Anda di halaman 1dari 19

SABILA ZASAROSA

1102011249

LI 1. Mempelajari Makroskopis dan Mikroskopis Prostat

LO 1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi prostat


Menurut (Sani ,2009) prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ
kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat sekitar 3 cm
dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan diaphragma urogenitalis (bawah). Prostat
dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang merupakan
bagian dari lapisan visceral fascia pelvis.

Prostat mempunyai basis, apex, permukaan anterior dan posterior, dan dua permukaan lateral.
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5
cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan
glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional,
preprostatik sfingter dan anterior.

1. Batas-batas prostat
Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos
berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari
simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz).
Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.

Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula
recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini
dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis,
yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu
serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.

Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra
pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus, yaitu :
-Lobus anterior, atau isthmus, terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar.
-Lobus medius, adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya akan
kelenjar.
-Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di bawah ductus ejaculatorius dan juga
mengandung jaringan kelenjar.

1
-Lobus lateral kanan dan kiri terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh
alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior prostat. Lobus lateral
mengandung banyak kelenjar.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang mengandung asam sitrat
dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke cairan semen pada saat ejakulasi. Otot
polos pada stroma dan kapsula berkontraksi dan sekret yang berasawl bersama kelenjar
diperas masuk ke uretra pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu
menetralkan keasaman vagina.

2. Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan


Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior dan a. rectalis
media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak antara kapsula prostat
dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v. dorsalis profundus penis dan banyak v.
vesicalis , dan mengalirkan darah ke v. iliaca interna. Pembuluh limfe dari prostat
mengalirakn cairan limfe ke nodi limfatici iliaca interna. Persarafan prostat berasal dari
plexus hipogastricus inferior.

LO 1.2 Memahami dan menjelaskan histologi prostat


Mengelilingi pangkal urethra di bawah vesica urinaria
Terdiri dari 30-50 kel tubuloalveolar bercabang
16 32 saluran keluar bermuara di kiri kanan kolikulus seminalis
Alveoli kelenjar membentuk lipatan-lipatan mukosa

2
Epitel : selapis silindris kubis, sitoplasma mengandung prosekret. Sekresi secara
apokrin.

Gambaran histologi dari kelenjar prostat terdiri dari duktus kelenjar yang bercabang-cabang.
Kelenjar dan duktus terdiri dari dua lapisan sel yaitu lapisan sel kolumnar sekresi luminal dan
lapisan sel basal. Pada lumen dari kelenjar dan duktus prostat sering dijumpai massa
eosinofilik yang berlapis-lapis (corpora amylacea) yang lebih umum dijumpai pada laki-laki
yang lebih tua. Kapsul prostat terdiri dari jaringan fibrous yang mengelilingi kelenjar dan
merupakan suatu lapisan yang lebih fibrous dari otot yang terletak di antara stroma prostat
dengan jaringan lemak di luar prostat.elain sel-sel epitel luminal dan sel-sel basal, dapat juga
dijumpai sel-sel stem dan sel-sel neuroendokrin pada duktus prostat. Sel stem tersebut sama
dengan sel stem yang dijumpai pada semua jaringan di tubuh. Sel stem berperan untuk
regenerasi jaringan setelah injuri dan kematian sel. Sel stem prostat terletak di dalam sel-sel
basal dengan perbandingan 1:100 yang berperan dalam regenerasi sel-sel epitel luminal dan
sel-sel basal, mungkin juga sel-sel neuroendokrin. (Komal , 2012)

Sumber : http://instruction.cvhs.okstate.edu/histology/HistologyReference/hrmalers.htm

LI 2. Mempelajari Fisiologi Prostat


Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%
pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

3
LI 3. Mempelajari Hiperplasia Prostat
LO 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi hiperplasia prostat
Hiperplasia prostat merupakan hiperplasi kelenjar periurethal (sel sel glanduler dan
interstitial) dari prostat. Sel sel kelenjar prostat akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
sebagai kapsul surgical.

Hiperplasi prostat jinak (BPH) adalah kelainan yang sering terdapat pada kelenjar prostat.
Prevalensinya menigkat sejalan dengan peningkatan usia pria. Insidens di negara berkembang
meningkat karena adanya peningkatan umur harapan hidup. Lebih sering terjadi setelah
berusia lebih dari lima puluh tahun dan berhubungan dengan pembesaran prostat jinak.
Dibawah pengaruh testoteron dan usia, prostat meningkat dalam ukuran dan dapat
menyebabkan penyumbatan keluarnya aliran air kemih.

LO 3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi hiperplasia prostat


Etiologi BPH belum jelas namun terdapat beberapa faktor resiko umur dan hormon androgen.
Sebenarnya hiperplasia prostat jinak merupakan hiperplasia kelenjar prostat. Karena proses
pembesaran prostat terjadi berlahan lahan maka efek perubahan juga terjadi berlahan pula.
Pada tahan awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah
prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam
kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli
buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang
kecil disebut sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrrusor menjadi
lelah dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga menjadi retensi urin.

Kelenjar periurethal dapat mengalami hiperplasi, pada umumnya dikemukan beberapa teori:

1. Hipotesis stem sel ( Isaac 1984,1987 )

Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjar peiurethal dalam keadaan keseimbangan
antara yang tumbuh dengan yang mati (stedystate). Sel baru biasanya tumbuh dari sel stem.
Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal, atau faktor
pencetus yang lain, maka sel stem tersebut dapat berprolifeasi lebih cepat, sehingga terjadi
hiperplasi kelenjar periurethal.

2. Hipotesis kebangkitan kembali

Teori kedua ialah teori Reawakening dari jaringan kembali seperti perkembangan pada
tingkat embriologik, sehingga jaringan peiurethal dapat tumbuh lebih cepat daripada jaingan
yang lain sekitarnya. Teori ini dikemukakan oleh Mc Neal (1978), yang juga membagi prostat
manjadi bagian zona sentral, zona periferal dan zona peralihan.

3. Hipotesis keseimbangan estrogen dan testoteron

Testoteron sebagaian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran
prostat memerlukan adanya testis normal (Huggins 1947, Moore 1947). Testoteron dihasilkan
oleh sel leydig atas pengauh hormon Luteinizing hormon (LH), yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis ini menghasilkan hormon LH atas rangsangan Luteinising
Hormon Releasing Hormon (LHRH).

4
Disamping testis kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testoteron atas pengaruh ACTH
yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testoteron yang dihasilkan oleh testis kira kira
90% dari seluruh produksi testoteron, sedang yang 10 % dihasilkan kelenjar adrenal.
Sebagaian besar testoteron dalam tubuh dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk
Serum Binding Hormon (SBH). Dengan bertambahnya usia akan terjadi peubahan imbangan
estrerogen dan testoteron , hal ini disebabkan oleh bekurangnya produksi testoteron dan juga
terjadi konvesi testoteron menjadi menjadi estrogen pada jaringan adipose di daerah perifer
dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang menyebabkan terjadinya
hiperplasi stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testoteron diperlukan untuk inisiasi
terjadinya proliferasi tetapi kemudian estrogenlah yang berperan dalam perkembangan
stroma.

Kemungkinan lain adalah perubahan konsetrasi relatif testoteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan pontensiasi faktor pertumbuhan yang lain yang dapat
menyebabkan pembesaran prostat. Berdasarkan otopsi diluar negeri perubahan mikroskopik
pada prostat sudah dapat diidentifikasi pada pria usia 30 40 tahun. Perubahan mikroskopik
ini bila terus berkembang akan berkembang menjadi patologik anatomik, yang pada pria usia
50 tahun pada otopsi ternyata angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun angka
tersebut mencapai sekitar 80%. Sekitar angka 50 % dari angka tersebut diatas akan
berkembang menjadi penderita pembesaran prostat manifes.

4. Hipotesis Dihidrotestoteron (DHT)

Hanya 10% testoteron dalam keadaan bebas dan testoteron inilah yang memegang perananan
dalam inisiasi dalam pembesaran prostat. Testoteron bebas ini dengan petolongan enzim 5
alfa reduktase akan dihidrolase menjadi Dihidrotestoteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah
akan yang akan diikat oleh reseptor yang ada dalam sitoplasma sel prostat sehingga
membentuk DHT-Reseptor kompleks ini akan akan masuk kedalam inti sel dan akan
mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (ARN) untuk menyebabkan sintesis protein sehingga
dapat terjadi proliferasi sel

( Mc connel,1990)

5. Hipotesis Growth faktor (faktor interaksi stroma dan epitel)

Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic Fibroblast Growth Faktor (b-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi lebih besar pada pasien
dengan pembesaran prostat jinak. b FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi atau infeksi.

LO 3.3 Memahami dan menjelaskan epidemiologi klinis hiperplasia prostat


Epidemiologi BPH merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar
sepertiga pria yang lebih tua dari 50 tahun. BPH sangat jelas terjadi secara histologi hingga
90% pria dengan usia 85 tahun. Sebanyak 14 juta pria di Amerika Serikat memiliki gejala
BPH. Seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH.
(Detters, 2011) Prevalensi BPH pada orang kulit putih dan Afrika-Amerika mirip. Namun,
BPH cenderung lebih parah dan progresif di Afrika-Amerika. Mungkin karena tingkat
testosteron tinggi, aktivitas 5-alpha-reductase, ekspresi reseptor androgen dan aktivitas faktor
pertumbuhan pada populasi ini. Aktivitas meningkat menyebabkan tingkat peningkatan
hiperplasia prostat dan pembesaran prostat. (Detters, 2011)

5
LO 3.4 Memahami dan menjelaskan patofisiologi hiperplasia prostat
Proses pembesaran prostat terjadi secara berlahan lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara berlahan lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat ,
retistensi pada leher buli buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
mereggang sehingga timbul sakulasi atau diverkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retansi
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Adapun patofisiologi dari masing masing gejala adalah :

- Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH.

- Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan
resistensi uretra.

- Intermittency terjadi detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi.
Terminal dribbling dan rasa puas sehabis miksi akan terjadi karena jumlah residu urin yang
banyak dalam buli buli.

- Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval miksi menjadi lebih pendek.

- Frekuensi biasa terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus spingter dan uretra berkuang selama tidur.

- Urgensi dan disuria jarang terjadi, dan jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter.

- Inkontinensia bukan gejala khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar
sedikit sedikit secara berkala karena setelah buli buli mencapai compliance maksimum,
tekanan dalam buli buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstuksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstuksi jalan
kemih berarti penderita haus menunggu pada permulaan miksi,miksi terputus, menetes pada
akhir miksi,pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas setelah miksi dan gejala iritatif
yaitu betambahnya frekuensi miksi, noktuia, miksi sulit ditahan, dan nyeri pada waktu miksi.
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena dektrusor gagal berkontaksi cukup lama sehingga
kontraksi terputus putus, sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan
yang tidak sempurna saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
vesika., sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, keadaan membuat
sistem skoring untuk menentukan besarnya keluhan klinik penderita hiperplasia prostat.

Disamping skoring menurut Boyarsky, dikenal juga sistem skoring lain misalnya menurut
Masden dan Iversen (1983), Flower dan kawan kawan (1988), skoring Denmark (Hald
dkk., 1991),skoring Ameica Urological Association (AUA, 1991). Derajat berat gejala klinik
prostat Hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif , yang
ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat.

6
Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih
dirasakan pada malam hari. Sering miksi paada malam hari disebut nokturia, hal ini
disebabkan oleh menurunnya hambatan kotikal selama tidur dan juga menurunkan tonus
sfingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya disebabkan oleh karena prostat volumenya
terlalu besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi, maka akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesika, hal ini menyebabkan rasa tidak
tuntas pada akhir miksi. Jika hal ini berlanjut setiap saat akan terjadi kemacetan total,
sehingga penderita tidak bisa miksi lagi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka
suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika akan naik
terus dan jika tekanan intravesika ini akan naik terus maka dan apabila tekanan vesika akan
menjadi lebih tinggi dari tekanan spingter akan terjadi inkontensia paradoks (overflow
incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluks vesiko urethral dan
menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvio kalises ginjal akan rusak dan adanya infeksi.

Disamping kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat obstuksi kronik pendeita harus
selalu mengedan pada waktu miksi tekanan intraabdomen dapat meningkat dan lama
kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemorroid,. Oleh karena selalu terdapat sisa
kencing didalam vesika maka akan terbentuk batu dalam vesika dan batu ini dapat menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan
batu retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi sintitis dan apabila
terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefitis.

LO 3.5 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis hiperplasia prostat


1. Gejala Klinis
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma prostatisme.
Walaupun begitu sindroma ini tidak patogomonik untuk BPH. Obstruksi intra vesikal yang
lain dapat pula memberikan gejala klinis seperti sindroma prostatisme ini. Oleh karena itu
istilah ini belakangan sering diganti dengan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS).
Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong
(Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), harus
mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus (intermittency), dan
waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen
karena overflow. Kedua, gejala iritatif terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-
gesa untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali
(nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence). Dari kedua macam gejala
tersebut, gejala obstruktif biasanya lebih menonjol. Bila terjadi gejala iritasi lebihmenonjol
harus dipikirkan penyebab lain selain BPH.

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor
Boyarski1,2,5. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri
derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar
antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat1. Skor Madsen-Iversen terdiri dari
6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3

7
pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat.
Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai
sendiri derajat keluhannya.

2. Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan
colok dubur/digital rectal examination (DRE). Ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui,
walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat
obstruksi. Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal. Apabila teraba
indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.

LO 3.6 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis baanding hiperplasia


prostat
Diagnosis

Diagnosis benigna Hiperplasia prostat dapat ditegakan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada pasien, diantaranya :

1. Anamnesis

- Prostatismus, yang gejalanya sangat khas di temukan pada pasien BPH

yaitu :

* Buang air kecil tidak lampias akibat masih ada residu


* Buang air kecil menetes
* Nocturia, lebih sering pipis pada malam hari yaitu ketika tidur terbangun untuk buang air
kecil

- Usia > 50 tahun

Derajat prostatismus dapat dinilai dengan IPSS

Skor 0 7 : derajat ringan dapat dilakukan watchfull waiting

Skor 8 19 : derajat sedang indikasi untuk medikamentosa

Skor 20 35 : derajat berat indikasi untuk dilakukan operatif

Pengukuran derajat berat obstruksi

Derajat berrat obstruksi dapat diukur dengan menetukan jmlah sisa urin setelah penderita
miksi spontan. Sisa urin dapat ditentukan dengan pengukuran langsung yaitu dengan
mengukur sisa kencing sehabis miksi dengan melakukan kateterisasi ke dalam vesika urin
dan mengukur berapa sisa urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi tadi, sisa uin
dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi vesika setelah pendeita
kencing atau dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP.

8
Pada orang normal biasanya sisa sisa urin kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin
dapat melebihi kapasitas total vesika urinaria. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervesi pada penderita BPH. Derajat berat obstuksi
dapat pla diukur dengan menguku pancaran urin pada waktu miksi, cara ini disebut dengan
cara uroflowmwti. Untuk dapat melaukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan
jumlah urin minimal didalam vesika 125ml sampai 150ml. Angka normal untuk flow rata
rata (average flow rate) 10 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20ml/detik. Pada
obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6 8ml/detik, sedang
maksimal menjadi 15mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat
dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi intravesikal.

2. Pemeriksaan fisik

pada pemeriksaan fisik dapat kita lakukan tindakan diantaranya :

- Palpasi suprapubik, akan kita temukan bahwa vesika urinaria penuh dan

terdapat rasa nyeri.

- Rectal toucher + bimanual, dapat ditentukan pembesaran prostat

3. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan residu urine : sisa urin post miksi

- Pemeriksaan pancaran urin/flow rate, sepeti yang telah dijelaskan seperti

diatas.

- Pemeriksaan laboratorium

Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopi urin penting untuk melihat

adanya leukosit, baktei dan infeksi. Bila terdapat hematuia, harus diperhitungkan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infesi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah meupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostate Specific
Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
untuk keganasan. Bila nilai PSA < 4ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 10
ng/ml, hitunglah Prostate Spesific Antigen Density (PSAD) yait PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA >10ng/ml.

- Pemeriksaan pencitraan

Tujuan dilakukan pemeriksaan pencitraan ini adalah mempekirakan volume BPH,


menentukan derajat disfungsi buli buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan
patoligi lainnya baik yang berhubungan dengan BPH maupun tidak.

9
Pada saat sekarang pemeriksaan pencitraan pada prostat dapat dilakukan dengan berbagai
cara misalnya dengan pemeiksaan radiologik seperti Foto Polos Perut dan Pyelografi Intra
Vena yang sangat terkenal dengan istilah BNO daan IVP. Cara pemeriksaan ini dapat
memberi keterangan adanya penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, sumbatan ginjal
(hidro nefrosis), adanya divetikel pada buli, dan kalau dibuat foto post miksi akan dapat
dilihat adanya sisa urin, sedang adanya pembesaran prostat dapat dilihat sebagai Filling
deffect pada dasar vesika yang sering disebut adanya identasi prostat. Secara tidak langsung
pembesaran prostat dapat pula diperkirakan apabila dasar buli pada gambaran sistogram
tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas sehingga bebentuk seperti mata
kail (fish hook appearance). Apabila fungsi ginjal jelek sehingga ekresi ginjal kurang baik
atau penderita sudah dipasang kateter menetap maka dapat dibuat pemeriksaan sistogram
retrograd yang dapat pula memberi gambaran identasi prostat.

Cara pencitraan yang lain adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG). Cara pemeriksaan ini
untuk prostat Hiperplasia dianggap sebagi pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya
dalam medeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Tran
Rektal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar Hiperplasia
apalagi bila menggunakan transducer yang biplane. Selain untuk mengetahui adanya
pembesaran prostat USG juga dapat medeteksi volume buli buli, mengukur sisa urin, dan
patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS daapat pula untuk
mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu
apabila besarnya lebih dari 60gram digolongkan besar sehingga kalau dilakukan operasi
dipilih operasi terbuka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan pemeriksaan
USG suprapubik atau tans uretral tetapi cara tans uretal dianggap terlalu invasif.

Pengukuan volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai

Rumus volume = 0,52 x d1 x d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk pros

tat elipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar (pada potongan tansversal),

dan panjang postat pada potongan sagital.

Pencitraan lain yang dapat juga dibuat ialah pencitraan dengan CT-

scanning dan Magnetic Resonace Image (MRI), tetapi oleh karena cara pemeriksaan ini
mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan cara lain
maka cara ini dalam praktek jarang digunakan.

Pemeriksaan tambahan lain yang seing dikerjakan ialah pemeriksaan sistokopi. Sistokopi
sebaiknya dilakukan apabila pad anamnesa ditemukan adanya hematui atau pada pemeriksaan
urine ditemukan mikrohematuri, untuk mengetahui kemungkinan adanya tumor didalam
vesika tau sumber perdarahan dai atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara
ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusen yang ada dalam vesika. Selain itu sistokopi
dapat juga memberi keterangan mengenai besarnya prostat dengan mengukur panjangnya
uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.

Pemeriksaan prostat, prostat diperiksa transrektal dipalpasi digital atau ultrasonografi. Dapat
dilakukan pada pasien dengan posisi rekumben lateral atau posisi membungkuk. Prostat

10
normal besarnya dua jari dengan sulkus diantara dua lobusnya. Konsistensi dari prostat
normal dan Hiperplasia jinak sama seperti pada eminesia thenar. Sebaliknya, karsinoma
prostat teraba sangat keras seperti batu. Krepitasi menandakan adanya batu pada prostat.
Peradangan akut dari prostat akan menyebabkan nyeri tekan atau fluktuasi pada pemeriksaan.

Diferensial Diagnosa

Oleh karena sebenarnya proses miksi tergantung pada beberapa faktor diantaranya, yaitu :

1. Kekuatan otot detrusor berkontraksi

Kelemahan detrusor , dapat disebabkan oleh karena kelainan syaraf (neurogenik bladder),
misalnya pada lesi medulla spinalis, neuopathy diabeticum, sehabis operasi radikal yang
mengorbankan persyarafan didaerah pelvis, alkoholisme, penggunanan obat penenang,
ganglion blocking agent, dan obat parasimpatolitik.

1. Elastisitas leher vesika

Kekakuan leher vesika dapat disebabkan oleh proses fibrosis (bladder neck contyracture)

1. Resistensi uretra

Resistensi uretra dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor
dileher vesika, batu di uretra atau striktura uretra. Kelainan kelainan tersebut dapat dilihat
bila dilakukan sistokopi. Disamping itu meskipun di Indonesia jarang obstruksi infravesikal
dapat disebabkan oleh gangguan fungsi misalnya dissynergia destrusor sfingter.

Maka setiap kesulitan miksi yang dialami penderita dapat disebabkan oleh ketiga faktor
tersebut.

Diagnosis banding obstuksi saluran kemih kaena Hiperplasia prostat :

Kelemahan detrusor kandung kemih :

- gangguan neurologik

* kelainan medulla spinalis


* neuopathia diabetes mellitus
* pasca bedah radikal di pelvis
* farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)

Kekakuan leher kandung kemih

- fibrosis

Resistensi uretra

- Hiperplasia prostat ganas atau jinak

- Kelainan yang menyumbat uretra

11
- Uretalitiasis

- Uretitis akut atau kronik

Adapun penyakit penyakit yang gejala gejalanya menyerupai hipertofi prostat jinak
diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang memebedakan
dengan BPH :

1. Ca Prostat

Keluhan sesuai gejala saluran kemih bagian bawah (Lower urinary tract symptoms = LUTS),
yaitu gejala obstuktif dan iritatif. Kecurigaan umumnya berawal dari ditemukan nodul yang
secara tidak segaja pada pemeriksaan rektal. Nodul yang irreguler dan keras harus dibiopsi
untuk menyingkirkan hal ini. Atau didapatkan jaringan yang ganas pada pemeriksaan patologi
dari jaringan prostat yang diambil akibat gejala BPH. Kanker ini jarang memberikan gejala
kecuali bila telah lanjut. Dapat terjadi hematuria, gejala gejala obstruksi, gangguan saraf
akibat penekanan atau fraktur patologis pada tulang belakang. Atau secara singkat kita
anamnesa dan kita akan dapatkan sebagai berikut :

- Terjadi pada usia > 60 tahun

- Nyeri pada lumbosakral menjalar ke tungkai

- Prostatismus dan hematuri

- Rektal toucher : permukaannya berbenjol, keras, fixed

2. Prostatitis

Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri dari demam dengan suhu yang tinggi, kadang dengan
gigilan, neri peineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, antralgia. Karena
pembengkan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensi urin. Kadang didapatkan
pengeluaran nanah pada colok dubur setelah masase prostat. Sedangkan pada prostatitis
kronis gejala dan tanda tidak khas. Gambaran klinik sangat variabel, kadang dengan keluhan
miksi, kadang nyeri perineum atau pinggang. Dan diagnosa dapat ditegakan dengan
diketemukan adanya leukosit dan bakteria dalam sekret prostat. Jadi hal hal yang perlu
sekali kita perhatikan agar dapat membedakan dengan BPH yaitu :

- Adanya nyeri perineal

- Demam

- Disuri, polaksiuri

- Retensi urin akut

- Rektal toucher : jika ada abses didapatkan fluktuasi (+)

3. Neurogenik Bladder

12
Adapun gejala dan tanda yamg kita peroleh dari anamnesa adalah :

- Lesi sakral 2 4

- Rest urin (+)

- inkontinensia urin

4. Striktura Uretrha

Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat menyebabkan imbibisi
urin kelua kandung kemih atau uretra proksimal dari striktura. Gejala khas adalah pancaran
urin yang kecil dan bercabang. Gejala lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuri, kadang kadand dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin.

LO 3.7 Memahami dan menjelaskan tatalaksana hiperplasia prostat


1. Observasi ( wacthfull waiting )

Biasanya dilakukan pada pasien BPH dengan keluhan ringan (Skor Madsen Iversen kurang
dari sama dengan 9 ). Nasehat yang diberikan pada pasien adalah mengurangi minum setelah
makan malam untuk mengurangi terbangun pada malam hari untuk buang air kecil (nokturia),
menghindari obat obat dekongestan ( parasimpatolitik ), menguangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan kontrol
keluhan ( sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

1. Terapi medikamentosa

Prostat Hiperplasia yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang ke dokter. Secara klinik biasanya derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4
gradasi yaitu :

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus , pada DRE ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urin kuang dari 50ml.

Derajat dua apabila ditemukan gejala dan tanda sepeti derajat satu , prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba, dan sisa urin lebih dari 50ml tetapi kurang dari 100ml.

Derajat tiga seperti derajat dua, hanya batas atas prostat atas tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100ml.

Derajat empat apabila telah terjadi retensi urin total. Pada penderita derajat satu pada
umumnya belum memerlukan tindakan operatif tetapi tindakan konservatif, yaitu :

1. Penghambat adrenegik alfa

Obat obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, alfuzosin atau yang
lebih selektif alfa 1a (tamsulosin). Penggunaan antagonis alfa 1a karena secara selektif
mengurangi obstuksi pada buli buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat obat ini
menghambat reseptor reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos trigonum, leher

13
vesica, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal i9ni akan
menurunkan tekanan di daerah uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran seni dan
gejala gejala akan berkurang. Biasanya pasien merasa bekuang keluhan keluhannya
dalam wakt 1 -2 minggu setelah ia memulai makan obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah. Selain itu juga
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Jadi dalam pemberian obat ini harus
diperhatikan tekanan darahnyauntuk menghindari terjadinya hipotensi yang dapat
membahayakan penderita.

b. Penghambat enzim reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesaar akan mengecil.
Namun obat ini berkerja lebih lambat dari pada golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya
jelas pada pembesaran prostat yang besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru
menunjukkan perbaikan sedikit dari pasien setelah 6 12 bulan pengobatan bila dimakan
terus menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastia,
dan dapat menurunkan PSA (masking effect). Cara pengobatan konservatif dengan obat yang
lain adalah dengan obat obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis
misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi testoteron oleh sel
Leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan
testoteron darah. Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang
mekanismenya mencegah hidrolise testoteron menjadi DHT dengan memberikan penghambat
5 alfa reduktase inhibitors, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testoteron tidak
berkurang, sehingga libido juga tidak berkurang. Obat anti androgen lain yang juga berkerja
pada tingkat prostat adalah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitors
kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT-
reseptor. Obat ini juga tidak menurunkan kadar testoteron dalam darah, sehingga libido tidak
turun.

Kesulitan pengobatan konsevatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan
dan efek samping dari obat ini. Pengobatab lain yang juga invasive adalah pengobatan
dengan memanaskan prostat dengan gelombang ultrasonik atau gelombang radio kapasitif
yang disalurkan pada kelenjar prostat dengan antena yang dipasang pada ujung kateter
proksimal pada balon. Pemanasan ini dilakukan pada suhu 45 sampai 47 derajat celcius
selama 1 sampai 3 jam. Efek dari pemanasan ini akan menyebabkan vakuolisasi pada
jaringan prostat dan penurunan tonus jaringan sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. Dengan cara pengobatan ini menggunakan alat THREMEX II
memperoleh hasil perbaikan kira kira 70 80 % pada sptom obyektif dan 50- 60 %
perbaikan pada flowrate maksimal. Mekanisme mengenai efek pemanasan prostat ini
semuanya belum jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan
pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alfa yang berada pada leher vesika dan
prostat.

Cara pengobatan lain yang juga kurang infasif adalah dilatasi uretra pada prostat dengan
memakai balon yang berkembang didalamnya. Cara ini dikenal sebagai Trans Uretrha Baloon
Dilatation (TUBD), dan pelopor cara ini adalah Burhenne, Castaneda, Reddy dan Hubert.
TUBD ini biasanya memberikan perbaikan sementara.

1. Filoterapi

14
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia adalah eviprostat. Substansianya misalnya
Pygeum africanum, Sawpalmetto, Serenoa repeus, dll. Efeknya diharapkan terjadi setelah 1
2 minggu setelah pemberian

1. Terapi Bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi.
Indikasi absolut untuk terapi bedah adalah :
1. Retensi urin berulang
2. Hematuria

Tanda penurunan fungsi ginjal

1. Infeksi saluran kemih berulang


2. Tanda tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroereter, dan hidronefrosis
3. Ada batu saluran kemih

Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat dilakukan
meliputi :

- Transuretrhal Resection of the Prostat (TUR P)

- Transuretrhal Insision of the Prostat (TUI P)

- Prostatektomi terbuka

- Prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG

TUR P masih merupakan standar emas. Indikasi TUR P adalah gejala gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 g dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi.
Komplikasi TUR P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia, atau retensi
karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah stiktura uretra, ejakulasi
retrograde (50 90%) atau impotensi (4 40%).

Bila volume prostat tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat
fibrotik dapat dilakukan TUI P. Indikasi TUI P adalah keluhan sedang sampai berat, volume
prostat kecil atau normal. Komplikasi bisa ejakulasi retrograde (0 -37%).

Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi diperkirakan tidak selesai
dalam waktu 1 jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Operasi terbuka dapat
dilakukan dengan transvesikal yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinuklease dari
vesika. Keuntungan cara ini dapat sekaligus mengangkat batu vesika atau diverkulektomi
apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugian cara ini harus membuka vesika sehingga
memerlukan kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh. Cara terbuka
operasi lain adalah Retropubik menurut Terence Millin yaitu Route suprapubik dengan cara
membuka kapsul prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari
retropubik.

Cara ini mempunyai keuntungan tanpa membuka vesika sehingga pemakaian kateter tidak
lama bila membuka vesika, kerugiannya tentu saja karena tidak membuka vesika jika

15
diperlukan tindakan lain yang dikerjakan dalam vesika tidak dapat dilakukan. Kedua cara
tersebut jika dibandingkan dengan TUR P masih kalah denga mordibitas yang lebih lama dan
ada sayatan, tetapi dapat dikerjakan tanpa alat alat istimewa, cukup dengan alat alat bedah
yang standar. Seperti yang dijelaskan diatas cara pengobatan endoskopi yang lebih ringan
dari TUR P adalah TUI P.

Cara pengobatan ini secara endoskopi juga menyayat memakai alat seperti TUR P tetapi
memakai alat seperti penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara sampai dekat
verumontanum dan harus cukup dalam sampai ketemu kapsul prostat. TUI P ini mempunyai
keuntungan lebih cepat dari TUR P, Hiperplasia derajat empat tindakan pertama yang harus
dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan cara memasang
kateter ata sistotomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lanjut untuk melengkapi
diagnistik kemudian terapi defenitif dapat dengan TUR P satu operasi terbuka. Untuk
penderita yang keadaan umumnya tidak baik atau tidak memungkinkan operasi dapat
dilakukan tindakan konsevatif.

Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini dapat
timbul lagi 8 10 tahun kemudian.

1. Terapi invasif minimal

- Transuretrhal Microwave Thermotherapy (TUMT)

Jenis operasi hanya dapat dilakukan pada beberapa rumah sakit besar. dilakukan pemanasan
prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu transducer
yang diletakkan di uretra pars prostatika.

- Dilatasi Baloon Tansuretrhal (TUBD)

Dilatasi uretra didaerah prostat dengan memakai balon didalamnya dan biasanya mengalami
perbaikan sementara.

- High Intensity focused Ultrasound

Pada perkembangan akhir akhir ini dicoba pula ablasi prostat menggunakan laser. Roth dan
Aretz (1991) mempopulerkan Transuretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy
(TULIP), yang kemudian disempurnakan dengan membuat alat deflektor sinar laser 90
derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan ke kelenjar prostat yang membesar.

- Ablasi Jarum Transuretrhal (TUNA)

- Stent Prostat

Pemasangan Stent pada uretra pars prostatika merupakan cara mengatasi obstruksi
transvesikal yang kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi
penderita belum memungkinkan mendapat terapi yang lebih invasif. Akhir akhi ini
dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama misalnya proges urospiral
(Parker dkk) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).

16
LO 3.8 Memahami dan menjelaskan pencegahan hiperplasia prostat

1. Mandi air panas


2. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
3. Melakukan aktivitas seksual seperti biasanya
4. Menghindari alkohol
5. Menghindari asupan cairan yang berlebihan (terutama pada malam hari)
6. Untuk mengurangi nocturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam
sebelum tidur
7. Penderita BPH sebaiknya menghindari pemakaian obat yang mengandung
dekongestan karena bisa meningkatkan gejala BPH.

LO 3.9 Memahami dan menjelaskan komplikasi hiperplasia prostat


1. Lokal

Hiperplasi prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen ureta posteio yang menghambat
aliran urin dan meningkatkan tekanan intravesikal. Buli buli kontaksi lebih kuat untuk
melawan tahanan tersebut maka timbul peubahan anatomis yang dinamakan fase kompensata
akan terjadi hipetrofi otot detusor, trabekulasi, sakulasi, diverkulasi.

Apabila Buli buli menjadi dekompensasi, akan tejadi retensi urin. Karena produksi urin
terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mampu lagi menampung urin sehingga
tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan pada buli buli. Batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Ini dinamakan
komplikasi lokal dari BPH.

1. General

- Peritonitis,bila vesica urinaria pecah dan meyebar ke rongga peritonium

- Anemia , sindroma uremia , asidosis metabolik , bila terjadi gagal ginjal.

LO 3.10 Memahami dan menjelaskan prognosis hiperplasia prostat


Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker
pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga
menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita. (Detters, 2011)

LI 4. Mempelajari Pemeriksaan Kelamin Pasien oleh Tenaga Medis yang Berlawanan


Jenis Menurut Pandangan Islam

Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat,
melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada
keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat
dapat membolehkan yang dilarang.

17
Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa
dhoogal amr ittasi (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan
kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang
haram menjadi mubah.

Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya
darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak
ada alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.

Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter
memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu
sendiri.

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis
jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang
sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal)
dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang
diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada
batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-quran

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(Q.S Al-baqarah : 173)

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa,
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Al-anam :145)

Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu,
bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh
melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan
jenis sebagai upaya sadd al-Dzariat (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan),
disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis.

Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh
tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi
dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian
tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter
wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.

18
Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit
oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya.
Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi
jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu
ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi,
kebolehan berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal
demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian
pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak
berkaitan langsung. (Yanuar , 2012)

DARTAR PUSTAKA

Deters, Levi A 2011. Benign Prostatic Hypertrophy (on-line). Medscape Reference. Diakses
Diakses pada 17 April 2013 , 22.06 WIB

Komal 2012 . Prostate . http://www.pathologyoutlines.com/topic/prostatehistology.html .


Diakses pada 17 April 2013 , 20.20 WIB

Sani 2009. Benigna Prostatic Hiperplasia atau Pembesaran Prostat Jinak atau BPH atau PPJ .
http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/24/benigna-prostatic-hiperplasia-atau-pembesaran-
prostat-jinak-atau-bph-atau-ppj/#more-64 . Diakses pada 17 April 2013 , 20.02 WIB

Yanuar 2012 . Al Quran online . http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=16&pid=arabicid&vid=12 .


Diakses pada 17 April 2013 , 21.01 WIB

19

Anda mungkin juga menyukai