Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

ISLAM
INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
Untuk Dokter Muda
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Keme Suko Koade Tanda Tangan
NIM 10711233
Tanggal Ujian
RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata
Rumah sakit
Purbalingga
Gelombang Periode

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. AS
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 16 tahun
Alamat :Bulakan 02/03 Purbalingga
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Kenanga
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk : 14 Maret 2017
Nomor RM : 675395

II. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan pada tanggal : 14 Maret 2017 pukul : 15.00 WIB)

KU : Demam 5 hari
RPS :
Pasien rujukan dari klinik Asyifa dengan keluhan demam sejak 5 hari, demam
dirasakan naik turun terutama pada sore dan malam hari. Demam tidak membaik
meskipun dengan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, pusing,
lidah terasa pahit, mual tapi tidak sampai muntah, nyeri disemua bagian perut serta
nafsu makan menurun. Riwayatt gusi berdarah (-), hidung mimisan (-), bitik-bintik
ruam kemerahan pada kulit (-), BAK normal, BAB normal diare (-). Keluhan belum
pernah diobati sebelumnya.
RPD :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat penyakit lain : DM (-), HT (-), PJK (-)
- Riwayat Mondok (-)
RPK :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat penyakit lain : DM (-), HT (-), PJK (-)

Kebiasaan & Lingkungan :


Pasien makan 2 kali sehari. Pasien jarang makan di rumah
dan sering membeli jajanan diluar. Sebelum makan pasien
jarang sekali mencuci tangan menggunakan sabun. Pasien
kadang hanya mandi 1 kali sehari. Pasien tidak merokok.
Menurut pasien dan keluarganya lingkungan sekitar rutin
dibersihkan 2 kali sehari. Tidak terdapat tempat
pemebungan sampah dirumah, sampah hnya di buang di
perkarangan belakang rumah. Terdapat kandang ternak
ayam yang hampir menyatu dengan dapur keluarga
dirumah.

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)


(Dilakukan pada tanggal : 14 Maret 2017 )
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Suhu tubuh : 38 oC
Frekuensi denyut nadi : 88 x/m
Frekuensi nafas : 20 x/m

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


A. KEADAAN UMUM
Kedaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 65 kg
BMI : 23,2
Kesan : Normoweight

Skema manusia

Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan
secukupnya

B. PEMERIKSAAN KEPALA :
1. Mata : Konjungtiva anamis : -/-
Sklera Ikterik : -/-
2. Hidung : Discharge :-
Deviasi :-
Nyeri tekan hidung :-
Nyeri tekan sinus paranasal :-
3. Telinga : Kelainan bentuk telinga :-
Discharge :-
Epistaksis : Tidak ada
Benjolan :-
Pembesaran limfonodi pre/post :-
Nyeri tekan :-
4. Mulut : Bentuk bibir : Normal
Pucat : Normal
Lidah : Kotor
Gusi : Berdarah(-)
C. PEMERIKSAAN LEHER :
Inspeksi :
Benjolan/Massa :-
Pembesaran kelenjar limfonodi :-
Vena Jugularis : Tidak meningkat
Palpasi :
Benjolan/Masa :-
Nyeri tekan :-
Pemeriksaan trakea :
Deviasi trakea :-
Pemeriksaan kelenjar tiroid :
Pembesaran Kelenjar Tiroid :-
Pemeriksaan Sudut Tangensial : TDL
Ikut bergerak saat gerakan menelan : +
Konsistensi : Kenyal, Tidak Berbenjol
Nyeri Tekan :-
Bruit : TDL

Pemeriksaan tekanan vena sentral : Normal

D. PEMERIKSAAN THORAKS
Jantung
Inspeksi : Sianosis sentral :-
Pulsasi ictus cordis : Tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis : Teraba di SIC V, linea midclavikularis
sinistra, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di SIC IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri di SIC V linea midclavikularis sinistra
Batas jantung atas di SIC II linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung di SIC III linea parasternal sinistra
Interpretasi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 - S2 reguler cepat, bising (-)

Paru
Inspeksi : Deformitas dinding dada : -
Barrel chest :-
Deviasi tulang belakang :-
Retraksi dinding dada :-
Ketinggalan gerak :-
Spatium intercosta : normal
Palpasi : Vocal fremitus ki/ka : sama, normal
Nyeri tekan :-
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
Interpretasi : Keadaan paru dalam batas normal

E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :
Inspeksi : Pelebaran vena :-
Caput medusa :-
Umbilikus : warna kemerahan (-), bentuk dbn
Bentuk dinding abdomen : lebih tinggi dari dinding dada
Simetrisitas : simetris
Benjolan :-
Peristaltik : Tidak terlihat
Pulsasi aorta : Tidak terlihat
Auskultasi : Peristaltik : + normal
Perkusi :Dominan timpani :+
Batas kanan atas hepar : SIC V linea midclavicularis dextra
Batas lobus hepar kiri : 2 cm di bawah Proc. Xyphoideus
Lien : Tidak ada pembesaran
Palpasi : Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Masa abdomen :-
Nyeri tekan : Epigastrium (+)
Spasme otot :-

PEMERIKSAAN GINJAL :
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : -/-

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS :
Lengan : Petekie (-/-), Odema (-/-)
Tangan : Petekie (-/-), Odema (-/-)
Kaki : Petekie (-/-), Odema (-/-)

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :


Dari hasil pemeriksaan fisik Sdr. AS, 16 tahun, didapatkan keadaan umum pasien
tampak lemah, febris 38 oC, Lidah kotor (coated tongue), dan nyeri tekan abdomen di
regio epigastrium.

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK) :
A. Masalah aktif : Demam, lidah terasa pahit, mual, nyeri pada abdomen regio
episgastrium
B. Masalah pasif : Badan terasa lemas, nafsu makan turun

VII. DIAGNOSIS :
- Observasi febris hari ke 5
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Fever

VIII. RENCANA
A. Tindakan Terapi (di IGD)
Infus Asering 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Injeksi Ondancetron 2x1 ampul
Tablet Paracetamol 3x500 mg
Tablet Omeprazole 2x 20 mg

B. Tindakan Diagnostik/ Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin
Tes Widal

IX. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Maret 2017 :
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hematologi
Darah rutin
Hb 16,7 g/dl 13,2-17,3
Leukosit 5,9 103/ul 4,5-13
Hematokrit 48 % 40-52
Eritrosit 5,1 106/ul 4,4-5,9
Trombosit 97 103/ul 140-392
MCV 83 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 35 g/dL 32-36

DIFF COUNT
Eosinofil 10 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Netrofil Segmen 34 % 50-70
Limfosit 41 % 25-40
Monosit 14 % 2-8

Tes Widal
S. Typhi O Positif 1/80 Negatif
S. Typhi H Negatif Negatif
Paratyphi A-H Negatif Negatif
Perjalanan Penyakit

15 Maret 2017
S Demam (-), lemas (+), Mual (+) berkurang, Muntah (-), Nyeri perut (+), BAK
(+), BAB (+) Diare (-), Gusi Berdarah (-), Mimisan (-), Ruam merah di kulit(-)
O KU : Sedang, compos mentis
TD : 100/60 mmhg
RR : 20 x/m
HR : 80 x/m, kuat angkat
T : 36, 7 C
Terdapat nyeri tekan abdomen di regio Epigastrium
A
- Observasi febris hari ke 6
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Hemoragik Fever

P Bedrest total, Diet lambung


Infus Asering 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Injeksi Ondancetron 2x1 ampul
Tablet Paracetamol 3x500 mg
Tablet Omeprazole 2x 20 mg
Cek Darah rutin, Widal, IgG dan IgM dengue
16 Maret 2017
S Demam (-), lemas (+) berkurang, Mual (+) berkurang, Muntah (-), Nyeri perut
(+), BAK (+), BAB (+) Diare (-), Gusi Berdarah (-), Mimisan (-), Ruam merah
di kulit(-)
O KU : Sedang, compos mentis
TD : 110/70 mmhg
RR : 20 x/m
HR : 82 x/m, kuat angkat
T : 36, 5 C
Terdapat nyeri tekan abdomen di regio Epigastrium
A
- Observasi febris hari ke 7
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Fever

P Bedrest total, Diet lambung


Infus Asering 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Injeksi Ondancetron 2x1 ampul
Tablet Paracetamol 3x500 mg
Tablet Omeprazole 2x 20 mg
Cek Darah Rutin ulang,

17 Maret 2017
S Demam (-), lemas (-) membaik, Mual (-) membaik, Muntah (-), Nyeri perut (+)
berkurang, BAK (+), BAB (+) Diare (-), Gusi Berdarah (-), Mimisan (-), Ruam
merah di kulit(-)
O KU : Sedang, compos mentis
TD : 110/70 mmhg
RR : 20 x/m
HR : 82 x/m, kuat angkat
T : 36, 5 C
Terdapat nyeri tekan abdomen di regio Epigastrium
A
- Observasi febris hari ke 8
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Fever

P Bedrest total, Diet lambung


Infus Asering 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Injeksi Ondancetron 2x1 ampul
Tablet Paracetamol 3x500 mg
Tablet Omeprazole 2x 20 mg
Cek Darah Rutin ulang,

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 Maret 2017


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hematologi
Darah rutin
Hb 16,5 g/dl 13,2-17,3
Leukosit 6,7 103/ul 4,5-13
Hematokrit 47 % 40-52
Eritrosit 5,1 106/ul 4,4-5,9
Trombosit 79 103/ul 140-392
MCV 84 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 35 g/dL 32-36

DIFF COUNT
Eosinofil 7 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Netrofil Segmen 26 % 50-70
Limfosit 51 % 25-40
Monosit 15 % 2-8

Tes Widal
S. Typhi O Positif 1/160 Negatif
S. Typhi H Positif 1/80 Negatif
Paratyphi A-H Positif 1/160 Negatif

IgG dengue Positif


IgM dengue Negatif

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 Maret 2017


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hematologi
Darah rutin
Hb 16,8 g/dl 13,2-17,3
Leukosit 7,4 103/ul 4,5-13
Hematokrit 49 % 40-52
Eritrosit 5,8 106/ul 4,4-5,9
Trombosit 89 103/ul 140-392
MCV 84 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 35 g/dL 32-36

DIFF COUNT
Eosinofil 6 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Netrofil Segmen 35 % 50-70
Limfosit 47 % 25-40
Monosit 11 % 2-8

DASAR TEORI
THYPOID FEVER

2.1 Definisi Demam Tifoid


Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri fakultatif
intraselular gram negatif Salmonella enterica,subspecies enterica, serotype thypi.
Organisme yang juga menyebabkan penyakit mirip dengan demam tifoid namun dalam
derajat yang lebih ringan adalah bakteri Salmonella serotype paratype A.1,2,3 Beberapa
ejala klasik akibat infeksi ini meliputi demam dengan onset gradual dan berlangsung
terus menerus dengan sifat naik turun mengikuti pola step ladder, menggigil-
kedinginan, hepato-splenomegali, dan nyeri perut. Beberapa kasus, penderita ini
mengalami ruam (rash), mual, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri kepala, bradikardi
relatif, dan penurunan level kesadaran.2,4,12-14 Demam tifoid disebut juga sebagai enteric
fever atau typus abdominalis.1,2,4 Istilah enteric fever digunakan untuk mendekripsikan
demam tifoid dan demam paratifoid dengan aspek klinis kedua penyakit ini
menunjukkan manifestasi serupa, perbedaannya terletak pada keparahan gejala dan
serotype bakteri penyebabnya.2,4,7,12 Demam paratifoid gejala yang timbul lebih ringan
dan penyebabnya adalah bakteri Salmonella enterica serotype paratyphi.7,12-14
2.2 Epidemiologi
Demam tifoid menjadi masalah kesehatan global saat ini. Penyakit ini masih
sering tidak terdiagnosa karena kurangnya fasilitas laboratorium pada beberapa tempat,
terutama pada negara berkembang.1,4 Menurut data WHO tahun 2009, terdapat sekitar
17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian
tiap tahun.15 Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2007, angka
kejadian tifoid nasional yaitu sebesar 1,5% (1.500 per 100.000 penduduk Indonesia). 11
Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia yang tercatat di buletin WHO tahun 2008
sebesar 81,7 per 100.000.1 Selain itu, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun
2010 demam tifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat inap di rumah sakit, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan angka kematian sebesar
274 orang dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,67 %.16

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Demam Tifoid


2.3.1. Etiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular per-oral, yaitu melalui air
atau makanan atau lainnya yang terkontaminasi oleh bakteri yang kemudian masuk ke
saluran pencernaan dan menimbulkan penyakit.2,4,7,12 Bakteri penyebab yaitu Salmonella
enterica serotype typhi (S.typhi), sementara terdapat pula Salmonella enterica serotype
paratyphi (S.paratyphi)yang menyebabkan paratifoid.2,7,13 Sebagian besar penyebaran
S.typhi diketahui melalui makanan dan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
S.typhi pada kotoran atau feses orang dengan demam tifoid (fekal-oral).
S.typhi merupakan bakteri gram negatif bersifat anaerobik fakultatif, tidak
berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel
kariotik.7 Bakteri S.typhi membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan
manosa, dan biasanya membentuk H2S.2,7 Bakteri ini berbentuk batang, motil, berkapsul
dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri dapat hidup sampai
beberapa minggu di alam bebas, seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini
dapat mati dengan pemanasan (suhu 60oC) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan klorinisasi.4,7,12,13
Salmonella typhi mempunyai struktur yang dapat diketahui secara serologis
berdasarkan adanya 3 macam antigen, yaitu : 6,7,17
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid. Titer antibodi O selalu lebih rendah dari titer antibodi H
karena aglutinasi O berlangsung lebih lambat dan bersifat kurang imunogenik.
6,7,17

b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau vili dari
bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. Antigen ini
merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. 6,7,17
c. Antigen Vi (Antigen pada kapsul [envelope]) bakteri yang dapat melindungi
bakteri terhadap fagositosis. Antigen ini merupakan antigen permukaan dan
bersifat termolabil. Antibodi yang terbentuk dan menetap lama dalam darah
dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut sebagai karier bakteri. 6,7,17

2.3.2. Faktor Risiko


Faktor risiko penularan demam tifoid secara umum meliputi faktor individu dan
komunitas. Faktor individu diantaranya adalah persediaan air yang terkontaminasi,
makanan yang dibeli dari penyedia yang tidak bersih (misalnya dari pinggiran jalan),
konsumsi buah dan sayuran mentah, dan adanya riwayat kontak dengan penderita
demam tifoid atau penderita dengan status karier kronik (chronic carrier). Faktor risiko
di tingkat komunitas diantaranya adalah kepadatan populasi, temperatur (suhu), hujan,
dan jarak dengan sumber air.17,18
2.4. Sumber Penularan (Reservoir)
Syarat awal untuk timbulnya infeksi adanya kontak langsung atau tidak
langsung dengan orang yang terinfeksi. Penularan dapat berlangsung lebih mudah
apabila terdapat kondisi predisposisi pada individu yang memiliki risiko tinggi. 2,4
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil S. typhi ke manusia umunya terjadi melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.7,8,12
Terdapat dua sumber penularan utama S. typhi, yaitu: 2,4,12,13
2.4.1. Penderita Demam Tifoid
Sumber utama infeksi demam tifoid yaitu manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika sedang menderita sakit maupun yang
sedang dalam fase penyembuhan. Pada fase penyembuhan penderita pada umumnya
masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.2,4,12,13
2.4.2. Karier Demam Tifoid.
Penderita dalam fase karier tifoid adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung S. typhi pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada
convalescent carrier (karier pasca penyembuhan), penderita demam tifoid dinyatakan
telah sembuh secara klinis setelah 2 3 bulan namun pada masa tersebut masih dapat
ditemukan bakteri S. typhi di feces atau urin.11 Selain itu, karier demam tifoid dapat juga
merupakan jenis chronic carrier (karier kronis-menahun) dimana pihak tersebut dapat
menjadi sumber penularan dalam waktu yang lebih lama, yaitu 1 tahun pasca sembuh
dari gejala akut.18 Pada demam tifoid, sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung
empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomis). Oleh sebab itu, apabila
terapi medika-mentosa dengan obat untuk mengeradikasi tifoid gagal, harus dilakukan
operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. 2,4,12,13
Ibu yang hamil dan memiliki status sebagai penderita juga mampu menularkan
penyakit ini pada janin. Penyebaran demam tifoid secara kongenital dapat terjadi
melalui infeksi transplasenta dari ibu pada kondisi bakteremia kepada janinnya.
Penyebaran intrapartum juga dapat terjadi, yaitu dengan jalan fekal-oral dari ibu
pengidap.2,4 Di sisi lain, penularan demam tifoid juga dapat diperantarai vektor berupa
lalat, kecoa maupun tikus dengan cara membawa bakteri yang terdapat dalam urin
ataupun feses yang kemudian masuk bersama makanan. Oleh sebab itu, sangat penting
untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar sehingga bebas dari vektor-vektor
tersebut.12,13
2.5 Patogenesis
Bakteri S. typhi dan S. paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi.7,8 Masuknya S.typhi melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi, setelah mencapai lambung, sebagian akan dimusnahkan di
2,12,13
dalam lambung dan sebagian lagi berkembang biak. Bakteri melewati barrier
asam lambung dapat disebabkan oleh menurunnya derajat keasaman asam lambung,
makanan bersifat basa, atau mengkonsumsi antasida.4,14
Apabila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka bakteri
akan menembus sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri
kembali berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh sel makrofag.
Bakteri dapat hidup dan menggandakan diri dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
payers patches ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika.2,7,14
Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. 14
Bakteremia pertama ini terjadi 24 72 jam setelah infeksi. 2 Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut. Fase mulai
masuknya bakteri hingga timbul gejala dianggap sebagai masa inkubasi (7-14 hari). 2,7,12-
14

Bakteri melalui ductus torasikus dan mencapai organ organ tubuh seperti
limpa, usus halus dan kantong empedu. Bakteri yang masuk kedalam kantong empedu,
berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermiten ke dalam
lumen usus.14 Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus.12-14 Proses ini terus berlangsung berulang
kali, hal ini terutama terjadi akibat makrofag yang telah teraktivasi dan menjadi
hiperaktif. Saat fagositosis bakteri salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi,
terutama endotoksin yang merupakan kompleks polisakarida dan dianggap berperan
penting pada perkembangan patogenesis demam tifoid.2,4,7 Endotoksin bersifat pirogenik
serta memperbesar reaksi peradangan bakteri dimana bakteri salmonella berkembang
biak. Di samping itu, toksin ini merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi
sitokin oleh sel-sel makrofag dan sel lekosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini
merupakan mediator timbulnya demam dan gejala pro-inflamasi. Oleh karena basil
Salmonella bersifat intraselular maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang dan
terkadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul infeksi lokal. 2,4,12-14
Di dalam plak payer (payers patches), makrofag yang hiperaktif ini
menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pada proses ini makrofag akan menginduksi
reaksi hipersensitivitas tipe lambat, yang kemudian akan terjadi hiperplasia jaringan
pada minggu pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada minggu kedua.12-14 Hal yang
lebih berat terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus. Ulkus ini mudah mengalami
pendarahan dan perforasi yang merupakan komplikasi yang berbahaya. Endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi,
seperti gangguan neuropsiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.2,4,14
Walaupun demam tifoid melibatkan respon sistem imun lokal dan sistemik, baik
humoral serta respon imun seluler, namun mekanisme ini tidak dapat mencegah dari
kekambuhan atau infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi sebab pada pasien yang tidak
mendapatkan penanganan hingga sembuh sempurna, bakteri dapat tinggal di kantong
empedu dan ginjal, sehingga pasien dapat menjadi karier (carrier). 4,12-14
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien yang telah terinfeksi S.typhi, akan mengalami proses
asimptomatik yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14 (rentang 3-60 hari), dengan onset
dari bakteremia ditandai dengan demam dan kelemahan. 2-4 Gejala demam tifoid
biasanya terjadi selama 2-3 minggu.7 Pada awal sakit biasanya didapatkan demam yang
samar-samar dan naik turun. Pada kasus tifoid demam mengalami peningkatan terutama
sore hingga malam hari (stepladder pattern).2,4 Dari hari ke hari demam dirasakan
semakin tinggi disertai dengan berbagai gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri
ulu hati, pegal-pegal, serta insomnia, gangguan kesadaran, dan hepatosplenomegali. 2,14
Pasien biasanya datang ke rumah sakit setelah akhir dari minggu pertama dari gejala,
dengan keluhan demam, influenza-like symptoms dengan menggigil, sakit kepala,
kelemahan, anorexia, mual, tidak nyaman pada perut, batuk kering, myalgia,
konstipasi/diare, namun dengan sedikit tanda klinis dari tifoid.2,5,12-14
Gejala klinis yang timbul bervariasi dari gejala ringan sampai berat, dari
asimptomatik hingga simptomatik dengan komplikasi multiorgan. 12,14,17 Pada tabel 1
diuraikan kriteria tanda dan gejala demam tifoid berdasarkan durasi waktu perjalan
penyakitnya. Banyak faktor yang mempengaruhi keparahan dan gejala yang tampak,
antara lain durasi penyakit sebelum mendapat terapi yang sesuai, pemilihan antibiotik,
umur, riwayat paparan dan vaksinasi, strain bakteri, kuantitas bakteri yang masuk, serta
status host yang immunocompromised.2,12-14

Tabel 1. Tanda dan Gejala Demam Tifoid 2,4,7,12


Periode Gejala Tanda
Minggu 1 Demam, influenza-like illness, sakit Lidah kotor, nyeri tekan
kepala, tidak enak badan, anorexia, pada abdomen, hepato-
mual, muntah, diare/konstipasi, splenomegali, bradikardi
tidak enak di perut, batuk, epitaksis relatif
Minggu 2 Demam derajat tinggi (39o-40o C) Rose spot, lidah kotor,
bradikardi relatif,
hepatosplenomegali,
meteorismus, gangguan
mental
Minggu 3 Perbaikan gejala atau infeksi berat Penurunan demam, lidah
penderita tampak bersih,
kebingungan, apatis, pasien
stupor

Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, penderita dengan demam tifoid


digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala klinis yang timbul, yaitu:4,12-14,17
a Acute non-complicated disease dikarakteristik oleh demam yang lama, gangguan
saluran cerna (dapat berupa konstipasi, normal, atau diare), nyeri kepala, malaise,
anoreksia, dan batuk. Selama periode demam, 25% pasien menunjukkan tanda rose
spots pada dada, perut, atau punggung. 4,12-14,17
b Complicated disease dialami oleh sekitar 10% dari pasien.20 Komplikasi dapat
berupa gejala intestinal maupun ekstraintestinal. 4,12-14,17
1. Komplikasi Intestinal
a) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi.4,12 Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok.12-14 Secara klinis perdarahan akut darurat ditegakkan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.14,17
b) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Keluhan
yang muncul berupa nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran
kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. 4,12-14,17
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a) Kardiovaskuler: syok, sepsis, miokarditis, trombosis, tromboflebitis.
b) Hematologi: anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, sindrom uremia hemolitik.
c) Paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d) Hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolelitiasis.
e) Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
f) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
g) Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis,
sindrom katatonia.

2.7 Diagnosis
Menurut WHO, definisi kasus demam tifoid dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:2
1. Confirmed Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3 hari,
dengan konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang, cairan usus)
S.typhi.
2. Probable Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3 hari,
dengan serodiagnosis atau deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S. typhi.
3. Chronic Carrier: adanya bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur empedu yang
positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid akut.
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau serologi). 2,4,17
Selain itu, penentuan terhadap adanya komplikasi atau kondisi penyerta pada penetapan
diagnosis akan membantu menggolongkan pasien dalam kategori penatalaksanaan yang
sesuai dan mencegah perburukan kondisi pasien. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
kasus demam tifoid dilakukan berdasarkan gejala dan tanda yang muncul berdasarkan
proses perjalanan penyakitnya. Pada daerah yang endemik tifoid, demam selama
seminggu tanpa penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari
demam dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi
terhadap S.typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang spesifik.17
Sedangkan adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya merupakan
diagnosis sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay untuk diagnosis
sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold standard-nya.2,4,7,12-14
Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena beberapa faktor
antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan antibotik, volume spesimen
untuk kultur, dan waktu pengambilan sampel.14,17 Pengambilan darah pada remaja
hingga dewasa sekitar 10-15 mL sedangkan untuk anak-anak diperlukan 2-4 mL. Hal
ini terkait dengan jumlah atau level bakteremia pada anak-anak lebih tinggi
dibandingkan dengan dewasa.2,4,14,17
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan laboratorium, mikrobiologis, dan
serologis, sedangkan pemeriksaan lain yang dilakukan tergantung indikasi untuk
mengetahui komplikasi dan menyingkirkan diagnosis banding. Selain itu pemeriksaan
penunjang juga dapat dilakukan untuk mendukung penatalaksaanaan penyakit, terutama
dalam hal penentuan terapi antibiotik. 2,4,14
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukopenia namun
dapat pula kadar leukosit normal ataupun leukositosis, eosinofilia,
trombositopenia ringan dan anemia ringan.2,4,14 Terjadinya leukopenia terjadi
akibat depresi dari sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang
ada. Sedangkan leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa adanya tanda infeksi
sekunder. Trombositopenia terjadi berhubungan dengan produksi sel darah yang
menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES, berbeda halnya dengan
anemia yang disebabkan oleh produksi hemoglobin serta pendarahan intestinal
yang tidak nyata. Pada demam tifoid juga terjadi peningkatan laju endap darah.
Di sisi lain, hasil pemeriksaan kimia klinik umumnya ditemukan peningkatan
SGOT dan SGPT. 2,4,14,17

b. Pemeriksaan Mikrobiologi
1. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. 2,4 Faktor yang mempengaruhi
yaitu telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat
vaksinasi, atau pengambilan darah saat minggu pertama. 14 Lebih dari 90%
penderita yang tidak diobati, hasil kultur darah positif dalam minggu
pertama. Hasil ini menurun secara signifikan setelah pemakaian obat
antibiotik menjadi 40%.12-14 Kultur dilakukan pada hari 1, 2, 3, dan 7 pada
agar non-selektif.14,19
2. Kultur Feses atau Rectal Swab
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90%
penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan Salmonella typhi
dalam feses untuk jangka waktu yang lama.12-14
3. Kultur Sumsum Tulang
Kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tinggi (95%). Selain itu,
pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan fase
penyakit.2,4,14
c. Pemeriksaan Serologis
1. Tes Widal
Tes ini mengukur kadar aglutinin yang spesifik terhadap S. typhi, bisa
ditemukan dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah
tertular S. typhi, dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam
tifoid.2,4,7,14 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-4, tetap tinggi selama beberapa minggu. Biasanya antibodi O
terukur pada hari ke-6 sampai 8, sedangkan antibodi H pada hari ke-10
sampai 12 setelah onset. Pada orang yang telah sembuh, aglutinin O masih
dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan aglutinin H 9-12 bulan.14,17,19
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan
didiagnosis sebagai demam tifoid.2 Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin
akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang waktu
paling sedikit 5 hari.14,17 Peningkatan titer aglutinin 4 kali lipat selama 2-3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid.2,4,14 Interpretasi hasil uji Widal
adalah sebagai berikut:2,14,17
Titer O >160 menunjukkan adanya infeksi akut.
Titer H >160 berarti telah mendapat imunisasi atau pernah menderita
infeksi.
Titer Vi yang tinggi terjadi pada karier.
Sensitivitas dan spesifitasnya tidak begitu tinggi; hasilnya bisa negatif
pada 30% kasus dengan kultur positif. 14,19-21 Oleh karena itu, tes ini bukan
untuk menentukan kesembuhan.14 Beberapa faktor yang mempengaruhi uji
widal antara lain gizi buruk yang menghambat pembentukan antibodi,
waktu pemeriksaan, pengobatan dini dengan antibiotik, penyakit tertentu
seperti leukemia, pengobatan imunosupresif atau kortikosteroid, riwayat
vaksinasi, dan infeksi klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya.2,4,14,
2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Ada 2 macam uji ELISA yang bisa dilakukan. Pertama tes yang
menggunakan antigen O, H, dan Vi. Yang kedua tes menggunakan protein
Ag khusus (Dot-EIA). Deteksi ELISA secara teoritis dapat menegakkan
diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat (3-4 jam).14
3. Tes IDL Tubex
Tes ini bersifat sederhana (hanya diperlukan 1 langkah) dan cepat (hasil
kira-kira 2 menit).2,12-14 Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi O9, dengan
cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel
lateks yang berwarna dengan lipopolisakarida S .typhi yang terkonjugasi
pada partikel magnetik lateks. Hasil positif uji ini menunjukkan infeksi
serogrup D walau secara tidak spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh
S. paratyphi akan memberikan hasil negatif. Uji ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas tinggi, yaitu 80% dan 90% berturut-turut. 12-14,21 Interpretasi
hasil uji Tubex dijelaskan pada tabel 2.

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Tubex 14


Skor Interpretasi Keterangan
<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

4. Uji Typhidot
Tes Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar S. typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah
infeksi. Uji ini memiliki sensitivitas 78% dan spesifisitas 89%.14
5. Uji IgM Dipstik
Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi.
Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya cepat, namun
akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu setelah timbul
gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 100%.14,17
d. Uji Sensitivitas
Dari beberapa penelitian di berbagai tempat di dunia, S. typhi dengan
strain yang dikategorikan multi-drug resistance sering muncul; maka dari itu tes
ini direkomendasikan dalam penentuan pengobatan. Organisme ditemukan
resisten terhadap ampisilin, kloramfenikol, sulfonamid, trimetoprim,
streptomisin, dan tetrasiklin.2,4,14
2.8 Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)
Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue
(dengue hemorrhagic fever), malaria, dan influenza. Pada demam berdarah dengue,
pasien biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus menerus 2-7
hari, terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda perdarahan
seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis (mimisan), atau
berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam pada infeksi virus dengue sedikit
berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam tinggi selama 1-3 hari dan kemudian
demam turun dan disertai dengan penurunan trombosit pada hari berikutnya. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah trombosit menurun (trombositopenia),
kadar hematokrit meningkat (hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes
serologis positif antigen virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). Pada malaria, demam
dirasakan dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot,
seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin. Adanya riwayat mengenai onset
demam yang tiba-tiba (terutama pada fase awal) dan dapat turun sampai normal atau di
bawah normal, dapat disertai adanya anemia berat namun jarang terjadinya gangguan
pencernaan. Pada malaria juga ditemukan trias malaria, antara lain: periode dingin,
dimana pasien merasakan menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu tubuh;
periode panas dimana penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi
beberapa jam dan diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat dimana
penderita akan berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita merasa sehat.
Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif
terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi. Pada influenza, biasanya
keluhan awal adalah pilek, batuk, demam 1-2 hari (suhu tinggi dengan onset cepat),
sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya seperti sesak nafas, hidung
tersumbat, sakit tenggorokan. Dari hasil pemeriksaan darah hanya ada sedikit
peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteria darah lengkap lainnya umumnya
dalam batas normal.2,4,7,14
2.9 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien demam tifoid
antara lain:
2.9.1. Terapi Antibiotik
Antibiotik dapat segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Lebih dari 90%
pasien bisa menjalani rawat jalan dengan antibiotik oral; namun ini juga harus disertai
follow-up yang ketat terhadap komplikasi atau kegagalan terapi. 2,4,12-14,17 Adapun obat-
obatan yang sering digunakan antara lain:2,14,17,22-26

a. Kloramfenikol
Obat ini masih menjadi pilihan pertama di Indonesia sampai saat ini,
berdasarkan dari efikasi, keamanan, dan harganya.2,17,21 Dosis yang diberikan
adalah 4 x 500 mg sehari secara oral atau intravena sampai dengan 7 hari bebas
panas.14 Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta
cukup sering menimbulkan karier dan relaps.17 Kloramfenikol tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III, karena dapat
menyebabkan partus prematur dan kematian fetus intrauterin.2,14,17,25
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol hampir sama dengan kloramfenikol,
namun komplikasi anemia aplastiknya lebih rendah dibanding kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg.2,14,25
c. Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini sama dengan kloramfenikol. Dosis yang diberikan
adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.2,14,17
d. Ampisilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 50 - 150 mg/kgBB
selama 2 minggu.2,14,25
e. Sefalosporin Generasi III
Hingga saat ini, golongan ini terbukti efektif untuk demam tifoid adalah
ceftriakson, dengan dosis yang dianjurkan yaitu 3 - 4 gram dalam dekstrosa
100cc diberikan selama 3 - 5 hari.2,14,25
f. Fluorokuinolon
Golongan ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2,14,22-26
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
g. Azitromisin
Jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan
mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama untuk bakteri
yang multi-drug resistance. Obat ini juga dapat mengurangi relaps jika
dibandingkan dengan ceftriakson. Dosis yang diberikan adalah 2 x 500
mg.2,7,14,25
h. Kombinasi Obat Antibiotik
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, atau syok septik yang terbukti ditemukan 2 macam
organisme dalam kultur darah selain S. typhi.2,14,17
i. Kortikosteroid
Penggunanaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau
syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,14,17
Secara ringkas, pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sesuai
dengan derajat keparahannya:
Tabel 3. Tatalaksana Antibiotik untuk uncomplicated typhoid fever 2
Optimal therapy Alternative effective drugs
Susceptibili Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
ty dose dose
mg/k mg/kg
g
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14

Tabel 4. Tatalaksana Antibiotik untuk severe typhoid fever2


Optimal parenteral drug Alternative effective parenteral drug
Susceptibility Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
dose dose
mg/kg mg/kg
Fully sensitive Fluroquinolon 15 10-14 Chloramphenicol 100 14-21
e e.g Amoxicillin 100 14
ofloxacine TMP-SMX 8-40 14
Multidrug Fluroquinolon 15 10-14 Ceftriaxone 60 10-14
resistant e Cefotaxime 80
Quinolone Ceftriaxone or 60 10-14 Fluroquinolone 20 7-14
resistant Cefotaxime 80
2.9.2. Terapi Suportif
Manajemen ini meliputi penggunaan antipiretik dan nutrisi yang adekuat. Pasien
dengan gambaran klinis yang jelas, apalagi disertai komplikasi, sebaiknya memerlukan
rawat inap.2,4,14,17 Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mempercepat masa penyembuhan. Tirah baring disertai perawatan penuh (makan,
minum, BAB, dan lain-lain) dan juga perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
pasien. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka
dilakukan mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.2,14,17
Nutrisi untuk pasien demam tifoid meliputi pemberian cairan oral atau
parenteral dan diet. Cairan parenteral diindikasikan pada derajat berat, ada komplikasi
penurunan kesadaran, serta apabila sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup.
Rendah serat direkomendasikan untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet
biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa, tergantung
pada kebutuhan pasien.2,4,14,17
2.9.3. Terapi Komplikasi
Sekitar 25% pasien demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor akibat
perdarahan intestinal. Namun, dapat juga terjadi perdarahan akut darurat (5
ml/kgBB/jam) sampai pasien mengalami syok. Apabila tranfusi tidak efektif, maka
diperlukan tindakan bedah. Perforasi usus terjadi sekitar 3% dari pasien, yang biasanya
timbul pada minggu ketiga. Antibiotik yang diberikan pada kasus ini biasanya
dikombinasikan dengan antibiotik spektrum luas untuk mengatasi bakteri yang bersifat
fakultatif dan anaerobik pada flora usus. Terapi yang lain tergantung pada gejala
komplikasi lainnya yang timbul, seperti hepatitis, pakreatitis, dan tifoid toksik.
Penanganan tifoid toksik meliputi pemberian kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg
ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.14

2.9.4. Manajemen untuk Karier


Individu dikatakan karier kronis untuk demam tifoid apabila asimtomatik namun
terus-menerus positif S. typhi pada kultur tinja 1 tahun setelah sembuh dari gejala akut.
Kurang lebih 1-5% pasien demam tifoid menjadi karier kronis. Pengobatan yang dapat
dipakai yaitu administrasi selama 6 minggu amoksisilin atau ampisilin 100
mg/kgBB/hari dengan probenesid 30 mg/kgBB/hari, atau trimetoprim-sulfametoksazol
(TMP-SMZ) 160-800 mg 2 kali sehari; regimen ini memberi efektivitas sekitar 60%.
Administrasi ciprofloksasin 750 mg 2 kali sehari selama 28 hari memberi efektivitas
sebesar 80%.14
Pada demam tifoid, sumber infeksi berasal dari kandung empedu dan ginjal.
Maka dari itu, jika dengan terapi anti-tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk
kelainan anatominya.2,4,14 Apabila disertai kolelitiasis, dapat dilakukan kolesistektomi
disertai pemberian regimen di atas selama 28 hari. Apabila disertai infeksi Schistosoma,
diberikan prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal.14 Selain itu, karier harus menghindari
kegiatan memasak ataupun menyajikan makanan sampai saat kultur feses negatif 3 kali
berturut-turut dengan selang waktu terpaut 1 bulan untuk masing-masing kultur.
Antibodi Vi dapat menentukan status karier; antibodi ini akan meningkat pada karier
kronis demam tifoid.2,14
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid terjadi 10-15% kasus dan umumnya terjadi pada
pasien yang telah menderita sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang paling sering
terjadi yaitu pendarahan pada gastrointestinal, dengan kasus sekitar 10%.14,17 Hal ini
disebabkan oleh erosi dari necrotic peyers patch melewati dinding dari enteric
vessel.4,12-14,21 Komplikasi ini juga menentukan penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien sesuai dengan manifestasi, derajat, dan keterlibatan organ.2,14 Beberapa
komplikasi yang perlu diperhatikan dalam perjalanan demam tifoid ditunjukkan melalui
tabel 5.
Tabel 5. Komplikasi Demam Tifoid 1,3
Abdominal
1. Perforasi gastrointestinal
2. Perdarahan gastrointestinal
3. Hepatitis
4. Kolesistitis (umumnya subklinis)
Kardiovaskular
1. Perubahan elektrokardiografi asimtomatik
2. Miokarditis
3. Shock
Neuropsikiatri
1. Ensefalopati
2. Delirium
3. Status psikotik
4. Meningitis
5. Gangguan koordinasi
Respirasi
1. Bronkitis
2. Pneumonia (Salmonella enteric serotype typhi, Streptococcus
pneumoniae)
Hematologi
1. Anemia
2. Disseminated intravascular coagulation (umumnya subklinis)
Komplikasi lain
1. Abses fokal (Focal abscess)
2. Faringitis
3. Miscarriage
4. Relapse
5. Chronic carriage

2.11 Prognosis
Umumnya penderita dengan gejala minimal memiliki prognosis yang baik
dibandingkan penderita dengan gejala berat maupun dengan komplikasi. Prognosis
demam tifoid cenderung berakhir pada 3-4 minggu tanpa pengobatan dengan angka
kematian sekitar 12-30%, namun penatalaksanaan yang tepat dapat mempersingkat
waktu perawatan dan menurunkan 1-4% indikator tersebut.1 Diantara demam tifoid
yang sembuh klinis pada 20% diantaranya masih ditemukan bakteri S.thyphi setelah 2
bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1
tahun.2,4 Kasus karier meningkat seiring peningkatan umur dan adanya penyakit
kandung empedu serta gangguan traktus urinarius.9
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2012. Recommendations for management of common childhood


conditions.http://www.who.or.id

2. Behrman, Richard, 2007. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta

3. Diagnosis laboratorium demam tifoid by Dr.Luci Liana,SpPK.[cited] des


2010.http://www.abclab.co.id .

4. Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

5. Isselbacher, Kurt, 2010. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. Volume
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

6. Rubenstein, David, 2006. Kedokteran Klinis.Edisi keenam. Erlangga : Jakarta

7. Rudolph, abraham, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 2. Volume 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta

8. Soedarmo, Sumarmo, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia

9. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga : Jakart

Anda mungkin juga menyukai