Anda di halaman 1dari 33

Neurotransmiter dan Sirkuit pada Skizofrenia

Dopamin
Mekanisme biologis yang mendasari skizofrenia masih belum diketahui. Namun,
neurotransmiter monoamin dopamin (DA) telah lama memainkan peran yang
penting dalam hipotesis yang menyangkut skizofrenia.

Gambar 9.16. Mekanisme Farmakologis yang mempengaruhi dopamin.


Dengan mencocokkan masing-masing gejala terhadap regio otak tertentu dan
neurotransmiter yang mengaturnya, klinisi dapat mengindentifikasi mekanisme
farmakologis yang mempengaruhi pengaturan regulator atau neurotransmiter
tersebut. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk memilih obat tertentu
yang bekerja dengan mekanisme farmakologis yang diinginkan, dengan sasaran
untuk meredakan gejala yang spesifik. Secara teoritis, tujuan ini dapat dicapai
oleh obat yang bekerja pada neurotransmiter untuk mengubah efisiensi
pengolahan informasi di bagian otak tertentu dengan sirkuit yang dihipotesiskan
mengalami kerusakan. Sebagai contohnya, seperti yang terlihat pada gambar 9-15,
korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC) diregulasi oleh dopamin (DA) dan
serotonin (5HT). Oleh karena itu, agen yang bekerja pada DA dan/atau serotonin,
seperti agonis atau antagonis dopamin pada reseptor D1 dan D2, serta agonis dan
antagonis serotonin pada reseptor 5HT2A, 5HT2C, dan 5HT1A, semuanya
kemungkinan dapat mempengaruhi pengolahan informasi pada area otak ini, dan
dengan demikian, dapat mempengaruhi fungsi kongnitif.

Gambar 9.17. Gen-gen yang mempengaruhi dopamin. Menentukan regio otak


dan neurotransmiter regulator yang terlibat dalam gejala skizofrenia yang spesifik
dapat membantu dalam mengidentifikasi gen-gen yang mungkin terlibat dalam
manifestasi gejala-gejala tersebut. Sebagai contohnya, transmisi neurotransmiter
dopamin (DA), yang memodulasi aktivitas pada regio korteks prefrontal
dorsolateral (DLPFC), dipengaruhi oleh beberapa gen, yang terdiri atas gen-gen
untuk catechol-O-methyl-transferase (COMT), gen untuk transporter dopamin
(DAT), gen untuk berbagai reseptor dopamin, dan banyak gen-gen lainnya,

1
beberapa gen-gen ini disajikan pada gambar ini. Pengidentifikasikan kontribusi
genetik terhadap gejala skizofrenia bisa pada akhirnya memungkinkan penemuan
pendekatan genetik untuk penilaian risiko pada pasien-pasien dan keluarganya
serta membantu dalam merancang agen psikofarmakologi yang lebih efektif untuk
mengobati gejala-gejala skizofrenia.

Gambar 9-18. Sintesis Dopamin. Tirosin, suatu prekursor dopamin, dibawa


masuk ke dalam terminal saraf dopaminergik melalui transporter tirosin dan
dikonversi menjadi DOPA oleh enzim tirosin hidrolase (TOH). DOPA kemudian
dikonversi menjadi dopamin (DA) oleh enzim DOPA dekarboksilase (DDC).
Setelah disintesis, dopamin dikemas ke dalam vesikel sinaps melalui transporter
monoamin vesikel (VMAT2) dan disimpan disana hingga dilepaskan ke sinaps
saat transmisi neurotransmiter.

Untuk memahami peran dopamin yang potensial pada skizofrenia, merupakan


suatu hal yang paling penting untuk mengulas bagaimana dopamin disintesis,
dimetabolisme, dan diregulasi; peran reseptor dopamin; dan batas jalur dopamin
utama di otak.

Neuron dopaminergik
Neuron dopaminergik menggunakan neurotransmiter DA, yang disintesis dari
asam amino tirosin setelah tirosin dibawa masuk ke dalam neuron dari ruang
ekstraseluler dan aliran darah oleh pompa tirosin atau transporter dalam terminal
saraf dopaminergik (Gambar 9-18). Tirosin awalnya dikonversi menjadi DA oleh
enzim dengan kecepatan terbatas, yaitu tirosin hidrolase (TOH) dan kemudian
oleh enzim DOPA dekarboksilase (DDC) (Gambar 9-18). DA kemudian di bawa
masuk ke dalam vesikel sinaps oleh transporter monoamin vesikel (VMAT2) dan
disimpan disana hingga digunakan selama transmisi neurotransmiter.
Neuron DA memiliki transporter prasinaps (pompa reuptake) yang disebut
DAT, yang bersifat khas untuk DA dan yang mengakhiri aktivitas DA di sinaps
dengan membawa DA keluar dari sinaps dengan cepat untuk kembali ke terminal

2
saraf presinaps, dimana DA dapat disimpan kembali di dalam vesikel sinaps untuk
penggunaan kembali selanjutnya pada transmisi neurotransmiter lainnya (Gambar
9-19). Namun, DAT tidak ditemukan dalam jumlah yang besar di terminal akson
semua neuron DA. Sebagai contoh, di korteks prefrontalis, DAT secara relatif
jarang ditemukan, dan DA diinaktivasi oleh mekanisme-mekanisme lain.
Kelebihan DA yang lolos dari tempat penyimpanan di vesikel sinaps dapat
dihancurkan di dalam neuron oleh enzim monoamin oksidase (MAO) A atau
MAO-B, atau diluar neuron oleh enzim catechol-O-metil transferase (COMT)
(Gambar 9-19).

Gambar 9-19. Mekanisme bagaimana kerja dopamin dihentikan. Kerja


dopamin dapat dihentikan melalui berbagai mekanisme. Dopamin dapat diangkut
keluar dari celah sinaps dan kembali ke neuron presinaps melalui transporter
dopamin (DAT), dimana dopamin ini bisa dikemas ulang untuk penggunaan
kembali di masa yang akan datang. Selain itu, dopamin dapat dihancurkan secara
ekstraseluler oleh enzim catechol-O-Metiltransferase (COMT). Enzim lain yang
menghancurkan dopamin adalah monoamin oksidase A (MAO-A) dan monoamin
oksidase B (MAO-B), yang ada di dalam mitokondria pada neuron presinaps dan
di dalam sel-sel lain seperti sel glia.

DA yang menyebar jauh dari sinaps juga dapat dibawa oleh transporter
norepinefrin (NET) sebagai substrat palsu, dan kerja DA akan dihentikan
dengan cara ini.
Reseptor untuk dopamin juga meregulasi neurotransmisi dopaminergik
(Gambar 9-20). DAT, yang merupakan transporter DA, dan transporter vesikel,
VMAT2, keduanya merupakan jenis reseptor. Hal ini telah dibahas secara luas
dalam bab 4 dan diilustrasikan dalam Gambar 4-13 hingga gambar 4-15 dan
disajikan di Tabel 4-1, 4-3, dan 4-4. Kebanyakan terdapat reseptor dopamin
tambahan, termasuk setidaknya lima subtipe farmakologis dan beberapa isoform
molekuler. Barangkali reseptor dopamin yang paling mendalam diteliti adalah
reseptor dopamin-2, karena reseptor dopamin ini distimulasi oleh agonis dopamin

3
untuk penatalaksanaan penyakit Parkinson dan dihambat oleh antipsikotik berupa
antagonis dopamin untuk penatalaksanaan skizofrenia. Sebagaimana yang akan
dibahas dalam rincian yang lebih mendalam di Bab 10, reseptor dopamin 1, 2, 3,
dan 4 semuanya dihambat oleh beberapa obat-obatan antipsikotik atipikal, namun
belum jelas hingga sejauh apa reseptor dopamin 1, 3, dan 4 berkontribusi terhadap
sifat klinis dari obat-obatan ini.

Gambar 9-20. Reseptor dopamin. Gambar ini memperlihatkan reseptor untuk


dopamin yang meregulasi neurotransmisinya. Transporter dopamin (DAT) berada
di presinaps dan bertanggung jawab untuk membawa kelebihan dopamin keluar
dari sinaps. Transporter monoamin vesikel (VMAT2) membawa dopamin ke
dalam vesikel untuk neurotransmisi berikutnya. Juga terdapat autoreseptor
dopamin-2 presinaps, yang mengatur pelepasan dopamin dari neuron presinaps.
Selain itu, juga terdapat beberapa reseptor postsinaps. Reseptor ini terdiri atas
reseptor dopamin-1, dopamin-2, dopamin-3, dopamin-4, dan dopamin-5. Fungsi
reseptor dopamin-2 adalah yang sejauh ini paling dipahami, karena reseptor ini
pada hakekatnya merupakan tempat ikatan utama untuk semua agen antipsikotik
serta untuk agonis dopamin yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson.

Reseptor D2 dopamin dapat berada di presinaps, dimana fungsinya adalah


sebagai autoreseptor (Gambar 9-20). Reseptor D2 presinaps oleh karena itu
bertindak sebagai penjaga gerbang, apakah itu untuk memungkinkan pelepasan
DA saat reseptor ini tidak diduduki oleh DA (Gambar 9-21A) atau menghambat
pelepasan DA saat DA bertambah di sinaps dan menempati autoreseptor presinaps
penjaga gerbang (Gambar 9-21B). Reseptor-reseptor ini dapat terletak di terminal
akson (Gambar 9-22) atau di bagian ujung neuron lainnya di area somatodendritik
(Gambar 9-23). Pada kedua keadaan ini, penempatan reseptor D2 ini memberikan
masukan timbal balik negatif, atau tindakan pengereman atau penghentian
sementara pelepasan dopamin dari neuron presinaps.

Jalur Dopamin utama di Otak

4
Empat jalur dopamin di otak yang telah dijelaskan dengan baik, ditambah
dengan jalur untuk dopamin kelima yang baru ditemukan diperlihatkan pada
gambar 9-24. Jalur ini terdiri atas jalur DA dopamin mesolimbik, mesokorteks,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Jalur baru menginervasi talamus.

Gambar 9-21 A dan B. Autoreseptor dopamin-2 presinaps. Autoreseptor


dopamin-2 presinaps merupakan penjaga gerbang untuk dopamin. Yang mana,
saat reseptor penjaga gerbang ini tidak berikatan dengan dopamin (tidak ada
dopamin di tangan sang penjaga gerbang), ia membuka gerbang molekul, yang
memungkinkan pelepasan dopamin (A). Namun, saat dopamin berikatan dengan
reseptor penjaga gerbang (saat ini penjaga pintu memiliki dopamin di tangannya),
maka ia menutup gerbang dan menghambat pelepasan dopamin (B).

Gambar 9-22 A dan B. Autoreseptor dopamin-2 presinaps. Autoreseptor


dopamin-2 presinaps dapat terletak pada terminal akson, sebagaimana yang
diperlihatkan dalam gambar ini. Saat dopamin terbentuk di sinaps (A), dopamin
ini dapat berikatan dengan autoreseptor, yang kemudian menghambat pelepasan
dopamin (B).

Gambar 9-23A dan B. Autoreseptor dopamin-2 juga dapat terletak di area


somatodendritik, sebagaimana yang diperlihatkan disini (A). Saat dopamin
berikatan dengan reseptor disini, dopamin akan menghentikan aliran impuls saraf
pada neuron dopamin (perhatikan hilangnya kilatan petir di neuron pada gambar
B), dan hal ini menghambat pelepasan dopamin lebih lanjut.

Gambar 9-24. Lima jalur dopamin di otak. Neuroanatomi jalur neuronal dopamin
di otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia serta efek terapeutik dan efek
samping obat-obat antipsikotik. (a). Jalur dopamin nigrostriatal, yang
memproyeksikan impuls dari substansia nigra ke ganglia basalis atau striatum,
merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal dan mengendalikan fungsi
motorik dan pergerakan. (b). Jalur dopamin mesolimbik memproyeksikan impuls

5
dari area tegmental mesensefalon ke nukleus akumbens, bagian dari sistem limbik
otak yang diperkirakan terlibat dalam banyak tingkah laku seperti perasaan yang
menyenangkan atau rasa nyaman, euforia kuat saat penyalahgunaan obat, serta
delusi dan halusinasi pada psikosis. (c). Sebuah jalur yang berkaitan dengan jalur
dopamin mesolimbik adalah jalur dopamin mesokorteks. Jalur ini juga
memproyeksikan impuls saraf dari area ventral tegmental mesensefalon namun
mengirimkan aksonnya ke area korteks prefrontalis, dimana dopamin bisa
memiliki peran dalam memediasi gejala-gejala kognitif (korteks prefrontal
dorsolateral) dan gejala-gejala afektif (korteks prefrontal ventromedial) pada
skizofrenia. (d). Jalur dopamin keempat yang terkait, adalah jalur dopamin
tuberoinfundibular, yang memproyeksikan impuls dari hipotalamus ke kelenjar
hipofisis anterior dan mengendalikan sekresi prolaktin. (e). Jalur dopamin kelima
muncul dari berbagai tempat, meliputi substansia grisea periakuaduktus, ventral
mesensefalon, nukleus hipotalamus, dan nukleus parabrakhial lateral, dan
memproyeksikan impuls ke talamus. Fungsinya saat ini belum diketahui dengan
baik.

Jalur dopamin mesolimbik dan hipotesis dopamin mesolimbik untuk gejala


positif skizofrenia

Jalur dopamin mesolimbik membawa impuls dari badan sel dopaminergik di


area ventral tegmental batang otak ke terminal akson di salah satu area limbik
otak, yang dinamakan nukleus akumbens di striatum ventral (Gambar 90-24).
Jalur ini diperkirakan memiliki peran yang penting dalam beberapa perilaku
emosional, termasuk gejala positif psikosis, seperti delusi dan halusinasi (Gambar
9-25). Jalur dopamin mesolimbik juga penting untuk motivasi, kesenangan, dan
reward, atau yang mengatur rasa kepuasan atas penghargaan.
Selama lebih dari 30 tahun, telah teramati bahwa penyakit atau obat yang
meningkatkan dopamin akan meningkatkan atau menimbulkan gejala-gejala
psikotik positif, sementara obat-obatan yang menurunkan dopamin akan
menurunkan atau menghentikan gejala positif. Sebagai contohnya, obat-obat

6
perangsang atau stimulan seperti amfetamin dan kokain melepaskan dopamin, dan
jika diberikan secara berulang, dapat menyebabkan psikosis berupa paranoid yang
sebenarnya tidak dapat dibedakan dari gejala positif skizofrenia. Obat-obat
stimulan dibahas secara rinci pada bab selanjutnya mengenai penatalaksanaan
gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas dan pada penyalahgunaan obat.
Mekanisme kerjanya juga dibahas dalam bab 4 dan diilustrasikan dalam gambar
4-14 dan 4-15.
Semua obat antipsikotik yang diketahui, yang mampu mengobati gejala
psikotik positif adalah penghambat reseptor dopamin D2. Obat-obatan
antipsikotik dibahas dalam bab 10. Hasil pengamatan ini telah dirumuskan ke
dalam sebuah teori mengenai psikosis yang kadangkala dirujuk sebagai hipotesis
dopamin skizofrenia. Barangkali sebutan modern yang lebih tepat adalah
hipotesis dopamin mesolimbik untuk gejala positif skizofrenia, karena diyakini
bahwa hiperaktivitas secara spesifik pada jalur dopamin khusus inilah yang
memediasi gejala positif psikosis (Gambar 9-25 dan 9-26). Hiperaktivitas jalur
dopamin mesolimbik dihipotesiskan bertanggung jawab atas gejala-gejala psikotik
positif, apakah gejala-gejala tersebut merupakan bagian dari penyakit skizofrenia
ataupun bagian dari psikosis yang diinduksi obat atau apakah gejala psikotik
positif itu adalah gejala yang menyertai keadaan manik, depresi, atau demensia.
Hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergik mesolimbik juga bisa memainkan
peran dalam gejala agresif dan tidak bersahabat pada skizofrenia dan penyakit-
penyakit yang berhubungan, khususnya jika terjadi penyimpangan pengendalian
serotonergik dopamin pada pasien yang memiliki pengendalian impuls yang
kurang.

Jalur dopamin mesokortes dan hipotesis dopamin mesokorteks untuk gejala


kognitif, negatif dan afektif pada skizofrenia
Jalur lain yang juga berasal dari badan sel di area tegmental ventral namun
memproyeksikan impuls ke area korteks prefrontal dikenal sebagai jalur dopamin
mesokorteks(Gambar 9-27 dan 9-28). Cabang-cabang dari jalur ini ke area korteks
prefrontal dorsolateral dihipotesiskan mengatur fungsi kognisi dan fungsi

7
eksekutif (Gambar 9-27), sementara cabangnya ke bagian ventromedial dari area
korteks prefrontalis dihipotesiskan mengatur emosi dan perasaan (Gambar 9-28).

Gambar 9-26. Hipotesis dopamin mesolimbik. Hiperaktivitas neuron


dopaminergik di jalur dopamin mesolimbik menurut teori memediasi gejala-gejala
positif psikosis seperti delusi dan halusinasi. Jalur ini juga terlibat dalam perasaan
senang, rasa puas atas penghargaan, dan perilaku penguatan seperti adiktif akan
sesuatu, dan banyak obat-obat hasil penyalahgunaan yang berinteraksi disini.

Peran pasti jalur dopamin mesokorteks dalam memediasi gejala-gejala


skizofrenia masih menjadi bahan perdebatan, namun banyak peneliti yang
meyakini bahwa gejala kognitif dan beberapa gejala negatif skizofrenia dapat
diakibatkan oleh kurangnya aktivitas dopamin pada proyeksi mesokorteks ke
korteks prefrontal dorsolateral (Gambar 9-27), sementara gejala afektif dan gejala
negatif skizofrenia yang lain dapat diakibatkan oleh kurangnya aktivitas dopamin
pada proyeksi mesokorteks ke korteks prefrontal ventromedial (Gambar 9-28).
Keadaan kurangnya perilaku atau kurangnya aktivitas yang dikesankan oleh
gejala negatif tentu menyiratkan kurangnya aktivitas atau bahkan pemadaman
sistem saraf. Keadaan ini bisa berkaitan dengan konsekuensi atas aktivitas
eksitotoksik sistem glutamat sebelumnya yang berlebihan (dibahas di bagian
berikutnya). Proses degeneratif yang sedang berlangsung di jalur dopamin
mesokorteks dapat menjelaskan perburukan gejala yang progresif dan keadaan
defisit yang semakin meningkat pada sebagian pasien-pasien skizofrenia. Defisit
dopamin pada proyeksi mesokorteks ini juga dapat merupakan akibat dari
kelainan perkembangan sistem saraf pada sistem glutamat N-Methyl-d-aspartate
(NMDA), yang dijelaskan dalam bagian selanjutnya. Apapun penyebabnya, akibat
wajar dari hipotesis mengenai DA pada skizofrenia asli saat ini tergabung dengan
teori untuk gejala kognitif, negatif dan afektif dan kemungkinan lebih tepat
dinamai sebagai hipotesis dopamin mesokorteks untuk gejala kognitif, negatif
dan afektif dari skizofrenia karena diyakini bahwa aktivitas yang kurang,

8
terutama pada proyeksi mesokorteks ke korteks prefrontal memediasi gejala
kognitif, negatif dan afektif skizofrenia (Gambar 9-29).

Gambar 9-27A dan B. Jalur Mesokorteks ke korteks Prefrontal dorsolateral.


Jalur dopaminergik utama lainnya adalah jalur dopamin mesokorteks, yang
memproyeksikan impuls dari area tegmental ventral ke korteks prefrontal (A).
Proyeksi impuls saraf, terutama ke korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC)
diyakini terlibat dalam gejala negatif dan kognitif skizofrenia. Dalam kasus ini,
ekspresi gejala-gejala negatif dan kognitif diperkirakan berkaitan dengan
hipoaktivitas jalur mesokorteks ke korteks prefrontal dorsolateral (B).

Menurut teori, meningkatkan dopamin pada jalur dopamin mesokorteks


dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan afektif pada skizofrenia. Namun,
karena dihipotesiskan bahwa juga terdapat kelebihan dopamin di tempat lain di
otak di dalam jalur dopamin mesolimbik, peningkatan dopamin lebih lanjut pada
jalur tersebut akan benar-benar memperburuk gejala positif. Oleh karena itu,
peristiwa keadaan aktivitas dopamin pada otak pasien skizofrenia menghadapi
dilema terapeutik: bagaimana caranya untuk meningkatkan dopamin pada jalur
mesokorteks, sementara pada waktu yang sama, juga mengurangi aktivitas
dopamin di jalur dopamin mesolimbik? Hingga sejauh mana obat-obatan
antipsikotik bisa memberikan solusi terhadap dilema terapeutik ini akan dibahas
di Bab 10.

Jalur Dopamin mesolimbik, perasaan kepuasan atas penghargaan dan gejala


negatif
Fungsi dopamin pada skizofrenia bisa lebih rumit daipada hanya terlalu
tinggi pada area mesolimbik dan terlalu rendah pada area mesokorteks.
Sebaliknya, barangkali lebih baik dopamin disebut mengalami keadaan yang
tidak selaras atau kacau. Pemikiran mengenai penyelarasan neuron ini
dibahas pada Bab 7 dan diilustrasikan dalam gambar 7-25 dan 7-26. Fenomena
yang serupa dapat terjadi pada sistem dopamin mesolimbik, dengan satu bagian

9
neuron dopamin mesolimbik yang tidak selaras dan hiperaktif, yang memediasi
gejala positif, dan bagian lain dari neuron dopamin mesolimbik yang tidak selaras
namun hipoaktif, yang memediasi beberapa gejala negatif dan mekanisme reward
(kepuasan terhadap penghargaan) yang mengalami kerusakan.

Gambar 928A dan B. Jalur Mesokorteks ke korteks prefrontal ventromedial.


Proyeksi dopamin mesokorteks secara spesifik ke korteks prefrontalis
ventromedial (VMPFC) diyakini memediasi gejala negatif dan gejala afektif yang
berkaitan dengan skizofrenia (A). Gejala-gejala ini diyakini merupakan akibat
dari hipoaktivitas jalur ini (B).

Jalur dopamin mesolimbik bukan tempat yang hanya dipostulasikan menjadi


asal dari gejala positif psikosis namun juga diperkirakan menjadi tempat untuk
pusat sistem reward atau pleasure. Bagian jalur dopamin mesolimbik ini dibahas
pada bab selanjutnya mengenai penyalahgunaan zat. Saat seorang pasien dengan
skizofrenia kehilangan motivasi dan ketertarikan dan mengalami anhedonia dan
kurang merasa senang, gejala-gejala tersebut juga dapat melibatkan kurangnya
fungsi jalur dopamin mesolimbik, tidak hanya kurangnya fungsi dalam jalur
dopamin mesokorteks.
Gagasan ini didukung lebih lanjut dengan pengamatan bahwa pasien yang
diobati dengan antipsikotik, terutama antipsikotik konvensional, dapat mengalami
perburukan gejala negatif dan keadaan neurolepsis yang terlihat sangat
menyerupai gejala negatif skizofrenia. Karena korteks prefrontal tidak
mengandung reseptor D2 dalam jumlah besar, hal ini melibatkan kemungkinan
kurangnya fungsi sistem dopamin mesolimbik, yang menyebabkan tidak
adekuatnya mekanisme reward yang terlihat sebagai perilaku seperti anhedonia
dan penyalahgunaan obat serta gejala negatif yang terlihat sebagai kurangnya
penghargaan terhadap interaksi sosial dan kurangnya motivasi umum serta
ketertarikan. Barangkali lebih tingginya insidensi penyalahgunaan zat pada
skizofrenia dibandingkan dengan dewasa nomal, khususnya nikotin namun juga
stimulan dan obat lainnya yang disalahgunakan, dapat dijelaskan sebagian sebagai

10
upaya untuk meningkatkan fungsi pusat kesenangan dopaminergik mesolimbik
yang rusak, yang kemungkinan merupakan harga yang harus dibayarkan dalam
mengaktivasi gejala-gejala positif.

Gambar 9-29. Hipotesis dopamin mesokorteks untuk gejala negatif, kognitif,


dan afektif pada skizofrenia. Hipoaktivitas neuron dopamin pada jalur dopamin
mesokorteks secara teori memediasi gejala kognitif, negatif dan afektif
skizofrenia.

Jalur dopamin nigrostriatal


Jalur dopamin utama lainnya di otak adalah jalur dopamin nigrostriatal,
yang memproyeksikan impuls saraf dari badan sel dopaminergik di substansia
nigra batang otak melalui akson yang berhenti di ganglia basalis atau striatum
(Gambar 9-30). Jalur dopamin nigrostriatal merupakan bagian dari sistem saraf
ekstrapiramidal, dan mengendalikan pergerakan motorik. Defisiensi dopamin pada
jalur ini menyebabkan gangguan pergerakan, termasuk penyakit Parkinson, yang
ditandai dengan rigiditas, akinesia/bradikinesia (yaitu, kurangnya pergerakan atau
melambatnya pergerakan), dan tremor. Defisiensi dopamin di ganglia basalis juga
dapat menimbulkan akatisia (suatu jenis kegelisahan) dan distonia (pergerakan
putar balik atau twisting, khususnya pada wajah dan leher). Gangguan pergerakan
ini juga dapat ditimbulkan oleh obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin-
2 di jalur ini dan akan dibahas secara ringkas di bab 10.
Hiperaktivitas dopamin pada jalur nigrostriatal diperkirakan mendasari
berbagai gangguan pergerakan hiperkinetik seperti korea, diskinesia, dan tik.
Penghambatan reseptor dopamin-2 secara kronis dalam jalur ini dapat
menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik yang dikenal sebagai dikinesia
tardif yang diinduksi obat-obatan neuroleptik. Hal ini juga akan dibahas secara
ringkas di Bab 10. Pada skizofrenia, jalur nigrostriatal pada pasien yang tidak
diobati mungkin secara relatif tetap terlindungi (Gambar 9-30).

11
Gambar 9.30. Jalur dopamin nigrostriatal. Jalur dopamin nigrostriatal
diproyeksikan dari substansia nigra ke ganglia basalis atau striatum. Ini
merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal dan memainkan peran utama
dalam mengatur pergerakan. Saat dalam keadaan kekurangan dopamin, akan
terjadi parkisonisme dengan tremor, rigiditas, dan akinesia/bradikinesia. Saat
dalam keadaan kelebihan DA, akan terjadi pergerakan hiperkinetik seperti tik dan
diskinesia. Pada pasien skizofrenia yang tidak diobati, aktivasi jalur ini diyakini
dalam keadaan normal.

Gambar 9-31. Jalur dopamin tuberoinfundibular. Jalur dopamin


tuberoinfundibular dari hipotalamus ke hipofisis anterior mengatur sekresi
prolaktin ke dalam sirkulasi. Dopamin menghambat sekresi prolaktin. Pada
skizofrenia yang tidak diobati, aktivasi jalur ini diyakini dalam keadaan normal.

Jalur Dopamin Tuberoinfundibular


Neuron dopaminergik yang diproyeksikan dari hipotalamus ke hipofisis
anterior dikenal sebagai jalur dopamin tuberoinfundibular (Gambar 9-31).
Normalnya, neuron ini bersifat aktif dan menghambat pelepasan prolaktin. Pada
keadaan postpartum, bagaimanapun, aktivitas neuron dopamin ini menurun. Oleh
karena kadar prolaktin meningkat selama pemberian ASI, sehingga laktasi akan
terjadi. Jika neuron fungsi neuron dopamin tuberoinfundibular terganggu oleh
kerusakan atau obat-obatan, kadar prolaktin juga dapat meningkat. Peningkatan
kadar prolaktin berkaitan dengan galaktorea (keluarnya sekret dari payudara),
amenorea (tidak adanya ovulasi dan periode menstruasi), dan kemungkinan
permasalahan lain seperti disfungsi seksual. Permasalahan seperti ini dapat terjadi
setelah menjalani pengobatan dengan banyak obat antipsikotik yang menghambat
reseptor dopamin-2 dan akan dibahas lebih lanjut di Bab 10. Pada pasien
skizofrenia yang tidak diobati, fungsi jalur tuberoinfundibular ini secara relatif
masih dapat dipertahankan (Gambar 9-31).

Jalur dopamin Talamus

12
Jalur dopamin yang menginervasi talamus pada kera baru-baru ini telah
dijelaskan. Jalur ini muncul dari berbagai tempat, termasuk substansia grisea
periakuaduktus, bagian ventral mesensefalon, berbagai nukleus hipotalamus, dan
nukleus parabrakhial lateral (Gambar 9-24). Fungsinya masih di bawah penelitian
namun kemungkinan terlibat dalam mekanisme tidur dan gairah dengan
menggerbangi informasi yang melalui talamus ke korteks dan ke area otak
lainnya. Tidak ada bukti pada saat ini yang mendukung kelainan fungsi jalur
dopamin ini pada skizofrenia.

Hipotesis dopamin terpadu mengenai skizofrenia


Dengan menggabungkan semua informasi ini, hipotesis dopamin terpadu
mengenai skizofrenia berupaya untuk menjelaskan semua gejala utama penyakit
ini melalui disregulasi baik itu jalur dopamin mesolimbik maupun jalur dopamin
mesokorteks, dengan fungsi fungsi jalur nigrostriatal, tuberoinfundibular, dan
talamus yang secara relatif masih terlindungi (Gambar 9-32). Secara spesifik,
gejala positif psikosis dihipotesiskan diakibatkan oleh neuron dopamin
mesolimbik yang hiperaktif, dan gejala negatif, kognitif dan afektif skizofrenia
dihipotesiskan diakibatkan oleh aktivitas neuron dopamin mesokortikal dan
proyeksinya ke korteks prefrontalis yang hipoaktif (Gambar 9-32). Neuron
dopamin mesolimbik yang kurang aktif juga dapat berkontribusi terhadap gejala
negatif terkait reward pada skizofrenia.

Glutamat
Dalam beberapa tahun terakhir, neurotransmiter glutamat telah berhasil
mendapatkan peran utama secara teoritis pada patofisiologi skizofrenia. Sekarang
neurotransmiter ini juga merupakan target agen-agen psikofarmaka terbaru untuk
penatalaksanaan skizofrenia di masa yang akan datang. Untuk memahami teori
mengenai glutamat pada skizofrenia, bagaimana kerusakan sistem glutamat dapat
mempengaruhi sistem dopamin pada skizofrenia, dan bagaimana sistem glutamat
bisa menjadi target penting dari obat terapeutik terbaru untuk skizofrenia, penting
untuk mengulas pengaturan transmisi neurotransmiter glutamat. Glutamat

13
merupakan neurotransmiter eksitatorik utama di sistem saraf pusat dan kadangkala
dianggap sebagai master switch otak, karena neurotransmiter ini dapat
mengeksitasi dan benar-benar menghidupkan semua neuron sistem saraf pusat.
Sintesis, metabolisme, pengaturan reseptor dan jalur glutamat utama oleh karena
itu sangat berguna terhadap fungsi otak dan akan dibahas disini.

Sintesis Glutamat
Glutamat atau asam glutamat merupakan neurotransmiter yang merupakan
asam amino. Kegunaan utamanya bukanlah sebagai neurotransmiter namun
sebagai kompleks penyusun asam amino untuk biosintesis protein. Saat digunakan
sebagai neurotransmitter, glutamat disintesis dari glutamin di dalam sel-sel glia,
yang juga membantu dalam mendaur ulang dan membentuk glutamat kembali
dengan lebih banyak setelah terjadi pelepasan glutamat selama transmisi
neurotransmiter. Jadi, pertama-tama glutamat dilepaskan dari vesikel sinaps yang
menyimpan neurotransmiter ini dalam neuron glutamatergik, dan pada tahap
kedua, glutamat dibawa masuk ke dalam sel glia yang berdekatan melalui pompa
reuptake yang dikenal sebagai transporter asam amino eksitatorik (EAAT)
(Gambar 9-33A). Neuron glutamat presinaps dan tempat neurotransmisi glutamat
postsinaps kemungkinan juga mengandung EAAT (tidak diperlihatkan di gambar),
namun EAAT ini tidak terlihat memainkan peran yang sepenting mendaur ulang
dan membentuk ulang glutamat seperti EAAT pada sel-sel glia (Gambar 9-33A).
EAAT dibahas dalam Bab 4 dan diilustrasikan dalam Gambar 4-11 dan subtipe
EAAT 1 hingga 5 disajikan pada Tabel 4-2.

Gambar 9-32. Hipotesis dopamin terpadu mengenai skizofrenia. Sebagian


besar gejala yang berhubungan dengan skizofrenia dapat dijelaskan oleh adanya
disregulasi pada jalur dopamin; Secara spesifik oleh hiperaktivitas jalur dopamin
mesolimbik (gejala positif), hipoaktivitas jalur dopamin mesokorteks ke korteks
prefrontal dorsolateral (DLPFC) (gejala kognitif dan negatif), dan hipoaktivitas
jalur dopamin mesokorteks ke korteks prefrontal ventromedial (VMPFC) (gejala
afektif dan negatif). Jalur nigrostriatal dan tuberoinfundibular, meskipun

14
dipengaruhi oleh antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia,
diyakini berada dalam keadaan normal pada skizofrenia yang tidak diobati.

Selanjutnya, glutamat dikonversi menjadi glutamin di dalam sel-sel glia


oleh enzim yang dikenal sebagai glutamin sintetase (panah 3 dalam gambar 9-
33B). Glutamin dilepaskan dari sel-sel glia melalui transportasi balik oleh pompa
atau transporter yang dikenal sebagai transporter asam amino netral spesifik
(SNAT glia dan panah 4 dalam Gambar 9-33C). Glutamin mungkin juga
ditransportasikan keluar dari sel glia oleh transporter kedua yang dikenal sebagai
transporter alanin-serin-sistein glia, atau ASC-T (tidak diperlihatkan). Saat SNAT
dan ASC-T glia bekerja ke arah dalam, maka transporter akan mengangkut
glutamin dan asam amino lain ke dalam sel glia. Disini, transporter ini dibalikkan,
sehingga glutamin dapat keluar dari sel glia dan menaiki tumpangan ke dalam
neuron melalui jenis SNAT neuronal yang berbeda yang bekerja ke arah dalam
dengan sebuah proses reuptake (panah 5 dalam gambar 9-33C).
Saat telah berada di dalam neuron, glutamin dikonversikan menjadi
glutamat oleh enzim di dalam mitokondria yang disebut glutaminase (panah 6
dalam Gambar 9-33D). Glutamat kemudian diangkut ke dalam vesikel sinaps
melalui transporter glutamat vesikel (vGluT, panah 7 dalam Gambar 9-33D),
dimana glutamat disimpan untuk pelepasan selanjutnya selama neurotransmisi.
vGluT dibahas dalam Bab 4 dan diilustrasikan dalam Gambar 4-11; subtipenya
disajikan dalam Tabel 4-3.

Gambar 9-33A. Glutamat didaur ulang dan dibentuk kembali, bagian 1.


Setelah pelepasan glutamat dari neuron presinaps (1), maka ia akan dibawa masuk
ke dalam sel glia melalui EAAT, atau transporter asam amino eksitatorik (2).

Gambar 9-33B. Glutamat didaur ulang dan dibentuk ulang, bagian 2. Saat
telah berada di dalam sel glia, glutamat dikonversi menjadi glutamin oleh enzim
glutamin sintetase (3).

15
Gambar 9-33C. Glutamat didaur ulang dan dibentuk ulang, bagian 3.
Glutamin dilepaskan dari sel glia oleh transporter asam amino netral spesifik
(SNAT gla) melalui proses transportasi balik (4), dan kemudian diambil oleh
SNAT pada neuron glutamat (5).

Gambar 9-33D. Glutamat didaur ulang dan dibentuk ulang, bagian 4.


Glutamin dikonversikan menjadi glutamat dalam neuron glutamat presinaps oleh
enzim glutaminase (6) dan dibawa masuk ke dalam vesikel sinaps oleh transporter
glutamat vesikel (vGluT), dimana glutamat disimpan untuk pelepasan di masa
yang akan datang

Setelah dilepaskan, kerja glutamat tidak dihentikan oleh pemecahan


enzimatik, seperti pada sistem neurotransmiter lain, namun melalui penyingkiran
oleh EAAT pada neuron atau glia, dan keseluruhan siklus dimulai kembali
(Gambar 9-33A hingga D).

Sintesis kotransmiter glutamat, yaitu glisin dan d-serin


Sistem glutamat sangat menimbulkan pertanyaan karena salah satu reseptor
utama untuk glutamat membutuhkan kotransmiter selain glutamat untuk dapat
berfungsi. Reseptor tersebut adalah reseptor NMDA, yang dijelaskan di bagian
berikut, dan kotransmiter itu apakah berupa asam amino glisin (Gambar 9-34),
atau asam amino lainnya yang sangat berkaitan dengan glisin, yang dikenal
sebagai d-serin (Gambar 9-35).

Gambar 9-34. Proses untuk menghasilkan kotransmiter reseptor NMDA (N-


methyl-d-aspartate), yaitu glisin. Kerja glutamat pada reseptor NMDA
bergantung secara sebagian pada adanya kotransmiter, apakah itu glisin atau d-
serin. Glisin dapat diperolah secara langsung dari asam amino yang berasal dari
diet dan diangkut ke dalam sel glia apakah itu oleh transporter glisin (Glyt1) atau
oleh transporter asam amino netral spesifik (SNAT). Glisin juga dapat dihasilkan
baik pada neuron glisin maupun di dalam sel-sel glia. Neuron glisin hanya

16
menyediakan sejumlah kecil glisin pada sinaps glutamat, karena sebagian besar
glisin yang dilepaskan oleh neuron glisin hanya digunakan pada sinaps glisin dan
kemudian dibawa kembali ke dalam neuron glisin presinaps melalui transporter
glisin 2 (GLY-T2) sebelum sejumlah besar glisin dapat menyebar ke sinaps
glutamat. Glisin yang dihasilkan oleh sel-sel glia memainkan peran yang lebih
besar pada sinaps glutamat. Glisin dihasilkan di dalam sel-sel glia saat asam
amino I-serin dibawa masuk ke dalam sel-sel glia melalui transporter i-serin (I-
SER-T) dan kemudian dikonversikan menjadi glisin oleh enzim serin
hidroksimetil transferase (SHMT). Glisin dari sel-sel glia dilepaskan ke dalam
sinaps glutamat melalui transportasi balik oleh transporter glisin 1 (GLY-T1).
Glisin ekstraseluler kemudian diangkut kembali ke dalam sel-sel glia melalui
sebuah pompa reuptake, yang bernama GLY-T1.

Gambar 9-35. Proses untuk menghasilkan kotransmiter reseptor NMDA, d-


serin. Glutamat membutuhkan keberadaan apakah itu glisin atau d-serin pada
reseptor N-Methyl-d-aspartate (NMDA) untuk dapat mengerahkan efeknya
disana. Pada sel-sel glia, enzim serin racemase mengonversi i-serin menjadi d-
serin, yang kemudian dilapaskan ke dalam sinaps glutamat melalui transportasi
balik pada transporter d-serin sel glia (glial-d-SER-T). Keberadaan I-serin pada
sel glia merupakan akibat dari apakah itu adanya pengangkutan I-serin ke dalam
sel glia melalui transporter i-serine (I-SER-T) atau konversinya menjadi i-serin
dari glisin oleh enzim serin hidroksi metil transferase (SHMT). Saat d-serin
dilapaskan ke dalam sinaps, asam amino ini kembali masuk ke dalam sel glia oleh
pompa reuptake, yang disebut d-SER-T. Kelebihan d-serine di dalam sel glia
dapat dihancurkan oleh enzim d-asam amino oksidase (DAO), yang mengoversi
d-serin menjadi hidroksipiruvat (OH-pyruvate).

Glisin tidak diketahui dapat disintesis oleh neuron glutamat, sehingga


neuron glutamat harus mendapatkan glisin yang mereka perlukan untuk reseptor
NMDA nya baik dari neuron glisin ataupun dari sel-sel glia (Gambar 9-34).
Neuron glisin melepaskan glisin, namun neuron ini hanya menyumbangkan

17
sejumlah kecil glisin untuk sinaps glutamat, karena glisin tidak mampu menyebar
sangat jauh dari neuron glisin yang berdekatan karena glisin yang dilepaskan oleh
neuron-neuron glisin ini diambil dan dibawa masuk kembali ke dalam neuron-
neuron tersebut oleh suatu jenis pompa reuptake glisin yang dikenal sebagai
transporter glisin tipe 2 atau Gly-T2 (Gambar 9-34).
Oleh karena itu, sel-sel glia yang berdekatan diperkirakan merupakan
sumber dari sebagian besar glisin yang tersedia untuk sinaps glutamat. Glisin itu
sendiri dapat dibawa masuk ke dalam sel-sel glia dari ruang ekstraseluler atau
aliran darah oleh transporter glisin tipe 1, atau Gly-T2 (Gambar 9-34). Glisin juga
dapat bawa masuk ke dalam sel-sel glia oleh sebuah SNAT glia. Saat ini glisin
tidak diketahui dapat disimpan di dalam vesikel sinaps sel-sel glia, namun
sebagaimana yang akan kita pelajari di bagian berikut, neurotransmiter rekannya,
yaitu d-serin diperkirakan disimpan di dalam beberapa jenis vesikel sinaps di
dalam sel-sel glia. Meskipun demikian, glisin di sitoplasma sel-sel glia,
bagaimanapun juga, tersedia untuk pelepasan ke dalam sinaps, dan glisin ini
keluar dari dari sel glia ke masuk dalam sinaps glutamat dengan mengendarai
transporter balik Gly-T1 (Gambar 9-34). Saat telah berada diluar, glisin dapat
kembali ke dalam sel glia melalui sebuah Gly-T1 yang mengarah ke arah dalam,
yang berfungsi sebagai pompa reuptake dan merupakan mekanisme utama yang
bertanggung jawab untuk menghentikan kerja glisin sinaps (Gambar 9-34).
Selanjutnya, pada bab 10, kita akan membahas penatalaksanaan terbaru untuk
skizofrenia yang meningkatkan kerja glisin sehingga meningkatkan pula kerja
glutamat pada reseptor NMDA; penatalaksanaan ini masih dalam proses
percobaan dan memasukkan penghambat transporter glisin utama yaitu Gly-T1.
Glisin juga dapat disintesis dari asam amino l-serin, yang berasal dari ruang
ekstraseluler, aliran darah, dan diet; dibawa masuk ke dalam sel glia oleh
transporter l-serin (SER-T); dan konversi dari l-serin menjadi glisin oleh enzim
glia, yaitu serin hidroksi metil transferase (SHMT) (Gambar 9-34). Enzim ini
bekerja dalam dua arah, baik itu mengonversi l-serin menjadi glisin maupun
mengonversi glisin menjadi l-serin.

18
Bagaimana kotransmiter d-serin diproduksi? D-serin merupakan asam
amino yang jarang ditemukan karena merupakan asam amino-d, sementara dua
puluh asam amino esensial yang diketahui semuanya adalah asam amino-l,
termasuk gambar cerminan dari d-serin, yaitu asam amino l-serin. Merupakan
suatu kebetulan bahwa d-serin memiliki afinitas yang tinggi pada posisi glisin di
reseptor NMDA dan bahwa sel-sel glia dilengkapi dengan enzim-enzim yang
dapat mengonversi l-serin biasa menjadi asam amino yang dapat menjadi
neurotransmiter d-serin dengan menggunakan enzim yang dapat bekerja bolak
balik antara d-serin dan l-serin yang dikenal sebagai d-serin racemase (Gambar 9-
35). Oleh karena itu, d-serin dapat berasal apakah itu dari glisin ataupun dari l-
serin, yang keduanya dapat dibawa ke dalam sel-sel glia melalui transporter
mereka masing-masing. Glisin dikonversikan menjadi l-serin oleh enzim SHMT
dan l-serin dikonversikan menjadi d-serin oleh enzim d-serin racemase (Gambar
9-35). Menariknya, d-serin yang baru dihasilkan dapat disimpan dalam beberapa
jenis vesikel di sel-sel glia untuk pelepasan selanjutnya pada melalui d-serin glia
balik (atau d-SER-T) yang berfungsi untuk neurotransmisi pada sinaps glutamat
yang mengandung reseptor NMDA. Kerja d-serin tidak hanya dihentikan oleh
ambilan kembali pada sinaps melalui d-SER-T glia yang bekerja ke arah dalam
namun juga oleh enzim d-asam amino oksidase (DAO), yang mengonversi d-serin
menjadi hidroksipiruvat (Gambar 9-35). Di bagian bawah akan dibahas mengenai
aktivator DAO yang diciptakan oleh otak, yang tidak mengherangkan dikenal
sebagai aktivator d-asam amino oksidase (DAOA). Gen yang membuat DAOA
bisa menjadi salah satu gen regulator yang penting, yang berkontribusi terhadap
basis genetik skizofrenia, sebagaimana yang dijelaskan di bawah pada bagian
hipotesis perkembangan sistem saraf skizofrenia.

Reseptor Glutamat
Terdapat beberapa jenis reseptor glutamat (Gambar 9-36 dan Tabel 9-11),
yang terdiri atas pompa reuptake presinaps neuron (transporter asam amino
eksitatorik, atau EAAT) dan transporter vesikel untuk glutamat ke dalam vesikel
sinaps (vGluT). Reseptor lain yang terlihat juga pada neuron presinaps serta pada

19
neuron postsinaps adalah reseptor glutamat metabotropik (Gambar 9-36).
Reseptor glutamat metabotropik berkaitan dengan protein G. Reseptor-reseptor
yang berkaitan dengan protein G dibahas dalam Bab 4.
Setidaknya terdapat empat subtipe reseptor glutamat metabotropik, yang
dimasukkan ke dalam tiga kelompok yang terpisah (Tabel 9-11). Penelitian
menyatakan bahwa reseptor metabotropik untuk kelompok II dan III dapat muncul
di presinaps, dimana reseptor ini berfungsi sebagai autoreseptor yang
menghambat pelepasan glutamat (Gambar 9-37). Oleh karena itu, obat-obatan
yang memicu autoreseptor presinaps ini sebagai suatu obat yang bekerja agonis
dapat mengurangi pelepasan glutamat dan bisa berpotensi berguna sebagai
antikonvulsan dan penstabil mood dan juga sebagai pelindung terhadap
eksitotoksisitas glutamat, sebagaimana yang dijelaskan di bagian bawah. Reseptor
glutamat metabotropik kelompok I sebagian besar bisa berada di postsinaps,
dimana reseptor ini dihipotesiskan berinteraksi dengan reseptor glutamat
postsinaps lainnya untuk mempermudah dan memperkuat respon yang dimediasi
oleh reseptor kanal ion yang diaktivasi oleh ligan untuk glutamat selama
neurotransmisi glutamatergik eksitatorik (Gambar 9-36; lihat juga gambar 5-43A,
B, dan C).

Gambar 9-36. Reseptor glutamat. Yang diperlihatkan disini adalah reseptor


untuk glutamat yang mengatur neurotransmisinya. Transporter asam amino
eksitatorik (EAAT) berada di presinaps dan bertanggung jawab untuk mengatasi
kelebihan glutamat pada sinaps. Transporter vesikel untuk glutamat (v-Glu-T)
mengangkut glutamat ke dalam vesikel sinaps, dimana glutamat disimpan hingga
penggunaannya pada transmisi neurotransmiter di masa yang akan datang.
Reseptor glutamat metabotropik (berkaitan dengan protein G) dapat muncul
apakah itu di presinaps atau postsinaps. Tiga jenis reseptor glutamat postsinaps
dikaitkan dengan kanal ion, dan dikenal sebagai kanal ion yang diaktivasi oleh
ligan; reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA), reseptor asam alfa amino-3-hidroksi-
5-metil-4isoksazolepropionik (AMPA), dan reseptor kainate, semuanya dinamai
sesuai dengan agonis yang berikatan dengannya.

20
Reseptor NMDA, AMPA (asam alfa-amino-3-hidroksi-5metil-4isoksazole
propionat), dan kainate untuk glutamat, dinamakan sesuai dengan agonis yang
secara selektif berikatan padanya, yang semuanya merupakan reseptor anggota
famili kanal ion yang diaktivasi oleh ligan (Gambar 9-36 dan Tabel 9-11). Kanal
ion yang diaktivasi ligan ini juga dikenal sebagai reseptor ionotropik atau reseptor
yang berkaitan dengan kanal ion (dibahas dalam Bab 5 dan diperlihatkan dalam
Gambar 5-24, 5-25, dan 5-43A, B dan C). Semuanya reseptor ini cenderung
berada di postsinaps dan bekerja bersama untuk memodulasi transmisi
neurotransmiter postsinaps eksitatorik yang dipicu oleh glutamat. Secara spesifik,
reseptor AMPA dan kainat bisa memediasi transmisi neurotransmiter eksitatorik
yang cepat, yang memungkinkan natrium untuk memasuki neuron dan
mendepolarisasinya (lihat Gambar 5-25 dan 5-43).

Tabel 9-11 Jenis Reseptor Glutamat


Metabotropik
Kelompok I mGluR1
mGluR5
Kelompok II mGluR2
mGluR3
Kelompok III mGluR4
mGluR6
mGluR7
mGluR8
Ionotropik (Kanal ion yang diaktivasi ligan; reseptor yang terkait kanal ion
Kelas Fungsional Famili gen Agonis Antagonis
AMPA GluR1 Glutamat
GluR2 AMPA
GluR3 Kainat
GluR4
Kainat GluR5 Glutamat
GluR6 Kainat
GluR7
KA1
KA2
NMDA NR1 Glutamat
NR2A Aspartat
NR2B NMDA MK801
NR2C Ketamine

21
NR2C PCP (fensiklidin)
NR2D

Reseptor NMDA pada keadaan istirahat normalnya dihambat oleh


magnesium, yang menyumbat kanal kalsiumnya (Gambar 5-24 dan 5-43).
Reseptor NMDA merupakan suatu jenis pendeteksi koinsidensi yang menarik,
yang dapat membuka dan membiarkan kalsium masuk ke dalam neuron untuk
memicu aksi transmisi neurotransmiter glutamat postsinaps hanya saat tiga hal
terjadi secara bersamaan: glutamat menduduki tempat ikatannya pada reseptor
NMDA, glisin atau d-serin berikatan dengan tempatnya pada reseptor NMDA,
dan depolarisasi terjadi, yang memungkinkan penyingkiran sumbatan magnesium
(Gambar 5-25 dan 5-43). Beberapa dari banyak impuls penting oleh reseptor
NMDA yang teraktivasi saat kanal kalsium NMDA terbuka tidak hanya mencakup
potensiasi jangka panjang dan plastisitas sinaps namun juga eksitotoksisitas,
sebagaimana yang dijelaskan di bagian selanjutnya di dalam Bab ini.

Jalur glutamat utama di otak dan hipotesis hipofungsi reseptor NMDA pada
skizofrenia
Glutamat merupakan neurotransmitter eksitatorik yang terdapat dimana-
mana, yang terlihat mampu mengeksitasi hampir semua neuron di dalam otak;
itulah mengapa ia disebut sebagai master switch. Meskipun demikian, terdapat
beberapa jalur glutamanergik spesifik yang terutama berkaitan dengan
psikofarmakologi dan khususnya terhadap patofisiologi skizofrenia (Gambar 9-
38). Lima jalur ini semuanya berkaitan dengan neuron piramidalis glutamanergik
di korteks prefrontal.

Gambar 9-36A dan B. Autoreseptor glutamat metabotropik. Reseptor


glutamat metabotropik kelompok II dan II yang berada di postsinaps sebagai
autoreseptor untuk meregulasi pelepasan glutamat. Saat glutamat dibentuk di
sinaps (A), glutamat ini tersedia untuk berikatan dengan autoreseptor, yang
kemudian menghambat pelepasan glutamat (B).

22
Jalur Glutamat Kortikobulbar otak dan Hipofungsi reseptor NMDA pada
skizofrenia
Jalur glutamanergik descending yang sangat penting diproyeksikan dari
neuron piramidalis korteks yang sebagian besar pada lamina ke-5 (lihat gambar 7-
22) ke pusat neurotransmiter batang otak, yang mencakup raphe untuk serotonin,
area ventral tegmental (VTA) dan substansia nigra untuk dopamin, dan locus
coeruleus untuk norepinefrin (jalur a pada gambar 9-38).

Gambar 9-38. Lima jalur glutamat di otak. Meskipun glutamat pada


hakekatnya bisa bekerja pada semua neuron di otak, terdapat lima jalur glutamat
yang terutama berkaitan dengan skizofrenia. (a) Proyeksi glutamat kortikobulbar
merupakan jalur descending yang diproyeksikan dari neuron piramidalis korteks
di korteks prefrontalis ke pusat neurotransmiter batang otak (raphe, locus
coeruleus, area ventral tegmental, substansia nigra) dan mengatur pelepasan
neurotransmiter. (b) Jalur glutamanergik descending lainnya diproyeksikan dari
korteks prefrontalis ke striatum (jalur glutamat kortikostriatal) dan ke nukleus
accumbens (jalur glutamat kortikoaccumbens), dan membentuk bagian
kortikostriatal dari lengkung kortiko-striatal-talamus. (c). Jalur glutamat
talamokortikal merupakan jalur yang naik dari talamus dan menginervasi neuron
piramidalis di korteks. (d). Jalur glutamat kortikotalamus turun dari korteks
prefrontalis ke talamus. (e) Neuron piramidalis intrakortikal dapat berkomunikasi
satu sama lainnya melalui neurotransmiter glutamat. Jalur-jalur ini dikenal sebagai
jalur glutamanergik kortikokortikal.

Jalur ini merupakan proyeksi glutamat kortikobulbar dan merupakan pengatur


utama pelepasan neurotransmiter. Secara spesifik, jalur glutamat kortikobulbar
descending ini normalnya bertindak sebagai sebuah rem untuk jalur dopamin
mesolimbik. Jalur ini melakukan aktivitas ini dengan cara berhubungan dengan
neuron dopamin melalui interneuron GABA inhibitorik di VTA (Gambar 9-39-A).
Hal ini normalnya menyebabkan inhibisi kuat pelepasan dopamin dari jalur
mesolimbik (Gambar 9-39A).

23
Hipotesis terbaru yang paling banyak mengenai skizofrenia melibatkan
reseptor NMDA pada jalur ini. Hipotesis mengenai hipofungsi reseptor NMDA
pada skizofrenia muncul dari pengamatan bahwa saat reseptor NMDA
dihipofungsikan oleh antagonis reseptor NMDA fenisiklidin (PCP), akan terjadi
keadaan psikotik pada manusia normal yang sangat serupa dengan gejala positif
skizofrenia, meliputi halusinasi dan delusi. Pada pengamatan yang lebih kecil,
antagonis reseptor NMDA yaitu ketamin juga dapat menimbulkan psikosis pada
orang normal yang menyerupai skizofrenia.
Pengamatan tersebut telah mengarahkan pada hipotesis bahwa reseptor
NMDA khususnya pada proyeksi glutamat kortikobulbar kemungkinan dalam
keadaan hipoaktif pada skizofrenia yang tidak diobati dan oleh karena itu tidak
dapat melakukan perannya untuk menghambat neuron dopamin mesolimbik
dengan kuat. Saat hal ini terjadi, terjadi hiperaktivitas dopamin mesolimbik. Hal
ini secara teori merupakan akibat dari hipoaktivitas glutamat kortikobulbar pada
reseptor NMDA (Gambar 9-39B).

Gambar 9-39A dan B. Hipotesis hipofungsi reseptor NMDA dan gejala positif
skizofrenia. (A) Proyeksi glutamat kortikobulbar berhubungan dengan jalur
dopamin mesolimbik melalui interneuron asam gamma aminobutirat (GABA) di
area ventral tegmental. Glutamat eksitatorik menstimulasi reseptor N-metil-d-
aspartat (NMDA) pada interneuron, yang menyebabkan pelepasan GABA, dan
GABA, selanjutnya akan menghambat pelepasan dopamin dari jalur dopamin
mesolimbik: oleh karena itu jalur descending dari glutamanergik normalnya
bertindak sebagai rem untuk jalur dopamin mesolimbik. (B) Jika reseptor NMDA
pada proyeksi glutamat kortikobulbar berada dalam keadaan hipoaktif, maka efek
penurunan efek inhibisi kuat jalur dopamin mesolimbik tidak akan terjadi, yang
menyebabkan hiperaktivitas jalur ini. Ini merupakan dasar biologis teoritik untuk
hiperaktivitas dopamin mesolimbik yang diperkirakan berkaitan dengan gejala
positif psikosis.

24
Oleh karena itu hipotesis dopamin mesolimbik untuk gejala positif
skizofrenia yang diperlihatkan dalam gambar 9-25 dan 9-26 dapat dijelaskan oleh
hipotesis mengenai hipofungsi reseptor NMDA pada skizofrenia yang
diperlihatkan dalam gambar 9-39. Yang artinya, hiperaktivitas dopamin
mesolimbik yang menimbulkan gejala positif skizofrenia sebenarnya
kemungkinan merupakan akibat dari hipoaktivitas reseptor NMDA pada proyeksi
glutamat kortikobulbar, sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 9-39.
Apa yang sangat menarik mengenai hipotesis hipofungsi reseptor NMDA
pada skizofrenia adalah bahwa tidak seperti amfetamin yang hanya mengaktifkan
gejala positif, PCP juga menyerupai gejala kognitif, negatif dan afektif
skizofrenia. Yang artinya, manusia normal yang mengonsumsi PCP dan
menjadikan reseptor NMDA dalam keadaan hipofungsi reseptor tidak hanya
mengalami gejala positif seperti delusi dan halusinasi, namun juga mengalami
gejala afektif seperti afek tumpul, gejala negatif seperti penarikan diri dari
lingkungan sosial, dan gejala kognitif seperti kelainan fungsi kognitif.

Gambar 9-40A dan B. Hipotesis hipofungsi reseptor NMDA dan gejala


negatif, kognitif dan afektif skizofrenia. (A) Proyeksi glutamat kortikobulbar
berhubungan secara langsung dengan jalur dopamin mesokortikal di area ventral
tegmental, yang normalnya menyebabkan eksitasi kuat (B) Jika reseptor N-metil-
d-aspartat (NMDA) pada proyeksi glutamat kortikobulbar bersifat hipoaktif,
eksitasi kuat di daerah ini akan hilang dan jalur dopamin mesokorteks menjadi
hipoaktif, yang secara potensial menjelaskan gejala kognitif, negatif dan afektif
pada skizofrenia.

Pengamatan klinis tambahan ini telah menciptakan gagasan bahwa reseptor


NMDA pada proyeksi glutamat kortikobulbar yang meregulasi jalur dopamin
mesokorteks kemungkinan juga berada dalam kedaan hipoaktif pada pasien
skizofrenia.
Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Normalnya, neuron glutamat
kortikobulbar descending bertindak sebagai akselerator neuron dopamin

25
mesokorteks. Tidak seperti aksi neuron glutamat kortikobulbar pada neuron
dopamin mesolimbik yang diperlihatkan dalam Gambar 9-39A, dimana neuron ini
bekerja melalui interneuron GABA penghubung, neuron glutamat kortikobulbar
bersinaps secara langsung pada neuron dopamin tersebut di area ventral tegmental
yang diproyeksikan ke korteks, sehingga neuron ini disebut neuron dopamin
mesokortikal (Gambar 9-40A). Hal ini berarti bahwa neuron glutamat
kortikobulbar normalnya berfungsi sebagai akselerator neuron dopamin
mesokorteks; oleh karena itu neuron ini mengeksitasinya dengan kuat (Gambar 9-
40A).
Akibat dari sirkuit neuronal ini adalah bahwa saat proyeksi kortikobulbar ke
neuron dopamin mesokorteks telah mengalami hipoaktivitas reseptor NMDA,
maka mereka neuron ini akan kehilangan dorongan eksitatoriknya dan menjadi
hipoaktif, sebagaimana yang terlihat pada gambar 9-40B. Hal ini dihipotesiskan
dapat menjelaskan mengapa neuron dopamin menjadi hipoaktif sehingga dapat
menjelaskan hubungannya terhadap gejala kognitif, negatif dan afektif
skizofrenia, sebagaimana yang terlihat dalam Gambar 9-27B, 9-28B, dan 9-29.

Jalur Glutamat Kortikostriatal


Output glutamatergik descending kedua dari neuron-neuron piramidalis
yang mengarah pada striatum diperlihatkan sebagai jalur b dalam Gambar 9-38.
Jalur ini dikenal sebagai jalur glutamat kortikostriatal saat diproyeksikan ke
striatum itu sendiri atau jalur kortikoaccumbens saat diproyeksikan ke area
spesifik ventral striatum yang dikenal sebagai nucleus accumbens. Pada kedua
kasus yang disebutkan diatas, jalur ini berasal dari neuron-neuron piramidalis di
lamina ke-5 korteks (Gambar 7-22). Jalur kortikostriatal ini merupakan cabang
pertama dari putaran kortiko-striatal-talamus-kortikal (CSTC), yang merupakan
penggerak atau mesinn otak untuk output perilaku dan fungsional, bagian ini
dibahas dalam Bab 7 dan diilustrasikan dalam Gambar 7-16 hingga 7-21.
Normalnya, proyeksi glutamat kortikostriatal ke striatum terhenti pada
neuronneuron GABA di striatum (nomor 1 dalam Gambar 9-41A), yang
kemudian diproyeksikan ke talamus (nomor 2 dalam Gambar 9-41A). Di talamus,

26
neuron GABA ini menciptakan sebuah filter sensorik untuk mencegah terlalu
banyak lalu lintas sensorik yang masuk ke dalam talamus untuk terlepas ke
korteks, dimana hal ini dapat membingungkan atau membanjiri pengolahan
informasi di korteks (panah 3 dalam Gambar 9-41A).
Fungsi dopamin dalam putaran CSTC ini adalah untuk menghambat
proyeksi neuron GABA ke talamus, sehingga mengurangi efektivitas filter
talamus (Gambar 9-41B). Dopamin ini melawan input eksitatorik glutamat yang
diproyeksikan dari kortikostriatal ke striatum (Gambar 9-41A dan B).

Jalur Glutamat talamokortikal


Jalur glutamat ascending dimulai dari talamus dan menginervasi neuron-
neuron piramidalis dan dikenal sebagai jalur talamokortikal (jalur c dalam gambar
9-38). Ini merupakan cabang balik dari putaran CDTC (lihat Gambar 7-16 hingga
7-21), yaitu dari talamus ke korteks, dan tidak hanya menyediakan umpan balik
pada sel piramidalis asalnya, yaitu sel-sel penggerak atau sel mesin di korteks
dari pengolahan informasi yang terjadi di putaran CSTC (lihat nomor 3 pada
Gambar 9-41A), namun juga menginput ke sejumlah neuron piramidalis lain
secara menyebar di seluruh korteks dan putaran CSTC nya (lihat panah 3 dalam
Gambar 9-41C). Filter talamus yang berfungsi dengan baik akan menghambat
terlalu banyak input sensorik yang menembus talamus ke korteks, sehingga
pengolahan informasi dapat berlangsung dengan cara rapi dan sesuai (Gambar 9-
41C).
Bagaimana hipofungsi dari reseptor NMDA dapat mempengaruhi
pengolahan informasi di putaran CSTC? Pertama, saat jalur glutamat
kortikobulbar descending memiliki reseptor NMDA yang dalam keadaan
hipofungsi di area ventral tegmental, akan tercipta hiperaktivitas dopamin
mesolimbik dan gejala positif psikosis, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
dan diilustrasikan dalam gambar 9-39B. Pengaruh hal ini terhadap putaran CSTC
diperihatkan dalam Gambar 9-41D, dimana hiperaktivitas dopamin mengurangi
filter talamus dan memungkinkan pelepasan informasi sensorik yang berlebihan

27
yang masuk ke talamus, sehingga memungkinkannya untuk masuk ke korteks
melalui jalan neuron talamus ascending.
Jika keadaan ini tidak cukup buruk, terdapat hipotesis mengenai hipofungsi
reseptor NMDA pada jalur glutamat kortikostriatal descending pula (Gambar 9-
41E). Hal ini mengurangi dorongan eksitatorik pada neuron GABA yang
menciptakan filter talamus. Digabungkan dengan kelebihan dopamin yang berasal
dari neuron mesolimbik, filter talamus mengalami kegagalan, dan terlalu banyak
informasi yang keluar secara menyebar ke korteks, dimana hal ini dapat
menyebabkan manifestasi halusinasi atau juga dapat menciptakan gejala akibat
kelainan pada korteks lainnya seperti gejala kognitif, afektif, dan negatif
skizofrenia (Gambar 9-41E).

Jalur Glutamat Kortikotalamus


Jalur glutamanergik descending ketiga, yang sebagian besar berasal dari
lamina ke-6 di korteks (Gambar 7-22), diproyeksikan secara langsung ke
thalamus, dimana ia dapat memberikan input sensorik atau jenis lainnya (jalur d
dalam Gambar 9-38).

Gambar 9-41. Putaran kortiko-striatal-thalamus-korteks menciptakan filter


sensorik talamus. Neuron glutamanergik menurun dari korteks prefrontal ke
striatum (1), dimana neuron ini terhenti pada neuron asam gamma aminobutirat
(GABA) yang diproyeksikan ke talamus. Pelepasan GABA di talamus
menciptakan filter sensorik yang mencegah terlalu banyaknya informasi sensorik
yang berjalan melalui talamus untuk mencapai korteks, yang mencakup umpan
balik neuron glutamat thalamokortikal yang kembali mengarah ke neuron
piramidalis korteks asalnya (3).

Jalur ini dikenal sebagai jalur kortikotalamus. Gambar 9-41C, D, dan E


mewakili beberapa input sensorik yang sampai ke thalamus. Hipofungsi reseptor
NMDA pada tingkatan ini dapat menyebabkan disregulasi informasi yang sampai
ke korteks dikarenakan kelebihan muatan sensorik dan input glutamat korteks

28
yang tidak berfungsi dengan baik secara langsung ke filter thalamus (Gambar 9-
41E).

Gambar 9-41B. Dopamin mengurangi filter talamus. Input dopaminergik ke


nukleus accumbens melalui jalur dopamin mesolimbik (1) memiliki efek
penghambatan terhadap neuron asam gamma aminobutirat (GABA) (2). Oleh
karena itu, input dopamin (1) mengurangi input glutamanergik stimulatorik ke
neuron dari korteks prefrontalis, sehingga mengurangi efektifitas filter sensorik
thalamus karena lebih sedikitnya GABA yang dilepaskan oleh neuron-neuron
GABA yang diproyeksikan dari nukleus accumbens ke thalamus (2). Hal ini
berarti bahwa lebih banyak input sensorik yang dapat terlepas dari talamus ke
korteks (3).

Jalur glutamat Kortikokortikal


Satu neuron piramidalis berhubungan dengan yang lainnya melalui
neurotransmiter glutamat (Gambar 9-38, jalur e). Jalur ini dikenal sebagai jalur
glutamatergik kortikokortikal. Output glutamatergik dari neuron piramidalis
korteks juga dibahas dalam Bab 7; output glutamatergik spesifik dari neuron
piramidalis di lamina ke-2 dan ke-3 dari korteks prefrontal diilustrasikan dalam
Gambar 7-22. Interaksi glutamatergik kortikokortikal juga diilustrasikan dalam
Gambar 7-14 dan 7-15.

Gambar 9-41C. Inhibisi kuat input sensorik dari thalamus. Filter talamus
untuk input sensorik ke korteks diatur oleh neuron glutamat yang mengarah ke
nucleus accumbens (1), yang memicu pelepasan GABA di talamus (2). Jika
efektif, GABA inhibitorik menyaring sebagian besar input sensorik yang sampai
ke talamus, sehingga hanya jenis input sensorik yang terpilihlah yang
disampaikan ke korteks (3).

Neuron piramidalis korteks oleh karenanya dapat menggunakan glutamat


untuk berhubungan bolak-balik: ia tidak hanya mengirimkan informasi ke neuron

29
piramidalis lainnya dengan glutamat namun juga menerima informasi dari neuron
lainnya melalui glutamat (Gambar 9-38). Glutamat merupakan neurotransmiter
utama yang digunakan untuk mengirimkan informasi sebagai output dari neuron
piramidalis, namun neuron-neuron dapat ini menerima sebagian besar pesan yang
disampaikan oleh neurotransmiter sebagai input dari neuron lain, sebagaimana
yang dibahas dalam Bab 7 dan diilustrasikan untuk input interneuron GABA-ergik
ke neuron piramidalis di dalam Gambar 7-23 dan untuk sejumlah input
neurotransmiter lainnya ke neuron piramidalis dalam gambar 7-24.

Gambar 9-41D. Hiperaktivitas dopamin mesolimbik mengurangi inhibisi


talamus dan meningkatkan aktivasi korteks. Efek inhibitorik dopamin yang
ditunjukkan dalam Gambar 9-41B yang diperlihatkan disini terlihat sangat
meningkat saat jalur dopamin mesolimbik ini dalam keadaan hiperaktif (1).
Terlalu banyak aktivitas dopamin di dalam nukleus accumbens (1), mengurangi
output GABA ke talamus (2), sehingga sangat mengurangi efektivitas filter
talamus. Saat hal ini terjadi, lebih banyak input sensorik yang bisa melewati filter
talamus dan meningkatkan jumlah aktivasi kortikal melalui neuron glutamat
talamokortikal ascending (3). Hal ini tentu saja meningkatkan aktivasi korteks dan
dapat secara potensial bahkan menyebabkan kelebihan beban dalam korteks
prefrontal, dan gejala positif skizofrenia. Lihat juga gambar 9-41E.

Gambar 9-41E. Hipofungsi reseptor N-Metil-d-Aspartat (NMDA) pada


proyeksi kortikostriatal dan kortikoaccumebs: kelebihan muatan sensorik.
Hipofungsi reseptor NMDA pada proyeksi kortikostriatal glutamanergik dan
kortikoaccumbens (1) mengurangi dorongan eksitatorik neuron asam gamma
aminobutirat (GABA) yang menciptakan filter talamus (2), yang dapat
menyebabkan kelebihan informasi sensorik yang terlepas ke korteks (3). Saat
reseptor NMDA yang mengalami hipofungsi ini (1) digabungkan dengan
hiperaktivitas neuron dopamin mesolimbik (diperlihatkan disini pada bagian
kanan dan juga dalam Gambar 9-41D), akan terjadi kegagalan filter talamus (2)
untuk jatuh pada keadaan dimana sejumlah besar informasi sensorik mencapai

30
korteks sehingga gejala positif psikosis dapat muncul (3) (lihat gambaran gejala
positif di korteks).

Dalam keadaan hipotesis hipofungsi reseptor NMDA pada skizofrenia, tidak


sulit untuk melihat seberapa rusaknya fungsi input glutamat ke dalam neuron
piramidalis korteks, tidak hanya dari neuron talamokortikal (diperlihatkan dalam
Gambar 9-41) namun juga dari neuron kortikokortikal yang saling berhubungan di
dalam korteks (diperlihatkan dalam gambar 9-38 serta dalam gambar 9-14 dan 7-
15) dapat berkontribusi terhadap gejala skizofrenia yang secara teori diakibatkan
oleh kelainan pada korteks prefrontalis, seperti gejala kognitif, afektif, dan
negatif.
Dengan kata lain, normalnya proyeksi kortikokortikal dan putaran antara
area-area utama korteks prefrontalis berhubungan secara efektif dan mengolah
informasi secara efisien (Gambar 9-42A). Jika reseptor NMDA berada dalam
keadaan hipofungsi, akan terjadi perubahan sifat asli dari pengolahan informasi
seperti terjadinya disfungsi dalam hubungan kortikokortikal satu sel piramidalis
glutamatergik dengan sel lainnya (Gambar 9-42B). Secara teori, kelainan ini bisa
berkisar dari hipoaktivasi keseluruhan putaran sebagaimana yang terlihat pada
putaran kortikokortikal antara korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC) dan
korteks prefrontal ventromedial (VMPFC) dalam gambar 9-42B, hingga aktivasi
keseluruhan putaran secara berlebihan sebagaimana yang terlihat dari VMFPC ke
korteks orbitofrontal (OFC), hingga overaktivasi parsial dengan hipoaktivasi
parsial sebagaimana yang terlihat untuk OFC ke DLPFC dalam Gambar 9-42.
Apapun pola aktivasi yang sebenarnya, hubungan akan menjadi kacau atau cacat
saat reseptor NMDA bersifat hipofungsi, oleh karena itu, menurut hipotesis
hipofungsi reseptor NMDA, keadaan ini dapat menyebabkan gejala skizofrenia.
Sebagai rangkumannya, hipofungsi reseptor NMDA di dalam lima jalur
glutamat utama yang dijelaskan dalam Gambar 9-38 dapat berpotensi menjelaskan
tidak hanya gejala positif, negatif, afektif dan kognitif dari skizofreni namun juga
menjelaskan bagaimana dopamin mengalami disregulasi sebagai akibat atas
hipofungsi reseptor NMDA, dan hingga terlalu aktifnya jalur dopamin

31
mesolimbik untuk gejala positif dan terlalu hipoaktifnya jalur dopamin
mesokortikal untuk gejala kognitif, afektif dan negatif pada skizofrenia. Banyak
teori-teori kontemporer saat ini mengenai dasar genetik skizofrenia yang berfokus
pada reseptor NMDA, sebagaimana yang dibahas di bawah, begitu pula dengan
upaya pengembangan obat-obatan baru untuk penatalaksanaan skizofrenia terbaru,
yang dibahas dalam Bab 10.

Hipotesis neurodegeneratif skizofrenia


Adanya kelainan fungsional maupun kelainan struktural yang diperlihatkan
dalam pemeriksaan pencitraan otak pada pasien skizofrenia mengesankan bahwa
proses neurodegeneratif dengan hilangnya fungsi neuron secara progresif bisa saja
masih berlangsung selama perjalanan penyakit skizofrenia (Gambar 9-43).
Sejumlah proses neurodegeneratif telah dihipotesiskan, dimulai dari pemrograman
genetik akan apoptosis yang abnormal dan degenerasi lanjut dari neuron-neuron
yang penting, hingga paparan terhadap anoksia prenatal, toksin, infeksi, atau
malnutrisi, hingga proses hilangnya neuron yang diketahui sebagai
eksitotoksisitas (Gambar 9-43). Jika neuron tereksitasi saat memerantarai gejala
positif dan kemudian mati akibat proses toksik yang disebabkan oleh transmisi
neurotransmiter eksitatorik yang berlebihan, hal ini akan menyebabkan keadaan
pemadaman residual sehingga menimbulkan gejala negatif.
Kondisi neurodegeneratif pada skizofrenia juga dinyatakan oleh sifat
progresif dari perjalanan penyakit ini (Gambar 9-44). Perjalanan penyakit seperti
ini yang tidak sesuai dengan penyakit yang diakibatkan oleh keadaan yang statis
dan proses patologis yang telah selesai sebelumnya. Oleh karena itu, skizofrenia
berkembang dari stadium asimptomatik sebelum usia belasan (fase I dalam
gambar 9-44) ke stadium prodromal keanehan dan onset gejala negatif samar
pada akhir usia belasan hingga duapuluhan awal (fase II pada gambar 9-44). Fase
aktif penyakit dimulai dan berlanjut di sepanjang usia duapuluhan dan
tigapuluhan, dengan gejala positif destruktif yang ditandai dengan suatu
perjalanan penyakit yang naik turun dengan penatalaksanaan dan relaps, tidak
pernah benar-benar kembali pada .....

32
33

Anda mungkin juga menyukai