Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


TABLET PARASETAMOL
ACETAB

DOSEN:
I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia, S.Farm., M.Si., Apt.

GOLONGAN II
KELOMPOK 2

PUTU LIA HENDRAYATI (1408505046)


RAHAYU WIRAYANTI (1408505047)
IDA AYU PUTU YUDIA PUTRI (1408505048)
NI LUH PUTU ANITA PRATIWI (1408505049)
A.A. AYU FAMILIA SUCIA DEVI (1408505050)
NI MADE KENCANA SARI (1408505051)
KADEK DESYTA CYNTHIA DEWI (1408505052)
KADEK CHINTYA SANITA DEWI (1408505053)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

0
BAB I
PREFORMULASI

1.1 Tujuan
1.1.1 Mengetahui formulasi sediaan tablet parasetamol.
1.1.2 Mengetahui tahapantahapan dalam pembuatan sediaan tablet
parasetamol.
1.1.3 Dapat membuat sediaan non steril tablet parasetamol skala laboratorium
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

1.2 Tinjauan Farmakologi Zat Aktif


1.2.1 Indikasi

Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk


sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain
dalam sediaan obat flu melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol
merupakan derivat dari asetanilida yang merupakan metabolit dari fenasetin yang
dahulu banyak digunakan sebagai analgetikum. Pada tahun 1978, peredaran
parasetamol ditarik karena menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas dan
karsinogen. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgesik dan antipiretik, tetapi
tidak untuk antiradang. Pada saat ini parasetamol dianggap sebagai zat antinyeri
yang paling aman juga untuk swamedikasi (Tjay dan Rahardja, 2008).
1.2.2 Farmakokinetik
Parasetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi
puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Parasetamol
didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh melewati plasenta dan mengalir
melalui air susu. Ikatan protein plasma dapat diabaikan pada konsentrasi
terapeutik normal, namun dapat meningkat dengan peningkatan konsentrasi.
Waktu paruh eliminasi dari parasetamol bervariasi antara 1 hingga 3 jam
(Sweetman, 2009). Parasetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui

1
urin sebagai glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai
parasetamol. Eliminasi terjadi kira-kira 1-4 jam (Reynolds, 1989).
Suatu metabolit terhidroksilasi (N-acetyl-p-benzoquinoneimine), selalu
diproduksi dengan jumlah yang sedikit oleh isoenzim sitokrom P450 (terutama
CYP2E1 dan CYP3A4) di dalam hati dan ginjal. Metabolit ini selalu
terdetoksifikasi dengan konjugasi dengan glutasion, tetapi dapat terjadi akumulasi
diikuti dengan overdosis parasetamol dan menyebabkan kerusakan jaringan
(Sweetman, 2009).
1.2.3 Mekanisme
Parasetamol menghasilkan efek analgesik dan antipiretik dengan mekanisme
menyerupai aspirin dalam hal menghambat brain prostaglandin synthetase.
Namun, aktivitasnya sangat kecil dalam menghambat prostaglandin perifer. Jika
diukur dari segi efektivitasnya, parasetamol tidak efektif sebagai anti-inflamasi
dan antirematik. Selain itu, parasetamol juga tidak menghambat aksi platelet
normal, aktivitas protrombin, dan mempengaruhi mukosa saluran pencernaan.
Parasetamol memiliki daya analgetik ringan karena kerjanya menghambat sintesis
prostaglandin pada sistem saraf perifer dan memblok impuls nyeri. Sedangkan
daya antipiretik diperoleh karena kerjanya memberikan rangsangan terhadap pusat
pengatur kalor di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit)
dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat
(Tjay dan Rahardja, 2008).
1.2.4 Dosis
Tabel 1. Dosis Parasetamol untuk Anak dan Dewasa

Dosis Lazim
Umur
Sekali Sehari
6-12 bulan 50 mg 200 mg
1-5 tahun 50 mg-100 mg 200 mg-400 mg
5-10 tahun 100 mg-200 mg 400 mg-800 mg
10 tahun ke atas 250 mg 1g
Dewasa 500 mg 500 mg 2 g
(Depkes RI, 1979)

2
1.2.5 Efek Samping
Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan
pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel.
Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya yang pada dosis
normal dapat ditangkal oleh glutathion (suatu tripeptida dengan -SH). Gejala-
gejala awal dari kerusakan hati meliputi mual, muntah-muntah, diare, dan nyeri
perut. Pada dosis di atas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-
metabolit mengikat diri pada protein dengan gugusan -SH di sel-sel hati dan
terjadilah kerusakan ireversibel. Dosis lebih dari 20 g sudah berefek fatal (Tjay
dan Rahardja, 2008; Katzung, 2002).
1.2.6 Kontra Indikasi
1. Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.
2. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
3. Penderita diabetes melitus.
4. Penderita dengan riwayat hipersensitivitas pada parasetamol.
(Lacy et al., 2004)

1.2.7 Peringatan dan Perhatian


Limit dosis < 4 g/hari dapat menyebabkan toksisitas hati pada kasus
overdosis akut, pada beberapa pasien dewasa dapat menyebabakan kerusakan hati
pada dosis harian kronis. Digunakan dengan perhatian pada pasien dengan
penyakit hati karena alkoholik (Lacy et al., 2004).
Parasetamol diminum setelah makan karena dapat mengiritasi lambung.
Hati-hati pada pasien dehidrasi dan hipertensi tidak terkontrol. Hati-hati
penggunaan obat ini pada penderita gangguan fungsi ginjal. Bila setelah 5 hari
nyeri tidak menghilang atau demam tidak menurun setelah 2 hari, segera hubungi
unit pelayanan kesehatan. Penggunaan obat ini pada penderita yang
mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko kerusakan hati (Reynolds,
1989; Tjay dan Rahardja, 2008).

1.2.8Interaksi Obat

3
Efek analgesik parasetamol diperkuat oleh kodein dan kafein. Pada dosis
tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, tetapi pada dosis biasa tidak
interaktif. Parasetamol dapat memperpanjang masa paruh kloramfenikol.
Kombinasi dengan obat AIDS zidovudin meningkatkan resiko akan neutropenia
(Tjay dan Rahardja, 2008). Barbiturat, karbamazepin, hydantoin, isoniazid,
rifampisin, dan sulfinpirazon dapat meningkatkan potensi hepatotoksik dan
menurunkan efek analgesik dari parasetamol. Kolesteramin dan propantelin dapat
menurunkan absorpsi parasetamol. Etanol dapat meningkatkan resiko induksi
hepatotoksik dari parasetamol. Apabila parasetamol dikombinasikan dengan
antikonvulsan phenobarbiton, maka dapat memperkuat efek hepatotoksik
parasetamol; kombinasi dengan aspirin dapat meningkatkan konsentrasi aspirin
dalam darah; dan kombinasi dengan kloramfenikol, maka akan meningkatkan half
life dari kloramfenikol (Lacy et al., 2004).
1.2.9 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).

1.3 Tinjauan Fisikokimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan


1.3.1 Bahan aktif
a) Parasetamol (Asetaminofen)

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol (Moffat et al., 2005).


Nama Kimia : N-asetil-4-aminofenol
Berat Molekul : 151,16 gram/mol
Rumus Molekul : C8H9NO2
(Depkes RI, 1995).
Definisi

4
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari
101% C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI,
1995).
Pemerian
Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit (Depkes RI,
1995).
Kelarutan
Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol 95% P, dalam 13 bagian
aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P,
larut dalam larutan alkali hidroksida (Depkes RI, 1979). Larut dalam air
mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N (Depkes RI, 1995).
Suhu Lebur
168 sampai 172 (Depkes RI, 1995).
Stabilitas
Terhadap cahaya : tidak stabil terhadap sinar UV
Terhadap suhu : peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi obat
Terhadap pH : pH larutan parasetamol 5,3 6,5
Terhadap oksigen :parasetamol relatif stabil terhadap keberadaan oksigen
(Depkes RI, 1995).
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1979).
Khasiat Penggunaan
Analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1979).
Kompresibilitas dan Laju Alir
Parasetamol memiliki kompresibilitas dan laju alir yang buruk. Hal ini
ditinjau dari Carr index atau indeks kompresibilitas yang secara tidak
langsung menggambarkan karakteristik serbuk, meliputi bulk density,
ukuran dan bentuk partikel, luas permukaan, kandungan air dan daya
lekat partikel (kohesi). Pengukuran tapped density dan bulk density
digunakan dalam menghitung parameter lain yang menggambarkan

5
karakteristik alir dari serbuk. Bulk density dan tapped density
parasetamol adalah 0,396 dan 0,521. Porositas interpartikel parasetamol
adalah 0,636. Jika ukuran partikel serbuk lebih kecil, lebab atau partikel
yang sangat kecil, maka porositasnya menjadi lebih besar dan
mengandung serbuk yang tidak dapat mengalir. Indeks kohesi
menunjukkan stabilitas dari penyusunan kembali partikel serbuk. Indeks
kohesi dari parasetamol adalah nol, hal tersebut menunjukkan bahwa
parasetamol tidak cocok dibuat menjadi tablet dengan metode kempa
langsung. Indeks Carr parasetamol adalah 27,66; hal tersebut
menunjukkan kompresibilitas dan laju alir yang buruk. Rasio Hausner
parasetamol adalah 1,38 dan menunjukkan karakter alir yang buruk.
Sudut diam dari parasetamol adalah 43,44 yang menunjukan karakteristik
laju alir yang buruk, selain itu sudut diam merupakan karakteristik yang
berhubungan dengan friksi antar partikel. Karakteristik aliran serbuk
umumnya dapat dilihat di bawah pengaruh gravitasi (Singh dan Kumar,
2012).
1.3.2 Bahan tambahan
a) Laktosa

Gambar 1.2. Struktur Kimia Laktosa (Depkes RI, 1995)


Rumus Molekul : C11H22O11.H2O
Berat Molekul : 360,31 gram/mol
(Rowe et al., 2009).

Pemerian

6
Serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan
rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau (Rowe et
al., 2009).
Kelarutan
Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut
dalam etanol 95%, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter P
(Depkes RI, 1979).
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).
Inkompatibilitas
Laktosa anhidrat tidak kompatibel dengan oksidator kuat, ketika
dicampur dengan zat yang mengandung leukorin hidrofilik antagonis dan
laktosa anhidat atau monohidrat, ketika disimpan selama enam minggu
pada suhu 40oC dan kelembaban relatif 75%, campuran yang
mengandung laktosa anhidrat dapat menjaga kelembaban dan degradasi
obat dengan lebih baik (Rowe et al., 2009).
Stabilitas
Jamur dapat tumbuh pada kelembaban relatif lebih dari 80%. Selama
penyimpanan, laktosa dapat berubah warna menjadi coklat karena
dipengaruhi oleh suhu panas dan kelembaban (Rowe et al., 2009).
Penggunaan
Pengisi tablet (Rowe et al., 2009).
b) Primogel

Gambar 1.3. Struktur Kimia Primogel (Rowe et al., 2009).


Rumus Molekul : C24H44O6NaO
Berat Molekul : 222,25 gram/mol

7
Pemerian
Serbuk berwarna putih atau hampir putih, sangat higroskopis.
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam metilen klorida.
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat.
Titik Leleh
Tidak meleleh, tapi mengeras pada suhu kurang lebih 2000 C.
Penggunaan
Disintegran tablet (Rowe et al., 2009).
c) Amilum Jagung

Gambar 1.4. Struktur Amilum Jagung (Rowe et al., 2009)


Pemerian
Serbuk sangat halus, putih (Rowe et al., 2009).
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (Rowe et al., 2009).
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
Penggunaan
Pengikat tablet (3-20 %) (Rowe et al., 2009).
d) Talk
Rumus Molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4
Berat Molekul : 379,2657 gram/mol

8
Pemerian
Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada kulit, bebas
butiran: warna putih atau putih kelabu (Depkes RI, 1995).
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam asam encer, dalam larutan alkali, pelarut organik
dan air (Rowe et al., 2009). Tidak larut dalam hampir semua pelarut
(Depkes RI, 1979).
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
pH
710 untuk 20% w/v dispersi air (Rowe et al., 2009).
Penggunaan
Talkum sering digunakan sebagai lubrikan dalam formulasi tablet dengan
konsentrasi 1-10% (Rowe et al., 2009).
Tabel 2. Kegunaan Talk

Kegunaan Persentase (%)

Bubuk debu 90 99

Glidan dan pelincir tablet 1 10

Pencair tablet dan kapsul 5 30

(Rowe et al., 2009).


Inkompatibilitas
Tidak larut dengan komponen ammonium kuartener (Rowe et al., 2009).
Stabilitas
Talk bersifat stabil dan bias disterilisasi dengan pemanasan pada suhu
160oC dalam waktu kurang dari 1 jam. Dapat pula disterilisasi dengan
ethylene oxide atau sinar gama (Rowe et al., 2009).
e) Magnesium Stearat
[CH3(CH2)16COO]2Mg
Gambar 1.5. Struktur Kimia Magnesium Stearat (Rowe et al., 2009).

9
Rumus Molekul : C36H70MgO4
Berat Molekul : 591,24 gram/mol
Pemerian
Serbuk halus, putih, voluminous; bau lemah, kahas; mudah melekat di
kulit; bebas dari butiran (Depkes RI, 1995).
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol 95% dan dalam eter P (Depkes
RI, 1995).
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
Penggunaan
Lubrikan tablet. Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelicin
(lubrikan) pada pembuatan kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara
0,25%-5,0% (Rowe et al., 2009).
Inkompatibilitas
Magnesium stearat tidak compatible dengan asam kuat, alkali, dan garam
besi. Hindarkan pencampuran dengan zat yang bersifat oksidator kuat.
Magnesium stearat tidak bisa digunakan pada produk yang mengandung
aspirin, beberapa vitamin dan garam alkaloid secara umum (Rowe et al.,
2009).

1.4 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemakaian


1.4.1 Bentuk dan Kekuatan Sediaan
Bentuk sediaan yang dibuat yaitu tablet. Tablet adalah sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode
pembuatan, tablet dapat digolongkan menjadi tablet cetak dan tablet kempa.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat

10
dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk, dan penandaan permukaan tergantung pada
desain cetakan (Depkes RI, 1995).
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan
kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung
pada kekuatan tekanan yang diberikan (Depkes RI, 1995).

1.4.2 Dosis
Tabel 3. Dosis Lazim Untuk Anak dan Bayi (Depkes RI, 1979)
Nama zat Umur/bobot Dosis lazim Penggunaan
badan Sekali Sehari
Parasetamol 6-12 bulan 100 mg 400 mg Analgetikum
(Asetaminofen) 1-5 tahun 100-200 mg 400-800 mg Antipiretikum
5-10 tahun 200-400 mg 800-1600 mg
10 tahun ke 500 mg 2g
atas

Tabel 4. Dosis Lazim Untuk Dewasa (Depkes RI, 1979)


Nama zat Dosis lazim Penggunaan
Sekali Sehari
Parasetamol 500 mg 500 mg-2 g Analgetikum;
(Asetaminofen) antipiretikum

1.4.3 Cara Pemberian


Cara pemberian dilakukan secara per oral.

11
BAB II
FORMULASI

2.1 Formulasi
R/ Parasetamol 500 mg

FD Laktosa ad 600 mg/tablet


Primojel 2%
Pasta Amilum 11,25%
Primojel 2%
FL Talk 2%
Mg Stearat 1%

2.2 Permasalahan dan Pengatasan Masalah dalam Formulasi


2.2.1 Parasetamol memiliki titik leleh 160179,5oC (Moffat et al., 2005) sehingga
diperlukan metode yang tepat dalam pembuatan tablet, maka parasetamol
dibuat dalam bentuk granul dengan metode granulasi basah karena granulasi
basah cocok untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan dan lembab
(Ansel, 2005).

2.2.2 Metode granulasi basah merupakan metode yang digunakan untuk bahan-
bahan yang tahan terhadap pemanasan dan lembab, sehingga diperlukan
eksipien yang sesuai (Ansel, 2005). Eksipien yang digunakan yaitu talk
yang digunakan sebagai lubrikan yang memiliki sifat stabil terhadap
pemanasan, amilum maydis (jagung) sebagai pengikat bersifat stabil apabila
dilindungi dari kelembaban tinggi.

2.2.3 Granul dapat melekat pada punch dan die saat proses pencetakan dengan
mesin sehingga ditambahkan talk dan magnesium stearat sebagai bahan
lubrikan yang dapat mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan
dinding die pada saat tablet akan ditekan keluar (Sulaiman, 2007).

12
2.2.4 Primojel bersifat higroskopik sehingga ditimbang menggunakan beaker
glass.

BAB III
PRODUKSI

3.1 Perhitungan dan Penimbangan Bahan


3.1.1 Perhitungan Bahan
Dibuat formula untuk 100 tablet, dimana bobot setiap tablet 600 mg.
R/ Parasetamol 500 mg

FD Laktosa ad 600 mg/tablet


Primojel 2%
Pasta Amilum 11,25%
Primojel 2%
FL Talk 2%
Mg Stearat 1%
Bobot tiap tablet yang akan dibuat adalah 600 mg sebanyak 1 batch. Tiap
batch terdiri dari 100 tablet.
a. Fase Dalam
Parasetamol = 500 mg x 100 = 50000 mg = 50 g
10
Penambahan bobot = 50000 mg = 5000 mg/100tab
100
= 50 mg per tablet
Total = 50000 mg + 5000 mg = 55000 mg = 55 g
1,45
Laktosa ad 600 mg/tab = 600 mg = 8,7 mg per tablet
100
10
Penambahan bobot = 8,7 mg = 0,87 mg per tablet
100
Total = 8,7 mg + 0,87 mg = 9,57 mg x 100
= 957 mg = 0,957 g
11,25
Pasta Amilum 11,25% = 600 mg = 67,5 mg per tablet
100

13
10
Penambahan bobot = 67,5 mg = 6,75 mg per tablet
100
Total = 67,5 mg + 6,75mg = 74,25 mg
= 74,25 mg x 100 = 7425 mg = 7,425 g
2
Primojel 2% = 600 mg = 12 mg per tablet
100
10
Penambahan bobot = 12 mg = 1,2 mg per tablet
100
Total = 12 mg + 1,2 mg = 13,2 mg x 100 = 1,32 g

b. Fase Luar
2
Primojel 2% = 600 mg = 12 mg per tablet
100
10
Penambahan bobot = 12 mg = 1,2 mg per tablet
100
Total = 12 mg + 1,2 mg = 13,2 mg x 100 = 1,32 g
2
Talkum 2% = 600 mg = 12 mg per tablet
100
10
Penambahan bobot = 12 mg = 1,2 mg per tablet
100
Total = 12 mg + 1,2 mg = 13,2 mg x 100 = 1,32 g
1
Mg Stearat 1% = 600 mg = 6 mg per tablet
100
10
Penambahan bobot = 6 mg = 0,6 mg per tablet
100
Total = 6 mg + 0,6 mg = 6,6 mg x 100 = 660 mg
3.1.2 Penimbangan Bahan
Bahan Persentas Bobot per Bobot 100 Fungsi
e (%) tablet tablet
Parasetamol 83,3 % 500 mg 55 gram Zat aktif
(Antipiretik,
analgesik)
Lactosa ad 1,45 % 8,7 mg 0,957 gram Bahan pengisi
Primojel FD = 2 % FD = 12 mg FD = 1,32 gram Disintegran

14
FL = 2 % FL = 12 mg FL = 1,32 gram tablet
(penghancur
tablet)
Pasta 11,25 % 67,5 mg 7,425 gram Bahan
amilum pengikat
Talk 2% 12 mg 1,32 gram Lubrikan,
glidan
Mg Stearat 1% 6 mg 0,66 gram Lubrikan

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pembuatan Pasta Amilum

Ditimbang sebanyak 7,425 gram amilum.

Disuspensikan dalam 7,425 mL akuades dalam morti.r

Digerus hingga terbentuk pasta yang siap digunakan.

15
3.2.2 Pembuatan Tablet dengan Metode Granulasi Basah

Pasta amilum dicampurkan dengan fase dalam yang terdiri dari


parasetamol, laktosa dan primogel sampai terbentuk massa
granul.

Campuran dikepal dan diayak dengan pengayak no. 10 mesh.

Dikeringkan granul dalam oven pada suhu 60ooC hingga


didapatkan kadar air kurang dari 2%. Dilakukan uji evaluasi
granul.

Dicampurkan granul dengan fase luar (Mg stearat, talk dan


primojel) hingga tercampur merata, kemudian diayak dengan
pengayak no. 20 mesh.

Granul dicetak dengan mesin pencetak tablet.

Dilakukan evaluasi terhadap sedian tablet.

Dimasukkan ke dalam kemasan dan diberi etiket.

3.3 Evaluasi Granul


a. Uji Distribusi Ukuran Partikel
1) Pustaka

16
Seluruh granul diayak dengan ayakan bertingkat Elektromagnetic Sieve
Shaker EMS-8 mulai dari mesh 20, 40, 60, 80 dan 100 selama 15 menit. Bobot
dari masing-masing ayakan ditimbang (Catalina, 2003).
Granul memiliki distribusi normal yaitu memiliki distribusi ukuran yang
sempit, dimana akan menghasilkan aliran granul yang seragam ke dalam ruang
kompresi sehingga keseragaman bobot tablet dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil
uji normalitas shapiro-wilk dimana nilai signifikansi dari seluruh formula sig. >
0,05.
2) Langkah Kerja Praktikum

Seluruh granul ditimbang

Alat ayakan bertingkat disiapkan dan dipasang ayakan dengan


mesh 20, 40, 60, 80

Granul dimasukkan kedalam alat dan dilakukan pengayakan


selama 15 menit

Ditimbang bobot dari masing-masing ayakan

b. Uji Waktu Alir dan Sudut Diam Granul


1) Pustaka
Granul dimasukkan ke dalam corong uji waktu alir. Penutup corong dibuka
sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir granul dicatat
dan sudut diamnya dihitung dengan mengukur diameter dan tinggi tumpukan
granul yang keluar dari mulut corong. Waktu alir dipersyaratkan dengan sudut
diam tidak lebih dari 30o (Aulton, 1988; Lachman dkk., 2008).
Tabel 5. Nilai sudut diam dan laju alirnya (Chandira et al., 2012).

2) Langkah Kerja Praktikum

17
Sebanyak 20 gram granul ditimbang

Dimasukkan ke dalam corong yang telah tertutup pada bagian


bawahnya

Disiapkan stopwatch untuk mengukur waktu alir dan kerta


milimeter blok sebagai alas granul

Penutup corong dibuka dan dicatat waktu alir granul

Dihitung sudut diam granul dengan mengukur diameter dan


tinggi granul
c. Uji Kompresibilitas
1) Pustaka
Timbang 10 gram granul, masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya, kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan
alat uji, catat volum uji sebelum dimampatkan (Vo) dan volume setelah
dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V). Indeks kompresibilitas granul
yang baik tidak lebih dari 20%. Berikut cara perhitungan indeks kompresibilitas:
= 100%
Keterangan:
I = Indeks Kompresibilitas/ Indeks Carr (%)
Vo = Volum granul sebelum dimampatkan
V = Volum granul setelah dimampatkan
(Aulton, 1988).
Tabel 6. Nilai kompresibilitas (Carrs index) (Chandira et al., 2012).

2) Langkah Kerja Praktikum

18
Sebanyak 10 gram granul ditimbang

Dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu dicatat volume granul

Alat dihudupkan dan dimulai pengetuk-ketukan

Diukur volume granul dalam gelas ukur setelah diketuk-ketukkan

Hal tersebut diulangi hingga diperoleh volume yang tetap

Dihitung kompresibilitas granul berdasarkan persamaan dalam


pustaka
3.4 Evaluasi Sediaan Tablet
a. Uji Organoleptis
1)Pustaka
Diamati penampilan fisik dari tablet meliputi bau, warna dan bentuk tablet
(Depkes RI, 2014).
2) Langkah Kerja Praktikum

Disiapkan 10 tablet untuk diperiksa organoleptisnya

Diamati organoleptis tablet seperti bau, warna, bentuk, tekstur


permukaan tablet, serpihan, retakan dan kontaminasi asing
b. Keseragaman Ukuran
1) Pustaka
Syarat tablet yang baik adalah memiliki diameter tidak lebih dari 3 kali tebal
tablet dan tidak kurang dari 4/3 kali tebal tablet (Syamsuni, 2006).
2) Langkah Kerja Praktikum

Sebanyak 10 tablet diukur diameter dan tebal tablet


menggunakan jangka sorong

Syarat tablet yang baik adalah memiliki diameter tidak lebih dari
3 kali tebal tablet dan tidak kurang dari 4/3 kali tebal tablet

c. Uji Kekerasan Tablet


1) Pustaka

19
Masing-masing 10 tablet diukur kekerasannya dengan alat pengukur
kekerasan tablet (Depkes RI, 2014). Persyaratan kekerasan tablet 4-8 kp
(Lachman dkk., 2008).
2) Langkah Kerja Praktikum
Sebanyak 10 tablet diukur kekerasannya dengan alat pengukur kekerasan
tablet (Hardness tester)

Dilakukan pengaturan pada alat dengan menginput data diameter dan jumlah
tablet yang akan diuji

Dimasukkan tablet satu per satu kedalam alat yang akan dihancurkan secara
otomatis dan dicatat nilai kekerasan yang muncul pada alat

Persyaratan kekerasan tablet adalah 4 sampai 8 kp (Lachmann dkk., 2008)

d. Uji Keseragaman Bobot


1) Pustaka
Pemeriksaan dilakukan terhadap 10 tablet yang diambil secara acak dari tiap
formula lalu ditimbang bobotnya satu per satu. Dihitung bobot rata-rata untuk
satu tablet. Dari hasil penetapan kadar yang diperoleh hitung jumlah bahan
aktif dari masing-masing tablet dengan anggapan terdistribusi secara homogen.
Persyaratan keseragaman bobot atau keseragaman kandungan terletak antara
85,0 hingga 115,0 % dari yang tertera pada etiket, dan simpangan baku relatif
kurang dari atausama dengan 6,0% (Depkes RI, 2014).
2) Langkah Kerja Praktikum

Sebanyak 10 tablet diukur bobotnya secara satu persatu

Dihitung bobot rata-rata tablet

Keseragaman bobot terletak antara 85-115% dari yang tertera pada etiket dan
simpangan baku relatif dari atau sama dengan 6,0%
e. Uji Kerapuhan
1) Pustaka

20
Sepuluh tablet dibersihkan dari debu, ditimbang, kemudian dimasukkan ke
dalam alat uji keregasan. Alat diputar pada kecepatan 25 rpm selama 4 menit
dan alat tersebut akan menjatuhkan tablet sejauh 6 inci setiap putaran. Seluruh
tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali. Dihitung
kehilangan bobot dalam persentase. Syarat : lebih kecil dari 1 (%) (Lachman
dkk., 2008).
2) Langkah Kerja Praktikum

Sebanyak 10 tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang bobotnya

Diatur alat uji kerapuhan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit

Tablet dikeluarkan dari friabilator dan dibersihkan dari debu

Apabila ada tablet yang pecah dan hancur disisihkan dan tidak ikut ditimbang

Dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah lalu ditentukan


persentase kerapuhan tablet

f. Uji Waktu Hancur


1) Pustaka
Enam tablet, dimasukkan masing-masing sebanyak 1 tablet kedalam alat uji
waktu hancur. Dimasukkan satu cakram pada tiap tabung. Digunakan air
bersuhu (37 2) C sebagai media. Alat uji waktu hancur (Erweka Tipe ZT X
20) dijalankan dan dihitung waktu hancur tablet. Persyaratan waktu hancur
untuk tablet adalah kurang dari menit 15 menit (Depkes RI, 2014).

2) Langkah Kerja Praktikum

21
Dimasukkan enam tablet ke masing-masing dalam alat uji

Dimasukkan satu cakram pada tiap tabung

Diatur suhu air pada (372)0C sebagai media

Alat uji waktu hancur (Erweka Tipe ZT X 20) dijalankan dan dihitung waktu
hancur tablet

(Persyaratan waktu hancur tablet adalah kurang dari 15 menit) (Depkes RI,
2014)

Pada akhir batas waktu, keranjang diangkat dan amati tablet harus hancur
sempurna. Bila 1-2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12
tablet lainnya (tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus hancur
sempurna).

g. Uji Disolusi
1) Pustaka
Tidak kurang dari 80% parasetamol telah terdisolusi setelah 30 menit
(Lachman dkk., 2008).

22
2) Langkah Kerja Praktikum

Disiapkan 1 tablet parasetamol, alat uji disolusi tipe dayung dan penangas air

Dimasukkan larutan dapar fosfat ph 5,8 sebanyak 900 mL kedalam alat


Disolution tester

Tablet dimasukkan hingga tenggelam ke dasar wadah

Pengaduk dayung diturunkan hingga pada medium dalam wadah

Alat disettiing pada suhu (372)0C dengan kecepatan 50 rpm selama 1 jam

Diambil 5 mL cuplikan pada menit ke 5, 15, 30, 45 dan 60 disertai dengan


pengembalian volume dapar yang sama

Ditetapkan kadar pada masing-masing sampel pada setiap pengambilan dengan


menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS
3) Pembuatan Buffer Fosfat pH 5,8
Campurkan 50 mL kalium fosfat monobasa 0,2 M dengan 3,6 mL natrium
hidroksida 0,2 N LV, dan encerkan dengan air hingga 200 mL (Depkes RI,
1979). Buffer kemudian dihitung pHnya dan ditambahkan larutan HCl hingga
diperoleh pH 5,8. Larutan buffer dibuat sebanya 4 Liter.
- Perhitungan
Diketahui :BM kalium fosfat monobasa = 136,09 g/mol
BM NaOH = 40 g/mol
Volume yang dibuat = 1500 mL
Ditanya: Massa KH2PO4 dan NaOH yang diperlukan = ?
Jawab :

23
a. KH2PO4 0,2 M
50 mL V
=
200 mL 1500 mL
V = 375 mL
massa 1000
M =
Mr V (mL)
massa 1000
0,2 M =
136,09 gram/mol 375 mL
Massa = 10,2 gram
- Dalam 1000 mL
10,2 gram X
=
1500 mL 1000 mL
X = 6,8 gram
- Dalam 500 mL
10,2 gram X
=
1500 mL 500 mL
X = 3,4 gram
b. NaOH 0,2 M
3,6 mL X
=
200 mL 1500 mL
X = 27 mL
massa 1000
M =
Mr V (mL)
massa 1000
0,2 M =
40 gram/mol 27 mL
Massa = 0,216 gram
- Dalam 1000 mL
0,216 gram X
=
1500 mL 1000 mL
X = 0,144 gram
- Dalam 500 mL
0,216 gram X
=
1500 mL 500 mL
X = 0,072 gram

24
4) Pembuatan Larutan Stok Parasetamol
Perhitungan :
Diketahui :
C stok Parasetamol = 1 mg/mL = 1000 g/mL
V stok Parasetamol = 10 mL
Ditanyakan : Serbuk Parasetamol yang diambil ...?
Jawab :
x
1000 g/mL = 10 mL
x = 1000 g/mL x 10 mL
= 10.000 g = 10 mg
Ditimbang 10 mg serbuk baku parasetamol, dilarutkan dengan buffer fosfat pH
5,8. Kemudian dimasukkan ke labu ukur 10 mL, ad buffer fosfat sampai tanda
batas.

5) Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 g/mL


Diketahui : C larutan stok parasetamol = 1000 g/mL
C larutan baku parasetamol yang dibuat = 10 g/mL
V larutan larutan yang dibuat = 10 mL
Ditanya : V larutan stokparasetamol yang diambil=.....?
Jawab :
V 1 x C1 = V 2 x C2
V1 x 1000 g/mL = 100 mLx10 g/mL
V1 = 1 mL
Jadi, larutan baku parasetamol 1000 g/mL yang diambil untuk membuat larutan
standar 100 g/mL adalah 1 mL, ditambahkan buffer fosfat ad tanda batas 10 ml
dalam labu ukur.
6) Pembuatan Larutan Seri Parasetamol
1. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol 2 g/mL
Diketahui: C larutan baku Parasetamol = 100 g/mL
C larutan seri Parasetamol = 2 g/mL

25
V larutan seri Parasetamol = 5 mL
Ditanya: Volume larutan baku Parasetamol yang diambil?
Jawab:
Cbaku . Vbaku = Cseri . Vseri
100 g/mL . Vbaku = 2 g/mL. 5 mL
Vbaku = 0, 1 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,1 mL
2. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol 4 g/mL
Diketahui: C larutan baku Parasetamol = 100 g/mL
C larutan seri Parasetamol = 4 g/mL
V larutan seri Parasetamol = 5 mL
Ditanya: Volume larutan baku Parasetamol yang diambil?
Jawab:
Cbaku . Vbaku = Cseri . Vseri
100 g/mL . Vbaku = 4 g/mL. 5 mL
Vbaku = 0, 2 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,2 mL
3. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol 6 g/mL
Diketahui: C larutan baku Parasetamol = 100 g/mL
C larutan seri Parasetamol = 6 g/mL
V larutan seri Parasetamol = 5 mL
Ditanya: Volume larutan baku Parasetamol yang diambil?
Jawab:
Cbaku . Vbaku = Cseri . Vseri
100 g/mL . Vbaku = 6 g/mL. 5 mL
Vbaku = 0, 3 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,3 mL
4. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol 8 g/mL
Diketahui: C larutan baku Parasetamol = 100 g/mL
C larutan seri Parasetamol = 8 g/mL
V larutan seri Parasetamol = 5 mL

26
Ditanya: Volume larutan baku Parasetamol yang diambil?
Jawab:
Cbaku . Vbaku = Cseri . Vseri
100 g/mL . Vbaku = 8 g/mL. 5 mL
Vbaku = 0, 4 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,4 mL
5. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol 10 g/mL
Diketahui: C larutan baku Parasetamol = 100 g/mL
C larutan seri Parasetamol = 10 g/mL
V larutan seri Parasetamol = 5 mL
Ditanya: Volume larutan baku Parasetamol yang diambil?
Jawab:
Cbaku . Vbaku = Cseri . Vseri
100 g/mL . Vbaku = 10 g/mL. 5 mL
Vbaku = 0, 5 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,5 mL
Prosedur Kerja Pembuatan Larutan Seri Parasetamol:
Dipipet larutan baku parasetamol 100 g/mL masing-masing 0,1 mL;0,2
mL; 0,3 mL; 0,4 mL dan 0,5 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur
5 mL. Ditambahkan larutan buffer fosfat hingga tanda batas. Digojog hingga
homogen dan dipindahkan ke dalam botol vial.
7) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Membuat Kurva
Kalibrasi
Masing-masing larutan standar dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Hasil absorbansi tersebut diplot dalam kurva konsentrasi
vs absorbansi. Dihitung persamaan regresi linier dengan rumus y = bx+a.
Cara Kerja :
a. Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol

27
Digunakan larutan standari seri konsentrasi 6g/mL

Diukur panjang gelombang maksimul parasetamol pada panjang


gelombang 200-300 nm

Dicatat nilai absorbansinya dan ditentukan panjang gelombang


maksimum parasetamol yang mampu memberikan absorbansi
maksimum
b. Penentuan Kurva Kalibrasi Standar

Masing-masing larutan seri standari dibaca absorbansinya pada


panjang gelombang maksimum 242 nm

Hasil absorbansi tersebut diplot dalam kurva hubungan antara


konsentrasi vs absorbansi

Ditentukan persamaan regresi linier dengan menggunakan rumus y =


bx + a

BAB IV
PENGEMASAN

4.1 Kemasan Primer

28
4.2 Kemasan Sekunder

4.3 Etiket
4.4 Brosur

BAB V
EVALUASI

29
5.1 Uji Evaluasi Granul
Uji Distribusi Ukuran Partikel

Bobot Granul No. Ayakan (Mesh) Bobot Granul Tertahan (gram)


50 gram 20 0,786
40 2,787
60 18,46
80 9,006

30
Melewati Ayakan 80 17,8589

Uji Waktu Alir Dan Sudut Diam

Sudut Diam
Batch Pengulangan Waktu Alir Tinggi Diameter
()
1
1 1,35 menit 4,2 cm 8 cm 46
(20 gram)
2
1 1,3 menit 4 cm 8,8 cm 42
(20 gram)
3
1 1,25 menit 3,8 cm 8 cm 43
(20 gram)

Uji Kompresibilitas

Bobot
Volume Volume Bobot Jenis %
Pengulangan Jenis
Nyata Mampat Mampat Kompresibilitas
Nyata
1 (10 gram) 20,4 18 - - 11,765%
2 (10 gram) 20,4 17 - - 16,667%
3 (10 gram) 20,4 17 - - 16,667%
Rata-rata = 15,033%

5.2 Uji Evaluasi Tablet


Uji Organoleptis

Tablet ke- Warna Bau Bentuk


1 Putih Tidak Berbau Pipih
2 Putih Tidak Berbau Pipih
3 Putih Tidak Berbau Pipih
4 Putih Tidak Berbau Pipih
5 Putih Tidak Berbau Pipih
6 Putih Tidak Berbau Pipih
7 Putih Tidak Berbau Pipih
8 Putih Tidak Berbau Pipih
9 Putih Tidak Berbau Pipih
10 Putih Tidak Berbau Pipih

Uji Keseragaman Bobot

Bobot rata-rata
Tablet Bobot (mg) x x-x (x-x)2
(

31
1 600,636 34,627 1199,043
2 541,691 -24,318 591,355
3 536,672 -29,337 860,648
4 600,731 34,722 1205,631
5 536,636 -29,377 862,761
566,0088
6 600,641 34,632 1199,389
7 564,401 -1,608 2,585
8 543,640 -22,368 500,363
9 570,638 4,629 21,429
10 564,402 -1,607 2,582

Uji Keseragaman Ukuran

No Diameter Tablet Tebal Tablet


1 1,225 0,64
2 1,23 0,625
3 1,22 0,62
4 1,21 0,625
5 1,23 0,62
6 1,22 0,62
7 1,24 0,63
8 1,25 0,64
9 1,22 0,62
10 1,22 0,62

Uji Kekerasan Tablet

Kekerasan
No
(Kp)
1 1,32
2 2,09
3 1,91
4 1,82
5 2,73
6 2,45
7 3,02
8 2,71
9 3,41
10 1,99

Uji Kerapuhan Tablet

32
Bobot Awal Bobot Akhir
5,9715 3,5843
Uji Waktu Hancur

Jumlah Tablet Hasil Waktu Hancur


6 Hancur Sempurna 17 detik

Uji Disolusi

Seri Sampel
Waktu Faktor
C (g/mL) Absorbansi Absorbansi
Pengambilan Pengenceran
2 0,240 5 100 0,626
4 0,353 15 100 0,440
6 0,504 30 100 0,430
8 0,734 45 100 0,371
10 0,836 60 100 0,324

33
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. HASIL
6.1.1. Uji Evaluasi Granul

Uji Distribusi Ukuran Partikel


Bobot Granul No. Ayakan (Mesh) Bobot Granul Tertahan (gram)
20 0,786
40 2,787
50 gram 60 18,46
80 9,006
Melewati Ayakan 80 17,8589

0,786
1. Ayakan no 20 = x 100% = 7,86%
10
2,787
2. Ayakan no 40 = x 100% = 27,87 %
10
18,46
3. Ayakan no 60 = x 100% = 184,6 %
10
9,006
4. Ayakan no 80 = x 100% = 90,06 %
10
17,8589
5. Melewati ayakan no 80 = x 100% = 178,589%
10

Uji Waktu Alir Dan Sudut Diam

Sudut Diam
Batch Pengulangan Waktu Alir Tinggi Diameter
()
1
1 1,35 menit 4,2 cm 8 cm 46
(20 gram)
2
1 1,3 menit 4 cm 8,8 cm 42
(20 gram)
3
1 1,25 menit 3,8 cm 8 cm 43
(20 gram)

Uji Kompresibilitas

Pengulangan Volume Volume Bobot Bobot Jenis %


Nyata Mampat Jenis Mampat Kompresibilitas

34
Nyata
1 (10 gram) 20,4 18 - - 11,765%
2 (10 gram) 20,4 17 - - 16,667%
3 (10 gram) 20,4 17 - - 16,667%
Rata-rata = 15,033%

6.1.2. Uji Evaluasi Tablet


Uji Organoleptis

Tablet ke- Warna Bau Bentuk


1 Putih Tidak Berbau Pipih
2 Putih Tidak Berbau Pipih
3 Putih Tidak Berbau Pipih
4 Putih Tidak Berbau Pipih
5 Putih Tidak Berbau Pipih
6 Putih Tidak Berbau Pipih
7 Putih Tidak Berbau Pipih
8 Putih Tidak Berbau Pipih
9 Putih Tidak Berbau Pipih
10 Putih Tidak Berbau Pipih

Uji Keseragaman Bobot

Tablet Bobot (mg) x Bobot rata-rata x- x ( x x )2


( x )
1 600,636 34,627 1199,043
2 541,691 -24,318 591,355
3 536,672 -29,337 860,648
4 600,731 34,722 1205,631
5 536,636 -29,377 862,761
566,0088
6 600,641 34,632 1199,389
7 564,401 -1,608 2,585
8 543,640 -22,368 500,363
9 570,638 4,629 21,429
10 564,402 -1,607 2,582
( x x )2 = 6445,786

SD =
(xx )2
n1
=
6445,786
101
= 26,762

35
Perhitungan Standar Deviasi Relatif (RSD) atau Koefisien Variasi
(KV)
Diketahui : SD = 26,762
x = 566,0088
Ditanya : Koefisien Variasi (KV) ?

Jawab :

SD
KV = x 100%
x
26,762
KV = x 100%
566,0088
KV = 4,728 %
Tabel 7. Persentase bobot tablet terhadap bobot rata-rata tablet

Tablet ke- Persentase (%)

1 6,118

2 -4,296

3 -5,183

4 6,135

5 -5,189

6 6,119

7 -0,284

8 -3,952

9 0,818

10 -0,284

Perhitungan % bobot tablet terhadap bobot rata-rata tablet :


Bobot tablet - bobot tablet rata-rata
%= x100%
Bobot tablet ratarata

Uji Keseragaman Ukuran

No Diameter Tablet Tebal Tablet


1 1,225 0,64
2 1,23 0,625
3 1,22 0,62

36
4 1,21 0,625
5 1,23 0,62
6 1,22 0,62
7 1,24 0,63
8 1,25 0,64
9 1,22 0,62
10 1,22 0,62

Uji Kekerasan Tablet

Kekerasan X X- X (X- X )2
No
(Kp)
1 1,32 2,345 -1,025 1,050625
2 2,09 2,345 2,09 4,3681
3 1,91 2,345 1,91 3,6481
4 1,82 2,345 1,82 3,3124
5 2,73 2,345 2,73 7,4529
6 2,45 2,345 2,45 6,0025
7 3,02 2,345 3,02 9,1204
8 2,71 2,345 2,71 7,3441
9 3,41 2,345 3,41 11,6281
10 1,99 2,345 1,99 3,9601
(X- X ) 2
57,88733

SD =
( x- x )2
n-1

=
57,88733
9
= 2,5361 Kp
- Standar Deviasi Relatif (RSD)
SD
RSD = 100%
Kadar rata-rata
2,5361
= 100%
2,345
= 108,149 %

Uji Kerapuhan Tablet

Bobot Awal Bobot Akhir


5,9715 3,5843

37
Perhitungan % Kerapuhan Tablet dengan rumus:
Bobot tablet sebelum pengujian-bobot tablet setelah pengujian
Bobot tablet sebelum pengujian
x100%
Sehingga, perhitungannya menjadi :
5,97153,5843
%K = x 100%
5,9715
%K = 39,976 %

Uji Waktu Hancur

Jumlah Tablet Hasil Waktu Hancur


6 Hancur Sempurna 17 detik

Uji Disolusi

Seri Sampel 1
Waktu Faktor
C (g/mL) Absorbansi Absorbansi
Pengambilan Pengenceran
2 0,240 5 100 0,626
4 0,353 15 100 0,440
6 0,504 30 100 0,430
8 0,734 45 100 0,371
10 0,836 60 100 0,324

Penetapan Kadar Parasetamol

Kurva Kalibrasi Larutan Paracetamol


0.6
0.5
0.4

Absorbansi 0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi g/mL
Data hubungan konsentrasi seri
deangan absorbansi digunakan untuk menggambar kurva absorbansi
larutan seri terhadap konsentrasi sebagai berikut:
Gambar 6.1 Kurva kalibrasi larutan seri paracetamol

38
Dari kurva diatas dipereroleh persamaan regresi linier y = 0,066x
0,102 dan R = 0,993.
a). Sampel 1
Menit ke-5
Kadar obat dalam sampel
y = 0,066x 0,102
0,626 = 0,066x 0,102
x = 7,939 g/ml

Dilakukan pengenceran 100 kali pada larutan ini sehingga kadar obat
dalam sampel adalah

Kadar = 7,939 g/ml 100

= 793,9 g/ml

= 0,7399 mg/ml

Jumlah obat dalam sampel


Q = Csampel Vpelarut dalam chamber

= 0,7399 mg/ml 900 mL

= 665,91mg
Faktor koreksi
Faktor koreksi = 0,7399 mg/ml 5 mL + 0
= 3,6995 mg
Jumlah obat yang terdisolusi
Jumlah= 665,91mg + 3,6995 mg
= 669,6095 mg
Persentase jumlah obat yang terdisolusi
669,6095 mg
Persentase = 100%
500 mg
= 113,922 %
Menit ke-15
Kadar obat dalam sampel
y = 0,066x 0,102
0,440 = 0,066x 0,102
x = 5,121 g/ml

Dilakukan pengenceran 100 kali pada larutan ini sehingga kadar obat
dalam sampel adalah

39
Kadar = 5,121 g/ml 100
= 512,1 g/ml
= 0,5121 mg/ml
Jumlah obat dalam sampel
Q = Csampel Vpelarut dalam chamber
= 0,5121 mg/ml 900 mL
= 460,89 mg
Faktor koreksi
Faktor koreksi = 0,5121 mg/ml 5 mL + 0
= 2,5605 mg
Jumlah obat yang terdisolusi
Jumlah= 460,89 mg + 2,5605 mg
= 463,4505 mg
Persentase jumlah obat yang terdisolusi
463,4505 mg
Persentase = 100%
500 mg
= 92,6901 %

Menit ke-30
Kadar obat dalam sampel
y = 0,066x 0,102
0,430 = 0,066x 0,102
x = 4,969 g/ml

Dilakukan pengenceran 100 kali pada larutan ini sehingga kadar obat
dalam sampel adalah
Kadar = 4,969 g/ml 100
= 496,9 g/ml
= 0,4969 mg/ml
Jumlah obat dalam sampel
Q = C sampel V pelarut dalam chamber

= 0,4969 mg/ml 900 mL

= 447,21 mg
Faktor koreksi
Faktor koreksi = 0,4969 mg/ml 5 mL + 0
= 2,4845 mg
Jumlah obat yang terdisolusi

40
Jumlah= 447,21 mg + 2,4845 mg
= 449,6945 mg
Persentase jumlah obat yang terdisolusi
449,6945 mg
Persentase = 100%
500 mg
= 89,9389 %

Menit ke-45
Kadar obat dalam sampel
y = 0,066x 0,102
0,371 = 0,066x 0,102
x = 4,076 g/ml

Dilakukan pengenceran 100 kali pada larutan ini sehingga kadar obat
dalam sampel adalah
Kadar = 4,076 g/ml 100
= 407,6 g/ml
= 0,4076 mg/ml
Jumlah obat dalam sampel
Q = Csampel Vpelarut dalam chamber
= 0,4076 mg/ml 900 mL
= 366,84 mg
Faktor koreksi
Faktor koreksi = 0,4076 mg/ml 5 mL + 0
= 2,038 mg
Jumlah obat yang terdisolusi
Jumlah= 366,84 mg + 2,038 mg
= 368,878 mg
Persentase jumlah obat yang terdisolusi
368,878 mg
Persentase = 100%
500 mg
= 73,8 %
Menit ke-60
Kadar obat dalam sampel
y = 0,066x 0,102
0,324 = 0,066x 0,102
x = 3,364 g/ml

Dilakukan pengenceran 100 kali pada larutan ini sehingga kadar obat
dalam sampel adalah

41
Kadar = 3,364 g/ml 100
= 33,64 g/ml
= 0,3364 mg/ml
Jumlah obat dalam sampel
Q = C sampel V pelarut dalam chamber

= 0,3364 mg/ml 900 mL


= 302,76 mg
Faktor koreksi
Faktor koreksi = 0,3364 mg/ml 5 mL + 0
= 1,682 mg
Jumlah obat yang terdisolusi
Jumlah= 302,76 mg + 1,682 mg
= 304,442 mg
Persentase jumlah obat yang terdisolusi
304,442 mg
Persentase = 100%
500 mg
= 60,888 %

Tabel 8. Hasil Perhitungan Kadar Sampel pada Uji Disolusi

Kadar Parasetamol (mg/mL)


Sampe
Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
l
5 15 30 45 60

1 0,7399 0,5121 0,4969 0,4076 0,3364

Tabel 9. Hasil Perhitungan Jumlah Parasetamol Terdisolusi pada Uji Disolusi

Jumlah Parasetamol Terdisolusi (mg)


Sampel Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
5 15 30 45 60

1 669,6095 463,4505 449,6945 368,878 304,442

Tabel 10. Hasil Perhitungan Persentase Parasetamol Terdisolusi pada Uji Disolusi

42
Persentase Parasetamol Terdisolusi (%)
Sampe
Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
l
5 15 30 45 60

1 113,922 92,6901 89,9389 73,8 60,888

6.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan non steril tablet
parasetamol. Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat
dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet bersifat stabil, mudah dibuat, lebih
menjamin kestabilan bahan aktif dibandingkan bentuk cair, mudah dikemas,
praktis, mudah digunakan, homogen, dan reprodusibel (Nugrahani dkk., 2005).
Terdapat dua metode untuk membuat tablet, yaitu metode cetak dan metode
kompresi. Metode kompresi terdiri dari tiga metode, yaitu metode granulasi
basah, metode granulasi kering dan metode kempa langsung (Banker and
Anderson, 1984). Dalam praktikum ini pembuatan tablet parasetamol dilakukan
dengan metode granulasi basah. Granulasi basah dilakukan dengan cara
membasahi masa tablet dengan larutan pengikat sampai diperoleh tingkat
kebasaan tertentu lalu kemudian di granulasi. Pemilihan metode dalam pembuatan

43
tablet menjadi suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan karena pemilihan
metode yang tepat akan menghasilkan suatu sediaan yang baik. Metode granulasi
basah menjadi metode pilihan dalam pembuatan tablet parasetamol karena terkait
dengan sifat fisiko-kimia zat aktif parasetamol. Parasetamol memiliki sifat
terdegradasi pada suhu 168oC serta memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang
buruk. Metode granulasi basah cocok untuk obat yang dibuat dalam dosis besar
dengan sifat alir atau kompresibilitas yang buruk (Kasture, et al., 2008).
Persyaratan untuk zat aktif dan eksipien yang diformulasi dengan metode
granulasi basah harus tahan terhadap kelembapan dan juga tahan terhadap suhu
karena pada granulasi basah juga terdapat proses pengeringan. Metode granulasi
kering ditujukan untuk zat aktif yang tidak tahan terhadap lembap. Parasetamol
cukup tahan terhadap lembap sehingga dipilih metode granulasi basah untuk
pembuatan tablet parasetamol (Ansel, 2008).
Dalam formulasi menggunakan parasetamol sebagai zat aktif, primojel
berfungsi sebagai penghancur, pasta amilum berfungsi sebagai pengikat, laktosa
berfungsi sebagai bahan pengisi, mg stearat dan talk berfungsi sebagai pelicin.
Formulasi tablet parasetamol dibagi menjadi 2 yaitu fase dalam dan fase luar. Fase
dalam merupakan fase inti dari tablet yang akan dibuat dimana pada fase dalam
ini mengandung zat aktif, penghancur, bahan pengikat dan bahan pengisi. Fase
dalam ini pada saat proses pengempaan dapat menempel pada punch atau die
yang menyebabkan tidak seragamnya dosis yang dihasilkan. Hal ini dapat diatasi
dengan penambahan pelicin. Pelicin digunakan sebagai fase luar dalam formulasi.
Dalam Formula sediaan non steril tablet parasetamol di atas yang merupakan fase
dalam adalah Parasetamol, Laktosa, primojel, dan pasta amilum. Dan fase luarnya
adalah amilum, talk dan mg stearat.

Tahapan awal yang dilakukan adalah penimbangan bahan-bahan. Primojel


yang merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopis sehingga penimbangannya
dilakukan dengan menggunakan botol timbang. Selanjutnya dilakukan proses
pembuatan pasta amilum, amilum yang digunakan sebanyak 11,25% dari total
seluruh bahan yang digunakan. Pasta amilum dibuat dengan cara mencampurkan

44
amilum dengan sejumlah air dengan perbandingan 1:1 sehingga jumlah air yang
digunakan untuk membuat pasta dari amilum 7,245 gram adalah sebanyak 7,245
mL, pasta amilum dibuat di dalam mortir dengan cara penggerusan hingga
membentuk suatu pasta atau massa yang dapat dikepal. Tahap selanjutnya
dilakukan proses granulasi. Pertama-tama dibuat fase dalam, yaitu parasetamol,
laktosa dan primojel serta pasta amilum dicampurkan ke dalam wadah (campuran
1) kemudian dilakukan mixing dan pengempalan dengan tangan. Parasetamol
berfungsi sebagai zat aktif, laktosa berfungsi sebagai bahan pengisi dan primojel
sebagai bahan penghancur (Roweet al., 2009). Pasta amilum sebagai bahan
pengikat bahan pengikat digunakan dalam formula tablet dengan tujuan
membentuk ikatan antar partikel supaya terbentuk tablet yang baik, yang
memenuhi persyaratan bobot tablet, kekerasan tablet, dankerapuhan tablet
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Fase dalam dibuat pertama-tama, yaitu parasetamol, laktosa dan primojel
serta pasta amilum dicampurkan kedalam wadah (campuran 1) kemudian
dilakukan pencampuran (mixing) dan pengempalan dengan tangan didalam mortir.
Setelah terjadi pencampuran sempurna dilakukan pengayakan sampai terbentuk
granul dengan pengayak nomor 10. Ayakan no 10 digunakan agar diperoleh granul
dengan ukuran yang relative lebih besar. Tahap selanjutnya dilakukan pengeringan
dengan memasukkan granul basah kedalam oven pada suhu 60C untuk
memperoleh kadar air dalam granul berada dalam rentang 1-5%. Kadar air yang
berada pada rentang tersebut bertujuan agar tablet yang dihasilkan tidak mudah
ditumbuhi mikroorganisme. Suhu pengeringan granul dilakukan pada suhu 60 oC
dengan tujuan untuk menjaga agar amilum tidak mengalami gelatinasi. Suhu
gelatinase amilum jagung (amilum maydis) adalah 73oC (Rowe et al., 2009).
Apabila terjadi gelatinase dapat mengakibatkan granul yang terbentuk
mengembang dan pada akhirnya akan pecah. Proses pengeringan didalam oven,
tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama, karena kadar air yang ditambahkan
dalam pembuatan pasta amilum cukup sedikit yaitu dengan perbandingan 1:1.
Kadar air yang dihasilkan setelah proses pengeringan pada oven adalah sebesar
2,14%. Air merupakan medium pertumbuhan mikroorganisme yang baik,

45
sehingga kadar air akan sangat mempengaruhi stabilitas sediaan (Kurnializa dkk.,
2013). Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan nomor 20 untuk
menghasilkan granul yang berukuran lebih kecil. Penggunaan ayakan dengan
ukuran yang lebih kecil bertujuan untuk memperkecil ukuran granul yang
dihasilkan sehingga dapat meningkatkan banyaknya tempat kontak partikel dan
dapat menghasilkan tablet yang lebih kompak, karena porositas yang lebih kecil.
Pengayak 20 mesh memiliki ukuran lubang ayakan 850 m (Depkes RI, 1995).
Pada proses pengeringan granul di dalam oven, akan terbentuk jembatan padat
oleh larutan pengikat. Larutan pengikat akan membentuk lapisan tipis film yang
teradsorbsi pada permukaan partikel. Pada proses pengeringan akan terjadi
kristalisasi bahan yang terlarut dalam larutan pengikat, dan membentuk jembatan
padat pada titik kontak sehingga mengurangi jarak antar partikel dan
meningkatkan daerah kontak partikel. Kekuatan jembatan kristal ini bergantung
pada kecepatan kristalisasi dan jumlah material yang terdeposit (Hadisoewignyo
dan Fudholi, 2013).
Setelah dilakukan pengayakan dilakukan uji evaluasi terhadap granul yang
terbentuk. Pengujian dilakukan untuk mengetahui dan menjamin kualitas granul
yang diperoleh sebelum dikempa menjadi tablet. Uji evaluasi granul yang
dilakukan adalah uji distribusi ukuran partikel, uji waktu alir dan sudut diam
granul, dan uji kompresibilitas. Pada uji kompresibilitas, Parameter yang diukur
adalah bulk density atau bobot jenis ruahan dan bobot jenis mampat (tap density).
Uji kompresibilitas dilakukan untuk melihat bagaimana ikatanan tarserbuk. Nilai
kompresibilitas yang besar menunjukkan ikatan antar massa serbuk yang buruk.
Parameter ini nantinya digunakan untuk menentukan Carrs index dan Haussner
ratio. Carrs index yang diperoleh adalah11,765%, 16,667%, dan 16,667%.
Haussner ratio yang diperoleh adalah0,882; 0,833; dan 0,833. Carrs index dan
Haussner ratio ini berada dalam kategori baik apabila memiliki kompresibilitas
yang berada dalam rentang Carrs index 11 sampai 15 dan Haussner ratio berada
dalam rentang 1,12 -1,18 (Singh dan Kumar, 2012). Kompresibilitas berpengaruh
pada tahap penggempaan. Kompresibilitas yang baik akan membuat sediaan
mudah dikempa dan dihasilkan sediaan yang baik. Namun dari nilai Carrindex

46
dan Haussner ratio, kompresibilitas granul yang terbentuk kurang baik Karena
berada diluar rentang persyaratan sehingga menyebabkan ikatan antar massa
serbuknya menjadi buruk.
Selanjutnya dilakukan pengujian waktu alir dan sudut diam dari granul.
Waktu alir dan sudut diam merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan kecepatan alir serta waktu yang diperlukan suatu bahan untuk
mengalir dengan tujuan untuk menilai apakah granul yang diperoleh dapat
mengalir dengan baik kedalam die pada proses pengempaan dan menjamin
keseragaman bobot granul pada saat proses pengempaan tablet (Voight, 1995). Uji
laju alir dilakukan dengan cara memasukkan granul sebanyak 20 gram kedalam
corong uji waktu alir. Penutup corong dibuka sehingga granul keluar dan
ditampung pada bidang datar dimana dalam praktikum ini digunakan kertas
millimeter blok. Selanjutnya, dicatat waktu alir dan sudut diamnya yang dihitung
dengan mengukur diameter dan tinggi tumpukan granul yang keluar dari mulut
corong. Waktu alir yang diperoleh pada praktikum ini dengan menggunakan tiga
kali pengulangan secara berturut-turut adalah 1,35 menit, 1,3 menit; dan1,25
menit. Syarat suatu granul harus memiliki waktu alir 10 gram/detik (Nugrahani
dkk., 200 5). Dari hasil yang diperoleh, granul kurang memenuhi persyaratan laju
alir yang akan berpengaruh pada keseragaman bobot tablet yang akan dibuat.
Bobot tablet akan mempengaruhi ketidakseragaman kandungan zat aktif dari
masing-masing bobot tablet. Selain itu, laju alir yang buruk dapat menyebabkan
waktu yang dibutuhkan granul untuk masuk kedalam cetakan menjadi lebih lama.
Diukur diameter kerucut dan tinggi kerucut granul yang terbentuk untuk
menentukan sudut diamnya. Uji sudut diam yang baik dipersyaratkan tidak lebih
dari 300 (Lachmandkk., 2008). Data hasil praktikum, sudut diam yang didapat
adalah 460, 420, dan 430. .Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, granul yang
dihasilkan kurang dapat mengalir dengan baik karena sudut diamnya lebih besar
dari yang dipersyaratkan.
Uji evaluasi granul yang terakhir adalah distribusi ukuran partikel yang
dilakukan dengan menggunakan Electromagnetik Sieve Shaker. Elektromagnetic
Sieve Shakerterdiri dari 4 ayakan dengan no mesh berbeda-beda. Mesh dengan

47
nomor terbesar diletakkan paling bawah selanjutnya di atasnya disusun mesh
dengan nomor yang lebih kecil. Pengujian distribusi ukuran partikel dilakukan
untuk melihat baik tidaknya granul yang terbentuk.Sebanyak 50 gram granul
dimasukan dalam alat sieve shaker yang berupa ayakan bertingkat dari ayakan
bernomer 20 mesh, 40 mesh, 60 mesh, dan 80 mesh. Kemudian ditimbang
masingmasing bobot granul yang tertahan pada setiap pengayak dan yang
melewati ayakan 80 mesh dan dihitung persentase distribusi granul pada setiap
ayakan. Presentase distribusi granul yang tertahan pada ayakan no 20, 40 ,60 , 80
dan melewati ayakan no 80 masing-masing adalah 1,572 %; 1,574 %; 36,92 %;
18,012 % dan 35,72 %. Dari distribusi di atas dapat diketahui granul memiliki
tingkat homogenitas yang kurangbaik karena banyak granul yanglebih tertahan
pada ayakan nomor 60 dan yang melewati ayakan nomor 80.
Setelah dilakukan uji evaluasi granul, dilakukan proses pencampuran granul
dengan fase luar yang telah ditimbang dan dicampurkan sebelumnya. Setelah fase
luar dan fase dalam tercampur secara homogen, dilakukan proses pembuatan
tablet dengan proses pengempaan. Granul yang akan dikempa menjadi tablet,
ditimbang satu persatu dengan bobot 610 mg. Tujuan penimbangan granul adalah
untuk mendapatkan tablet dengan bobot yang diinginkan dan diperoleh tablet
dengan bobot yang seragam. Bobot yang ditimbang dilebihkan sebanyak 10 mg,
untuk menghindari kekurangan granul pada saat proses pencetakan, seperti granul
yang tidak sengaja lebih atau melewati ruang cetaka, dan adanya perlekatan di
punch. Granul yang telah ditimbang kemudian dikempa dalam mesin pencetak
tablet secara manual. Mesin kempa tablet yang digunakan adalah single punch,
sehingga tablet yang dihasilkan satu per satu. Mesin pencetak tablet terdiri atas
beberapa rangkaian yaitu hopper, punch dan dye. Fungsi dari hopper adalah
sebagai tempat mengalirkan granul menuju cetakan atau dye. Mekanisme kerja
dari mesin pencetak tablet manual adalah granul tablet dimasukan dalam ruang
cetakan dan dikempa oleh kedua gerakan punch atas dan bawah (Ansel, 2008).
Pada saat granul telah mengisi ruang cetakan (dye) maka punch atas dan
bawah dicakupkan. Punch bagian atas turun dan mengempa bahan dalam dye
membentuk tablet. Punch bagian atas kemudian ditarik dan punch bagian bawah
naik ke atas sampai tepat pada permukaan dari tempatnya, mengangkat tablet

48
untuk dilemparkan dari tempatnya. Tablet yang dilemparkan ditampung dalam
wadah yang sesuai untuk kemudian dilakukan evaluasi tablet (Ansel, 2008).
Tablet yang dihasilkan yaitu sebanyak 103 tablet.
Tahap selanjutnya yaitu tahap evaluasi yang bertujuan untuk menguji
apakah tablet tersebut sesuai dan memenuhi syarat tablet konvensional yang siap
dipasarkan. Evaluasi tersebut meliputi uji organoleptis, uji keseragaman bobot, uji
keseragaman ukuran, uji kekerasan, uji kerapuhan, uji waktu hancur, dan uji
disolusi. Uji organoleptis tablet dilakukan dengan melakukan pengamatan dengan
menggunakan panca indera meliputi warna, bentuk, dan bau. Uji organoleptis
dilakukan untuk memastikan bahwa tablet yang dihasilkan secara estetika layak
untuk dikonsumsi pasien. Sebanyak 10 tablet diamati warna, bentuk, dan
dilakukan pemeriksaan terhadap bau. Dari hasil evaluai semua tablet yang diuji
memberikan hasil yang sama, yaitu warna putih, bentuk bundar atau pipih, dan
tidak berbau. Hasil ini menunjukkan tablet yang diproduksi layak dikonsumsi,
secara organoleptis.
Uji keseragaman bobot tablet, dilakukan untuk mengetahui keseragaman
bobot sediaan yang dihasilkan. Bobot tablet lebih dari 300 mg, tidak menyimpang
lebih dari 2 tablet dari bobot rata-rata tidak lebih besar dari 5%, serta tidak
satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata tablet lebih besar
dari 10% (Depkes RI, 1995). Uji keseragaman bobot digunakan 10 tablet. Dari
hasil perhitungan diperoleh rata-rata bobot tablet adalah 566,0088 mg dengan
nilai standar deviasi (SD) sebesar 26,762 dan persentase koefisien variasi 4,728
%. Tablet mempunyai keseragaman bobot yang baik jika harga koefisien
variasinya kurang dari 5%. Berdasarkan hasil perhitungan, tablet yang diproduksi
memiliki keseragaman bobot yang baik dan memenuhi uji keseragaman bobot.
Selanjutnya dilakukan uji keseragaman ukuran, dimana pada uji ini tablet
memenuhi syarat yang mana diameter tablet tidah lebih dari 3 kali tebal tablet dan
tidak kurang dari tebal tablet.
Uji kekerasan tablet, digunakan sebagai persyaratan penting bagi
penerimaan konsumen. Tujuan dari dilakukannnya uji kekerasan ini adalah untuk
mengetahui kekuatan tablet dimana tablet harus mempunyai kekuatan atau
kekerasan tertentu serta tahan atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap

49
berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengepalan.
Kekerasan tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan
merupakan persyaratan penting bagi penerimaan konsumen. Belakangan ini
hubungan kekerasan dan daya hancur serta kecepatan melarut obat menjadi
sangat penting. Memantau kekerasan tablet lebih penting lagi pada produk yang
mempunyai masalah bioavailabilitas nyata atau potensial, atau pada produk yang
sensitive atas gangguan pada profil pengelepasan pelarut sebagai fungsi dari
tenaga kerja yang digunakan (Lachman dkk., 2008).

Pengujian dilakukan dengan meletakkan tablet pada alat uji dan alat akan
otomatis menghancurkan tablet. Kekerasan tablet ditentukan oleh besarnya
tenaga yang diperlukan untuk memecah tablet dalam uji tersebut, kemudian hasil
yang ditampilkan pada alat dicatat. Pada uji kekerasan tablet digunakan sebanyak
10. Dari hasil pengujian kekerasan tablet diperoleh harga kekerasan tablet masih
dibawah 4 kp, sehingga tablet mudah dipatahkan. Kekerasan tablet biasanya 4-8
kg (Parrott, 1971).
Uji kerapuhan tablet, tujuan dilakukannnya uji ini adalah untuk mengukur
ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan sewaktu pengemasan dan
pengiriman. Selain itu, kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi
konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet dengan
konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil), adanya kehilangan
massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam
tablet (Sulaiman, 2007). Prinsip pengukuran dilakukan dengan menetapkan bobot
yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama waktu
tertentu. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar
sebanyak 100 putaran selama 4 menit, jadi kecepatan putarannya 25 putaran per
menit. Kemudian dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah
perlakuan.
Tablet terlebih dahulu dibebas debukan ini dimaksudkan agar tidak ada
debu atau kotoran yang menempel pada tablet yang nantinya akan mempengaruhi
bobot dari tablet. Tablet yang sudah dibersihkan tersebut dimasukkan ke dalam

50
friabilator yang sebelumnya sudah dibersihkan terlebih dahulu. Pada uji
kerapuhan ini 10 tablet yang memiliki bobot 3,5843 gram. Penimbangan ini
dilakukan untuk menetapkan persentase kehilangan bobot setelah dilakukannya
uji kerapuhan. Alat untuk uji kerapuhan yang terdapat di laboratorium dikenal
dengan friabilator Rohce. Adapun cara kerja alat uji kerapuhan ini yaitu dengan
memperlakukan sejumlah tablet terhadap gabungan pengaruh goresan dan
guncangan dengan memakai sejenis kontak plastik yang berputar dengan
kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Dilakukannya selama 4 menit karena bertujuan
agar total putaran yang didapatkan oleh tablet sebesar 100 rpm. Setelah tablet
dimasukkan alat diputar sebanyak 100 putaran (25 rpm selama 4 menit). Jadi ada
100 putaran, bobot yang hilang harus kurang dari 1%. Setelah selesai pengujian
tablet dikeluarkan dari alat dan dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali
dengan seksama. Dihitung presentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah
perlakuan. Dari uji kerapuhan tersebut diperoleh bobot akhir 6 tablet untuk tablet
yang masih dalam kondisi semula yaitu 5,9715gram dan diperoleh selisih
bobotnya adalah 3,5843gram. Dari data penimbangan tersebut maka diperoleh
persentase kehilangan bobot adalah sebesar 39,976 %.
Uji waktu hancur, waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah
tablet untuk hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati
ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah alat uji. Uji ini dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing
monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan
sebagai tablet isap atau dikunyak atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat
secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara dua periode
pelepasan tersebut (Depkes RI, 1995).
Digunakan alat disintegrator, yang berbentuk keranjang, mempunyai 6
tube plastik yang terbuka dibagian atas, sementara dibagian bawah dilapisi dengan
ayakan/screen no.10 mesh. kapsul yang akan diuji (6 tablet) dimasukkan dalam
tiap tube dan ditutup dengan cakram dan dinaik-turunkan keranjang tersebut
secara otomatis dalam medium air dengan suhu 37 2 0C . Proses pencelupan

51
naik turun ini merupakan simulasi dari gerakan peristaltik saluran cerna.
Sedangkan volume medium (buffer fosfat) 900 ml dengan suhu 37 C dipilih
untuk menyerupai volume cairan tubuh manusia dan suhu tubuhnya. Dalam
monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan gastrik
(Sulaiman, 2007). Waktu hancur yang diperoleh adalah 17 detik, dimana waktu
hancur yang diperoleh masih tidak sesuai harapan. Waktu hancur yang baik adalah
kurang dari 15 menit, namun waktu hancur dari sediaan tablet yang dibuat berada
pada rentang waktu yang jauh dibawah 15 menit (terlalu cepat untuk tablet dapat
hancur didalam tubuh).
Pengujian terakhir adalah uji disolusi. Disolusi adalah suatu proses
pelepasan obat dari bentuk sediaan menjadi bentuk terlarut. Laju disolusi adalah
jumlah zat aktif dalam sediaan padat yang melarut dalam waktu tertentu. Tujuan
utama dilakukan uji disolusi adalah merupakan kontrol kualitas untuk membuat
dugaan karakter suatu obat di dalam saluran pencernaan, apakah obat tersebut
mudah larut atau tidak setelah lepas dari bentuk sediaannya. Faktor yang
mempengaruhi laju disolusi sediaan obat antara lain kelarutan, ukuran partikel,
dan kristalisasi obat. Dalam sediaan tablet, faktor formulasi, pengisi, penghancur,
pelincin dan efek kekuatan pengempaan berpengaruh terhadap laju disolusi
(Rowe, 2003)
Ada dua jenis alat yang dapat digunakan untuk uji disolusi yaitu dengan
metode dayung dan metode keranjang. Untuk uji disolusi tablet parasetamol ini
digunakan metode dayung dengan kecepatan 50 rpm selama 30 menit. Dalam
waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 % parasetamol dari jumlah yang
tertera pada etiket (Lachman dkk., 2008). Diperoleh persentase tablet yang
terdisolusi setelah menit ke-5 adalah 113,922%, menit ke-15 sebesar 92,6901%,
menit ke-30 sebesar 89,9389%, menit ke-45 sebesar 73,8%, dan pada menit ke-60
sebesar 60,888%.

52
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
a. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi, Formulasi tablet yang digunakan pada praktikum
kali ini adalah: Paracetamol (zat aktif), Pasta amilum jagung (bahan
pengikat), Primojel (disintegran) dan laktosa (pengisi), talk (glidan),
dan Mg stearat (antiadherent dan lubrikan).

53
Formulasi untuk 100 tablet, dimana bobot setiap tablet 600 mg.
R/ Parasetamol 500 mg

FD Laktosa ad 600 mg/tablet


Primojel 2%
Pasta Amilum 11,25%
Primojel 2%
FL Talk 2%
Mg Stearat 1%
b. Tahap pembuatan sediaan tablet adalah pembuatan granulasi basah
diaman dibuat dengan mencampurkan pasta amilum dengan fase
dalam (paracetamol, laktosa, primogel), yang kemudian jika kadar air
dari granul sudah kurang dari 2% maka granul ditambahkan dengan
fase luar (primogel, talk, Mg stearat) hingga tercampur homogen
selanjutnya granul dapat dikempa pada alat kempa tablet
c. Kadar air yang dihasilkan setelah proses pengeringan pada oven
adalah sebesar 2,14%. Waktu alir yang diperoleh pada praktikum ini
dengan menggunakan tiga kali pengulangan secara berturut-turut
adalah 1,35 menit, 1,3 menit; dan1,25 menit. Data hasil praktikum,
sudut diam yang didapat adalah 460, 420, dan 430. Dari hasil
perhitungan diperoleh rata-rata bobot tablet adalah 566,0088 mg
dengan nilai standar deviasi (SD) sebesar 26,762 dan persentase
koefisien variasi 4,728 %. Dari data penimbangan tersebut maka
diperoleh persentase kehilangan bobot adalah sebesar 39,976 %.
Diperoleh persentase tablet yang terdisolusi setelah menit ke-5 adalah
113,922%, menit ke-15 sebesar 92,6901%, menit ke-30 sebesar
89,9389%, menit ke-45 sebesar 73,8%, dan pada menit ke-60 sebesar
60,888%.

7.2. Saran
Diharapkan alat yang digunakan untuk keperluan praktikum tersedia
lengkap di lab, agar proses praktikum dapat berjalan optimal.

54
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. H. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta:


UI Press.

Aulton, M. E. 1988. Pharmacetics: The Science of Dossage from Design. London:


Churchill Living Stone.

55
Banker, G. S. and N. R. Anderson. 1984.Teori dan PraktekFarmasi Industri.Edisi
3. Jakarta: UI .

Catalina, L. F.. 2003. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Primogel sebagai


Superdisintegrant Internal dan Eksternal terhadap Karakteristik Fisik
Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji. Skripsi. Surabaya : Universitas Surabaya.
Chandira, R. M., D. Bhowmik, R. Yadav, B.Jayakar, K. P. S. Kumar. 2012.
Formulation and Evaluation The Oral Tablet Ibuprofen. The Pharma
Innovation. Vo. 1(No.9). pp: 32-43.

Chandira, R. M., D. Bhowmik, R. Yadav, B.Jayakar, K. P. S. Kumar. 2012.


Formulation and Evaluation The Oral Tablet Ibuprofen. The Pharma
Innovation. Vo. 1(No.9). pp: 32-43.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Hardisoewignyo, L. dan Fudholi, A. 2013. Sediaan Solida. Surabaya: Pustaka


Pelajar. Kurnializa, E., S. N. Nurbaeti, W. Taurina. 2013. Potensi Amilum
Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeisguineensis Jacq.) Sebagai Bahan
Penghancur pada Formulasi Tablet Paracetamol. Skripsi. Pontianak:
Universitas Tanjung Pura.

Kasture, P. V., S. R. Parakh., S. A. Hasan., and S. B. Gokhale. 2008.


Pharmaceutics-I. Mumbai: Nirali Prakashan.

Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta. Salemba


Medika.Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting.
Edisi ke-VI. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Kurnializa, E., S. N. Nurbaeti, W. Taurina. 2013. Potensi Amilum Limbah Batang


Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Sebagai Bahan Penghancur pada
Formulasi Tablet Paracetamol. Skripsi. Pontianak: Universitas Tanjung Pura.

Lachman, L., Liebermann, H.A. dan J.I. Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi II. Jakarta: UI Press.

Lacy, Charles F., Lora L. Amstrong, Marton P. Goldman, Leonard L. Lance. 2004.
Drug Information Handbook 12th Edition. Ohio: Lexi Comp.

Moffat, C. Antony., M. David Osselton, dan B. Widdop. 2005. Clarkes Analysis


of Drug and Poisons. 3rd editions. The Pharmaceutical Press.

56
Nugrahani, I., H. Rahmat dan J. Djajadisastra. 2005. Karakteristik Granul dan
Tablet Propanolol Hidroksida dengan Metode Granulasi Peleburan. Majalah
Ilmu Kefarmasian 2(2):100-109.

Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-ninth


edition. London: The Pharmaceutical Press.

Rowe, C. R., P. J. Sheskey, M.E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients 6th Edition. Amerika: Pharmaceutical Press.

Singh, I. dan P. Kumar. 2012. Preformulation Studies For Direct Compression


Suitability Of Cefuroxime Axetil And Paracetamol: A Graphical
Representation Using Sedem Diagram. Acta Poloniae Pharmaceutica
69(1):87-93.

Sulaiman, T.N.S.. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet Cetakan


Pertama. Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Sixth


edition. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H. A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Cetakan I.


Jakarta: EGC

Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Edisi ke-VI. Jakarta. PT.
Elex Media Komputindo.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Jogjakarta: Gadjah Mada


University Press.

LAMPIRAN

57
Gambar 1. Penimbangan Bahan Gambar 2. Pembuatan Granul
Gambar 3. Pembuatan Pasta Amilum Gambar 4. Pengujian Granul
Gambar 5. Pengujian Tablet Gambar 6. Penentuan Panjang
Gelombang Maksimum

58

Anda mungkin juga menyukai