama semua pihak.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Patient Safety

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

2.2 Tujuan Patient Safety

Tujuan Patient safety adalah

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;

3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD.

1. Pengertian keselamatan pasien

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (Permenkes No.1691, 2011)

2. Pentingnya keselamatan pasien

Pada saat ini pelayanan kesehatan sangatlah kompleks, lebih efektif namun apabila
pemberi pelayanan kurang hati-hati dapat berpotensi terjadinya kejadian tidak
diharapkan atau adverse event.

Pada November 1999,

the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees

mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien ( patient safety)


merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian
peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya.

Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko, yaitu:

a. Kesalahan Medis (Medical Error)

Suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak
seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah
untuk mencapai suatu tujuan (yaitu, kesalahan perencanaan). Kesalahan yang
terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien.

b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan
bukan karena underlying disease atau kondisi pasien (KKP-RS).

c. Nyaris Cedera (NC)/ Near Miss

Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil, yang dapat mencederai pasien.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah
adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain
cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.

3. Aplikasi patient safety dalam Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan medikal bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien


dewasa yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi
mengalami gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan
keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh kenyamanan,
membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya,
melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit,
mengupayakan pemulihan sampai klien dapat mencapai kapasitas produktif
tertingginya, serta membantu klien menghadapi kematian secara bermartabat.

Keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian,


perencanaan, implementasi dan evaluasi, dengan memperhitungkan keterkaitan
komponen-komponen bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis
sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan.

Penerapan Pasien Safety Goal pada pasien dewasa dilakukan seperti pada umumya.
Namun pada keperawatan medikal bedah, penerapan 6 sasaran pasien safety
dalam tindak pembedahan menjadi suatu hal terpenting.

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/
lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Pengidentifikasi pasien sangat penting ketika pemberian obat, transfusi darah, atau
produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti
nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan

bar-code , dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.

Dalam pengidentifikasian pasien (termasuk disini pasien dewasa) menggunakan


gelang bar-code dengan warna-warna yang menunjukkan kondisi pasien. Biru
berarti pasien laki-laki, pink berarti pasien perempuan, kuning berarti pasien
dengan resiko jatuh, merah berarti pasien dengan resiko alergi dengan obat
tertentu, dan ungu berarti pasien yang tidak boleh dilakukan resusitasi.

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


Komunikasi efektif dilakukan untuk meningkatkan komunikasi antar pemberi
pelayanan agar tidak terjadi kesalahan dalam pentransferan informasi mengenai
pasien.

Selain itu, komunikasi efektif antara pemberi pelayanan kesehatan (salah satunya
perawat) dengan pasien (dalam hal ini pasien dewasa) sangatlah penting.
Mengingat psikologis dan cara berpikir orang dewasa yang lebih kompleks,
komunikasi efektif sangat penting untuk membangun kenyamanan, kepercayaan,
dan privacy pasien.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai ( High-Alert)

Penggunaan obat yang beresiko tinggi mengalami kesalahan adalah Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA.

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah


pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).

Pada keperawatan medikal-bedah, dengan pasien dewasa atau yang memiliki


kelainan fisiologis bahkan masalah kesehatan yang kompleks, kehati-hatian dalam
pemberian obat sangatlah diperlukan. Karena kesalahan dalam pemberian obat
terhadap pasien akan mempengaruhi perubahan status kesehatannya.

Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepatpasien Operasi

Program Keselamatan Pasien safe surgery saves lifes sebagai bagian dari upaya
WHO untuk mengurangi jumlah kematian bedah di seluruh dunia. Tujuan dari
program ini adalah untuk memanfaatkan komitmen dan kemauan klinis untuk
mengatasi isu-isu keselamatan yang penting, termasuk praktek-praktek
keselamatan anestesi yang tidak memadai, mencegah infeksi bedah dan
komunikasi yang buruk di antara anggota tim. Untuk membantu tim bedah dalam
mengurangi jumlah kejadian ini, WHO menghasilkan rancangan berupa checklist

keselamatan pasien di kamar bedah sebagai media informasi yang dapat membina
komunikasi yang lebih baik dan kerjasama antara disiplin klinis.

Di lingkungan bangsal rumah sakit, keselamatan dijaga dengan memperhatikan tiga


hal. Pertama, dengan identifikasi pasien secara normal dan pengenaan pita
identifikasi yang tidak bisa dilepas. Informasi personal yang rinci dan tercatat pada
pita tersebut harus konsisten dengan semua dokumen. Kedua kompilasi yang
cermat pada semua kartu dan dokumen saat pasien masuk rumah sakit, dalam
masa perawatan, dan ketika pulang menjamin bahwa semua rencana serta
informasi adalah mutakhir dan keselamatan pasien tidak akan dirugikan dengan
hilangnya atau dobelnya informasi tersebut. Ketiga, pengalihan informasi yang
dilakukan dengan hati-hati antara pasien dan semua anggota tim medic serta tim
multi disiplin merupakan unsur yang esensial. Hal ini memungkinkan pasien untuk
memahami rencana asuhan keperawatannya dan juga memudahkan
berlangsungnya tindakan medis seaman mungkin.

Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien yang akan di lakukan operasi
untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan, mencegah
terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur operasi serta mengurangi komplikasi
kematian akibat pembedahan sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety surgery
(WHO 2008). Yaitu:

1) Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang benar

2) Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah
bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.

3) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari
adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.

4) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko


kehilangan darah.

5) Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya resiko
alergi obat pada pasien.

6) Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.

7) Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada
luka pembedahan.

8) Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan) pembedahan.

9) Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang hal-
hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang aman.

10) Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan
yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

Surgery safety ceklist WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal penting
tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk formulir yang diisi dengan melakukan
ceklist. Surgery Safety Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap,
masing-masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi ( Sign In ),
sebelum insisi kulit ( Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang
operasi ( Sign Out) (WHO 2008) diawali dengan

briefing dan diakhiri dengan


debriefing menurut (Nhs,uk 2010).

Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang koordinator untuk


bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang
perawat atau dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam
operasi. Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk
mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan
kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang
terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan meminta operasi berhenti sejenak
dan melaksanakan tahapan yang terlewati

Langkah pertama yang dilakukan segera setelah pasien tiba di ruang serah terima
sebelum dilakukan induksi anestesi. Tindakan yang dilakukan adalah memastikan
identitas, lokasi/area operasi, prosedur operasi, serta persetujuan operasi. Pasien
atau keluarga diminta secara lisan untuk menyebutkan nama lengkap, tanggal lahir
dan tindakan yang akan dilakukan. Penandaan lokasi operasi harus oleh ahli bedah
yang akan melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli anestesi
dan harus memastikan kondisi pernafasan, resiko perdarahan, antisipasi adanya
komplikasi, dan riwayat alergi pasien. Memastikan peralatan anestesi berfungsi
dengan baik, ketersedian alat, dan obat-obatan.

Time out

Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien sudah berada di ruang
operasi, sesudah induksi anestesi dilakukan dan sebelum ahli bedah melakukan
sayatan kulit. Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa tindakan dengan
beberapa ahli bedah

timeout dilakukan tiap kali pergantian operator. Tujuan dilakukan timeout adalah
untuk mencegah terjadinya kesalahan pasien , lokasi dan prosedur pembedahan
dan meningkatkan kerjasama diantara anggota tim bedah, komunikasi diantara tim
bedah dan meningkatkan keselamatan pasien selama pembedahan. Seluruh tim
bedah memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan peran masing-masing.
Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan mengantisipasi risiko. Ahli
bedah menjelaskan kemungkinan kesulitan yang akan di hadapi ahli anestesi
menjelaskan hal khusus yang perlu diperhatikan. Tim perawat menjelaskan
ketersedian dan kesterilan alat. Memastikan profilaksis antibiotik sudah diberikan.
Memastikan apakah hasil radiologi yang ada dan di perlukan sudah di tampilkan
dan sudah diverifikasi oleh 2 orang.

Sign Out

Merupakan tahap akhir yang dilakukan saat penutupan luka operasi atau sesegera
mungkin setelah penutupan luka sebelum pasien dikeluarkan dari kamar operasi.
Koordinator memastikan prosedur sesuai rencana, kesesuaian jumlah alat, kasa,
jarum, dan memastikan pemberian etiket dengan benar pada bahan-bahan yang
akan dilakukan pemeriksaan patologi.

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam


tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah ( blood

stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi


mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci
tangan ( hand hygiene)

yang tepat.

Dihubungkan dengan lingkup keperawatan medikal-bedah, pengurangan resiko


infeksi nasokomial (cuci tangan, sarung tangan, hand scoon, masker, google, dll)
sangatlah penting pada penyakit-penyakit yang umum diderita pada pasien
dewasa, seperti TBC, kanker, pneumonia, HIV/AIDS, trauma/ luka terbuka
kecelakaan, dll. Selain itu, salah penurunan resiko terjadinya infeksi, salah satunya
mencuci tangan termasuk prosedur utama dan penting sebelum melakukan
tindakan invasif, tindakan yang berhubungan dengan cairan tubuh pasien, tindakan
operasi, dll.

Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan
dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan rumah sakit. Pada gelang identitas ( bar-code), pasien
resiko tinggi jatuh akan diberi warna kuning.

DAFTAR PUSTAKA

Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. Dalam: Sanbar SS, Gibofsky A,
Firestone MH, LeBlang TR, editor. Legal Medicine. Edisi ke-4. St Louis: Mosby; 1998.

Cahyono JBS. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran.


Jakarta: Kanisius; 2008.
Departemen Kesehatan RI. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit
(patient safety). Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

Firmanda D. Keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. [document on the


internet]. Jakarta: RSUP Fatmawati; 2008 (diunduh 21 Desember 2010). Tersedia
dari: http://www.scribd.com/doc/Dody-Firmanda-2008-Keselamatan-Pasien-Patient-
Safety

Anda mungkin juga menyukai