Anda di halaman 1dari 10

A.

Judul Percobaan
Identifikasi boraks pada sampel makanan metode Tumerik

B. Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi boraks pada sampel makanan
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi boraks pada sampel makanan metode
Tumerik

C. Landasan Teori
Makanan adalah salah satu dari tiga kebutuhan dasar (basic needs) bagi
manusia selain kebutuhan sandang dan papan. Dengan mengonsumsi
makanan tubuh manusia akan menghasilkan tenaga atau energi. Energi
tersebut diperlukan untuk kelangsungan hidup dan aktivitas manusia.
Makanan mengandung senyawa dan unsure tertentu yang diperlukan untuk
memberi makanan kepada masing-masing sel tubuh yang tak terhingga
banyaknya seperti sel darah, sel syaraf, sel otot yang bersama-sama
membentuk tubuh manusia (Astuti, 2009: 1).

Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau
bahan yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah
banyak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan
makanan mengandung bahan yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka
makanan tersebut dikategorikan sebagai bahan makanan yang tidak layak
dikonsumsi. Makanan yang tidak layak dikonsumsi misalnya, makanan yang
mengandung logam berat (Pb, Cd, Hg, Ra, dsb), mengandung
mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh, mengandung bahan pengawet
(Boraks, formalin, alkohol, dsb), serta makanan yang mengandung zat
pewarna berbahaya (Rhodamin B, Methanyl yellow atau Amaranth) (Effendy,
2004:13).

Bahan tambahan pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang


biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penambahan zat
tambahan makanan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai
gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan serta mempermudah dalam penyiapan bahan pangan(Wisnu,
2006).

Boraks dilarang digunakan di dalam makanan, karena sangat


berbahaya bagi kesehatan tubuh diantaranya mengakibatkan demam,
kerusakan ginjal, kanker, kerusakan hati, bahkan dapat mengakibatkan
kematian apabila dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi masih banyak
digunakan dalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso
dan lontong. Pada penelitian inidilakukan analisis boraks didalam bakso
daging sapi A dan B yang dijual di daerah Kenjeran Surabaya.Hasil analisis
dengan menggunakan spektrofotometri visibel pada 550 nm menunjukkan
bahwa kedua bakso tersebut tidak mengandung boraks dan memenuhi
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988. Hasil
validasi metode diperoleh LLOD dan LLOQ = 0,009 bpj dan 0,03 bpj,
Vx0=2,61%, persen akurasi bakso daging sapi A = 83,14% - 84,17%, KV
bakso daging sapi A = 0,24% - 0,57% (Junianto, 2013).

Keracunan Boraks dapat terjadi melalui makanan, salah satunya


adalah bakso sebagai jajanan anak-anak sekolah dasar. Ketertarikan anak-
anak sekolah dasar membeli bakso dikarenakan harganya yang murah dan
rasanya yang enak, sehingga anak-anak sekolah dasar menyukai makanan ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan boraks pada makanan
jajanan bakso di SDN Kompleks Mangkura Makassar. Jenis penelitian yang
digunakan adalah Deskriptif Laboratorik dengan pemeriksaan laboratorium
secara kualitatif dengan metode nyala api dan kuantitatif dengan metode
titrasi asam basa. Populasi adalah Semua Jajanan Bakso yang dijual disekitar
SDN Kompleks Mangkura. Sampel diambil secara purposive sampling dari
setiap penjual bakso yang ada disekitar SDN Kompleks Mangkura. Hasil
percobaan identifikasi senyawa boraks pada sampel bakso dengan metode
nyala api, diketahui bahwa sampel bakso A, B dan C yang diuji tidak
menghasilkan nyala hijau yang berarti tidak terdeteksi adanya kandungan
boraks pada sampel. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bakso yang
dianalisis dengan metode nyala api membuktikan bahwa sampel A, B, dan C
yang beredar di SDN Kompleks Mangkura tidak teridentifikasi adanya
boraks dan bebas dari kandungan boraks. Tidak dapat dilakukan penelitian
kuantitatif untuk mengetahui kadar boraks dari jajanan bakso karena pada
penelitian secara kualitatif menghasilkan nilai yang negatif (tidak
mengandung boraks) (Sultan,dkk.,2014).

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan


menentukan kadar boraks pada bakso jajanan yang dijual di Kota Manado.
Lokasi pengambilan sampel Bunaken, Malalayang, Mapanget, Sario, Singkil,
Tikala, Tuminting, Wanea dan Wenang. Setiap lokasi masing-masing
ditentukan 2 penjual bakso jajanan. Pengambilan dilakukan sebanyak 3 kali
di tiap penjual bakso jajanan sebanyak 20 biji bakso, sehingga total sampel
60 biji bakso dalam sebulan untuk setiap penjual. Sampel diidentifikasi
mengunakan metode Uji nyala dan metode Uji warna dengan kertas turmerik.
Hasil penelitian percobaan identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan
reaksi Uji nyala dan Uji warna diketahui bahwa semua sampel bakso yang
diuji tidak mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks. Sehingga
tidak diadakan penelitian lanjutan dengan Spektrofotometri UV-Vis
(Tubagus,dkk.,2013).

Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang


difermentasikan dan diambilsarinya. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) dalam proses produksi pangan perludiwaspadai. Boraks dilarang
digunakan dalam BTP karena dapat menyebabkan gangguan otak, hati, dan
ginjal, penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat
menyebabkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan ada
tidaknya kandungan boraks dalam tahu diproduksi di berbagai tempat di Kota
Manado. Sampel tahu yang diteliti adalah sampel A (Bahu), sampel B
(Batukota I), sampel C (Batukota II), sampel D (Kleak), sampel E (Pakowa),
kemudian kandungan boraks diamati menggunakan metode uji nyala,
metode kertas kurkuma, metode kunyit, dan metode Spektrofotometri UV-
Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelima sampel tahu tidak
teridentifikasi adanya boraks baik dengan menggunakan secara uji nyala,
kertas kurkuma, kunyit dan Spektrofotometri UV-Vis. Dengan tidak
teridentifikasinya boraks pada tahu maka dipastikan kelima sampel
tahu produksi lokal ini bebas dari kandungan boraks (Triastuti, dkk, 2013).

Sifat tahan api urea formaldehyde (UF) papan terbuat dari


serat debu yang diteliti. Bahan kimia tahan api yang dievaluasi meliputi
asam borat (BA) dan boraks (BX) yang digabungkan dengan serat serbuk
gergaji untuk memproduksi panel eksperimental. Tiga tingkat konsentrasi,
(0,5, 1, dan 5%) dari retardants api dan 10% resin urea formaldehid
berdasarkan berat serat kering oven yang digunakan untuk memproduksi
panel eksperimental. Sifat fisik dan mekanik termasuk penyerapan air,
modulus rupture (MOR), dan modulus elastisitas (MOE) ditentukan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyerapan air dan kekuatan lentur menurun
sebagai tahan api meningkat. Konsentrasi tertinggi (BA + BX) meningkatkan
tahan api lebih dari yang lebih rendah. Pemindaian mikroskop elektron dan
FTIR dari panel komposit dipelajari (Nagleb, dkk, 2011).

Efek dari properti panas-mentransfer nanopartikel perak


dievaluasi pada dua kayu padat poplar dan cemara dan dalam kombinasi
dengan Borax. Nanosilver dan Borax diterapkan di bejana tekan
menggunakan metode Menggosok. Kisaran ukuran nanopartikel perak 20-80
nm. Spesimen dari 150 130 9 mm disiapkan dan lima api-perlambatan
properti diukur menggunakan alat uji api geser yang baru dirancang. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar api penghambat sifat
Borax ditingkatkan dalam kombinasi dengan suspensi nanosilver. Beberapa
perbaikan, meskipun tidak signifikan dalam kebanyakan kasus, juga diamati
pada spesimen yang hanya diresapi dengan nanosilver. Perbedaan signifikan
diamati dalam dua species.Fire-perlambatan properti yang terbaik
ditingkatkan dengan nanosilver + Borax pembuahan di poplar; Namun,
spesimen Borax-diresapi tampaknya memiliki sifat yang optimal di cemara
(Rangavar, dkk, 2012).

Pengaruh zat pengikat silang (boraks) pada interaksi transisi


garam logam dengan alkohol polivinil dianalisis dalam bentuk cair dan padat
dengan spektroskopi conductometric dan FTIR. Konduktansi spesifik garam
logam transisi yaitu, CuSO4.7H2O, NiSO4.6H2O, CuSO4.5H2O dan
ZnSO4.7H2O pada temperatur yang berbeda diukur, dalam berair polivinil
alkohol, di air etil asetat, dan dalam sistem pelarut campuran berair polivinil
alkohol + boraks + etil asetat. Data eksperimen digunakan untuk
mengevaluasi interaksi antara garam logam transisi dan sistem pelarut
polimer dengan adanya agen silang (boraks) dengan metode conductometric
dan analisis FTIR. Diamati bahwa nilai-nilai m di sistem pelarut
campuran yang lebih besar dari pada air polivinil alkohol dan berair etil
asetat. Hal itu juga diselidiki melalui data yang conductometric bahwa
hubungan transisi garam logam dengan pelarut polimer menguntungkan
dengan adanya agen silang. Asosiasi silang kompleks garam logam transisi
dengan polivinil alkohol dengan adanya agen silang ditemukan di urutan Co
(II)> Cu (II)> Ni (II) Zn (II) yang selanjutnya dikonfirmasikan oleh
Analisis FTIR kompleks melalui teknik pengambilan sampel KBr (Saeed,
dkk, 2013).
D. Alat dan Bahan
1. Alat : grus / lumping dan Alu, gelas beaker, pipet tetes, kertas tumerik,
labu takar, tanur
CaCO3 , HCl 10 , Sampel Bakso , Aquadest
2. Bahan :

E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan Asam Klorida
Pembuatan larutan asam klorida (HCl) 10%
V 1. C1 V 2. C2
=

V 1 . 36 =250 ml . 10

250 x 10
V 1=
36

V 1=6,94 ml

Dipipet 6,94 ml larutan HCl pekat lalu di encerkan dengan aquadest


250 ml di dalam labu takar
2. Identifikasi boraks pada sampel
Sampel makanan di gerus (haluskan), kemudian di timbang 25 gram
dan di masukkan ke dalam cawan porselin
Di tambahkan 5 gram kalsium karbonat ( CaCO3 ), kemudian di

masukkan ke tanur sampai menjadi abu


Setelah jadi abu di tambahkan 3 ml larutan HCl 10%
Dihomogenkan, kemudian diuji larutan sampel menggunakan kertas
tumerik
Sampel (+) mengandung boraks, jika kertas tumerik kuning berubah
menjadi warna merah kecoklatan (merah bata)
Sampel (+) boraks, akan di lanjutkan ke penentapan kadar boraks
menggunakan metode volumetri (sampel yang di gunakan 50 gram)
F. Hasil Pengamatan
Sampel Uji nyala Uji kertas tumerik ket

Sampel bakso Terbentuk nyala api Kertas tumerik berubah warna Positif (+)
hijau dari kuning ke merah bata

G. Pembahasan
Pada praktiukm identifikasi boraks ini bertujuan untuk mempelajari
cara mengidentfikasi Boraks pada bahan makanan. Pada umumnya bahan
makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat,
protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain- lain. Kandungan jenis bahan
tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan makanan tersebut.
Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik
meskipun kandung gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu produk
makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap
makanan tersebut. Kualitas makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari
makanan tersebut yang berpengaruh terhadap penerimaan dari konsumen.
Atribut kualitas makanan adalah pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik
yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat
penampakan (bentuk, ukuran, warna), atau rasa (asam, asin, manis, pahit dan
flavor) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari indra peraba. Kedua, nilai gizi
yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineal, lemak dan serat. Ketiga,
keamanan makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan- bahan
pencemar atau racun yang bersifat mikrobiologis dan kimiawi (Afrianti,
2005).
Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan
yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak
menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan
mengandung bahan yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan
tersebut dikategorikan sebagai bahanmakanan yang tidak layak dikonsumsi.
Makanan yang tidak layak dikonsumsi misalnya, makanan yang mengandung
logam berat (Pb, Cd, Hg, Ra, dsb), mengandung mikroorganisme yang
berbahaya bagi tubuh, mengandung bahan pengawet (Boraks, formalin,
alkohol, dsb), serta makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya
(Rhodamin B, Methanyl yellow atau Amaranth) (Effendy, 2004).
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil
pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium
tetraborat (NaB4O710 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida
dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan
untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang
mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks
akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen
secara kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya
Permenkes RI No 235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan makanan,
bahwa Natrium Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks
digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari
zat tersebut (Subiyakto, 1991).
Praktikum kali ini, akan dilakukan pengujian boraks pada berbagai jenis
makanan yang biasanya ditambahkan boraks, yaitu bakso, mie basah,
kerupuk, dan martabak manis. Uji yang dilakukan yaitu uji kualitatif, yaitu
menggunakan uji nyala. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk
mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji
nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala
dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar
menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar
menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif
mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji
dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api
hijau menunjukkan terdapat senyawa boraks (Roth, 1988).
Langkah pertama yang dilakukan yaitu mempersiapkan boraks standar.
Boraks yang berbentuk kristal putih ditambahkan asam sulfat dan etanol lalu
dibakar, menghasilkan nyala hijau. Nyala hijau inilah yang akan
dibandingkan dengan nyala sampel.
Untuk sampel, langkah pertama yang dilakukan yaitu preparasi sampel.
Masing-masing sampel ditimbang dan haluskan menggunakan mortar, tujuan
untuk menghomogenkan sampel agar mudah dalam proses pembakaran
dalam tanur. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut dibakar dalam tanur sampai
terbentuk arang dengan suhu 550 oC. Fungsi dari pengarangan ini adalah
untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain selain Boraks. Selanjutnya
dilakukan uji nyala dengan membakar sampel yang sudah menjadi arang. Uji
nyala ini dilakukan dengan menambahkan H2SO4 pekat dan methanol.
Penambahan H2SO4 ini berfungsi untuk membentuk asam borat, dimana
asam borat yang terbentuk akan bereaksi dengan metanol yang ditambahkan
yang akan membentuk metilborat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3 yang
akan menunjukkan warna hijau saat dibakar.
Hasil yang didapatkan bahwa pada semua sampel yang kami uji
dihasilkan warna nyala hijau seperti pada Boraks standar. Semua
sampel menghasilkan warna nyala hijau sehingga dapat
dikatakan bahwa semua sampel makanan yang kami uji mengandung boraks
H. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan menggunakan beberapa sampel
makanan dapat diperoleh kesimpulan bahwa sampel mengandung kadar
boraks semua.

DAFTAR PUSTAKA

- Astuti, Rini Nafsiati. 2009. Konsep Dasar Kimia. Malang: UIN Malang Press.
Effendy, S. 2004. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Media
Indonesia.
- Junianto, Choirul. 2013. Analisis Boraks Pada Bakso Daging Sapi A Dan B
Yang Dijual Di Daerah Kenjeran Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.
Surabaya: Univrsitas Surabaya.
- Nagieb, Zenat A., dkk. 2011. Effect of Addition of Boric Acid and Borax on
Fire-Retardant andMechanical Properties of Urea Formaldehyde Saw Dust
Composites. Cairo: National Research Center.
- Rangavar, Hossein, dkk. 2012. Effects of Nanosilver in Improving Fire-
Retarding Properties of Borax in Solid Woods. Iran: Shahid Rajaee Teacher
Training University.
- Saeed, Rehana, dkk. 2013. Ionic Interaction of Transition Metal Salts with
Polyvinyl Alcohol-Borax- Ethyl Acetate Mixtures. Pakistan: University of
Karachi.
- Sultan, Pramutia.,Dkk.2014. Analisis Kandungan Zat Pengawet
Boraks pada Jajanan Bakso di SDNKompleks Mangkura Kota
Makassar. Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar.
- Triastuti, Endang, dkk. 2013. Analisis Boraks Pada Tahu yang Diproduksi di
Kota Manado. Manado: Unsrat.
- Tubagus, Indra.,Dkk.2013. Identifikasi Dan Penetapan Kadar Boraks Dalam
Bakso Jajanan Di Kota Manado.Manado : Unsrat.
- Wisnu C. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai