Anda di halaman 1dari 4

ANALISA JUMLAH ORGANIK DALAM BATUAN INDUK

Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai
Karbon Organik Total (TOC). Anlisis ini cukup murah, sederhana dan cepat. Biasanya
memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organik, jumlah yang
lebih kecil dari satu g ram cukup.
Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon, Leco Carbo Anlyzer.
Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar sample yang berbentuk bubuk, bebas
mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan bantuan oksigen. Semua karbon organik dirubah
menjadi karbon dioksida, yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu
detector ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus
dihilangkan dalam sample dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga
terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan kandungan TOC
rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan karena itu
sample seprti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasi biasanya tidak merata,
tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1% TOC. Sample yang terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe
material organik yang dikandungnya. Jika penentuan TOC ditentukan terhadap sample inti bor, maka
pengambilan sample tersebut didiasarkan pada litologi yang menarik. Sebelum melakukan penentuan
TOC, teknisi harus membuang kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi
dalam suatu sample, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja. Pendekatan lain
adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita mendapatkan harga yang mencerminkan
keseluruhan sample.
Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material kaya
yang seringkali jumlahnya relatuif sedikit dengan material yang tidak mengandung material
organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga akhirnya memberikan data yang
membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara tersebut berbeda, maka jika tidak
seseorang kan melakukan interpretasi haruslah mengetahui metode mana yang telah
ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi dengan akurasi tinggi.

ANALISA KEMATANGAN BATUAN INDUK


Tingkat Kematangan Minyak Bumi
Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu.
Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu
yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak
bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin
tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat,
minyak bumi jenis ringan, kondesat dan pada akhirnya gas.
Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses
pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses
pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu
batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperatur yang
rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam suatu skala waktu tertentu.
Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur pembentukan minyak
bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relatif
memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.

Ada 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :
Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat bakteri tidak ada minyak yang dapat dideteksi
kecuali minyak bumi tersebut merupakan zat pengotor atau hasil suatu migrasi.
Zona II : merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada zona ini adalah gas
kering basah dan sedikit kondesat. Adanya pertambahan konsentrasi minyak akan menyebabkan
minyak bumi terus mangalami pengenceran, tetapi belum dapat terbebaskan dari batuan induknya.
Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui, proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa
yang telah matang dimulai.
Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuan induk. Bentuk utama
yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya tingkat pematangan maka
minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.
Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondesat gas basah.
Zona V : merupakan zona teraksir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organik akan terurai menjadi
gas kering (metana) sebagai akibat karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan
panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batu bara dapat bersifat kimia dan fisika, seperti
yang diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai ber ikut :
a. Daya pantul cahaya daari partikel vitrinit akan meningkat secara eksponensial.
b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
c. Adanya peningkatan mutu batu bara, dengan kandungan volatile akan berkurang.
ZONE I
d. Sifat
BIOHEMICAL METANE GENERATION
kimia
DRY GAS dari
ZONE II
INITIAL THERMOCHEMICAL GENERATION
NO EFFECTIVE OIL RELASE
DRY GAS-WET GAS-CONDESATE-(OIL ?)

ZONE III
MAIN PHASE OF MATURE OIL GENERATIONAND RELEASE OIL AND GAS

ZONE IV
THERMAL DEGRADATION OF HEAVY HIDROCARBON
(OIL PHASE-OUT)
CONDESATE WET GAS-DRY GAS

ZONE V

INTENSE ORGANIC METAMORFISM : METANA FORMATION DRY GAS


kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan berkurang sehingga
perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon akan menurun dan akhirnya
hanya akan membentuk karbon murni (grafit).
Zonasi pembentukan minyak bumi (Bissada, 1986)

Identifikasi kematangan minyak bumi


Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi temperatur
sebesara 1000 C. perubahan temperatur yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya proses
metamorfasa dan ini akan sangat berpengaruh pada kondisi zat organik yang terkandung
dalam sedimen. Sehingga saat ini berkembang suatu cara pengidentifikasian pematangan
berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan cara:
1. Analisa pantulan vitrinit
Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya
pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organik,
terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung
untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan
daya pantul ini merupakan fungsi temperatur artinya dengan perubahan waktu pemanasan
dan temperatur akan menyebabkan warna vitrinit berubah di bawah sinar pantul.
Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari
kedalaman tertentu diletakkan di atas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin.
Kemudian digoskkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir fengan
menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immersi
(indeks bias = 1.516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan
digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan
suatu standart yang terbuat dari gelas. Tabel di bawah memperlihatkan hubungan antara
nilai pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978).

Sealanjutanya Dalam Proses Pembuatan.........................................


Diposkan oleh nounna innssii di1/10/2011 06:20:00 AM

Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom

Anda mungkin juga menyukai