Anda di halaman 1dari 9

HORMON SITOKININ

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Fitohormon
Yang diampu oleh Ibu Dra. Hj. Dahlia, M.S.

Oleh Kelompok 3 :
1.
2. Yanis Kurnia Basitoh (140342604027)

Offering: G-H/P

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin banyak yang kita ketahui tentang pertumbuhan dan perkembangan, kedua
proses tersebut tampak semakin rumit. Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol
oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam
organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu
cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan,
perkembangan atau metabolisme. \
Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan
dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah
pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. (Salisbury, 1995)
Beberapa kelompok hormon telah diketahui dan beberapa diantaranya bersifat sebagai
zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan (promoter), sedang yang lainnya bersifat
sebagai penghambat (inhibitor) (Salisbury, 1995). Mekanisme kerja sitokinin
menunjukkan bahwa senyawa tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme
kerja dan dalam jaringan yang berbeda. Namun, secara sederhana diduga bahwa satu efek
utama yang umum sering diikuti oleh sejumlah efek sekunder, yang bergantung pada
keadaan fisiologis sel sasarannya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah,
proses metabolisme, tahapan biosintesis, fungsi, peran dan mekanisme kerja hormon-
hormon tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini agar pembaca:
1. Mengerti struktur dan jenis hormon sitokinin
2. Mengerti sisntesis hormon sitokinin pada tumbuhan
3. Mengerti transport sitokinin pada tumbuhan
4. Mengerti berbagai macam fungsi hormon sitokinin
5. Memahami mekanisme kerja hormon sitokinin
6. Memahami aksi dari hormon sitokinin
BAB II
PPEMBAHASAN

2.1 Struktur dan Jenis Hormon Sitokinin


Pada awal tahun 1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang tertarik
pada auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan,
mendapati bahwa sel potongan empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila
sepotong jaringan pembuluh diletakkan diatasnya, hal itu mempertegas hasil yang
didapatkan Haberlandt (ditelah oleh Miller, 1961).
Sitokinin merupakan turunan adenine yang cincin purinnya dinomori, seperti
dapat dilihat pada zeatin (kiri atas) terdapat zeatin dan zeatin ribosida yang beberapa
gugusnya tersususn dengan ikatan rangkap pada cincin samping, berkonfigurasi trans
(tetapi dicontohkan disini) atau cis (gugus CH 3 saling bertrukar dengan CH2OH). Bentuk
cis lebih lazim pada sitokinin yang diikat oleh tRNA, tapi bentuk trans labih sering
terdapat pada zeatin dan zeatin ribosida-bebas. (Salisbury, 1995).

Sumber: Hopkins dkk, 2008

2.2 Sintesis Hormon Sitokinin

2.3 Sistem Transport Hormon Sitokinin


Kita telah mengerti bahwa sitokinin disintesis tumbuhan pada bagian akarnya.
Namun hormon inijuga ditemukan di berbagai organ tumbuhan lainnya. Hal tersebut
menandakan bahwa sitokinin mengalami translokasi dari ujung akar ke organ sasarannya.
Berdasarkan penelitian sitokinin mengalami translokasi dari ujung akar ke daerah
sasaran melalui xilem. Jameson dkk, 1987 (dalam Salisbury and Ross, 1992) menyatakan
bahwa pengangkutan berbagai jenis sitokinin pasti terjadi di dalam xilem. Namun,
tebung tapis juga mengandung sitokinin. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan
daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewara dipetik dari tumbuhan spesies
tertentu dan dijaga kelembabannya, sitokinin bergerak ke pangkal tangkai daun dan
tertimbun di situ. Pergerakan ini mungkin terjadi melalui floem, bukan melalui xilem,
karena transpirasi sangat mendukung aliran xylem dari tangkai ke helai daun dewasa
dapat memasok sitokinin ke daun muda lainnya melalui floem, asalkan daun tersebut
mempu mensisntesis sitokinin atau menerimanya.
Selain itu, menurut Krishnamoorthy (1981), tidak seperti auksin dan giberelin,
sitokinin ditranslokasikan sangat buru pada jaringan hidup dari tanaman, hal ini dapat
14
ditunjukkan dengan memberikan benzyl adenine C pada daun kacang. Bekas tetesan
pemberian sitokinin pada daun ini tidak terlihat berpindah, namun tetap bertahan di
tempat semula. Namun sitokinin terbawa secara pasif sepanjang jalur transpirasi xylem
menuju bagian aerial dari tubuh tumbuhan. Akibatnya jajaran xylem pada beberapa
tumbuhan menunjukkan konsentrasi tinggi untuk hormon ini. Namun pada segmen akar,
petiole dan hipokotil telah menunjukkan bahwa pemberian kinetin bergerak pada floem
dengan arah basipetal (ke kutup), perpindahan ini tergantung pada keberadaan auksin.
Yang kedua jumlah yang dipindahkan sangat kecil yang tidak tampak mempengaruhi
fisiologissecara signifikan.
2.4 Fungsi Hormon Sitokinin pada Tumbuhan
Sitokinin memiliki peran yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Berikut ini adalah berbagai peran sitokinin pada tanaman:
a. Sitokinin memacu pembelahan sel
Telah dijelaskana bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan
sel, Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa jika empelur batang tembakau,
kedelai, dan beberapa tumbuahan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptic
pada medium agar yang mengandung auksin dan hara yang tepat, akan terbentuk
massa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, khususnya poliploid, yang disebut
kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan, sitokinesis terpacu sekali, seperti yang pernah
dikemukaan. Besarnya pertumbuhan sel baru dapat dipakai sebagai uji biologi yang
peka dan sangat khas bagi sitokinin dan penting untuk penyusunan batasan bagi
senyawa ini.Skoog dan kawan-kawannya juga mendapati bahwa jika nisbah sitokinin,
terhadap auksin didpertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel itu
membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kuncup, batang
dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akar terpacu.
Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama jenis dikotil)
dapat didorong pertumbuhannya menjadi tumbuhan utuh baru. Kemampuan kalus
untuk menjadi tumbuhan lengkap digunakan sebagai alat untuk mendeteksi tananman
yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan garam, patogen dan herbaisida
tertentu atau yang memiliki ciri lain yang bermanfaat.
Sumber lain mengatakan bahwa dalam pertumbuhan tumbuhan sitokinin juga
berpengaruh terhadap siklus sel. Berikut ini adalah bagan pengaruh sitokinin pada
pembelahan sel.

Sumber: Hopkins dkk, 2008


Pada sebuah percobaan yang dilakukan terhadap kultur tanaman tembakau
diperlakukan dengan meniadakan hormon sitokinin dan auksin. Akibanya sel pada
kultur mengalai istirahat pada fase G1 dan G2. Dengan tidak adanya sitokinin
menyebabkan cyklin dependent kinase (CDK) mengalami penurunan aktivitas, yang
seharusnya terjadi fosforilasi yang tinggi pada sis tirosin. Kemudian setelah ditambah
lagi dengan sitokinin, tirosin mengalami defosfrilasi, enzim aktif kembali dan
pembelahan terjadi lagi.
Spesifik residu tirosin pada unit katalitik CDK, terfosforilasi selama fase S
oleh kinase lain. Namun unit CDK terfosforilasi ini masih dapat berikatan dengan
cyclin (Cyc B), kompleks ini masih tetap tidak dapat aktif hingga kelompok fosfat
penghambat dihapus oleh CDK. Prinsipnya sitokini pada sel kultur tembakau
dibutuhkan pada saat komplek CDK aktif untuk menginisiasi pembelahan sel olek
transisi katalis dari fase G2 ke fase mitosis. Berikut ini adalah percobaan yang
dilakukan pada kultur tembakau (Hopkins, dkk 2008)

Sumber: Hopkins dkk, 2008

Sitokinin dan IAA diperlukan untuk mengendalikan pembentukan serta


perkembangan tumor pada batang banyak tumbuhan dikotil dan gimnospermae, yang
disebut tumor mahkota. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobacterium
tumefaciens (berkerabat dekat dengan anggota bakteri penambat nitrogen,
Rhizobium).Tumor tersebut dapat ditumbuhkan dalam biakan steril tanpa ditambah
sitokinin atau auksin; artinya, selnya tak bergantung pada hormone ini. A. tumefaciens
mempunyai beberapa plasmid, yang disebut plasmid Ti, mengandung potongan DNA
yang dapat adipindahkan ke sel batang tumbuhan inang saat menginfeksi, dan
menyebabkan pertumbuhan tumor dengan cepat serta tak beraturan. Potongan DNA
ini disebut T-DNA (huruf T berarti dipindahkan, transferred).
T-DNA mengandung beberapa gen, yang salah satunya menyandikan enzim
isopentenil AMP sintase;dua diantaranya menyandikan enzim yang mengubah
triptofan menjadi IAA, serta morfologi tajuk. Jika ketiga gen tersebut termutasi
sehingga tidak aktif, tumor tak akan berkembang dan tingkat hormone tetap rendah.
Jika hanya gen isopentenil AMP sintase yang tidak aktif, maka tingkat sitokinin
menurun, tumor tumbuh lambat dan membentuk banyak akar melalui organogenesis.
Jika salah satu gen biosintesis auksin tidak aktif, maka tumor tumbuh lambat,
pembentukan IAA sedikit sekali, dan tajuk berdaun dihasilkan, dengan sedikit atau
mendukung pernyataan Skoog tentang efek nisbah sitokinin-auksin. Ulasan yang baik
mengenai gen tumor mahkota dan efek hormone ditulis oleh Hopkins dkk (2008),
sedangkan tulisan yang lebih mutakhir, yang umumnya mendukung kesimpulan di
atas, diterbitkan oleh Lehninger, (1982) dan oleh Franklin, (1991). Berikut ini adalah
gambar dari tumor mahkota pada tumbuhan.

Sumber: Hopkins dkk, 2008

b. Sitokinin menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wabah penampungan hara.


Jika kita memetik sehelai daun dewasa yang masih aktif, daun tersebut akan
mulai kehilangan klorofil, RNA, protein dan lipid dari membran kloroplas lebih cepat
dari pada jika daun inimasih melekat pada induknya, walaupun diberi garam mineral
dan air melalui ujungnya yang terpotong. Penuaan prematur ini, yang ditandai dengan
menguningnya daun, berlangsung sangat cepat jika daun diletakkan di dalam gelap.
Pada daun tumbuhan dikotil, akar liar sering terbentuk pada pangkal tangkai dan
kemudian penuaan helai daun sangat tertunda. Akar tampaknya memberikan sesuatu
pada daun untuk mempertahankannya secaara fisiologis. Sesuatu tersebut hampir
dapat dipastikan mengandung sitokinin yang diangkut melalui xilem.
Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin: banyak
jenis sitokinin mampu menggantikan sebagian factor yang ditumbuhkan akar untuk
menunda penuaan, dan kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda
ketika akar liar terbentuk. Pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam
cairan xylem meningkat selama masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun
saat pertumbuhan terhenti atau berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut
menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk
mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat (Lakitan, 2007).
c. Sitokinin memacu perkembangan kloroplas dan sintesis kloropil.
Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan ditempat gelap, dau
muda dan kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan sitokinin berpengaruh
pada perkembangan kloroplas atau sintesis kloropil. Percobaan ini dapat dilaksanakan
karena dalam keadaan gelap, kloropil tidak terbentuk dan perkembangan kloroplas
terhambat. Plastid muda terhambat pada tahap proplastid atau pada etioplas. Etioplas
(dari kecambah yang ditumbuhkan dalam gelap atau teretiolasi) berwarna kuning
karena mengandung karotenoid. Etioplas memiliki sistem membran dalam yang
menarik, yang tersususn rapat menjadi kisi-kisi dalam yang disebut badan prolamela.
Setelah terkena cahaya, badan prolamela itu akan menghasilkan sistem tilakoid yang
ditemukan pada kloroplas hijau yang normal. Perkembangan ini disertai pembentukan
protein tilakoid khusus yang melekat pada kloropil, yaitu pada kedua fotosistem dan
kompleks pemanen cahaya. Pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang
teretiolasi beberapa jam sebelum dipajankan pada cahaya, menghasilkan dua efek
utama : (1) memecu perkembangan lanjut dalam keadaan terang etioplas menjadi
kloroplas, khususnya dengan mendorong pembentukan grana, dan (2) meningkatkan
laju pembentukan kloropil. Alasan utama bagi munculnya kedua efek itu mungkin
karena sitokinin mendorong terbentuknya protein, tempat kloropil menempel dan
menjadi mantap. Diduga bahwa sitokinin endogen meningkatkan perkembangan
kloroplas daun dengan cara serupa. Kemampuan sitokinin dalam mengaaktifkan
sisntesis protein yang mengikat kloropil dan berkenaan dengan mekanisme kerja
sitokinin.

2.5 Mekanisme Kerja Hormon Sitokinin


2.6 Aksi Hormon Sitokinin
DAFTAR RUJUKAN

Franklin, G., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press : Jakarta.


Hopkins, dkk. 2008. Plant Phisiology 4th edition. USA: John Wiley & Sons Inc.
Krishnamoorthy, H.N. 1981. Plant Growth Subtances Including Applications In Agriculture.
New York: Tata Mc. Graw Hill, Publishing Co. Ltd.
Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Lehninger, A. 1982. Dasar-Dasar Biokima jilid II. Bogor : Penerbit Erlangga.
Salisbury, F.B. & Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.
Salisbury, F.B. & Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai