Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB
5 APRESIASI
INOVASI
Mekanisme pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dititikberatkan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 22 Tahun
1999, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU no. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Karena itu, Pemerintah Daerah adalah pelaksana utama
pembangunan, termasuk melaksanakan penataan dan perencanaan ruang kota.
Kebutuhan akan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang semakin mendesak sejalan dengan
tingkat perkembangan kota-kota di Indonesia terutama kota sedang, kota besar, dan
kota metropolitan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, untuk melaksanakan pembangunan kota yang lebih
harminis dan mampu mengantisipasi berbagai dampak yang timbul, terutama pada
kota sedang, kota besar, dan kota metropolitan, maka perlu adanya suatu standarisasi
muatan serta kedalaman materi (istilah, notasi, dan pengertian) dalam perencanaan
tata ruang.
dengan standarisasi (insilah, notasi) muatan rencana dalam penataan ruang. Atau
dengan kata lain perlu dimunculkan suatu pedoman Penyusunan Aturan Pola
Pemanfataan Ruang yang lebih spesifik dan jelas dan termuat dalam Produk
Perencanaan Tata Ruang/Rencana Detail Tata Ruang.
Pada suatu ruang dengan potensi tertentu, dapat terjadi tujuan penggunaan ruang
yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena terdapatnya kepentingan yang berbeda
dengan melihat tingkat keuntungan dari masing-masing penggunaan ruang tersebut.
Perbedaan kepentingan (conflict of interest) ini dapat menimbulkan persoalan dalam
penggunaan ruang tertentu. Persoalan penggunaan lahan yang potensial untuk
kegiatan pertanian atau konservasi yang diubah menjadi tempat kegiatan industri dan
perumahan, merupakan contoh yang paling banyak dijumpai pada saat ini di kota-kota
Indonesia.
Selain itu, persoalan penting lain yang mungkin timbul dalam penggunaan ruang
adalah apabila terdapat penggunaan ruang dengan tujuan yang tidak sesuai dengan
potensi ruang tersebut. Misalnya kondisi suatu ruang dengan tanah berbukit yang
tidak sesuai untuk kegiatan pelabuhan udara, atau suatu ruang yang mempunyai
tingkat erosi tanah yang tinggi sehingga tidak sesuai untuk kegiatan pertanian
ataupun perumahan, dsb.
Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kegiatan penataan ruang
mempunyai lingkup:
1. Perencanaan Tata Ruang.
Adalah upaya untuk menghasilkan rencana umum tata ruang kota yang akan
digunakan sebagai pedoman pemanfaatan ruang kota (penggunaan lahan dan
peruntukan ruang).
2. Pemanfaatan Ruang.
Adalah upaya untuk menggunakan rencana tata ruang yang sudah disusun untuk
mengarahkan penggunaan ruang secara optimal, lestari dan seimbang, sesuai
dengan kebutuhan dan potensi ruang (serta kendala-kendalanya) melalui program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sesuai jangka waktu yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang.
3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Adalah upaya untuk melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap
proses pembangunan, penggunaan lahan dan peruntukan ruang yang sesuai
dengan rencana tata ruang kota yang telah disusun.
Dari kegiatan dalam lingkup penataan ruang, perencanaan tata ruang merupakan
upaya awal yang sangat krusial. Perencanaan ruang merupakan bagian dari
perencanaan fisik, mengingat bahwa berbagai kegiatan manusia dan
kebutuhannya akan terwujud dalam bentuk-bentuk fisik pada suatu ruang. Akan
tetapi, mengingat pula bahwa dalam menata atau mengatur ruang ini terkandung
unsur mengatur penggunaan ruang untuk kegiatan tertentu, maka dalam
merencanakannya perlu dipertimbangkan pula aspek-aspek yang bersifat non fisik
(sosial, budaya dan ekonomi).
Pedoman Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang akan digunakan mengenai Enam
Pedoman Bidang Penataan Ruang berdasarkan Keputusan Menteri KIMPRASWIL No
327/KPTS/M/2002. Berikut adalah rangkuman pedoman tersebut.
RDTR pada prinsipnya adalah rencana geometri pemanfaatan ruang kawasan yang
disusun untuk perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kawasan
dengan memperhatikan kebijaksanaan rencana tata ruang diatasnya (Rencana Tata
Ruang Nasional, Rencana Tata Ruang Propinsi, Rencana Tata Ruang Kabupaten,
Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan, dan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan).
Dalam hal Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan belum ada, maka RDTR ini
dapat diturunkan dari RTRW Kab. dan RUTR Kawasan Perkotaan melalui proses
penentuan kawasan perencanaan.
Kota Bekasi telah memiliki rencana tata ruang wilayah (RTRW), hal ini yang menjadi
dasar perlunya disusun RDTR di Kawasan tersebut.
RDTR ini berisikan : (i) Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang kawasan, berisikan arahan
rumusan tataletak bangunan dan bangunan yang ada; (ii) Prarencana teknik jaringan
utilitas, berisikan arahan letak dan penampang jaringan air bersih, jaringan air hujan,
jaringan air limbah, jaringan gas, jaringan listrik, jaringan telepon dan persampahan
yang ada pada wilayah perencanaan;.(iii) Prarencana teknik jaringan jalan, berisikan
arahan letak dan penampang jaringan jalan untuk setiap ruas jalan; (iv) Prarencana
teknik bangunan gedung, berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur
lingkungan bangunan gedung; (v) Prarencana teknik bangunan bukan gedung,
berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur lingkungan bangunan bukan
gedung.
RDTR dilakukan bagi lingkungan yang mempunyai sifat khusus sehingga diperlukan
pengaturan khusus GAMBAR 5.1
dan bersifat final. Dalam hal pengembangan yang bersifat
HIRARKI RENCANA TATA RUANG
individual dan tidak mempunyai hal yang spesifik untuk ditangani secara khusus,
maka dapat digunakan Rencana Umum atau Rencana Detail dengan menggunakan
standar teknik yang sudahRENCANA
baku dan umum
TATA digunakan.
RUANG WILAYAH Jangka waktu rencana teknik
NASIONAL
(RTRWN)
ruang kawasan adalah satu tahun dan dituangkan ke dalam peta rencana dengan
skala 1 : 5.000 atau lebih besar.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
(RTRWP)
Gambar 5.3
Contoh Rencana Selubung Bangunan
Jaringan gas, yang terdiri dari seluruh jaringan pipa gas dan
meter kontrol.
Jaringan air bersih, yang terdiri dari jaringan pipa air bersih,
meter kontrol, menara penampungan, sambungan ke masing-masing
bangunan, hidran umum, hidran kebakaran, kran umum dan bangunan
pengambil air baku.
Jaringan air hujan, yang terdiri dari seluruh jaringan saluran air
hujan, baik penampungan, pintu-pintu air dan bak kontrol.
Jaringan air limbah, yang terdiri dari seluruh jaringan air limbah,
bak pengolahan, pelepasan (outlet) dan bak kontrol.
Pengelolaan persampahan, yang terdiri dari tempat pengumpul
sementara, tempat pembungan akhir dan bangunan pengelolaan sampah.
Good governance
Desentralisasi
Keterkaitan Desa-Kota
Stakeholder approach
Hasil survey PBB menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat perkotaan di Asia
Selatan, Tenggara dan Timur tidak memperoleh akses yang cukup untuk memperoleh
lahan untuk tempat tinggal, dan sebagian besar pembangunan di kawasan ini tidak
memperoleh pelayanan yang baik sesuai standar yang normatif (UNCHS,1990).
Kebijakan dan praktek yang terjadi dalam penataan ruang kota, zoning dan
pembangunan kota selama ini belum dapat memecahkan fenomena di atas secara
efisien, dan tampaknya diperlukan upaya yang cukup besar untuk dapat memperoleh
penyelesaian permasalahan pembangunan kota yang sesungguhnya. Pertumbuhan
ekonomi di kawasan Asia akan sangat tergantung pada pengaturan kawasan
perkotaan yang efisien dan produktif untuk mengatur proses urbanisasi, yang memiliki
isyu utama penyediaan kesempatan kerja, pengadaan rumah dan mengembangkan
prasarana (Van Huyck, 1987). Jelas dalam hal ini terlihat bahwa perencanaan
pemanfaatan ruang kota harus berjalan seiring dengan manajemen lahan, untuk
mencapai efisiensi pemanfaatan ruang kota.
Pemerintah harus memiliki kepekaan dalam menangkap kebutuhan riil masyarakat dan
menciptakan mekanisme yang memungkinkan peningkatan pemanfaatan yang efisien
akan sumberdaya lahan yang terbatas bagi generasi ini maupun genarasi mendatang.
Dari studi CITYNET yang diselenggarakan pada tahun 1995 tentang manajemen lahan
di 6 kota di Asia mencul kesimpulan bahwa baik di Philipina, Malaysia, Vietnam, Bangla
Desh, Sri Langka, maupun di Indonesia, permasalahan manajemen lahan yang paling
serius adalah pemanfaatan lahan yang tak teratur (unregulated land use), kurangnya
koordinasi dan tumpang tindihnya kewenangan instansi yang terkait dalam
perencanaan, perijinan, administrasi tanah dan perpajakan (Regional Network of Local
Authorities for Management of Human Settlements, United Nations, 1995).
Dari pengalaman-pengalaman di berbagai negara ini satu hal yang dapat dipelajari
adalah mahalnya pengorbanan yang harus dibayar apabila kesalahan yang telah
dialami dan dapat dipelajari harus terulang karena kurang aktifnya kita menyesuaikan
mekanisme pembangunan dengan memasukkan paradigma baru. Pengorbanan yang
dimaksudkan misalnya terlihat dari adanya penggusuran, pasar atau terminal baru
yang tak terpakai, ruko yang tak berhasil terjual, mahalnya pengadaan infrastruktur
akibat pemanfaatan kawasan yang menyebar tidak kompak, adanya spekulasi tanah,
dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa bab dan pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004, dapat ditarik
beberapa butir penting sehubungan dengan kawasan perkotaan, yaitu :
Kawasan perkotaan mencakup Daerah Kota dan kawasan perkotaan
yang terdiri atas (1) kawasan perkotaan yang merupakah bagian Daerah
Kabupaten, (2) kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang
mengubah kawasan perdesaan menjadi perkotaan dan (3) kawasan perkotaan
yang merupakan bagian dari dua atau lebih yang berbatasan sebagai satu
kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan (Bab X pasal 90);
Gambar 5.4
Perencanaan Tata Ruang Dengan
Mempertimbangkan
Dalam kaitan dengan keterlaksanaan rencana tata ruang kota, SE Mendagri No.
650/IV/Bangda tanggal 5 Juni tahun 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP) mendudukkan rencana pemanfaatan
ruang kota sebagai awal dari proses penyusunan Rencana Kebijakan Pembangunan
Strategis Perkotaan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2, selanjutnya rencana tata
ruang atau rencana pemanfaatan ruang kota akan menjadi masukan dalam menyusun
Rencana Strategis Pembangunan Perkotaan, dan selanjutnya akan disusun identifikasi
proyek dan kegiatan stretegis bersama seluruh komponen pelaku pembangunan kota.
Tahapan realisasi rencana selanjutnya adalah penyusunan rencana dan kebijakan
keuangan dan institusional, yang didukung oleh perumusan capacity building dalam
keuangan dan institusional. Berbagai program kemudian disusun untuk memastikan
realisasi proyek dan kegiatan seperti program investasi, program pembiayaan dan
program pengembangan institusi.
5.2.1 PENDAHULUAN
A. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN PEDOMAN STANDARISASI
PENATAAN RUANG
1. Maksud
Pedoman ini dimaksudkan untuk mengatur pemanfaatan ruang kawasan
perkotaan. Sementara struktur ruang kawasan perkotaan (seperti sistem jaringan
jalan, jaringan energi, jaringan telekomunikasi dan lain-lain) diatur tersendiri dalam
ketentuang sektor terkait. Pedoman ini disusun untuk melengkapi standar-standar
acuan yang telah ada sebeagai bahan rujukan kegiatan perencanaan penataan
ruang kota.
2. Tujuan
Tuuan dari pedoman ini adalah :
a. Memberikan pengertian dan isi tentang Aturan Pola Pemanfaatan Ruang
Kawasan Perkotaan;
b. Memberikan rujukan teknis kebutuhan akan ruang serta pengaturannya
untukberbagai kegiatan kota.
3. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah tersedianya Aturan Pola Pemanfaatan Ruang
dalam rangka menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, an atau
menjabarkan Rencana Tata Ruang ke dalam rencana operaional pemanfaatan
ruang.
Pedoman ini meliputi Aturan Pola Pemanfaatan Ruang yang terdiri dari pengatiran zona
dasar (kawasan fungsional). Zona dasar di Indonesia pada umumnya terdiri dari :
1. kawasan permukiman,
2. kawasan perdagangan dan jasa,
3. kawasan industri,
4. dan kawasan ruang terbuka.
Sedangkan kawasan lainnya yang memerlukan pengaturan khusus, seperti misalnya:
kawasan pendidikan, kawasan cagar budatya, kawasan situs prasejarah, kawasan
bandar udara, kawasan militer, dan sebeagainya akan/telah diatur dalam pedoman
tersendiri.
Materi yang akan diatur dalam pedoman ini meliputi :
pedoman pemanfaatan lahan pada setiap zona
sampai dengan bllok peruntukan, yang dilengkapi dengan kebutuhan teknis yang
menyertainya, serta pengendaliannya;
Institusi yang berperan dalam pengaturan ruang
kawasan perkotaan;
Proses penyusunan mulai dari kegiatan persiapan,
hingga proses legalisasinya.
Pedoman ini merupakan bagian dari pedoman
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (Kepmen Kimpraswil no.
327/M/KPTS/2002). Pedoman ini kan mengatur persyaratan Pola Pemanfaatan
Ruang di setiap blok atau petak peruntukan yang ditetapkan di Rencana Deail Tata
Ruang Kawasan Perkotaan.
C. MANFAAT PEDOMAN
A. PENGERTIAN
Ruang adalah wadah secara keseluruhan yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagaui satu-kesatuan
wiayah, dengan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh
kegiatan sosial, eokonomi, dan budaya) dengan ekosistem (sumber daya alam
dan sumber daya buatan) berlangsung.
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang, baik direncanaan maupun tidak.
Penataan ruang adalah proses perencanaaan
tata ruang, pemanfataan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Wilayah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Kawasan, adalah wilayah dengan fungsi utama
lindung atau budidaya.
Kawasan Lindung, adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi uatam melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencalup sumber daya alam an sumber daya buatan.
Kawasan Budidaya, adalah kawasa yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan Perdesaan, adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukimand an perdesaan,
pelayanan jawasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan Perkotaan, adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian. Di Indonesia pada umumnya,
Kawasan perkotaan terdiri dari beberapa kawasan fungsional (kawasan
permukman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan industri, ruang terbuka,
dan kawasan lain dengan fungsi khusus).
Kawasan Tertentu adalah kawasan yang
ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan.
Zona adalah :
C. DASAR HUKUM
Kedudukan aturan pola pemanfaatan ruang dalam penataan ruang kota diuraikan
dalam diagran alir Gambar 5.5 berikut ini :
Gambar 5.5
KEDUDUKAN ATURAN POLA PEMANFAATAN RUANG
DALAM PENATAAN RUANG KOTA
Semua kepemilikan lahan didalam kota berada didalam suatu kawasan. Penetaapan
kawasan mengidentifikasi pengggunaan-penbgguinaan yang diperbolehkan atas
kepemilikan lahan dan peraturan-peraturan yang berlaku diatasnya.
Tujuan dari sub bab ini adalah menetapkan kwasan-kawasan untuk membantu
memastikan bahwa penggunaan lahan dalam Kota ditempatkan pada tempat yang
benar dan bahwa tersedia ruang yang cukup untuk setiap jenis pengembangan yang
ditetapkan.
Penetapan kawasan-kawasabn dimaksudkan untuk :
Mengatur penggunaan lahan pada setiap kawasan;
Mengurangi dampak negatif dari penggunaan lahan tersebut;
Untuk mengatur kepadatan dan intensitas zona;
Untuk mengatur ukuran (luas dan tinggi) bangunan; dan
Untuk mengklasifikasikan, mengatur, dan mengarahkan hubungan antara
penggunaan lahan dengan bangunan.
Masing-masing zona dasar, dengan tujuan penetapannya dapat dilihat pada Tabel
5.1.
TABEL 5.1
ZONA DASAR DAN TUJUAN PENETAPANNYA
ZONA DASAR TUJUAN PENETAPAN
I. Kawasan Permukiman Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian
dengan kepadatan yang bervariasi di seluruh
wilayah kota;
Mengakomodasi bermacam tipe hunian dalam
rangka mendorong penyediaan hunian bagi semua
lapisan masyarakat;
Merefleksikan pola-pola pengembangan yang
diingini masyarakat pada lingkungan hunian yang
ada dan untuk masa yang akan datang.
Kawasan permukiman
Kawasan permukiman antara lain meliputi Zona Perumahan Taman, Zona Perumahan
Renggang, Zona Perumahan Deret, dan Zona Perumahan Sususn, dengan spesifikasi
sebagai berikut :
A. Zona Perumahan Taman Rumah tinggal dengan pekarangan luas,
dimaksdukan agar pengembangan perumahan
berkepadatan rendah sebagaimana yang
ditetapkan dalam rencana kota dapat
dipertahankan.
Contoh : Kota Wisata Cibubur, Jakarta
KDB rendah (5 20 %)
B. Zona Perumahan Perumahan unit tungggal dengan
Renggang peletakan renggang ditujukan untuk
pembangunan unit rumah tunggal dengan
mengakomodasikan berbagai ukuran perpetakan
dan jenis bangunan perumahan serta
mengupayakan peningkatan kualitas lingkungan
hunian,karakter, dan susasan kehidupannya.
KDB menengah (20-50%)
C. Zona Perumahan Deret Perumahan unit tunggal tipe gandeng
atau deret dalam perpetakan kecil menengah
dengan akses jalan lingkungan;
Zona ini merupakan peluaang transisi
antara lingkungan perumahan unit tunggal
dengan lingkungan perumahan susun kepadatan
tinggi
KDB sangat tinggi (>75%)
D. Zona Perumahan Susun Perumahan unit tunggal banyak dengan
kepadatan yang bervariasi;
Setiap zona perumahan susun
dimaksudkan menetapkan kriteria pembangunan
Hal V-26 V-26
AD EC
Kawasan Industri
Kawasan Industri antara lain meliputi Zona Industri Taman, Zona Industri ringan, Zona
Industri Berat, dan Zona Industri Perpetakan Kecil, dengan spesifikasi sebagai berikut :
A. Zona Industri Taman Menyediakan ruang untuk pengembangan
ilmu pengetahuan teknologi tinggal dan kegaitan
taman bisnis;
Standar pembangunan properti pada zona
ini dimaksudkan untuk membentuk lingkungan
menyerupai kampus ditata secara komprehensif
dengan lansekap yang mendasar. Pembatasan-
pembatasan pada penggunaan diijinkan dan tata
infomrasi ditetapkan utnuk mengurangi pengaruh
komersial.
B. Zona Industri Ringan Menyediakan berbagai kegiatan
manufaktur dan distribusi yang luas;
Standar pembangunan properti pada zona
ini dimaksudkan untuk mendorong pembnagunan
industri yang sesuai dengan menyediakan
lingkungan yang menarik, bebas dari dampak yang
tidak dikehendaki yang dihubungkan dengan
penggunaan beberapa industri berat;
Zona industri ringan untuk mengijinkan
berbagai penggunaan termasuk penggunaan bukan
industri dalam beberapa tempat.
C. Zona Industri Berat Menyediakan ruang untuk kegaitan-
kegiatan industri dengan penggunaan lahan secara
intensif dengan mengutamakan sektor manufaktur;
Zona industri berat ini dimaksudkan untuk
meningkatkan penggunaan lahan industri secara
efisien denan standar pembangunan minimal,
menyediakan pengamanan terhadap properti yang
bersebelahan an masyarakat pada umumnya;
Zona industri membatasi penggunaan-
penggunaan bukan industri bukan industri yang
telah ada agar supaya dapat menyediakan lahan
Hal V-28 V-28
AD EC
C. NORMA ZONA
Norma zona mengatur berbagai ketentuan dasar bagi pengembangan suatu zona
tertentu . norma zona yang diatur dalam pedoman ini meliputi 1) kawasan pemukiman
,2) kawasan perdagangan danjasa ,3) kawasan industri ,4) kawasan ruang terbuka.
Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan. Selain berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, permukiman
juga merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam
lingkungan terbatas.
Oleh karenanya, Kawasan Permukiman sebagai tempat bermukim dan berlindung
harus memenuhi norma-norma lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Selain itu kawasan permukiman harus bebas dari gangguan: suara, kotoran, udara,
bau, dan sebagainya. Kawasan ini juga harus dapat menunjang berlangsungnya proses
sosialisasi dari nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, dan
juga harus aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerja.
1 Prasarana Lingkungan adalah jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan
listrik.
2 Sarana Lingkungan adalah kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas : pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka.
Hal V-32 V-32
AD EC
Jenis-jenis bangunan yang dapat berlokasi di kawasan ini dapat berupa hunian tunggal
(yaitu : bangunan rumah tinggal harian, rumah peristirahatan/vila, rumah toko, rumah
kantor, industri rumahan (home industry), rumah dinas, dan hunian komunal (yaitu :
rumah susun, rumah susun sewa, apartemen, asrama). Selain itu kawasan ini dapat
dilengkapi pula dengan sarana pelayanan sosial dan ekonomi yang terbatas untuk
melayani kebutuhan harian dengan skala pelayanan lingkungan perumahan.
Kawasan Perdagangan dan Jasa antara lain meliputi Zona Bangunan Pemerintah,
Zona Bangunan Perkantoran, Zona Bangunan Pertokoan, dan Zona Sentra,
dengan spesifikasi sebagai berikut :
A. Zona Bangunan : Menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara
Pemerintah terbatas, terutama untuk kepentingan pelayanan kepada warga
kota maupun untuk kepentingan nasional dan internasional.
D. Zona Komersial Sentra lokal dan tersier, yang disediakan untuk kegiatan
Sentra perbelanjaan dan jasa lokal, terdiri dari toko-toko ritel dan
perusahaan-perusahaan jasa pribadi dengan pilihan yang luas,
yang memenuhi kebutuhan yang sering berulang. Kegiatan ini
memerlukan lokasi yang nyaman berdekatan dengan semua
lingkungan perumahan, relatif tidak menimbulkan pengaruh
yang tidak dikehendaki bagi lingkungan-lingkungan perumahan
yang berdekatan. Dengan demikian zona ini sangat tersebar di
seluruh kota;
Sentra-sentra perbelanjaan kota level utama dan
sekunder, yang menyediakan kebutuhan tempat perbelanjaan
yang sekali-sekali dikunjungi keluarga dan jasa-jasa yang
dibutuhkan pengusaha bisnis yang tersebar pada area yang
luas, dan yang memiliki sejumlah besar toko yang secara
mendasar membangkitkan lalu-lintas.
Contoh : Ruko Kelapa Gading, Jakarta Utara; Ruko Kota
Wisata Cibubur, Jakarta Timur.
Peraturan penggunaan kawasan perdagangan dan jasa seperti pada Tabel 4.3,
sedangkan jenis-jenis bangunan yang dapat berada pada kawasan ini antara lain :
Bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir): toko, warung, tempat perkulakan,
pertokoan, dan sebagainya;
Bangunan perkantoran: kantor swasta/pemerintah, niaga, dan sebagainya;
Bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, penginapan, dan
sebagainya;
Bangunan penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, gudang;
Bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;
Bangunan pariwisata (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.
Kawasan Industri
Kawasan industri merupakan kawasan produktif kota. Kawasan ini diharapkan akan
dapat memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kawasan ini adalah aksesibilitas bagi tenaga
kerja dan bahan baku, serta untuk memasarkan barang jadi. Oleh karenanya
kedekatan dengan jaringan jalan dan pelabuhan merupakan hal yang penting. Selain
itu perlu diperhatikan pula dampak kegiatan industri terhadap lingkungan. Sebagai
kawasan produktif kota, kecukupan sarana dan prasarana terutama air, buangan
limbah, jaringan jalan merupakan hal lain yang cukup mendukung kegiatan produksi.
Kawasan industri antara lain meliputi Zona Industri Taman, Zona Industri Ringan,
Zona Industri Berat, dan Zona Industri Perpetakan Kecil, dengan spesifikasi
sebagai berikut :
D. Zona : Menyediakan ruang bagi kegiatan industri skala kecil di dalam area
Industri perkotaan;
Perpetak Zona Industri Perpetakan Kecil mengijinkan penggunaan-penggunaan
an Kecil industri dan bukan industri secara luas untuk meningkatkan kemampuan
ekonomi dan skala lingkungan hunian dalam pembangunan;
Peraturan pembangunan properti pada zona industri perpetakan kecil
dimaksudkan untuk mengakomodasi pembangunan industri kecil dan
menengah dan kegiatan komersial dengan pengurangan persyaratan luas
perpetakan, lansekap, dan parkir.
Contoh : industri rumah tangga seperti industri makanan khas
daerah setempat (telur asin di Brebes, bakpia di Yogyakarta).
Selain itu terdapat ketentuan mengenai prasarana yang wajib dibangun oleh
perusahaan kawasan industri, yaitu :
a. Jaringan jalan dalam kawasan industri :
Jalan kelas satu, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 8
meter;
Jalan kelas dua, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 7
meter;
Jalan kelas tiga, lebar perkerasan minimum 4 meter.
Perusahaan industri juga dapat menyediakan prasarana dan sarana penunjang lainnya
seperti :
Perumahan Karyawan;
Kantin;
Poliklinik;
Sarana ibadah;
Rumah penginapan sementara (mess transito);
Pusat kesegaran jasmani (fitness centre);
Halte angkutan umum;
Areal penampungan sementara limbah padat;
Pagar kawasan industri;
Pencadangan tanah untuk perkantoran, bank, pos dan pelayanan telekomunikasi,
serta pos keamanan.
Jenis-jenis bangunan yang dapat berlokasi pada kawasan ini di antaranya adalah
industri besar, sedang, dan kecil, serta industri rumah tangga. Selain itu kawasan ini
Hal V-38 V-38
AD EC
Sebagai kawasan ruang terbuka yang tidak boleh dibangun, kawasan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Ruang Terbuka Hijau Lindung
a) Kemiringan lereng di atas 40%;
b) Untuk jenis tanah peka terhadap erosi, yaitu Regosol, Litosol, Orgosol, dan
Renzina, kemiringan lereng di atas 15%;
c) Wilayah pasokan/resapan air dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan
air laut;
d) Dapat merupakan kawasan sempadan sungai/ kawasan sempadan situ/ kawasan
sempadan mata air dengan ketentuan sebagai berikut :
Sempadan sungai di wilayah perkotaan berupa daerah sepanjang sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi atau minimal 15 meter;
Kawasan sempadan situ adalah dataran sepanjang tepian situ yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ antara 50 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan ini mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian situ.
Industri Taman;
Industri Ringan;
Industri Berat;
Industri Perpetakan Kecil.
Kawasan Ruang Terbuka, dengan zona :
Ruang Terbuka Hijau dan Lindung;
Ruang Terbuka Hijau Binaan;
Ruang Terbuka Tata Air.
C. Peraturan Pembangunan
Materi Yang Diatur : ketentuan teknis dan ketentuan
khusus dalam penggunaan kawasan. Peraturan pembangunan dalam atu
kawasan dengan mempetimbangkan penggunaan yang diperbolehkan dalam
ketentuan penggunaan kawasan. Oleh karenanya, peraturan penggunaan
dengan ketentuan penggunaan kawasan tidak boleh saling bertentangan.
Kedalaman Materi Yang Diatur : peraturan pembangunan
pada masing-masing kawasan, yang dirinci dalam unit-unit lingkungan, pola
sifat lingkungan (misalnya pola sifat lingkungan padat, kurang padat, dan tidak
Pmeanfaatan Ruang juga dapat digunakan sebagai alat bantu pendegahan dampak
pembangunan yang merugikan.
Bagi masyarakatd an dunia usaha, Aturan Pola Pemanfaatan Ruang ini dpat dijadikan
sebagai rujukan dalam melakukan aktivitas rancang bangun bangunan dan prasarana
bagi aktivitas masyarakat dan swasta. Selain itu Aturan Pola Pemanfaatan Ruang ini
dapat merupakan jaminan kepastian hukum dalam pelasanaan pembangunan,
khususnya jaminan akan kondisi yang selaras an harmonis dalam melakukan
kegiatannya.
5.2.4.3 PENGENDALIAN
Pengendalian dimaksud terdiri dari pemantauan, evaluasi, dan peninjauan kembali
Aturan Pola Pemanfaatan Ruang, dan penertiban.
Kegiatan Pemantauan dilakukan secara koordinatif dengan instansi terkait.
Meliputi pemantauan terhadap pemanfaatan/penggunaan kawasan, fungsi
kawasan, sarana dan prasarana, serta kesesuaian terhadap peraturan
pembangunan yang telah ditetapkan.
Kegiatan evaluasi dan peninjauan kembali dilakukan dalam rangka
mengkoorinir perubahan-perubahan yang terus terjadi sejalan dengan
perkembangan kota, dengan demikian Aturan Pola Pemanfaatan Ruang yang telah
disusun tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Penertiban dilakukan dlaam rangka menjaga konsistensi Aturan Pola
Pemanfaatan Ruang, terutama konsistensi peraturan terhadap pemanfaatan
kawasan yang diperkirakan dapat memberikan dampak yang merusak lingkungan
hidup perkotaan. Penertiban dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi,
pembatalan ijin pembangunan, penundaan pembangunan, dan/atau penerapan
persyaratan-persyaratan teknis.
mungkin sangat panjang (25 tahun) yang dapat digunakan untuk perencanaan strategi
kabupaten/kota yang berjangka panjang. Strategi ini sangat dipengaruhi oleh
perencanaan tata guna tanah dimana perkiraan arus lalu lintas didalam perencanaan
ini biasanya dipecahkan berdasarkan moda dan rute. Kajian-kajian atau studi tersebut
biasa dilakukan untuk merencanakan kabupaten/kota baru.
Pendekatan secara sistem akan mempertanyakan problem yang ada. Seperti, apakah
disebabkan terlalu banyak lalu lintas di daerah tersebut ? jika ya, kenapa lalu lintas
tersebut terlalu banyak ? Hal ini mungkin karena terlalu banyak kantor yang sangat
berdekatan letaknya, atau mungkin karena ruang yang sangat sempit untuk lalu lintas
dan lain-lain. Pemecahan dapat berupa : manajemen lalu lintas secara lokal, jalan baru
atau angkutan umum, atau perencanaan tata guna tanah yang baru. Pendekatan
secara sistem mencoba menghasilkan pemecahan yang terbaik dari beberapa
alternatif pemecahan dengan batasan-batasan tertentu (waktu dan biaya).
Sistem adalah gabungan dari beberapa komponen atau obyek yang saling berkaitan
satu dengan lainnya. Dalam setiap sistem organisasi, perubahan pada satu komponen
akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam beberapa sistem,
komponen berhubungan secara mekanis, misal : komponen dalam mesin mobil, dan
secara non mekanis, seperti : dalam sistem tata guna tanah dengan transportasi,
komponen tidak berhubungan secara mekanis akan tetapi perubahan pada satu
komponen (tata guna tanah) akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya
(lalu lintas). Prinsip pada dasarnya sama.
KOMPONEN TUJUAN
Menetapkan tujuan perencanaan,
Formulasi Tujuan identifikasi permasalahan, menentukan
dan Sasaran problem dan batasan
Melaksanakan pengumpulan
Pengumpulan Data data dengan survei data primer maupun
sekunder.
Metode Analisa Analisa data : Menggunakan
metoda kuantitatif yang sesuai untuk
mengerti sistem
Forecasting Mendapatkan perkiraan situasi,
persyaratan di masa mendatang
Gambar 5.5
Komponen dan Tujuan
Sistem tata guna tanah atau Sistem Kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang
akan membangkitkan pergerakan (traffic generation) dan akan menarik pergerakan
(traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola kegiatan tata guna
tanah (land use) yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan
dan lain-lain.
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya pergerakan sebagai alat
pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya yang tidak dapat dipenuhi
oleh tata guna tanah tersebut. Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat
berkaitan erat dengan jenis/tipe dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan Sistem Jaringan yang
meliputi jaringan jalan raya, terminal bus, kereta api, bandara dan pelabuhan laut.
Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem jaringan ini akan menghasilkan suatu
pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau
orang (pejalan kaki). Suatu Sistem Pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah dan
sesuai dengan lingkungannya akan dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh
suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.
" Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia biasanya
timbul disebabkan karena kebutuhan akan transportasi yang lebih besar dibandingkan
dengan prasarana transportasi yang tersedia atau prasarana transportasi yang tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya ".
" Sehingga secara umum dapat disebutkan bahwa Pemerintah, Swasta dan Masyarakat
seluruhnya dapat berperan dalam mengatasi masalah dalam sistem transportasi ini
terutama dalam hal mengatasi kemacetan".
Hal V-50 V-50
AD EC
Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan biasa disebut kapasitas ruas
jalan. Sementara, arus maksimum yang dapat melewati suatu titik (biasanya pada
persimpangan dengan lampu lalu lintas) biasa disebut arus jenuh (saturation flow).
Kapasitas suatu jalan dapat didefinisikan dengan beberapa cara. Salah satunya
(Highway Capacity manual, 1965) adalah:
the maximum number of vechicles that can pass in a given period of time..
Kapasitas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan (smp) per jam.
Hubungan antara arus dengan waktu tempuh (kecepatan) tidak linier. Penambahan
kendaraan tertentu pada saat arus rendah akan menyebabkan penambahan waktu
tempuh yang kecil jika dibandingkan penambahan kendaraan pada saat arus tinggi.
Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan terjadi
apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan tersebut satu dengan lainnya sangat
berdekatan. Selain itu, kemacetan juga terjadi apabila kendaraan harus berhenti dan
bergerak (forced flow).
karena penyebab lalu lintas adalah kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan
berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya.
Pendekatan ini lahir karena tuntutan dan dorongan dari internal maupun
eksternal masyarakat yang merupakan stakeholder terbesar dalam rangkaian proses
pembangunan. Kesadaran serta pendidikan yang makin tinggi tentang eksistensi, hak
serta kewajiban pribadi membuat masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan
pengambilan keputusan public termasuk pembangunan. Sementara, dari luar pribadi
masyarakat banyak pula faktor yang mendorong bergesernya paradigma yang dianut
seperti fenomena paham demokrasi yang menyebar luas.
Pada awalnya pendekatan ini mendapat reaksi keras dan cenderung negatif
dari pihak lain karena beberapa alasan seperti kekacauan yang timbul akibat
partisipasi dimuati berbagai kepentingan pribadi yang beraneka ragam serta makin
panjang dan lamanya proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi publik memiliki
beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana publik dilibatkan. Tipologi partisipasi
menurut Arnsteins Ladder adalah sebagai berikut:
1. Manipulation
Merupakan tingkatan partisipasi yang paling rendah, keterlibatan dan partisipasi
individu tidak ada keterlibatan sama sekali, dan kekuasaan berada di tangan
pemerintah sepanuhnya.
2. Therapy
Tingkat partisipasi yang sangat rendah, pemerintah mengatur segala sesuatunya,
sehingga individu merupakan objek program.
3. Informing
Individu mulai memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan program dari
penguasa namun tetap belum memiliki ruang gerak untuk berpartisipasi aktif dan
terlibat dalam pelaksanaan program.
4. Consultation
Pada tingkatan ini, terlihat adanya saling tukar informasi antara pihak satu dengan
lainnya yang memungkinkan keterlibatan individu dalam program.
5. Placation
Hal V-54 V-54
AD EC
TABEL 5.3
ALUR KEGIATAN
PARTISIPATIF
3. Snow-Balling Research
Snow-Balling Research (SBR) adalah kegiatan menggali informasi,
pendapat, keinginan, harapan dan kebutuhan dari masyarakat terhadap suatu
aspek atau topik tertentu dengan melibatkan tokoh-tokoh yang terpilih
berdasarkan temuan di lapangan.
Bentuk Kegiatan : pertemuan dan diskusi dengan beberapa tokoh kunci masyarakat
yang dipilih melalui penelitian lapangan.
4. Seminar/Lokakarya
Seminar/Lokakarya adalah kegiatan menggali informasi, pendapat, keinginan,
harapan, dan kebutuhan dari masyarakat terhadap suatu aspek atau topik tertentu
dengan melibatkan masyarakat dalam suatu diskusi atau seminar atau lokakarya.
Bentuk Kegiatan :pertemuan dengan masyarakat yang dipandu oleh seorang
moderator.
5. PRA (Participatory Rural Appraisal)
PRA adalah kegiatan menggali informasi, pendapat, keinginan, harapan, dan
kebutuhan dari masyarakat terhadap suatu aspek atau topik tertentu dengan
melibatkan suatu kelompok masyarakat dalam suatu diskusi terbatas.
Bentuk Kegiatan: pertemuan dengan sebuah kelompok kecil masyarakat yang
terkait dengan topik yang didiskusikan, yang dipandu oleh seorang fasilitator,
dengan menggunakan beberapa teknik atau metode yang dapat merangsang
peserta untuk mengungkapkan dan menggali pengetahuannya sendiri.
masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat,
untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Konsekuensinya, Pemerintah berkewajiban menyediakan forum dan atau wadah formal
untuk menampung kehendak dan keinginan berperan serta masyarakat tersebut sejak
tata ruang sedang disusun, dan dari dasar hukum yang ada, forum dan wadah formal
ini belum secara khusus dimunculkan. Sebagian besar isi pasal yang terlihat adalah
lebih merupakan proses pembantuan masyarakat kepada penata ruang dan
penyuluhan penatan ruang kepada masyarakat.
Bentuk peran serta masyarakat yang diindikasikan dalam Peraturan Pemerintah
No.69 tahun 1996 adalah :
Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan
Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah bangunan
Pemberian masukan dallam perumusan rencana tata ruang
Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana
Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan
Bantuan tenaga ahli
Bantuan dana
Peran serta masyarakat tersebut terkait erat dengan hirarki serta tahapan dari
penataan ruang yang dilakukan. Matriks berikut ini mengemukakan perbandingan
kemungkinan serta potensi kontribusi peran serta masyarakat di dalam proses
penataan ruang.
TABEL 5.4
POTENSI KONTRIBUSI MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
Penyusunan
peraturan
pelaksanaan
- + +
rencana dan
perangkat insentif &
disinsentif
Penyusunan dan
+ + +
pengusulan proyek
Pelaksanaan
+ + +
program dan proyek
Pengendalia Perijinan rencana
- - +
n pembangunan
Pengawasan - + +
Penertiban - - -
Peninjauan Kembali Rencana + +
Keterangan potensi kontribusi masyarakat :
= sedang + = tinggi - = rendah
Ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial yaitu:
1. Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan
terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan.
2. Strategi directaction membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh
semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi.
3. Strategi transformatif menunjukan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang
dibutuhkan sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri.