Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang
tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Dinas Kesehatan Kab Bone Bolango, 2007).
Terdapat lebih daripada 100 jenis kanker dan setiapnya diklasifikasi berdasarkan jenis sel
yang terlibat. Sejalan dengan pertumbuhan dan kembang biaknya, sel-sel kanker membentuk
suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya yang dikenal
sebagai invasif. Di samping itu, sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian alat tubuh
lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening
sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain dan hasilnya adalah suatu kondisi serius yang
sangat sulit untuk diobati.

Jenis kanker tersering berbeda antara pria dan wanita di mana pada pria kanker yang
sering adalah kanker paru, lambung, hepar, kolorektal, esofagus, dan prostat manakala pada
wanita adalah kanker payudara, paru, lambung, kolorektal, dan serviks (WHO, 2008).
Apabila penyakit ini dapat dideteksi pada tahap awal, maka lebih daripada separuh penyakit
kanker dapat dicegah, bahkan dapat disembuhkan dan perlu redefinisi dalam pelayanan
kesehatan dari pengobatan ke promosi dan preventif (DETAK, 2007). Tetapi hasil diagnosis
kanker menyatakan bahwa 80% penderita kanker ditemukan pada stadium lanjut yaitu
stadium 3 dan stadium 4 (Kompas, 2002). Pada tahap ini kanker sudah menyebar ke bagian-
bagian lain di dalam tubuh sehingga semakin kecil peluang untuk sembuh dan pulih. Keadaan
di atas menjadi salah satu penyebab meningkatnya penyakit kanker di Indonesia. WHO pula
menyatakan bahwa sepertiga sampai setengah dari semua jenis kanker dapat dicegah,
sepertiga dapat disembuhkan bila ditemukan pada stadium dini (DETAK, 2007). Oleh karena
itu, upaya mencegah kanker dengan menemukan kanker pada stadium dini merupakan upaya
yang penting karena disamping membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker juga
menekan biaya pengobatan kanker yang mahal (Siswono, 2005). Jika pencegahan kanker
dilakukan oleh masing-masing individu, maka hal tersebut akan berdampak besar dalam
mengurangi angka kejadian kanker di dunia.
Faktor resiko Terdapat empat faktor penyebab kanker seperti biologis, lingkungan,
makanan dan psikologis. Keempat-empat faktor penyebab kanker tersebut dijelaskan seperti
berikut: 2.1.4.1 Biologis (a) Keturunan Sejumlah penelitian menemukan bahwa sekitar 5%
dari kasus kanker diakibatkan oleh faktor keturunan. Faktor keturunan ini memang susah
untuk dihindari (Arief, I., 2009). Universitas Sumatera Utara (b) Hormon Hormon estrogen
yang berlebihan dalam tubuh dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya kanker
kandungan dan kanker payudara. Sedang hormon progesteron dapat mencegah timbulnya
kanker endometrium, tetapi meningkatkan resiko kanker payudara. Kedua jenis hormon
tersebut banyak digunakan sebagai bahan pil KB maupun terapi hormon pada wanita
menopause. Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi resiko kanker kandungan dan
endometrium, tetapi meningkatkan resiko kanker payudara dan kanker hepar (Kusmawan, E.,
2009). (c) Virus dan kuman Virus human papilloma (HPV), merupakan penyebab utama
kanker leher rahim dan dapat meningkatkan resiko timbulnya kanker jenis lain. Virus
hepatitis B dan hepatitis C dapat memicu timbulnya kanker hati. Virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV-1) meningkatkan resiko limfoma dan leukemia. Virus human
immunodefisiensi (HIV) yang dikenal sebagai penyebab AIDS ini meningkatkan resiko
limfoma dan Kaposis sarcoma. Virus Epstein-Barr meningkatkan resiko terjangkitnya
limfoma. Virus human herpes 8 (HHV8) dapat menyebabkan Kaposis sarcoma. Helicobacter
pylori penyebab luka lambung dan usus juga dapat menimbulkan kanker di sepanjang saluran
pencernaan. Untuk mengurangi kemungkinan tertular virus/bakteri tersebut, hindari berganti-
ganti pasangan seksual, juga jangan saling bertukar sikat gigi, jarum, sisir, peralatan makan,
dan sebagainya (Kusmawan, E., 2009). Universitas Sumatera Utara 2.1.4.2 Lingkungan
(DETAK, 2007 dan Harnawatiaj, 2008) (a) Tembakau Asap rokok/tembakau yang dihirup
baik perokok aktif maupun perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru, pita suara, mulut,
tenggorokan, ginjal, kandung kencing, kerongkongan, perut, pankreas, leukemia, dan leher
rahim. Bukan hanya asapnya, bahkan sering menghirup aroma tembakau serta mengunyahnya
juga dapat menyebabkan kanker. (b) Penyinaran yang berlebihan Sinar matahari pagi baik
untuk kesehatan. Tetapi sinar matahari siang yang banyak mengandung ultraviolet dapat
menyebabkan kanker kulit. Sinar ultraviolet dapat menembus kaca, pakaian yang tipis, juga
dapat dipantulkan oleh pasir, air, salju, dan es. Perlu diingat bahwa lampu-lampu ultraviolet
yang banyak dijual di toko juga dapat menyebabkan kanker. (c) Polusi udara Menurut Chen
Zichou, seorang ahli Institut Penelitian Kanker mengatakan, penyebab utama meningkatnya
jumlah kanker di China disebabkan polusi udara, lingkungan, dan kondisi air yang kian hari
kian memburuk. 2.1.4.3 Makanan Banyak zat kimia yang ditambahkan dalam makanan dapat
menjadi pemicu kanker, misalnya zat pengawet, pewarna buatan, pemanis buatan dan perasa
buatan. Padahal, hampir semua makanan/minuman produksi pabrik atau yang dijual di
restoran mengandung zat-zat tambahan tersebut. Selain itu, kebanyakan sayur-sayuran dan
buah-buahan ditanam dengan mengandalkan pupuk buatan Universitas Sumatera Utara dan
pestisida. Makanan yang dipanggang, dibakar, atau digoreng dengan minyak jelantah juga
berpotensi menyebabkan kanker (Cancer Helps, 2009). 2.1.4.4 Psikologis (a) Stress Kondisi
stress dapat melemahkan respon imunitas tubuh. Menurunnya sistem imunitas ini
mempermudah sel-sel kanker menyerang tubuh karena kemampuan sel imun untuk mengenal
dan melawan musuh tidak dapat berfungsi secara baik.

Patogenesis Terjadinya Penyakit Kanker Semua kanker bermula dari sel, yang
merupakan unit dasar kehidupan tubuh. Untuk memahami kanker, sangat penting untuk
mengetahui apa yang terjadi ketika sel-sel normal menjadi sel kanker. Tubuh terdiri dari
banyak jenis sel. Sel-sel tumbuh dan membelah secara terkontrol untuk menghasilkan lebih
banyak sel seperti yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh sehat. Ketika sel menjadi tua atau
rusak, mereka mati dan diganti dengan sel-sel baru. Kematian sel terprogram ini disebut
apoptosis, dan ketika proses ini rusak, kanker mulai terbentuk. Sel dapat mengalami
pertumbuhan yang tidak terkendali jika ada kerusakan atau mutasi pada DNA. Empat jenis
gen yang bertanggung jawab untuk proses pembelahan sel yaitu onkogen yang mangatur
proses pembahagian sel, gen penekan tumor yang menghalang dari pembahagian sel, suicide
gene yang kontrol apoptosis dan gen DNA-perbaikan menginstruksikan sel untuk
memperbaiki DNA yang rusak. Maka, kanker merupakan hasil dari mutasi DNA onkogen dan
gen penekan tumor sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali (National
Cancer Institute, 2009). Universitas Sumatera Utara Sel-sel tambahan ini dapat membentuk
massa jaringan yang disebut tumor. Namun, tidak semua jenis tumor itu kanker. Tumor dapat
dibagikan sebagai tumor jinak dan ganas di mana yang jinak dapat dihapus dan tidak
menyebar ke bagian tubuh lain manakala tumor ganas merupakan kanker yang dapat
menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke bagian tubuh lain. Beberapa kanker tidak
membentuk tumor misalnya leukemia (National Cancer Institute, 2009). 2.1.6 Gejala kanker
Gejala kanker cukup bervariasi dan tergantung lokasi kanker, tahap penyebaran, dan saiz
tumor. Beberapa kanker dapat dirasakan atau dilihat melalui kulit seperti benjolan pada
payudara atau testikel dan dapat dijadikan indicator lokasi kanker tersebut. Kanker kulit
sering diidentifikasi dengan perubahan kutil atau tahi lalat pada kulit. Beberapa kanker mulut
memberikan gambaran bercak putih di dalam mulut atau bintik putih di lidah. Jenis kanker
lain memiliki gejala yang kurang jelas secara fisik. Beberapa tumor otak cenderung
menampilkan gejala awal penyakit karena mereka mempengaruhi fungsi kognitif penting.
Kanker pankreas biasanya terlalu kecil untuk menyebabkan gejala sehingga rasa sakit terjadi
akibat dorongan terhadap saraf terdekat. Selain daripada itu, ia juga mengganggu fungsi hati
sehingga tampilan kulit dan mata menguning yang dikenal sebagai ikterus. Gejala juga dapat
terjadi akibat tumor yang menyebabkan penekanan terhadap organ dan pembuluh darah.
Misalnya, kanker kolon dapat menyebabkan gejala seperti sembelit, diare, dan perubahan
ukuran tinja. Kanker kandung kemih atau prostat dapat menyebabkan perubahan dalam
fungsi kandung kemih (American Cancer Society, 2010).

Terapi kanker Terapi kanker tergantung pada jenis kanker, stadium kanker, usia, status
kesehatan, dan karakteristik pribadi tambahan. Tidak ada pengobatan tunggal untuk kanker
dan pasien sering menerima kombinasi terapi dan perawatan paliatif. Perawatan biasanya
termasuk dalam salah satu kategori seperti operasi, radiasi, kemoterapi, immunoterapi, terapi
hormon, atau terapi gen. Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan membunuh sel - sel
kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar tidak
menyebar dan mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker.

Terapi gen adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen mutan
(abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Pada awalnya,
terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit keturunan (genetik) yang terjadi karena
mutasi pada satu gen, seperti penyakit fibrosis sistik. Penggunaan terapi gen pada penyakit
tersebut dilakukan dengan memasukkan gen normal yang spesifik ke dalam sel yang
memiliki gen mutan.
Sejarah Dari Terapi Gen pada awal 1970-an, para ilmuwan mengusulkan apa yang
mereka sebut gen operasi untuk mengobati penyakit warisan yang disebabkan oleh gen
yang cacat. Para ilmuwan melakukan percobaan di mana sebuah gen yang memproduksi
enzim untuk memperbaiki penyakit itu disuntikkan ke sekelompok sel. Para ilmuwan berteori
sel-sel kemudian bisa disuntikkan ke orang dengan penyakit Lesch-Nyhan. Perkembangan
terapi gen selama 4 dekade terakhir, terapi gen telah pindah dari preklinik untuk studi klinis
untuk berbagai penyakit mulai dari gangguan resesif monogenik seperti hemofilia terhadap
penyakit yang lebih kompleks seperti kanker, gangguan jantung, dan human
immunodeficiency virus (HIV).
Terapi Gen untuk penyakit kanker
Pengobatan dengan terapi gen telah berkembang dengan pesat sejak clinical trial terapi ini
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990. Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-
gen yang cacat yang bertanggung jawab terhadap suatu penyakit. Selama ini pendekatan
terapi gen yang berkembang adalah menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang
mengalami ketidaknormalan.
Pendekatan lain adalah melenyapkan gen abnormal dengan gen normal dengan melakukan
ekombinasi homolog. Pendekatan ketiga adalah mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi
balik selsektif, sedemikian rupa sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut.
Selain pendekatan-pendekatan tersebut ada pendekatan lain untuk terapi gen tersebut, yaitu
mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut.
Saat ini para ilmuwan sedang mencoba beberapa cara kerja terapi gen untuk pengobatan
kanker:
1. Menambahkan gen sehat pada sel yang memiliki gen cacat atau tidak lengkap.
Contohnya, sel sehat memiliki gen penekan tumor seperti p53 yang mencegah
terjadinya kanker. Setelah diteliti, ternyata pada kebanyakan sel kanker gen p53 rusak
atau bahkan tidak ada. Dengan memasukkan gen p53 yang normal ke dalam sel kanker,
diharapkan sel tersebut akan normal dan sehat kembali.
2. Menghentikan aktivitas gen kanker (oncogenes). Gen kanker merupakan hasil
mutasi dari sel normal, yang menyebabkan sel tersebut membelah secara liar menjadi
kanker. Ada juga gen yang menyebabkan sel kanker bermetastase (menjalar) ke bagian
tubuh lain. Menghentikan aktivitas gen ini atau protein yang dibentuknya, dapat
mencegah kanker membesar maupun menyebar.
3. Menambahkan gen tertentu pada sel kanker sehingga lebih peka terhadap kemoterapi
maupun radiasi, atau menghalangi kerja gen yang dapat membuat sel kanker kebal
terhadap obat-obat kemoterapi. Juga dicoba cara lain, membuat sel sehat lebih kebal
terhadap kemoterapi dosis tinggi, sehingga tidak menimbulkan efek samping.
4. Menambahkan gen tertentu sehingga sel-sel tumor/kanker lebih mudah dikenali dan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Sebaliknya, menambahkan gen pada sel-sel
kekebalan tubuh sehingga lebih mudah mendeteksi dan menghancurkan sel-sel kanker.
5. Menghentikan gen yang berperan dalam pembentukan jaringan pembuluh darah baru
(angiogenesis) atau menambahkan gen yang bisa mencegah angiogenesis. Jika suplai
darah dan makanannya terhenti, kanker akan berhenti tumbuh,bahkan mengecil lalu
mati.
6. Memberikan gen yang mengaktifkan protein toksik tertentu pada sel kanker, sehingga
sel tersebut melakukan aksi bunuh diri (apoptosis). Satu dari banyak tantangan dalam
pengembangan pendekatan DNA rekombinan adalah bagaimana mengantarkan gen
pembunuh hanya ke dalam sel tumor dan tidak ke sel normal.
Sejak kanker diketahi sebagai suatu penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi atau
perubahan perubahan lain pada gen. penggunaan teknik DNA rekombinan semakin sering
digunakan dalam menghambat perkembangan penyakit tersebut. Salah satu metode yang
sering diandalkan adalah pendekatan terapi gen.. Sejak diketahui bahwa kanker merupakan
penyakit akibat mutasi gen, para ahli mulai berfikir bahwa terapi gen tentu efektif untuk
mengobatinya. Apalagi kanker jauh lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan penyakit
keturunan akibat kelainan genetis yang selama ini diobati dengan terapi gen.

(sumber : http://rumahkanker.com)
(sumber : http://abgnet.blogspot.com)
Terapi gen yang dilakukan adalah yang menggunakan pendekatan ex vivo (di luar organisme
hidup), di mana sel dipindahkan dari tubuh, dimanipulasi, dan selanjutnya dikembalikan ke
tubuh, tetapi pendekatan ex vivo tidak dapat digunakan pada sel tumor karena sel tumor tidak
dapat dipindahkan secara total dari tubuh.Walau demikian, suatu pendekatan in vivo (di
dalam organisme hidup) yang menjanjikan telah berhasil dilakukan dalam mengatasi sel
tumor, yaitu menggunakan gen virus herpes simplex-timidin kinase (HSV-tk) sebagai gen
pembunuh.
Terapi gen pada prinsipnya adalah menyisipkan materi genetik ke dalam sel kanker di tubuh
untuk mengganti atau memperbaiki gen yang rusak/tidak normal karena kanker dalam rangka
pengobatan penyakit. Materi genetik atau gen yang berupa kumpulan asam amino disintesa di
laboratorium. Untuk memasukkan gen ke tubuh digunakan pelbagai bahan pembawa yaiyu
virus(vektor). Bahan itu antara lain protein yang sesuai dengan sel organ yang dituju. Materi
genetik ditempelkan ke protein kemudian dimasukkan tubuh lewat mulut, injeksi maupun
inhalasi (dihirup). Dalam tubuh protein akan menempel ke reseptor sel organ sehingga DNA
bisa masuk ke dalam sel kanker. Sebagaimana untuk imunisasi, kemampuan bereplikasi virus
dihilangkan untuk mencegah infeksi.
Prosedur dan proses terapi gen
Terapi genetik adalah pengobatan yang dilakukan setelah menentukan tempat yang
menjadi penyebab kanker secara tepat ( tempat ini dapat berupa molekul protein dalam sel
tumor, dan juga dapat berupa bagian dari gen ), lalu dirancang obat yang efektif untuk
pengobatan jenis tumor tersebut, setelah obat masuk ke dalam tubuh akan secara otomatis
memilih tempat yang menjadi penyebab kanker dan membunuh sel tumor, tanpa merusak
atau mempengaruhi jaringan normal sekitarnya.
Tahap-tahap medis dalam terapi gen menggunakan gen HSV-tk untuk mematikan sel-sel
kanker melalui suatu pendekatan in vivo (di dalam organisme hidup) karena sel sisa tumor
oleh penyakit kanker tidak dapat dipindahkan secara total dari tubuh, secara garis besar dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Operasi pembuangan bagian sel tumor dari penyebab kanker yang dapat dibuang dari
organ tubuh.
Pemasukan sel penghasil vektor yang membawa gen pembunuh (gen HSV-tk) secara
injeksi atau implantasi sisa tumor yang tidak dapat dibuang dari organ tubuh.
1. Pengantaran gen pembunuh (gen HSV-tk) secara selektif ke sel-sel kanker
memerlukan vector suatu retrovirus (virus berselubung yang genomnya berupa RNA
untai tunggal)
2. Di dalam vektor retrovirus yang akan digunakan untuk membawa gen HSV-tk ke
dalam sel kanker, beberapa gen non-esensial, mengkode protein-protein capsid,
enzim-enzim untuk replikasi serta protein-protein pada selubung, digantikan oleh gen
HSV-tk.
3. VPC berisi gen HSV-tk (vektor retroviral rekombinan ) yang mengode suatu
prodruk (HSV-tk) kemudian dimasukkan ke dalam sel kanker dengan cara
disuntikkan.
4. Gen HSV-tk yang telah berhasil masuk ke dalam sel kanker selanjutnya terekspresi
dan menghasilkan HSV-tk (enzim virus yang berperan sebagai katalisator reaksi
fosforilasi).
5. HSV-tk di dalam sel kanker berubah sensitivitasnya terhadap drug ganciclovir
(GCV) yang dimasukkan secara intra-venous (infus) ke dalam tubuh pasien.
6. GCV-P selanjutnya diubah oleh enzim kinase dalam sel menjadi ganciclovir trifosfat
(GCV-PPP), suatu inhibitor poten terhadap enzim DNA polymerase.
7. Kematian sel kanker terjadi karena DNA polimerase yang memiliki fungsi vital pada
proses replikasi DNA di dalam sel kanker terhambat oleh GCV-PPP.
8. Retrovirus menginfeksi hanya sel-sel yang sedang membelah, tetapi tidak
menginfeksi sel-sel otak terdiferensiasi normal.
9. Selanjutnya GCV-PPP berdifusi dari sel-sel terinfeksi ke sel-sel kanker tetangga yang
belum terinfeksi dan mematikan sel-sel kanker tetangga sampai semua sel-sel tumor
mati.
Pemulihan setelah operasi serta pemeriksaan hasil menggunakan Magnetik Resonance
Imaging-Scan (MRI-Scan)

Pemberian ganciclovir (GCV / turunan Acyclovir untuk pengobatan infeksi virus


herpes simplex) secara intra-venous sesuai dosis.
GCV merupakan turunan Acyclovir untuk pengobatan infeksi virus herpes simplex. Obat ini
merupakan analog nukleosida yang dapat difosforilasi oleh kinase timidin virus menjadi
bentuk GCV-monofosfat.kemudian enzim seluler dapat mengubah bentuk monofosfat itu
menjadi bentuk GCV-di dan trifosfat yang bersifat toksik, dengan fungsi sebagai terminator
sintesis DNA yang berarti menghambat polimerasi DNA.
Resiko Terapi Gen
1) Virus yang disuntikkan ke dalam tubuh bisa saja virus tersebut memasuki sel tubuh
yang lain (bukan hanya sel kanker seperti yang diharapkan) dan bila mengenai sel reproduksi,
maka mutasi ini akan diturunkan juga pada keturunan penderita
2) Gen yang ditransfer dan menempel pada lokasi yang salah dalam rantai DNA, bisa
menimbulkan mutasi genetik yang berbahaya merusak DNA, bahkan kanker jenis baru.
3) Gen yang ditransfer bila bereaksi berlebihan di lingkungan barunya (sel kanker)
sehingga akan menimbulkan peradangan, atau memicu reaksi pertahanan/perlawanan sel
kankernya.
4) Terapi gen melalui virus vector dapat menyebabkan infeksi dan / atau peradangan dari
jaringan, dan pengenalan buatan virus ke dalam tubuh dapat memulai proses penyakit lain.

Terapi gen kemudian berkembang untuk mengobati penyakit yang terjadi karena mutasi
di banyak gen, seperti kanker. Selain memasukkan gen normal ke dalam sel mutan,
mekanisme terapi gen lain yang dapat digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog
untuk melenyapkan gen abnormal dengan gen normal, mencegah ekspresi gen abnormal
melalui teknik peredaman gen, dan melakukan mutasi balik selektif sehingga gen abnormal
dapat berfungsi normal kembali. Sebuah gen normal dapat dimasukkan ke lokasi yang
spesifik dalam genom untuk mengganti gen berfungsi. Pendekatan ini yang paling umum :
a) Sebuah gen abnormal bisa ditukar gen normal melalui rekombinasi homolog.
b) Gen abnormal bisa diperbaiki melalui mutasi reverse selektif, yang mengembalikan gen
berfungsi normal.
c) Peraturan (sejauh mana gen diaktifkan atau dimatikan) gen tertentu dapat diubah.
d) Spindle transfer digunakan untuk menggantikan seluruh mitokondria yang membawa
DNA mitokondria cacat

BAB II
OBAT BIOTEK DAN TUJUAN NYA

BEBERAPA OBAT KANKER DILIHAT DARI SEGI FARMAKOGENETIK


A. 6-TIOPURIN
6-Merkaptopurin (6-MP) merupakan analog tiopurin pertama yang terbukti
efektif dalam terapi kanker seperti teopurin lainnya, 6-MP tidak aktif dalam bentuk
induknya dan harus dimetabolisme terlebih dahulu oleh hipoxantin-guanin
fosforibosil transferase (HPGRT) menjadi asam 6-Tioinosinat, suatu nukleotida
monofosfat, yang selanjutnya menghambat beberapa enzim dalam sintesis de novo
nukleotida purin. 6-MP terutama digunakan dalam terapi leukimia akut pada anak, dan
analog yang terkait dengannya, yakni azatioprin, digunakan sebagai agen
imunosupresif (Katzung, 2010:917).
6-merkaptopurin bisa mengalami inaktivasi melalui oksidasi oleh enzim xantin
oksidase (XO) maupun melalui metilasi oleh enzim tiopurin metiltransferase (TPMT)
menjadi metabolit inaktif, yaitu 6-metilmerkaptopurin (6-MeMP). Adanya variasi
genetik pada gen yang mengkode enzim TPMT memengaruhi bioavailabilitas, efikasi
dan toksisitas terapi 6-merkaptopurin. Pasien dengan polimorfi sme TPMT berisiko
mengalami toksisitas hematologis yang berat karena polimorfi sme tersebut
menurunkan kecepatan metabolisme inaktivasi 6-merkaptopurin sehingga pajanan
DNA oleh nukleotida tioguanin (TGN) meningkat. Hal ini meningkatkan kerusakan
DNA, baik DNA sel kanker maupun sel sehat sehingga akan berisiko terjadi
toksisitas. Terdapat perbedaan substansi terkait frekuensi varian TMPT diantara
kelompok populasi. Pada populasi Asia Tenggara dan Afrika, TMPT*3C merupakan
varian TMPT yang paling banyak ditemukan, dengan frekuensi alel sebesar 2,3-1%
pada populasi Asia Tenggara dan 2,4% pada populasi Afrika sedangkan pada populasi
Kaukasia TMPT*3A sebanyak 4,4% (Yudhani R.D, 2014).
B. 5-FLUOROURASIL
Metabolit 5-fluorouracil membentuk kompleks terner yang terikat secara
kovalen dengan enzim timidilat sintase dan folat tereduksi N-metilentetrahidofolat,
suatu reaksi yang sangat penting dalam sintesis de novo timidilat. Hal ini
menyebabkan inhibisi sintesis DNA akibat kematian karena kekurangan tinin. 5-FU
dirubah menjadi 5-fluorouridin-5`-trifosfat (FUTP), yang kemudian bergabung
dengan RNA, temt senyawa tersebut mengganggu pemrosesan RNA dan translasi
mRNA. Selain itu 5-FU diubah enjadi 5-fluoro-dioksi uridin-5`-trifosfar (FdUTP),
yang dapat bergabung dengan DNA sel dan menyebabkan inhibisi sintesis dan fungsi
DNA. Oleh sebab itu, sitotoksisitas 5-FU diduga terjadi akibat efek gabungan
terhadap peristiwayang diperantai DNA dan RNA (Katzung, 2010:919).
Obat ini merupakan analog urasil yang digunakan secara luas sebagai terapi
tumor solid, meliputi kanker kolorektal dan payudara.5 5-FU merupakan prodrug,
sekitar 5% 5-FU yang diberikan akan mengalami aktivasi (anabolisme) menjadi 5-fl
uoro-2-deoksiuridin monofosfat (5-FdUMP), nukleotida sitotoksik yang berperan
sebagai antitumor. 5-FdUMP menghambat replikasi sel tumor melalui penghambatan
aktivitas enzim timidilat sintase (TS/TYMS) yang diperlukan untuk sintesis pirimidin
de novo. Sedangkan 80-95% 5-FU akan mengalamikatabolisme menjadi bentuk
metabolit inaktif (dihidro 5-FU) yang akan diekskresikan melalui urin dan cairan
empedu. Proses inaktivasi ini dikatalisis oleh enzim dihidropirimidin dehidrogenase
(DPD).Terdapat lebih dari 20 variasi tingkat aktivitas enzim ini di antara individu
dalam populasi. Adanya variabilitas aktivitas enzim ini merupakan salah satu faktor
utama yang mempengaruhi paparan sistemik 5-FdUMP dan akan meningkatkan risiko
efek samping. Pasien dengan aktivitas enzim DPD rendah,tidak mampu
menginaktivasi 5-FU secara efektif sehingga kadar 5-FdUMP di darah menjadi
berlebihan, mengakibatkan toksisitas gastrointestinal, hematopoetik, dan neurologis
yang berpotensi fatal.5,6 Dasar genetik molekuler yang mendasari defi siensi enzim
DPD sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Sampai saat ini telah
ditemukan lebih dari 30 mutasi dan SNPs pada gen yang mengkode enzim DPD (gen
DPYD), dan beberapa di antaranya terkait dengan penurunan aktivitas enzim DPD.
Pada populasi umum, terdapat 3-5% individu yang membawa alel mutan terkait
dengan mutasi DPYD secara heterozigot yang menyebabkan individu ini berisiko
mengalami defi siensi parsial enzim DPD, sedangkan 0,1 % individu di populasi
membawa allel mutan tersebut secara homozigot sehingga mungkin akan mengalami
defi siensi enzim DPD absolut (Yudhani R.D, 2014).
Respon penggunaan 5-fluorouracil (5-FU) sangat bervariasi. Target enzim untuk
5-FU ini adalah thymidilate synthetase. Perbedaan erat dengan adanya polimorfisme
gen yang bertanggung jawab terhadap ekspresi gen thymidilate synthetaze (TS).
Ekspresi yang rendah dari mRNA TS berhubungan dengan meningkatnya
kemungkinan sembuh dari penderita kanker yang diobati dengan 5-FU. Sedankan
penderita yang ekspresi gen mRNA TS tinggi ternyata tidak perlihatkan respon
pengobatan dengan kemoterapi ini Genotipe ge TYMS, yang menyandi ekspresi
enzim thymidilate synthetaze ditetukan dengan mengamplifikasi gen/DNA dengan
teknik polymerase chain reaction (PCR) yang diisolasi dari 90 penderita kanker kolon
yang mendapatkan pengobatan 5-FU. Hasilnya menunjkkan baha gen TYMS ternyata
bersifat polimorfisme. Hasil ini menunjukkan betapa pentingnya melakukan pemetaan
genotipe gen TYMS dari penderita kanker yang akan diobati dengan 5-FU (Lecomte,
et al. 2004)
Pemetaan genotipe sangat diperlukan untuk penentuan dosis obat yang
diberikan. Memprediksi kemungkinan munculnya efek toksik suatu pengobatan.
Dengan adanya nformasi farmakogenetik memungkinkan untuk melakukan
pengobatan secara individual berdasarkan sifat genotipe seseorang (Radji, M. 2005)
C. IRINOTEKAN
merupakan inhibitor topoisomerase I, yang telah diterima oleh FDA sebagai
terapi kanker kolorektal stadium lanjut. Irinotekan merupakan prodrug yang
memerlukan aktivasi oleh enzim karboksilesterase menjadi 7-etil-10- efektif
sehingga kadar 5 FdUMP di darah menjadi berlebihan, mengakibatkan toksisitas
gastrointestinal, hematopoetik dan neurologis yang berpotensi fatal.Dasar genetik
molekuler yang mendasari defi siensi enzim DPD sangat kompleks dan belum
sepenuhnya dipahami. Dosis irinotekan yang berlebihan dapat menyebabkan toksisitas
berupa diare dan leukopenia. Toksisitas berhuungan dengan peningkatan kadar SN-38
di darah. Enzim yang berperan pada proses glukoronidasi SN-38 menjadi SN 38G.
Variabilitas ekspresi UGT1A1 sangat tinggi dan mengakibatkan lebih dari 50 varasi
terkait dengan kecepatan proses glukoronidase SN-38 diantara individu. Variasi enzim
UGT 1A1 karena adanya polimorfisme gen UGT1A1 pada promoter region yang
berisii beberapa pengulangan elemen TA (timin-adenin) dengan pengulangan elemn
TA sebanyak 6 kali. Pengulangan kali dikenal sebagai UGT1A1*28 menurunkan
tingkat ekspresi dan aktivitas UGT1A1. UGT1A1*28 terkait dengan penurunan
proses glukoronidasi (inaktiasi) SN-38 yang dapat meningkatkan toksisitas irinotekan.
Populasi allel UGT1A1*28 Kaukasia dan Afrika-amerika sebesar 35% dan pada Asia
lebih rendah (Yudhani R.D, 2014).

Anda mungkin juga menyukai