Anda di halaman 1dari 35

Pencarian...

Agus Prasetyo
home

Internasional

Ekonomi

Olahraga

Hiburan

Teknologi

Bumi kita

Artikel

Otomotif

Fhoto

Video

Headlines News :
Home Kitab Kuning TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh )

TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh )

SEKAPUR SIRIH


"
"

Puji syukur, kami haturkan kepada Allah 'azza wa jalla. Shalawat serta salam dari Allah
semoga tercurahkan kepada beliau uswah al-hasanah Muhammad SAW. Al-nabiy, al-rosul 'ala
al-alamiin.

Berawal dari sebuah obrolan ma'a ashabiy alias bareng teman-teman sambil ngopi dan nyete
76 diwarung selatan pondok putra Ponpes An-nawawi, kemudian berlanjut pada bahasan
yang lebih serius untuk belajar ushul fiqh dengan metode diskusi -walaupun diskusinya
belum berjalan seperti yang diinginkan-, kami dan teman-teman mencoba untuk belajar
membaca dan memahamui kitab usul fiqh Mabadi' al-Awaliyah. Kemudian kami berniat
untuk menterjemahkannya. Termotivasi oleh semangat beliau mas H. M. Khoirul Fata (al-
marhum) "ghofara Allah lah" dalam belajar ketika beliau masih bersama-sama kami (fi hayati
al-dunya) serta dengan harapan semoga kami dan teman-teman santri PP. An-Nawawi bisa
mempunyai semangat seperti beliau dalam belajar. Dan yang pasti beliau KH. Achmad
Chalwani beserta zdurriyahnya ridho pada kita sehingga Allah pun ridha pada kita.

Harapan kami, terjemahan kitab Mabadi' al-Awaliyah ini dapat menjadi motivasi para santri
khususnya teman-teman di PP. An-Nawawi Berjan Purworejo dalam bwelajar baik dengan
metode membaca, menulis atau lainnya. Dan semoga bisa menjadikan washilah bagi kami
untuk mendapatkan ilmu yang nafi' fiy al-dunya wa al-akhirat.

Tidak lupa ucapan terimakasih kami kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penterjemahan ini. Terlebih guru fan kitab Mabadi' al-Awaliyah kami yaitu bapak Sahlan,
S.Ag., MSI.dan mustahiq kelas II MDU yang senantiasa memberi suport dan membesarkan
hati kami sehingga dengan kemampuan yang kami miliki akhirnya dapat terselesaikan apa
yang telah menjadi harapan kami. Terakhir, untuk koreksi, tentunya dalam terjemahan ini
tidak sesempurna sesuai apa yang diharapkan. Apabila ditemukan kekurangan sangat kami
harapkan masukan dan saran dari para pembaca yang budiman.

Berjan, 9 juni 2009-06-09


TTM

DAFTAR ISI
Halaman Judul I
Sambutan Mustahiq II
Sekapur sirih III
Daftar isi IV
1. Al-Qism al-awwal Ushul al-Fiqh 1
2. Al-Ahkam 2
3. Al-Mabhats al-awwal fiy al-Amr 4
4. Al-Mabhats al-tsani fiy al-Nahyi 5
5. Al-Mabhats al-talits fiy al-'Am 7
6. Al-Mabhats al-al-rabi' fiy al-Khas wa al-Takhshis 8
7. Al-Mabhats al-khamis fiy al-Naskh 12
8. Al-Mabhats al-sadis fiy al-Mujmal 15
9. Al-Mabhats al-sabi' fiy al-Muthlaq wa al-Muqayyad 16
10. Al-Mabhats al-tsamin fiy al-Mafhum wa al-Mantuq 17
11. Al-Mabhats al-tasi' fiy Fi'l shahib al-syari'ah 19
12. Al-Mabhats al-'asyir fiy Iqrar shahib al-syari'ah 20
13. Al-Mabhats al-hadiy 'asyara fiy al-Ijma' 21
14. Al-Mabhats al-tsani 'asyara fiy al-Qiyas 22
15. Al-Mabhats al-tsalits 'asyara fiy al-Ijtihad, al-Ittiba', al-Taqlid 23
16. Al-Qism al-tsani Qawa'id al-Fiqh 25
17. Kaidah ke-1 25
18. Kaidah ke-2 25
19. Kaidah ke-3 25
20. Kaidah ke-4 26
22. Kaidah ke-6 27
21. Kaidah ke-5 26
23. Kaidah ke-7 27
24. Kaidah ke-8 27
25. Kaidah ke-9 28
26. Kaidah ke-10 28
27. Kaidah ke-11 28
28. Kaidah ke-12 29
29. Kaidah ke-13 30
30. Kaidah ke-14 30
31. Kaidah ke-15 30
32. Kaidah ke-16 31
33. Kaidah ke-17 31
34. Kaidah ke-18 31
35. Kaidah ke-19 32
36. Kaidah ke-20 32
37. Kaidah ke-21 33
38. Kaidah ke-22 33
39. Kaidah ke-23 33
40. Kaidah ke-24 34
41. Kaidah ke-25 34
42. Kaidah ke-26 35
43. Kaidah ke-27 35
44. Kaidah ke-28 35
45. Kaidah ke-29 36
46. Kaidah ke-30 36
47. Kaidah ke-31 37
48. Kaidah ke-32 37
49. Kaidah ke-33 37
50. Kaidah ke-34 38
51. Kaidah ke-35 38
52. Kaidah ke-36 38
53. Kaidah ke-37 39
54. Kaidah ke-38 39
55. Kaidah ke-39 39
56. Kaidah ke-40 40




...
...
:


. " "

.
:
:
:

:


BAGIAN AWAL
USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar yang
menjadi dasar tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh.
Sedangkan cabang (al-far') adalah sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti
cabang-cabang pohon (batang dan lainnya) yang berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri
diatas ushul-nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama' bahwa dasar
wajibnya shalat adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat adalah
al-Quran. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
...
Artinya : .dan dirikanlah shalat
Pendapat ulama' yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi
darurat (emergency), adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi; "kullu
mayyitah harm" artinya : setiap bangkai haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari firman
Allah SWT. Yang berbunyi :
" "
Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah) menunjukkan
makna wajib, mutlaknya nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya perbuatan
Nabi (af'al al-Nabi), mutlaknya ijma', dan mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu merupakan
hujjah.
lafal fiqh dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam
terminologi syar'iy, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syari'at yang diperoleh dengan jalan
ijtihad. Seperti mengetahui bahwa niat dalam wudhu merupakan suatu kewajiban, dan
berbagai permasalahan lain yang masuk dalam ranah ijtihadiyah. Fiqh, berbeda dengan
hukum-hukum syari'at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad. Seperti
mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan
berbagai permasalahan lain yang ditetapkan dengan dalil qath'iy. Ilmu seperti ini tidak
dinamakan fiqih.
Sedangkan ilmu ( )adalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa diketahui
dengan sempurna. bodoh ( )adalah tidak adanya pengetahuan akan sesuatu perkara. Dzan
( )adalah menilai sesuatu yang lebih kuat dari dua perkara. Wahm ( )adalah
menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara. Syak ( )adalah menemukan
persamaan pada dua perkara.
Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri atau
tidak yang sama-sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan dzan,
dan ketika mengunggulkan salah satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak sedang
berdiri dinamakan wahm. Dalam kaitan ini, ilmu dalam pengertian fiqih mengandung
pengertian dzan (prasangka). Maksudnya, sebagaimana dalam pembahasan selanjutnya, akan
diketemukan adanya kaidah yang menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai salah satu
mekanisme metode penggalian hukum dalam islam masuk dalam kategori zdanniy
(prasangka) dan bukannya qath'iy (pasti).

: .
. : .
. : .
. :
. :
. : .
:
:
. :
. : .
. :

: .

PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT

Al-Ahkam al-Syariy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub,
mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan 'azimah. Adapun definisi masing-masing
sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan
akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan
tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan
akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila
dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan
siksa. Seperti tidur siang hari.
6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan
bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan
takbiratul ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya
sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum
asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia
tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai
bagi orang yang terpaksa.
9. Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan
bangkai bagi yang tidak terpaksa.


:
. ...
.

...

. . .
. ..
. . ...
. .
..

Pembahasan Ke - 1
AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam
pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :
1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan
selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
...

Artinya: dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat


2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil
yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):196.
..
Artinya : dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah
3. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan
amr (perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu
awal.
4. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah
(medium) timbulnya sesuatu tersebut.
Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
5. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan
sesuatu tersebut.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83.
..
Artinya : .dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...
6. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang
dikenai perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang
yang tidak menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka
ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika menemukan air.


:
. .
. .




. ..
. .
. . .




...
. ..

Pembahasan Ke - 2
AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada
bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang),
kecuali adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.
2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang
berlawanan atau kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.



Artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
3. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam
ibadah. Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.
4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam
muamalah. Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs
al-'aqd), seperti bai' al-hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu kecil atau spekulasi).
Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang keluar dari transaksi (faktor
eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti hanya
jual beli pada waktu adzan jum'at.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jumah (62):9.



Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. al-Jum'ah 9).

. :
"
..."
"

"



...
"
" " " "
" ... "
... . "
Pembahasan Ke - 3
AL-'AM
Al-'Am ( ) adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-
lafazd yang digunakan untuk menunjukkan makna 'am ada empat, yaitu:
1. Isim wahid (mufrod) yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr (103): 2-
3.
..
Artinya : "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang
beriman"
2. Isim jama' yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.




Artinya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
3. huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.




Artinya: Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak
dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan
tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
4. Isim-isim mubham
a) Lafal bagi sesuatu yang berakal. Contoh firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.

Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya.
b) Lafal bagi yang tidak berakal. Contoh firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.


Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
c) Lafal . Contoh :
..
d) Lafal yang menunjukkan tempat. Contoh QS. al-Nisa' (4): 78.


Artinya: Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu
e) Lafal yang menunjukkan zaman. Contoh :

:
:
:
:
. "
..."
. " ..."
. " ..."
... " ."
:
. . " ... "
" ... ..."
. . "

... "
" "
" " " , .
..."
" " " . "
" ... " , .
"
... "

" " .
"
... "

Pembahasan Ke - 4
AL-KHAS DAN AL-TAKHSHIS
Al-khas ( )adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya
batasan. Sedangkan al-takhshish ( )adalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan
'am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis
munfashil (terpisah).
Macam-macam takhshis muttasil :
1) Pengecualian (al-Istisna'). Contoh: QS. al-Ashr (103): 2-3.
..
Artinya: Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang
beriman
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa' (4): 96.
...
Artinya: (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
..
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci
4) Pengecualian dengan pengganti (badal). Contoh QS. Ali Imron(3): 97.

...
Artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah...
Macam-macam takhshish munfashil:
1) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan al-kitab (al-Quran). Firman Allah SWT dalam
QS. al-Baqarah (2): 221.
...
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik
ayat ini ditakhsis dengan Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,
... ...










Artinya: Pada hari ini dihalalkan sampai pada firman Allah ta'ala- Dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-kitab sebelum kamu
2) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS. al-
Nisa' (4):11.


...
Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu,
yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi
ayat tersebut ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:

Artinya: Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari orang tua kafir dan anak
kafir tidak mendapatkan warisan dari orang tua muslim.
3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Quran). Seperti hadits riwayat
Bukhari Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat seseorang
yang masih dalam keadaan hadats sampai dia berwudhu.

Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan firman Allah QS.al-Nisa' (4): 43.




...
Artinya: Dan jika kamu sakit sampai pada firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat
air, maka bertayamumlah
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim:

Artinya: Setiap (zar') yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.
Hadits ini ditakhsis dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim :

Artinya: Setiap (zar') yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.
5) Pengecualian al-kitab (al-Quran) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.







Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak
perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS.
al-Nisa' (4):25.


...
Artinya: Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami
Adapun untuk seorang budak (abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan
yang telah disebutkan diatas.
6) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW. :

Artinya: Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan
keperwiraannya (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar
hutang pada anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua
yang berpaling dari membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya
karena dengan memakai qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar
kepada mereka yang telah ditetapkan dalam QS. Al-Isra' (17):23.
...
Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah"


.

. : :
. . .
. .
" ... " . .
"
..."
" " .
. .
. .
"
..."
" " .
" ... "
" " .
Pembahasan Ke - 5
NASIKH DAN MANSUKH
Al-Nsikh ( )secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah. Dalam
tinjauan syara', al-nsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara' yang telah
ditetapkan terdahulu dengan dalil syara' yang baru. Al-Nsikh menurut sebagian ulama'
terbagi menjadi:
1) Menghapus tulisan (al-rasm) dan menetapkan hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:

Sahabat umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya
nabi SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon.
Maksud lafal dalam hadits diatas adalah
2) Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.




Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun
lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri),
Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka
berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.


...

Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri


(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
3) Menghapus dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.
Seperti hadits riwayat Muslim dari 'aisyah ra.

Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan
sepuluh kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang
menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:

Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan,
seperti dalam ayat tentang 'iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.
4) Menghapus al-Sunah dengan al-Kitab.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi'liyah
(perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan "bahwasahnya Nabi
SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ". Hadits kemudian
dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.






Artinya: Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
5) Nasikh al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:

Artinya: (dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah
kalian.
Sebagian ulama' juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab
dengan al-sunah. Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,









Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:

Artiny: Tidak ada wasiat bagi ahli waris. (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)

" " :
.
: :
" . "
.
, ..
, " " .
.
Pembahasan Ke - 6
MUJMAL DAN BAYAN
Mujmal ( )adalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal pada
ayat:

karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru' maka memungkinkan lafal tersebut
mempunyai arti haidh dan suci.
Bayan ( )adalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas. Bayan
dibagi menjadi:
1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada firman Allah SWT. yang
menerangkan puasa tamatu' QS. Al-Baqarah (2): 196.


...
Artinya: Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua
telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna...
2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara
shalat dan lainnya.
3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan
sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan
dalam satu isyarat satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini. Maksudnya 30
hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat lagi dengan telapak tangannya sampai tiga kali, dan
pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan
terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.


:
:
.

...

Pembahasan Ke - 7
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
Mutlaq ( )adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan.
Sedangkan muqoyyad ( )adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan
(taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum,
maka ia harus diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang
dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar
pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun ketika perintah itu bersifat mutlak pada
satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya harus ditangguhkan dan
diberlakukan sisi kekhususannya. Contohnya seperti lafal roqobah (budak) yang dibatasi
dengan sifat beriman dalam hal kafarat membunuh. Allah SWT berfirman QS. al-Nisa' (4):
96.
...
Artinya : (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar dalam firman
Allah SWT QS. al-Mujadalah )58): 3.



Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak
sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."


:
:
:
" , , :
..."
, , : "
... "
:
: "
... " "

...
, :
. ." " "
... . ." "


..."

Pembahasan Ke - 8
MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq ( )adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan,
sedangkan Mafhum ( ) adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang tidak diucapkan.
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT. QS. al-
Baqarah (2):196.


...
Artinya: Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua
telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman
Allah QS. al-Dzariyat (51):47.


Artinya: Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami
benar-benar berkuasa.
Lafal adalah bentuk jamak dari lafal yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil
bagi Allah SWT. Maka dari itu lafal dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna yang
berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai
kesamaan dengan hukum yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua
orang tua yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Isra' (17):23.




Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat
dipahami dari firman Allah QS. al-Nisa' (4): 10.



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka).
2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan.
Contohnya antara lain adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami
dari sabda Nabi SAW:

Artinya: Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.
2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman
firman Allah QS. al-Baqarah (2):197.



Artinya: Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-
bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum'at sebelum dikumandangkannya azdan yang
dipahami dari firman Allah QS. al-Jum'ah (62): 9.





Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.



.
" .
." ...
. .
. "
..."
: .
Pembahasan Ke - 9
PERBUATAN NABI SAW.
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan
kadang juga tidak bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta
adanya dalil yang menunjukkan kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus
untuk Nabi SAW. Seperti memiliki istri lebih dari empat. Allah berfirman QS al- Nisa' (4): 3.

...
Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat
Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya
pada diri Nabi SAW. maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi
juga meliputi umatnya. Alllah berfirman QS. al-Ahzab (33): 21.


Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu
untuk diikuti kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam
suatu perbuatan.



.
. ,
,
. .

. .
\ .
Pembahasan Ke - 10
KETETAPAN NABI SAW.
Ketetapan Nabi SAW. atas ucapan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan ucapan
Nabi SAW. sendiri. Begitu juga ketetapan Nabi SAW. atas pekerjaan seseorang memiliki
kedudukan yang sama dengan pekerjaan Nabi SAW. hal itu karena Nabi SAW. bersifat
maksum (terjaga) untuk mengakui perbuatan ingkar seseorang. Contoh dari keterangan diatas
adalah pengakuan Nabi SAW. pada sahabat Abu Bakr RA. yang memberikan harta rampasan
perang orang kafir yang terbunuh kepada pasukan muslim yang berhasil membunuhnya dan
pengakuan Nabi SAW terhadap sahabat Khalid bin Walid RA. yang memakan biawak.
Sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan tidak dihadapan (majlis) Nabi SAW. namun terjadi
atas sepengetahuan Nabi SAW. mengetahui dan tidak pula mengingkarinya maka memiliki
kedudukan hukum yang sama dengan pekerjaan atau perkataan yang dilakukan dihadapan
Nabi SAW. Seperti pengetahuan Nabi SAW. Dengan sahabat Abu Bakr RA. yang pada saat
murka bersumpah untuk tidak makan, namun kemudian melanggar sumpahnya sendiri setelah
meyakini adanya kebaikan dalam makan, yakni menjaga kesehatan tubuh
berdasarkan contoh dan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan diperbolehkannya
melanggar sumpah, bahkan disunatkan untuk melanggar sumpah ketika hal itu mengandung
sesuatu yang lebih baik.



:
: .
. "
"
,
. , .

.
Pembahasan Ke - 11
'IJMA
Ijma' menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Sedangkan menurut pengertian
istilah, Ijma berarti kesepakatan umat islam setelah wafatnya Nabi SAW. pada suatu masa
terhadap satu dari beberapa perkara atau permasalahan. Ijma' menurut jumhur ulama' adalah
hujjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW.:
" "
Artinya: Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Pertolongan Allah atas jamaah.
Ijma' bisa atau sah terjadi dengan ucapan sebagian ulama' dan perbuatan sebagian yang lain,
tersiarnya kabar mengenai perkataan atau perbuatan tersebut. Adapun sikap diamnya
sebagian ulama' yang lain terhadap terjadinya kesepakatan itu disebut dengan ijma sukutiy.
Para ulama' telah bersepakat bahwa sesuatu yang biasa keluar dari dubur (anus) dan qubul
(kelamin) yaitu kencing dan buang air besar adalah membatalkan wudhu.
Perlu juga diketahui bahwa imam Syafi'i RA. telah menetapkan qiyas dan hadits ahadd untuk
kegiatan penetapan (istinbat) hukum, sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian sahabat dan
tanpa adanya pengingkaran dari sahabat yang lain. Dengan demikian, hal ini juga dinamakan
ijma' sukutiy.


" . "
: .
. : .
. : , , ,
:
. . .
" "
. .
. :

. .

.
Pembahasan Ke - 12
QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT. berfirman QS. al-Hasyr (59):2.

Artinya: Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai wawasan.
Al-Qiyas ( )menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas sesuatu
yang lain untuk mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian dengan
lengan. Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far') kepada
hukum asal karena adanya illat (alasan) yang mempertemukan keduanya dalam hukum.
Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy dengan titik temu berupa
keduanya sama-sama makanan pokok.
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1) far',
2) asal,
3) hukum asal, dan
4) illat hukum asal.
Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul
dengan ucapan yang tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan
menyakitkan hati orang tua. Allah berfirman QS. Al-Isra' (17):23.
...
Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"Ah".
b. Qiyas al-dilalah
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat tersebut tidak
menetapkan pada hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta orang dewasa
dalam kewajiban zakat dengan adanya titik temu bahwa harta anak kecil termasuk harta yang
sempurna (al-ml al-tmm). Boleh juga mengatakan tidak wajib zakat -seperti yang dikatakan
Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana, haji wajib bagi orang dewasa
adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.
c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far') yang masih diragukan antara dua asal dengan
mengambil keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam pembahasan
budak yang dibunuh, apakah sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena budak juga
termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan membayar ganti rugi dengan alasan adanya
keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta. Dalam hal ini budak lebih
banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjual-belikan,
diwariskan, dan diwakafkan.



.
. .
. .
. .
: ...

":
"
: ...
:



:

Pembahasan Ke - 13
IJTIHAD, ITTIBA' DAN TAQLID
Ijtihad ialah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' dengan jalan
menyandarkan hukum (istinbath) kepada al-Quran dan al-Sunah. Orang yang melakukan
ijtihad disebut dengan mujtahid.
Ittiba' adalah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya, dan orang yang
melakukan ittiba disebut dengan muttabi'.
Taqlid adalah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya, dan orang yang
melakukan taqlid disebut dengan muqollid.
Ijtihad dalam permasalahan agama sangat dibutuhkan. Begitupun dengan ittiba'. Sedangkan
taklid dalam agama dianggap sebagai suatu pekerjaan yang hina, karena berdampak lebih
jauh terhadap kemunduran umat.
Dalil-dalil untuk ketentuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
QS. al-Ankabut (2): 69.


Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan
kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.
Hadist Nabi SAW. :
" "
Artinya: Jika seorang hakim membuat keputusan (menghukumi) dengan berijtihad
kemudian benar, maka baginya dua pahala, jika menghukumi dengan berijtihad dan ternyata
salah, maka baginya satu pahala." (HR. Bukhari dan Muslim).
QS. al-A'raf (7): 3.


Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya).
QS. al-Maidah (5): 104.




Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah
dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?.
QS. al-Zukhruf (43): 22.



Artinya: Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk
dengan (mengikuti) jejak mereka".

BAGIAN KEDUA
QOWA'ID AL-FIQH
Sabda Rasulullah SAW. :

Artinya: Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang
telah diniatkan. (HR. Bukhari).
Kaidah ke-1

Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
Contoh kaidah:
1. Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
2. Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada
istrinya: ( engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan
dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat
menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
Kaidah ke-2

Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan
menyebabkan batal.
Contoh kaidah:
1. Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat 'ashar atau sebaliknya, maka
shalatnya tersebut tidak sah.
2. Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl
(pembunuhan).
Kaidah ke-3

Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara
rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.
Contoh kaidah :
Seseorang yang bernama Gandung S.P. Towo niat berjamaah kepada seorang imam bernama
mbah Arief. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah mbah Arief tapi orang
lain yang mempunyai panggilan Seger (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Gandung tidak
sah karena ia telah berniat makmum dengan mbah Arief yang berarti telah menafikan
mengikuti Seger. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat
berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
Kaidah ke-4

Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita'yin
dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.
Contoh kaidah :
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti mbah Muntaha (pengelolah kantin
Asyiq) niat shalat di Kemranggen Bruno Purworejo, padahal saat itu dia berada di Simpar
(suatu daerah yang di Kecamatan Kalibawang Wonosobo). Maka shalat mbah Muntaha tidak
batal karena sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya
dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil).
Kaidah ke-5

Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan.
Contoh kaidah :
1. Temon adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Babadsari Kutowinangun
Kebumen). Teman kita yang satu ini konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq
dan seorang budak perempuan bernama Hurrah. Suatu saat, Temon berkata; Yaa Tholiq, atau
Yaa Hurrah. Jika dalam ucapan Yaa Tholiq Temon bermaksud menceraikan istrinya, maka
jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil nama istrinya, maka
tidak jatuh talaknya. Begitu juga dengan ucapan Yaa Hurrah kepada budaknya jika Temon
bertujuan memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka.
Sebaliknya jika ia hanya bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.
2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan
menggantungkan shalatnya kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun
apabila hanya berniat tabarru maka tidak batal shalatnya, atau dengan menambahkan
masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat yang sahih, shalatnya
menjadi batal.
Kaidah ke-6

Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya?
maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.
2. Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra
An-Nawawi. Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; "batal durung yo..? kayane aku
nembe demek..." maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul
kemudian.
3. seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum,
maka orang tersebut masih belum suci (muhdits).
Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:

Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya
keyakinan yang lain.
Kaidah ke-7

Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.
Contoh kaidah :
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka
puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-
u al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu
dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena
asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).
Kaidah ke-8

hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.
Contoh kaidah:
Seorang yang didakwa (muddaa alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia
tidak melakukan perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada
dasarnya ia terbebas dari segala beban dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian
dikembalikan kepada yang mendakwa (muddai).
Kaidah ke-9

Hukum asal adalah ketiadaan
Contoh kaidah :
1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi.
Dalam kerjasama ini Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-'amil), sedangkan
Bos Fahmi adalah pemodal atau investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang Khumaidi
melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak mendapat untung. Hal ini diingkari Bos
Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan orang Bruna yang bernama
Kang Khumaidi, karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).
2. Tidak diperbolehkannya melarang seseorang untuk membeli sesuatu. Karena pada
dasarnya tidak adanya larangan (dalam muamalah).
Kaidah ke-10

Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.
Contoh kaidah :
1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka
tanpa pikir panjang Ipin -cah Jiwan Wonosobo- memukul perut si wanita hamil tersebut.
Selang beberapa waktu si wanita melahirkan seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian
tanpa diduga-duga, entah karena apa si jabang bayi yang imut yang baru beberapa hari
dilahirkan mendadak saja mati. Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan (dhaman)
karena kematian jabang bayi tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih dekat
dibanding pemukulan Ipin terhadap wanita tersebut.
2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman
sekamarnya; Kang Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku
mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?. Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan
kaidah al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi saat muthalaah Kitab Mabadi'
Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab; Siro -red:
kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu bangun tidur
sampai sekarang.
Kaidah ke-11

Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika
shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa
kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur
terlentang.
2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk
menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.
3. Pendapat Imam Syafi'i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa
didampingi wali untuk menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, antara lain:
Perkataan Imam al-Syafi'i:

Sesuatu, ketika sulit, maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Perkataan sebagian ulama:

Ketika keadaan menjadisempit maka hukumnya menjadi luas.

Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.



...

Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu.
KERINGANAN HUKUM SYARA
Keringanan hukum syara (takhfifat al-syar'i), meliputi 7 macam, yaitu:
1. Takhfif Isqat, yaitu keringanan dengan menggugurkan. Seperti menggugurkan kewajiban
menunaikan ibadah haji, umrah dan shalat jumat karena adanya 'uzdur (halangan).
2. Takhfif Tanqis, yaitu keringanan dengan mengurangi. Seperti diperbolehkannya menqashar
shalat.
3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan mandi
dengan tayammum, berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam shalat
dan mengganti puasa dengan memberi makanan.
4. Takhfif Taqdim, yaitu keringanan dengan mendahulukan waktu pelaksanaan. Seperti dalam
shalat jama' taqdim, mendahulukan zakat sebelum khaul (satu tahun), mendahulukan zakat
fitrah sebelum akhir Ramadhan.
5. Takhfif Takhir, yaitu keringanan dengan mengakhirkan waktu pelaksanaan. Seperti dalam
shalat jama' takhir, mengakhirkan puasa Ramadhan bagi yang sakit dan orang dalam
perjalanan dan mengakhirkan shalat karena menolong orang yang tenggelam.
6. Takhfif Tarkhis, yaitu keringanan dengan kemurahan Seperti diperbolehkannya
menggunakan khamr (arak) untuk berobat.
7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat dalam
keadaan takut (khauf).
Kaidah ke-12

Sesuatu yang dalam keadaan lapang maka hukumnya menjadi sempit.
Contoh kaidah :
Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak
bergerak tanpa adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.
Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa
(perpaduan) menjadi satu kaidah berikut ini:

Setiap sesuatu yang melampaui batas kewajaran memiliki hukum sebaliknya.
Kaidah ke-13

Bahaya harus dihilangkan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya 'aib (cacat) pada
barang yang dijual.
2. Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan
karena adanya 'aib.

Kaidah ke-14

Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.
Contoh kaidah:
Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat
membutuhkan makanan untuk meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saki
tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli produk
gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof
CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun dalam keadaan yang sangat menghawatirkan
baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga mengalami nasib yang sama
dengannya, yaitu kelaparan.
Kaidah ke-15

Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
Contoh kaidah:
1. Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah
hutan Kasyfurrahman alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal Rahman
ludes dirampas oleh mereka yang tak berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa seperti
syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para begal- karenanya mereka pergi
tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa
kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada
lagi, tiba-tiba tampak dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng
dan menggerak-gerakkan ekornya seakan-akan mengejek si-Rahman yang
sedang kelaparan tersebut. Namun malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman
bertindak sigap dengan melempar babi tersebut dengan sebatang kayu runcing
yang dipegangnya. Kemudian tanpa pikir panj ang, Rahman langsung menguliti babi
tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar mengobati rasa lapar.
Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan.
Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
2. Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.
Kaidah lain yang kandungan maknanya sama adalah kaidah berikut:

Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh
ketika ada hajat
Kaidah ke-16

Sesuatu yang diperbolehkan karena keadaan darurat harus disesuaikan dengan kadar
daruratnya.
Contoh kaidah:
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam
kondisi darurat hanya diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup
untuk menolong dirinya agar bisa terus menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar
kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh
dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak
diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
Kaidah ke-17

Kebutuhan (hajat) terkadang menempati posisi darurat.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya Ji'alah (sayembara berhadiah) dan Hiwalah (pemindahan hutang
piutang) karena sudah menjadi kebutuhan umum.
2. Diperbolehkan memandang wanita selain mahram karena adanya hajat dalam muamalah
atau karena khithbah (lamaran).
Kaidah ke-18

Ketika dihadapkan pada dua mafsadah (kerusakan) maka tinggalkanlah mafsadah yang lebih
besar dengan mengerjakan yang lebih ringan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang dikandungnya
diharapkan masih hidup.
2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya lebih
besar daripada manfaat yang bisa kita ambil.
3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya rasa
aman bagi masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.
4. Diperbolehkannya seorang yang bernama Junaidi yang kelaparan, padahal ia tidak
memiliki cukup uang untuk membeli makanan, untuk mengambil makanan Eko Setello yang
tidak lapar dengan sedikit paksaan.
Kaidah ke-19

Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang
disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya
air yang dapat membatalkan puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan
sesuatu yang disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena
untuk menjaga agar rambutnya agar tidak rontok.
Kaidah ke-20

Hukum asal farji adalah haram.
Contoh kaidah:
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah
perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut
dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk
dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu
diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang
terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi
dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat
dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup
dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
2. Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak
perempuan) dengan menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah
yang dibelinya tersebut, orang yang telah mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka
sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal bagi muwakkil karena
walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah untuk
dirinya sendiri.
Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7.






Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.
Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui
batas.
Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya
tetapi berhubung belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh
di atas maka budak tersebut belum halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).
Kaidah ke-21

Adat bisa dijadikan sandaran hukum.
Contoh kaidah:
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka
berlaku harga dan maat uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada
kebiasaan (adapt perempuan sendiri).
Kaidah ke-22


Sesuatu yang berlaku mutlak karena syara' dan tanpa adanya yang membatasi didalamnya dan
tidak pula dalam bahasa,maka segala sesuatunya dikembalikan kepada kebiasaan (al-"urf)
yang berlaku.
Contoh kaidah :
1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan
menghadirkan hati pada saat niat shalat tersebut.
Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara telah menentukankan tempat niat di dalam
hati, tidak harus dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan
hati; aku niat shalatrakaaat. itu sudah di anggap cukup.
2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara adalah tidak sah.
Dan menjadi sah, kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.
Kaidah ke-23

Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.
Contoh kaidah:
1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke dua,
maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak
memerlukan pengulangan pada rakaat yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan
demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah
yang berbeda pada setiap rakaatnya.
2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian
ijtihadnya berubah dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak
rusak).
Kaidah ke-24

Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.
2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya,
ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga
membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan
menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk
bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan
ibadah.
Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.
...
Artinya: Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan

Kaidah ke-25

Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).
2. Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.
3. Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.
Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.





Artinya: Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah
kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati
mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang
beruntung.

Kaidah ke-26

Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq)
dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.
2. Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam
shalat. Karena walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik (makruh).
3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang
yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.
Rasulullah SAW. bersabda :

Artinya : Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinan.
Kaidah ke-27

Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.
Contoh kaidah:
1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita
lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).
2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut'ah, nikah tanpa wali atau saksi atau
setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya
perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut'ah dan nikah tanpa wali
dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.
3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik
anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.
4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat
khilaf antar ulama'.
:
Artinya: Nabi SAW. bersabda: Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan
(adanya) berbagai ketidak jelasan.
Kaidah ke-28

Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan
keberadaannya,maka hukumnya wajib.
Contoh Kaidah:
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.
2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan dan
kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan
wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.
Kaidah ke-29

Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).
Contoh kaidah:
1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan
mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk
dan isti'ab al-ro'sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.
2. Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.
3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar
dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.
4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang hajat,
walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf imam
Tsaury yang mewajibkannya.
Untuk mengatasi perbedaan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti lebih
diutamakan memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada melanjutkanya.
Dalam hal ini pendapat Imam Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena adanya ulama
yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan
b. Tidak bertentangan dengan sannah yang tepat (al-sannah al-tsabilah). Seperti
disunatkannya mengangkat kedua tangan dalam shalat, walaupun seorang ulama Hanafiah
menganggap hal ini dapat membatalkan shalat. Menurut riwayat lima puluh orang sahabat,
Nabi SAW sendiri melakukan shalat dengan mengangkat kedua tangannya.
c. Kautnya temuan tentang bukti perbedaan, sehingga kecil kemungkinan terulangnya
keslahan serupa. Dengan alas an itu, maka berpuasa bagi musafir yang mampu menahan lapar
dan dahaga aladah utama, dan tidak dipertimbangkan adanya pendapat para kaum Zahiruasa
musafir itu tidak sah.
Kaidah ke-30

Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan maksiat.
Contoh kaidah:
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum karena
berpergiannya, seperti; mengqashar dan menjama shalat, dan membatalkan puasa.
2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak
diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi.
Kaidah ke-31

Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai jauh
jarak yang ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk meng-
qashar shalat atau belum. Dalam kondisi semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-qashar
shalat.
2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka yang
harus diyakini adalah hadats pada waktu dhuhur.
Kaidah ke-32

Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.
Contoh kaidah:
1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga
rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.
2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang
yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah
dari orang yangh shalat dengan duduk.
3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada
melaksanakan bersama-sama.
Rasulullah SAW. bersabda:

Artinya: Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)
Kaidah ke-33

Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan
maka tidak boleh meninggalkan semuanya
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan
dirham maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan)
sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat,
maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:

Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan
sebagiannya.
Kaidah ke-34

Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.
Contoh kaidah:
1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota
badan yang tersisah ketika bersuci.
2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat
berdasarkan kemampuannya tersebut.
3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca
sebagian yang ia ketahui tersebut.
4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh
(ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.
Nabi SAW. bersabda :
.
Artinya: Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian. (HR. Bukhari
Muslim)
Kaidah ke-35

Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-
orang yang meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-36

Sesuatu yang haram diambil,maka haram pula memberikannya.
Contoh kaidah :
1. Memberikan riba atau upah perbuatan jahat kepada orang lain.
2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah
meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-37

kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit
(terbatas).
Contoh kaidah:
1. Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.
2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa
umat daripada orang yang melakukan fardhu 'ain.
Kaidah ke-38

Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.
Contoh kaidah:
1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka
tidak boleh mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang
lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.
3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai
waktu ihram maka tidak dikenahi fidyah.
Kaidah yang memiliki makna sama dengan kaidah di atas yaitu :

Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin
tidak memiliki dampak apapun.
Kaidah ke-39

Hukum itu berputar beserta 'illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannyaillatnya.
Contoh kaidah :
1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi
bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka
halal.
2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram
hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak
ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure
yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.

Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya
haram.
Kaidah ke-40

Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.
Contoh kaidah :
1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama
muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes
sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing
keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi
kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan
mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.
2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika
pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya,
namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung
merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda
maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.
4. Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya
memakan daging Jerapah hukumnya mubah.

Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang
diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan
pengampunan dari-Nya.

reff : http://www.nanamaulana225.co.cc
Share this post :

Related Articles

Metode pembelajaran kitab kuning klasik

Terjemahan Kitab Imrity

II

Kaidah-Kaidah Fiqih dan Penerapannya Dalam Agama dan Kehidupan (Bag. 1)

TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh )

Label: Kitab Kuning


Prev Post Next Post Beranda

Popular Posts
Contoh Surat Undangan Berbahasa Jawa

1. Contoh Surat Undangan Tasyakuran, Tahlilan, Tanggab Warsa (Ulang Tahun),


Walimahan dsb... Mugi Katur Panjenenganipun Bpk./Ibu/Sdr._____...

Pendidikan Pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman kolonial pemerintah


Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi oran...

TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh )

SEKAPUR SIRIH
" ...

Cara Menggunakan Google Talk

Google Talk adalah sebuah klien chat sangat ringan dengan sejumlah besar
kemampuan. Tidaklah sulit sama sekali untuk belajar menggunakanny...

Pengunjung

Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template


Copyright 2011. Agus Prasetyo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger

Anda mungkin juga menyukai