Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Poltik Islam

Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik

(a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori
perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap,
yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).

Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau
membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama
undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala
agama dan kepala Negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata benda ada tiga,
yaitu :

(1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem dan dasar pemerintahan)


(2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).

Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya mengatur.
Dalam fikih, siasah meliputi :

1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)


2. Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam
lainnya)
3. Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan


dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan
tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam
Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan
mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk
membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan
adalah amanah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya.
Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya.
Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah
Rasul.

Dalam setiap pemerintahan Islam harus mendasarkan pada prinsip-prinsip politik dan
perundang-undangan pada kitab al Quran dan as Sunnah yang kedua-duanya
menjadi sumber pokok dari perundangundangan yaitu pokok pegangan dalam segala
aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan setiap muslim. Karena itu setiap
bentuk peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh pemerintah
mengikat setiap muslim untuk mentaatinya.

Sebagaimana yang disarikan oleh Muhammad S. El. Wa dalam bukunya On The


Political System of Islamic State bahwa politik Islam pada hakekatnya terdiri atas
Musyawarah (syura), Keadilan, Kebebasan, Persamaan kewajiban untuk taat dan
batas wewenang dan hak penguasa.

1. Prinsip Musyawarah

Dalam hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam
yang amat penting, artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem
pemerintahan Islam haruslah berdasarkan atas kesepakatan musyawarah, kalau kita
kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai dengan ayat al Quran dalam surat
al Imran ayat 159.

Artinya : Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,kemudian apabila


kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Allah (Q.S. al Imran : 159).

Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat prinsip antara lain dalam
sistem politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala masalah dan
situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering bermusyawarah dengan
para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung arti bahwa setiap
pemimpin pemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus selalu bermusyawarah
dengan pengikut atau dengan umatnya, sebab musyawarah merupakan media
pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok orang-orang yang
mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan musyawarah itu pula
semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan, dengan demikian hasil
musyawarah itupun akan diikuti mereka, karena merasa ikut menentukan dalam
keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah itu terbatas pada hal-hal yang
sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah dijelaskan dalam wahyu-Nya.

2. Prinsip Keadilan
Kata ini sering digunakan dalam al Quran dan telah dimanfaatkan secara terus
menerus untuk membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak sekali
ayat al Quran memerintahkan berbuat adil dalam segala aspek kehidupan
manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil
pelajaran (Q.S. an Nahl : 90).

Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil, sebaliknya melarang
mengancam dengan sanksi hukum bagi orang-orang yang berbuat sewenang-wenang,
jadi kedudukan prinsip keadilan dalam sistem pemerintahan Islam harus menjadi
alat pengukur dari nilai-nilai dasar atau nilai-nilai sosial masyarakat yang tanpa
dibatasi kurun waktu. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim,
mempunyai tingkatan yang amat tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam
segala aspeknya.

Dijadikan keadilan sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu


konsekuensi bahwa para penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus
melaksanakan tugasnya dengan baik dan juga berlaku adil terhadap suatu perkara
yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan beberapa hak
warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya
berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip
politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan pemerintahannya dan
bagi warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh
keadilannya, hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.

3. Prinsip Kebebasan

Adalah merupakan nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di
sini bukan kebebasan bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai
warga negara, tetapi kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif, yaitu
kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik,
maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk,
sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil
pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini pernah diberikan oleh
Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk atau tidak mengikuti
petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana firman-Nya :

Artinya : Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga


bersamasamasebagaimana kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk dari-
Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (Q.S. Toha : 123).

Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai akibat yang
berbeda, barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka
iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan.

4. Prinsip Persamaan

Prinsip ini berarti bahwa setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang
sama, juga mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas
kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo).

Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada rakyat yang diperintah secara sewenang-
wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak rakyatnya karena ini merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah menciptakan manusia laki-
laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah untuk membuat
jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling kenal mengenal
dan tukar pengalaman, bahkan yang membedakan diantara mereka hanyalah karena
taqwanya.

5. Prinsip Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentangKebijakan yang


diambilnya.

Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung merusak atau
menuruti kehendak sendiri maka umat berhakmemperingatkannya agar tidak
meneruskan perbuatannya itu, sebabpemimpin tersebut berarti telah meninggalkan
kewajibannya untukmenegakkan kebenarannya dan menjauhi perbuatan yang
munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan, maka umat berhak
mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena penguasa di
dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah, maka tindakan
penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat Allah, menindas
rakyat, melanggar perintah al Quran dan as Sunnah, maka pemimpin tersebut berhak
diturunkan dari jabatannya.

1. Implementasikan Nilai-Nilai Islam Bidang Politik Sudah sewajarnya sebagai


sumber budaya yang penting di Indonesia nilai-nilai Islam menjadi faktor
menentukan dalam membentuk budaya politik, tata nilai, keyakinan, persepsi, dan
sikap mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam suatu aktivitas dan
sistem politik. Indikasi yang paling menonjol dalam hal ini adalah bahwa kelima sila
dari pancasila yang telah disepakati menjadi ideologi politik, semuanya bernapaskan
nilai-nilai Islami. Bagaimana implementasi nilai Islam dalam budaya politik yang
pancasilais, bergantung pada kekuatan nilai-nilai itu mempengaruhi proses politik itu
sendiri. Bila terjadi kemerosotan pengaruh nilai-nilai keagamaan Islam budaya
politik, sesungguhnya yang terjadi adalah sekularisasi kultur politik. Banyak
dikhawatirkan, Sebab sekularisasi kultur politik apalagi sampai terbentuk Negara
Sekular lebih membahayakan dan lebih ruwet masalahnya. Tokoh Islam saat
kemerdekaan sudah berhasil mengkolaborasikan nilai-nilai Islami secara esensial
didalam lima butir pancasila sebagai asas ideologi Indonesia, para tokoh Islam tinggal
melanjutkan perjuangan para pendahulunya, mengadopsi hukum syariat Islam dalam
sendi-sendi hukum Indonesia yang sampai saat ini sebagian besar masih jiplak
Belanda. Pancasila benar-benar berupaya membumikan ruh Islam secara real di tanah
tercinta, baik dalam segi kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi. Semuanya
memerlukan integarasi, spirit saling tolong menolong dari seluruh komponen
masyarakat, dari umara, ulama, dan 9 umat Islam secara umum di Negara Repubelik
Indonesia. Mengambil Islam sebagai contoh kasus dan membuat suatu skema dengan
menunjukkan perkembangan Islam bermula dari corak tradisional ke Islam modern,
Islam sosialis, sosialisme, akhirnya ke pragmatisme humanisme sekular, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat modern. waktu elite agama ini sangat berpengaruh
dalam proses politik. berkurangnya pengaruh itu berarti sistem politik di Indonesia
tidak ada penguasa yang terang-terangan anti-Islam atau terangterangan sekular.
perkembangan politik di Indonesia seperti itu, maka tidak akan terjadi upaya
memitologikan "partai politik Islam" atau bahkan "negara Islam", dan pemahaman
arti politik menjadi lebih luas, tidak sekadar partai politik misalnya, romantisme
seperti itu dapat ditekan untuk kemudian mencoba mengembangkan aktivitas "politik
baru" yang lebih bermakna.

Anda mungkin juga menyukai