ISLAM
INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
Untuk Dokter Muda
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Keme Suko Koade Tanda Tangan
NIM 10711233
Tanggal Ujian
RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata
Rumah sakit
Purbalingga
Gelombang Periode
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. AS
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 16 tahun
Alamat :Bulakan 02/03 Purbalingga
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Kenanga
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk : 14 Maret 2017
Nomor RM : 675395
II. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan pada tanggal : 14 Maret 2017 pukul : 15.00 WIB)
KU : Demam 5 hari
RPS :
Pasien rujukan dari klinik Asyifa dengan keluhan demam sejak 5 hari, demam
dirasakan naik turun terutama pada sore dan malam hari. Demam tidak membaik
meskipun dengan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, pusing,
lidah terasa pahit, mual tapi tidak sampai muntah, nyeri disemua bagian perut serta
nafsu makan menurun. Riwayatt gusi berdarah (-), hidung mimisan (-), bitik-bintik
ruam kemerahan pada kulit (-), BAK normal, BAB normal diare (-). Keluhan belum
pernah diobati sebelumnya.
RPD :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat penyakit lain : DM (-), HT (-), PJK (-)
- Riwayat Mondok (-)
RPK :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat penyakit lain : DM (-), HT (-), PJK (-)
Skema manusia
Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan
secukupnya
B. PEMERIKSAAN KEPALA :
1. Mata : Konjungtiva anamis : -/-
Sklera Ikterik : -/-
2. Hidung : Discharge :-
Deviasi :-
Nyeri tekan hidung :-
Nyeri tekan sinus paranasal :-
3. Telinga : Kelainan bentuk telinga :-
Discharge :-
Epistaksis : Tidak ada
Benjolan :-
Pembesaran limfonodi pre/post :-
Nyeri tekan :-
4. Mulut : Bentuk bibir : Normal
Pucat : Normal
Lidah : Kotor
Gusi : Berdarah(-)
C. PEMERIKSAAN LEHER :
Inspeksi :
Benjolan/Massa :-
Pembesaran kelenjar limfonodi :-
Vena Jugularis : Tidak meningkat
Palpasi :
Benjolan/Masa :-
Nyeri tekan :-
Pemeriksaan trakea :
Deviasi trakea :-
Pemeriksaan kelenjar tiroid :
Pembesaran Kelenjar Tiroid :-
Pemeriksaan Sudut Tangensial : TDL
Ikut bergerak saat gerakan menelan : +
Konsistensi : Kenyal, Tidak Berbenjol
Nyeri Tekan :-
Bruit : TDL
D. PEMERIKSAAN THORAKS
Jantung
Inspeksi : Sianosis sentral :-
Pulsasi ictus cordis : Tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis : Teraba di SIC V, linea midclavikularis
sinistra, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di SIC IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri di SIC V linea midclavikularis sinistra
Batas jantung atas di SIC II linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung di SIC III linea parasternal sinistra
Interpretasi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 - S2 reguler cepat, bising (-)
Paru
Inspeksi : Deformitas dinding dada : -
Barrel chest :-
Deviasi tulang belakang :-
Retraksi dinding dada :-
Ketinggalan gerak :-
Spatium intercosta : normal
Palpasi : Vocal fremitus ki/ka : sama, normal
Nyeri tekan :-
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
Interpretasi : Keadaan paru dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :
Inspeksi : Pelebaran vena :-
Caput medusa :-
Umbilikus : warna kemerahan (-), bentuk dbn
Bentuk dinding abdomen : lebih tinggi dari dinding dada
Simetrisitas : simetris
Benjolan :-
Peristaltik : Tidak terlihat
Pulsasi aorta : Tidak terlihat
Auskultasi : Peristaltik : + normal
Perkusi :Dominan timpani :+
Batas kanan atas hepar : SIC V linea midclavicularis dextra
Batas lobus hepar kiri : 2 cm di bawah Proc. Xyphoideus
Lien : Tidak ada pembesaran
Palpasi : Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Masa abdomen :-
Nyeri tekan : Epigastrium (+)
Spasme otot :-
PEMERIKSAAN GINJAL :
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : -/-
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS :
Lengan : Petekie (-/-), Odema (-/-)
Tangan : Petekie (-/-), Odema (-/-)
Kaki : Petekie (-/-), Odema (-/-)
VII. DIAGNOSIS :
- Observasi febris hari ke 5
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Fever
VIII. RENCANA
A. Tindakan Terapi (di IGD)
Infus Asering 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Injeksi Ondancetron 2x1 ampul
Tablet Paracetamol 3x500 mg
Tablet Omeprazole 2x 20 mg
DIFF COUNT
Eosinofil 10 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Netrofil Segmen 34 % 50-70
Limfosit 41 % 25-40
Monosit 14 % 2-8
Tes Widal
S. Typhi O Positif 1/80 Negatif
S. Typhi H Negatif Negatif
Paratyphi A-H Negatif Negatif
Perjalanan Penyakit
15 Maret 2017
S Demam (-), lemas (+), Mual (+) berkurang, Muntah (-), Nyeri perut (+), BAK
(+), BAB (+) Diare (-), Gusi Berdarah (-), Mimisan (-), Ruam merah di kulit(-)
O KU : Sedang, compos mentis
TD : 100/60 mmhg
RR : 20 x/m
HR : 80 x/m, kuat angkat
T : 36, 7 C
Terdapat nyeri tekan abdomen di regio Epigastrium
A
- Observasi febris hari ke 6
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Hemoragik Fever
17 Maret 2017
S Demam (-), lemas (-) membaik, Mual (-) membaik, Muntah (-), Nyeri perut (+)
berkurang, BAK (+), BAB (+) Diare (-), Gusi Berdarah (-), Mimisan (-), Ruam
merah di kulit(-)
O KU : Sedang, compos mentis
TD : 110/70 mmhg
RR : 20 x/m
HR : 82 x/m, kuat angkat
T : 36, 5 C
Terdapat nyeri tekan abdomen di regio Epigastrium
A
- Observasi febris hari ke 8
- Thypoid Fever
- DD: Dengue Fever
DIFF COUNT
Eosinofil 7 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Netrofil Segmen 26 % 50-70
Limfosit 51 % 25-40
Monosit 15 % 2-8
Tes Widal
S. Typhi O Positif 1/160 Negatif
S. Typhi H Positif 1/80 Negatif
Paratyphi A-H Positif 1/160 Negatif
DIFF COUNT
Eosinofil 6 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Netrofil Segmen 35 % 50-70
Limfosit 47 % 25-40
Monosit 11 % 2-8
DASAR TEORI
THYPOID FEVER
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau vili dari
bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. Antigen ini
merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. 6,7,17
c. Antigen Vi (Antigen pada kapsul [envelope]) bakteri yang dapat melindungi
bakteri terhadap fagositosis. Antigen ini merupakan antigen permukaan dan
bersifat termolabil. Antibodi yang terbentuk dan menetap lama dalam darah
dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut sebagai karier bakteri. 6,7,17
Bakteri melalui ductus torasikus dan mencapai organ organ tubuh seperti
limpa, usus halus dan kantong empedu. Bakteri yang masuk kedalam kantong empedu,
berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermiten ke dalam
lumen usus.14 Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus.12-14 Proses ini terus berlangsung berulang
kali, hal ini terutama terjadi akibat makrofag yang telah teraktivasi dan menjadi
hiperaktif. Saat fagositosis bakteri salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi,
terutama endotoksin yang merupakan kompleks polisakarida dan dianggap berperan
penting pada perkembangan patogenesis demam tifoid.2,4,7 Endotoksin bersifat pirogenik
serta memperbesar reaksi peradangan bakteri dimana bakteri salmonella berkembang
biak. Di samping itu, toksin ini merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi
sitokin oleh sel-sel makrofag dan sel lekosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini
merupakan mediator timbulnya demam dan gejala pro-inflamasi. Oleh karena basil
Salmonella bersifat intraselular maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang dan
terkadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul infeksi lokal. 2,4,12-14
Di dalam plak payer (payers patches), makrofag yang hiperaktif ini
menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pada proses ini makrofag akan menginduksi
reaksi hipersensitivitas tipe lambat, yang kemudian akan terjadi hiperplasia jaringan
pada minggu pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada minggu kedua.12-14 Hal yang
lebih berat terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus. Ulkus ini mudah mengalami
pendarahan dan perforasi yang merupakan komplikasi yang berbahaya. Endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi,
seperti gangguan neuropsiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.2,4,14
Walaupun demam tifoid melibatkan respon sistem imun lokal dan sistemik, baik
humoral serta respon imun seluler, namun mekanisme ini tidak dapat mencegah dari
kekambuhan atau infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi sebab pada pasien yang tidak
mendapatkan penanganan hingga sembuh sempurna, bakteri dapat tinggal di kantong
empedu dan ginjal, sehingga pasien dapat menjadi karier (carrier). 4,12-14
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien yang telah terinfeksi S.typhi, akan mengalami proses
asimptomatik yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14 (rentang 3-60 hari), dengan onset
dari bakteremia ditandai dengan demam dan kelemahan. 2-4 Gejala demam tifoid
biasanya terjadi selama 2-3 minggu.7 Pada awal sakit biasanya didapatkan demam yang
samar-samar dan naik turun. Pada kasus tifoid demam mengalami peningkatan terutama
sore hingga malam hari (stepladder pattern).2,4 Dari hari ke hari demam dirasakan
semakin tinggi disertai dengan berbagai gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri
ulu hati, pegal-pegal, serta insomnia, gangguan kesadaran, dan hepatosplenomegali. 2,14
Pasien biasanya datang ke rumah sakit setelah akhir dari minggu pertama dari gejala,
dengan keluhan demam, influenza-like symptoms dengan menggigil, sakit kepala,
kelemahan, anorexia, mual, tidak nyaman pada perut, batuk kering, myalgia,
konstipasi/diare, namun dengan sedikit tanda klinis dari tifoid.2,5,12-14
Gejala klinis yang timbul bervariasi dari gejala ringan sampai berat, dari
asimptomatik hingga simptomatik dengan komplikasi multiorgan. 12,14,17 Pada tabel 1
diuraikan kriteria tanda dan gejala demam tifoid berdasarkan durasi waktu perjalan
penyakitnya. Banyak faktor yang mempengaruhi keparahan dan gejala yang tampak,
antara lain durasi penyakit sebelum mendapat terapi yang sesuai, pemilihan antibiotik,
umur, riwayat paparan dan vaksinasi, strain bakteri, kuantitas bakteri yang masuk, serta
status host yang immunocompromised.2,12-14
2.7 Diagnosis
Menurut WHO, definisi kasus demam tifoid dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:2
1. Confirmed Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3 hari,
dengan konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang, cairan usus)
S.typhi.
2. Probable Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3 hari,
dengan serodiagnosis atau deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S. typhi.
3. Chronic Carrier: adanya bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur empedu yang
positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid akut.
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau serologi). 2,4,17
Selain itu, penentuan terhadap adanya komplikasi atau kondisi penyerta pada penetapan
diagnosis akan membantu menggolongkan pasien dalam kategori penatalaksanaan yang
sesuai dan mencegah perburukan kondisi pasien. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
kasus demam tifoid dilakukan berdasarkan gejala dan tanda yang muncul berdasarkan
proses perjalanan penyakitnya. Pada daerah yang endemik tifoid, demam selama
seminggu tanpa penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari
demam dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi
terhadap S.typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang spesifik.17
Sedangkan adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya merupakan
diagnosis sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay untuk diagnosis
sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold standard-nya.2,4,7,12-14
Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena beberapa faktor
antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan antibotik, volume spesimen
untuk kultur, dan waktu pengambilan sampel.14,17 Pengambilan darah pada remaja
hingga dewasa sekitar 10-15 mL sedangkan untuk anak-anak diperlukan 2-4 mL. Hal
ini terkait dengan jumlah atau level bakteremia pada anak-anak lebih tinggi
dibandingkan dengan dewasa.2,4,14,17
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan laboratorium, mikrobiologis, dan
serologis, sedangkan pemeriksaan lain yang dilakukan tergantung indikasi untuk
mengetahui komplikasi dan menyingkirkan diagnosis banding. Selain itu pemeriksaan
penunjang juga dapat dilakukan untuk mendukung penatalaksaanaan penyakit, terutama
dalam hal penentuan terapi antibiotik. 2,4,14
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukopenia namun
dapat pula kadar leukosit normal ataupun leukositosis, eosinofilia,
trombositopenia ringan dan anemia ringan.2,4,14 Terjadinya leukopenia terjadi
akibat depresi dari sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang
ada. Sedangkan leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa adanya tanda infeksi
sekunder. Trombositopenia terjadi berhubungan dengan produksi sel darah yang
menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES, berbeda halnya dengan
anemia yang disebabkan oleh produksi hemoglobin serta pendarahan intestinal
yang tidak nyata. Pada demam tifoid juga terjadi peningkatan laju endap darah.
Di sisi lain, hasil pemeriksaan kimia klinik umumnya ditemukan peningkatan
SGOT dan SGPT. 2,4,14,17
b. Pemeriksaan Mikrobiologi
1. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. 2,4 Faktor yang mempengaruhi
yaitu telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat
vaksinasi, atau pengambilan darah saat minggu pertama. 14 Lebih dari 90%
penderita yang tidak diobati, hasil kultur darah positif dalam minggu
pertama. Hasil ini menurun secara signifikan setelah pemakaian obat
antibiotik menjadi 40%.12-14 Kultur dilakukan pada hari 1, 2, 3, dan 7 pada
agar non-selektif.14,19
2. Kultur Feses atau Rectal Swab
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90%
penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan Salmonella typhi
dalam feses untuk jangka waktu yang lama.12-14
3. Kultur Sumsum Tulang
Kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tinggi (95%). Selain itu,
pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan fase
penyakit.2,4,14
c. Pemeriksaan Serologis
1. Tes Widal
Tes ini mengukur kadar aglutinin yang spesifik terhadap S. typhi, bisa
ditemukan dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah
tertular S. typhi, dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam
tifoid.2,4,7,14 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-4, tetap tinggi selama beberapa minggu. Biasanya antibodi O
terukur pada hari ke-6 sampai 8, sedangkan antibodi H pada hari ke-10
sampai 12 setelah onset. Pada orang yang telah sembuh, aglutinin O masih
dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan aglutinin H 9-12 bulan.14,17,19
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan
didiagnosis sebagai demam tifoid.2 Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin
akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang waktu
paling sedikit 5 hari.14,17 Peningkatan titer aglutinin 4 kali lipat selama 2-3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid.2,4,14 Interpretasi hasil uji Widal
adalah sebagai berikut:2,14,17
Titer O >160 menunjukkan adanya infeksi akut.
Titer H >160 berarti telah mendapat imunisasi atau pernah menderita
infeksi.
Titer Vi yang tinggi terjadi pada karier.
Sensitivitas dan spesifitasnya tidak begitu tinggi; hasilnya bisa negatif
pada 30% kasus dengan kultur positif. 14,19-21 Oleh karena itu, tes ini bukan
untuk menentukan kesembuhan.14 Beberapa faktor yang mempengaruhi uji
widal antara lain gizi buruk yang menghambat pembentukan antibodi,
waktu pemeriksaan, pengobatan dini dengan antibiotik, penyakit tertentu
seperti leukemia, pengobatan imunosupresif atau kortikosteroid, riwayat
vaksinasi, dan infeksi klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya.2,4,14,
2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Ada 2 macam uji ELISA yang bisa dilakukan. Pertama tes yang
menggunakan antigen O, H, dan Vi. Yang kedua tes menggunakan protein
Ag khusus (Dot-EIA). Deteksi ELISA secara teoritis dapat menegakkan
diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat (3-4 jam).14
3. Tes IDL Tubex
Tes ini bersifat sederhana (hanya diperlukan 1 langkah) dan cepat (hasil
kira-kira 2 menit).2,12-14 Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi O9, dengan
cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel
lateks yang berwarna dengan lipopolisakarida S .typhi yang terkonjugasi
pada partikel magnetik lateks. Hasil positif uji ini menunjukkan infeksi
serogrup D walau secara tidak spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh
S. paratyphi akan memberikan hasil negatif. Uji ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas tinggi, yaitu 80% dan 90% berturut-turut. 12-14,21 Interpretasi
hasil uji Tubex dijelaskan pada tabel 2.
4. Uji Typhidot
Tes Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar S. typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah
infeksi. Uji ini memiliki sensitivitas 78% dan spesifisitas 89%.14
5. Uji IgM Dipstik
Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi.
Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya cepat, namun
akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu setelah timbul
gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 100%.14,17
d. Uji Sensitivitas
Dari beberapa penelitian di berbagai tempat di dunia, S. typhi dengan
strain yang dikategorikan multi-drug resistance sering muncul; maka dari itu tes
ini direkomendasikan dalam penentuan pengobatan. Organisme ditemukan
resisten terhadap ampisilin, kloramfenikol, sulfonamid, trimetoprim,
streptomisin, dan tetrasiklin.2,4,14
2.8 Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)
Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue
(dengue hemorrhagic fever), malaria, dan influenza. Pada demam berdarah dengue,
pasien biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus menerus 2-7
hari, terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda perdarahan
seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis (mimisan), atau
berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam pada infeksi virus dengue sedikit
berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam tinggi selama 1-3 hari dan kemudian
demam turun dan disertai dengan penurunan trombosit pada hari berikutnya. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah trombosit menurun (trombositopenia),
kadar hematokrit meningkat (hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes
serologis positif antigen virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). Pada malaria, demam
dirasakan dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot,
seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin. Adanya riwayat mengenai onset
demam yang tiba-tiba (terutama pada fase awal) dan dapat turun sampai normal atau di
bawah normal, dapat disertai adanya anemia berat namun jarang terjadinya gangguan
pencernaan. Pada malaria juga ditemukan trias malaria, antara lain: periode dingin,
dimana pasien merasakan menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu tubuh;
periode panas dimana penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi
beberapa jam dan diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat dimana
penderita akan berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita merasa sehat.
Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif
terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi. Pada influenza, biasanya
keluhan awal adalah pilek, batuk, demam 1-2 hari (suhu tinggi dengan onset cepat),
sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya seperti sesak nafas, hidung
tersumbat, sakit tenggorokan. Dari hasil pemeriksaan darah hanya ada sedikit
peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteria darah lengkap lainnya umumnya
dalam batas normal.2,4,7,14
2.9 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien demam tifoid
antara lain:
2.9.1. Terapi Antibiotik
Antibiotik dapat segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Lebih dari 90%
pasien bisa menjalani rawat jalan dengan antibiotik oral; namun ini juga harus disertai
follow-up yang ketat terhadap komplikasi atau kegagalan terapi. 2,4,12-14,17 Adapun obat-
obatan yang sering digunakan antara lain:2,14,17,22-26
a. Kloramfenikol
Obat ini masih menjadi pilihan pertama di Indonesia sampai saat ini,
berdasarkan dari efikasi, keamanan, dan harganya.2,17,21 Dosis yang diberikan
adalah 4 x 500 mg sehari secara oral atau intravena sampai dengan 7 hari bebas
panas.14 Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta
cukup sering menimbulkan karier dan relaps.17 Kloramfenikol tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III, karena dapat
menyebabkan partus prematur dan kematian fetus intrauterin.2,14,17,25
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol hampir sama dengan kloramfenikol,
namun komplikasi anemia aplastiknya lebih rendah dibanding kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg.2,14,25
c. Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini sama dengan kloramfenikol. Dosis yang diberikan
adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.2,14,17
d. Ampisilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 50 - 150 mg/kgBB
selama 2 minggu.2,14,25
e. Sefalosporin Generasi III
Hingga saat ini, golongan ini terbukti efektif untuk demam tifoid adalah
ceftriakson, dengan dosis yang dianjurkan yaitu 3 - 4 gram dalam dekstrosa
100cc diberikan selama 3 - 5 hari.2,14,25
f. Fluorokuinolon
Golongan ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2,14,22-26
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
g. Azitromisin
Jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan
mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama untuk bakteri
yang multi-drug resistance. Obat ini juga dapat mengurangi relaps jika
dibandingkan dengan ceftriakson. Dosis yang diberikan adalah 2 x 500
mg.2,7,14,25
h. Kombinasi Obat Antibiotik
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, atau syok septik yang terbukti ditemukan 2 macam
organisme dalam kultur darah selain S. typhi.2,14,17
i. Kortikosteroid
Penggunanaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau
syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,14,17
Secara ringkas, pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sesuai
dengan derajat keparahannya:
Tabel 3. Tatalaksana Antibiotik untuk uncomplicated typhoid fever 2
Optimal therapy Alternative effective drugs
Susceptibili Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
ty dose dose
mg/k mg/kg
g
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14
2.11 Prognosis
Umumnya penderita dengan gejala minimal memiliki prognosis yang baik
dibandingkan penderita dengan gejala berat maupun dengan komplikasi. Prognosis
demam tifoid cenderung berakhir pada 3-4 minggu tanpa pengobatan dengan angka
kematian sekitar 12-30%, namun penatalaksanaan yang tepat dapat mempersingkat
waktu perawatan dan menurunkan 1-4% indikator tersebut.1 Diantara demam tifoid
yang sembuh klinis pada 20% diantaranya masih ditemukan bakteri S.thyphi setelah 2
bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1
tahun.2,4 Kasus karier meningkat seiring peningkatan umur dan adanya penyakit
kandung empedu serta gangguan traktus urinarius.9
DAFTAR PUSTAKA
2. Behrman, Richard, 2007. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
4. Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5. Isselbacher, Kurt, 2010. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. Volume
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
7. Rudolph, abraham, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 2. Volume 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
8. Soedarmo, Sumarmo, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia