Anatomi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Retina
berfungsi menerima cahaya dan merubahnya menjadi sinyal fotokimia, untuk
selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel
saraf (neuron), yaitu sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor (batang dan
kerucut), sel bipola dan sel ganglion. Sel batang bertanggung jawab untuk
penglihatan pada daerah kurang cahaya dan sel kerucut bertanggung jawab untuk
penglihatan pada daerah cukup cahaya dan warna (gambar 1). 1,2
0
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal
dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut
temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan
untuk ke korpus genikulatum lateral dan nukleus pretektalis (gambar 2).1,3
1
pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari temporal membawa impuls
dari lapang pandang atas (gambar 3).1,4
2
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi
5. Pengenalan warna
Apabila pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan
nervus optikus dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka
dilakukan pemeriksaan visus dan lapang pandang secara kasar, tetapi apabila
dicurigai adanya gangguan, maka dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, dan
dilakukan pemeriksaan funduskopi sebagai pemeriksaan rutin dalam neurologi.4
3
Gambar 6. Pemeriksaan visus menggunakan pinhole 4
4
2.2 Pemeriksaan Refleks Pupil
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya
langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya
adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan
refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada
mata yang tidak disinari cahaya. 7
Jika cahaya jatuh pada retina maka terjadi perubahan diameter pupil.
Reflek cahaya pupil mempunyai pengaruh yang sama seperti pengaturan
diafragma otomatis dari kamera fotografik yaitu melindungi retina dan
fotoreseptornya melawan pemaparan terhadap cahaya yang berlebihan, serta
mempertajam bayangan obyek yang terlihat, yang diproyeksikan pada retina. 7
Serat aferen dari arkus reflek menyertai saraf dan traktus optikus lalu
kemudian meninggalkan traktus dekat korpus genikulatum lateral sebagai berkas
medial yang berlanjut ke arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area
pretektal. Neuron interkalasi berhubungan dengan nukleus Edinger-Westphal
parasimpatik atau nukleus asesorius otonom dari kedua sisi menyebabkan reflek
cahaya menjadi konsensual yaitu cahaya yang jatuh ke dalam satu mata juga
menyebabkan penyempitam pupil mata kontralateralnya.7
Serat eferen motorik berasal dari nukleus Edinger-Westphal dan menyertai
saraf okulomotorius ke dalam orbita. Disini serat preganglionik parasimpatik
menjadi bebas dan memasuki ganglion siliaris dimana impuls dikirim ke serat
postganglionik yang pendek. Serat-serat ini memasuki mata dan mempersarafi
otot sfingter dari pupil.7
5
2.3 Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama
ke semua jurusan, misalnya ke lateral dapat melihat 90100o dari titik fiksasi, ke
medial 60o, keatas 5060o, dan kebawah 6075o. Terdapat dua jenis pemeriksaan
lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimetri atau perimetri.4
Cara pemeriksaan dengan tes konfrontasi (gambar 7):4
a. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan
jarak kira-kira satu meter. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata
kiri pasien harus ditutup misalnya dengan menggunakan tangannya,
sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.
b. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat pada mata kanan pasien.
c. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jarinya dibidang pertengahan antara
pemeriksa dengan pasien, gerakan dilakukan dari arah dalam keluar.
d. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, maka pasien harus
memberi tahu dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah
pemeriksa juga melihatnya.
e. Apabila pasien ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan
lebih dahulu melihat gerakan jari-jari tersebut. Gerakan jari-jari dilakukan
dari semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.
6
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai
keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk
lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan
sekitarnya tegas, batas di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan
fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang ke atas dan ke
bawah. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan
besar vena : arteri adalah 3:2 sampai 5:4.4
2.5 Pengenalan warna
Pengenalan warna bergantung kepada sel-sel kerucut di retina yang
terbanyak terdapat di makula. Sel kerucut mempunyai tiga pigmen, yaitu biru,
hijau dan merah-kuning. Satu sel kerucut hanya mempunyai satu pigmen. Dalam
pengiriman impuls, terdapat dua sistem warna yaitu merah-hijau dan kuning-biru.
Pengenalan warna diperiksa dengan menggunakan kartu ishihara (gambar 9).7
7
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika
terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diataranya :7
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina, seperti retinitis atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak.
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion siliare.
3.3 Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau
medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan
arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri
karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax.1,2
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika
bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral (gambar 10).1,3
8
Gambar 10. Gangguan lapang pandang 1
9
macular sparing. Lesi yang hanya pada subgroup akson pada jaras visual
menyebabkan skotoma. Skotoma juga disebut blind spot.
3.4 Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu
diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Atrofi papil terbagi atas primer dan sekunder. Pada atrofi primer, warna papil
menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang. Gambaran ini
dijumpai pada tahap lanjut dari neuritis retrobulbaris. Pada atrofi sekunder, warna
papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Atrofi sekunder merupakan akibat
lanjut dari papilitis dan papiledema. Lamina cribrosa terlihat pada atrofi primer.
Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum
(misalnya pada tumor hipofisis atau arachnoiditis opto-khisamatis). Atrofi
sekunder merupakan akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien yang
menderita tekanan tinggi intrakranial yang lama.5
10
dibedakan dengan gambaran papilitis, bedanya pada papiledema daya penglihatan
masih bertahan lama sampai terjadi atrofi. Pada neuritis optika, daya penglihatan
hilang secara akut dan hampir tidak terasa nyeri, baik di dalam mata maupun di
kepala.5
a. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19
pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk
flame-shape dan blot-shape, cottonwool spots dan edema papilla. Pada tahun
1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda tanda retinopati ini dapat dipakai
untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.10
11
Gambar 13. Retinopati hipertensi ringan10
b. Retinopati diabetik
12
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita
retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang
menyandang DM. Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak
mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan
sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein,
edema serta perdarahan intraretina.9
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Frotscher M, Baehr M. Duus topical diagnosis in neurology. 4th completely
revised edition. Stuttgart: Thieme; 2005. 115,130-7,155
2. The targets of the optic nerve. [15 Desember 2016]. Diunduh dari:
http://thebrain.mcgill.ca/flash/d/d_02/d_02_cr/d_02_cr_vis/d_02_cr_vis.html.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi V. Jakarta : Dian
Rakyat; 2004. 121-130
4. Lumban tobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2006. 25-37
5. Ropper AH, Brown RH. Adams and victors principles of neurology. 8thed.
New York: McGraw-Hill, 2005; 203-221,241
6. Snellen Chart [15 Desember 2016]. Diunduh dari:
http://www.shutterstock.com/s/snellen+chart/search.html
7. Gilroy J. Basic neurology. 3rd edition. New York: Mc Graw-Hill; 2000.
8. Eva PR. Sklera. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J,
Editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. 264-65
9. Pauwels LW, Akessson EJ, Stewart PA, Spacey SD. Cranial nerves in health
and disease. London: BC Decker Inc: 2002. 28-41
10. Marshal M. Visual pathway. [15 Desember 2016]. Diunduh dari:
http://musom.marshall.edu/graphicdesign/ibooks/Opthalmology.html
14