Anda di halaman 1dari 24

KONFLIK DAN STRES

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Pengembangan


Organisasi yang dibina oleh Ibu Dr. Hamidah Nayati Utami, S.Sos., M.Si.

Oleh: Kelompok 5
Decky Candra Devischa 145030201111113

Riswanda Arya Sandya 145030207111004

Resti Syafitri Andra 145030201111103

Muhammad Gilbal S. 145030200111079

Herta Rizkasandi 105030203111017

ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini.
Tanpa pertolonganNya, mungkin kami tidak akan menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konflik dan
Stres dalam Organisasi, yang kami peroleh berdasarkan pencarian dari berbagai sumber.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembaca makalah kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Perilaku dan Pengembangan
Organisasi, yaitu Ibu Hamidah yang telah membimbing kami. Kami meminta maaf bila
ada salah kata di dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Malang, 11 Maret 2015

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konflik merupakan hal yang sering terjadi di dalam kehidupan organisasi,


sering kali konflik terjadi karena perbedaan visi misi, tingkat jabatan, dan perbedaan
kepentingan. Namun seringkali tiap individu mempunyai pemahaman yang berbeda-
beda mengenai konflik itu sendiri.

Stres seringkali diartikan sebagai suatu kondisi yang dinamis saat seorang
individu di hadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan
apa yang di inginkan oleh individu itu dan yang hasilnya di pandang tidak pasti dan
penting. Stres adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu
sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apakah konflik itu? Serta apa saja pandangan-pandangan konflik?
b. Apa saja segi positif dan negatif konflik?
c. Apa saja ciri-ciri dari konflik serta tingkatan konflik?
d. Bagaimana cara pemecahan konflik?
e. Apakah yang dimaksud stres?
f. Apa saja jenis-jenis dan penyebab stres?
g. Apa saja pengaruh stres dan bagaimana cara menangani stres dengan baik?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini diharapkan agar para mahasiswa memahami lebih dalam
tentang konflik dan stres serta cara penyelesaian dan penanganannya. Konflik terjadi
karena adanya perbedaan pendapat antar individu didalam organisasi karena perbedaan
tujuan, sehingga diantara individu tersebut akan timbul perasaan stress. Karena adanya
konflik dan stres itulah organisasi dapat berjalan sesuai keinginan individu-individu
didalam organisasi tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya
dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau
perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau perbedaan
merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi. Bukan hanya
dalam hal berorganisasi tetapi hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat Dalam proses interaksi antara suatu hal dengan hal lainnya tidak ada
jaminan akan selalu terjadi kesesuaian antara individu atau kelompok
pelaksananya.
Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar individu maupun
antarkelompok dalam organisasi. Ada beberapa pengertian konflik menurut
beberapa ahli:
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan
di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh
persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik
di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi
pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan
organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual
yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak
yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara
negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,
kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,
pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku
komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang
ingin dicapai, alokasi sumber sumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang
lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang
berbeda beda (Devito, 1995:381)

1.2 Pandangan Terhadap Konflik


Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau
organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan,
karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini,
pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka
konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner
dan Freeman menyebut konflik tersebut sebagai konflik organisasional
(organizational conflict). Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996:431)
disebut sebagai the Conflict
Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisir konflik. Dalam uraian di bawah ini
disajikan beberapa pandangan tentang konflik, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Robbins (1996:429).
1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat
sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat
konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan
mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik
dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2 Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)

Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi
dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan
dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja
organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-
an sampai pertengahan 1970-an.

3 Pandangan Interaksionis (The Interactionist View).

Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi
bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran
pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-
critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan
tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan
pandangan modern (current view).

1.3 Segi Positif dan Negatif Konflik


Adanya sebuah konflik yamg timbul dalam perkembangan organisasi, pasti
memberikan sebuah dampak bagi kelangsungan organisisasi teresebut. Lingkup
konflik tersebut dapat memberikan dampak terhadap individu maupun dampak
terhadap organisasi tersebut. Terdapat dua dampak yang di akibatkan dengan
adanya konflik, yaitu (a) dampak negatif, (b) dampak positif. Berikut adalah
pendapat beberapa ahli terhadap dampak negatif dan dampak positif konflik dalam
perkembangan organisasi:

1. Robert J. Edelmann

Efek negatif dari konflik bisa berlingkup baik pada level individu ataupun
organisasi. Pada level organisasi, konflik merusak kinerja organisasi sekaligus
unit-unit yang ada di dalamnya. Pada level individu, konflik merusak dalam
bentuk tertekannya pekerja (job stress). Berikut adalah rincian efek negatif
konflik organisasi: Reaksi umum atas konflik seperti ketidakmampuan
konsentrasi dan berpikir secara jelas, dengan peningkatan gangguan dan
kemampuan untuk santai. Lingkaran setan konflik berujung pada stress, yang
kemudian mendorong terbitnya sinisme baik terhadap klien ataupun kolega kerja.
Ini juga berdampak pada eskalasi konflik.

Konflik juga punya efek positif di tataran individu. Bahkan, konflik sesungguhnya
lebih banyak efek positif tinimbang negatif. Rincian efek positif konflik adalah
sebagai berikut ini:
a. Memperkuat hubungan. Dua orang yang mampu mengenali perbedaan akibat
konflik, kenapa perbedaan muncul, dapat melakukan diskusi guna
menyelesaikannya sehingga satu sama lain dapat mengenal lebih dalam.

b. Meningkatnya kepercayaan. Jika dua orang bisa menyelesaikan konflik, mereka


akan lebih mempercayai masing-masing pihak di masa datang dengan mengetahui
bahwa perbedaan di antara mereka bisa diselesaikan.

c. Peningkatan harga diri. Hasil produktif dari konflik adalah peningkatan harga diri
dari tiap pihak yang bertikai.
d. Penguatan kreativitas dan produktivitas. Konflik jika dimanajemen secara baik
merupakan kondisi yang memungkinkan kreativitas dan diskusi antar orang
dengan kepentingan berbeda, dan ujungnya peningkatan produktivitas.

e. Kepuasan kerja. Orang butuh sejumlah perangsang dan menggunakan


pengalaman dalam hal penaikan dan penurunan ketegangan, dalam rangka meraih
kepuasan kerja.

Efek negatif konflik adalah sebagai berikut:

a. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan


kelompok
b. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban
jiwa
c. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian
d. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang

2. Penulis lain seperti M. Afzalur Rahim, menyebutkan bahwa dalam konflik


organisasi terdapat dampak (a) Disfungsi dan (b) Fungsi. Disfungsi dapat
diartikan juga sebagai dampak negatif, dan Fungsi diartikan sebagai dampak
positif. Berikut adalah uraian menurut M. Afzalur Rahim:
Disfungsi Konflik adalah:
a) Konflik mengakibatkan job stress, perasaan terbakar, dan ketidakpuasan
b) Komunikasi antar inidividu dan kelompok menjadi berkurang;

c) Iklim ketidakpercayaan dan kecurigaan berkembang;

d) Hubungan antar orang tercederai;

e) Kinerja pekerjaan berkurang;

f) Perlawanan atas perubahan meningkat; dan

g) Komitmen dan kesetiaan organisasi akan terpengaruh.

Fungsi Konflik, yaitu :


a) Konflik merangsang inovasi, kreativitas, dan perubahan

b) Proses pembuatan keputusan dalam organisasi akan terimprovisasi


c) Solusi alternatif atas satu masalah akan ditemukan

d) Konflik membawa solusi sinergis bagi masalah bersama

e) Kinerja individu dan kelompok akan lebih kuat

f) Individu dan kelompok dipaksa untuk mencari pendekatan baru atas


masalah

g) Individu dan kelompok perlu lebih mengartikulasi dan menjelaskan posisi


mereka.

1.4 Ciri dan Tingkat Konflik


Menurut Wijono ( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah:
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok
yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan
maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan
ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku
yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan
terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status,
jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik:
sandang, pangan, papan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-
tunjangan tertentu, misal: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan
kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih,
penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat
pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak
yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan,
kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tingkatan dalam konflik terdiri atas:


1. Konflik Intra Individu

Handoko (1995:349) mengemukakan konflik dalam diri individu, terjadi


bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia
harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.

Konflik ini muncul dalam diri seorang individu degan pemikirannya


sendiri, yaitu individu mengalami semacam tekanan-tekanan dalam dirinya
sendiri secara emosional.

2. Konflik antar Individu

Terjadi antara satu individu dengan individu lain atau lebih, biasanya
disebabkan oleh adanya perbedaan sifat & perilaku setiap orang dalam
organisasi. Perilaku yang tidak disukai atau diharapkan dari tindakan seorang
individu terhadap individu lain dapat menyulut terjadinya konflik antar
individu dalam organisasi.

3. Konflik antar Kelompok

Terjadi apabila diantara unit-unit kelompok mengalami pertentangan dengan


unit-unit dari kelompok lain, pertentangan ini bila berlarut-larut akan
membuat koordinasi & integrasi kegiatan menjadi terkendala/mengalami
kesulitan.

4. Konflik antar Organisasi

Konflik antar organisasi terjadi karena mereka memiliki saling


ketergantungan pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak
negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah
dengan salah satu organisasi masyarakat.
1.5 Pemecahan Konflik

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua


dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan
menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :

1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak
seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran
merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi
untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal
untuk melakukan diskusi
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada
mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam
konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda
tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa
memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk
alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan
kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai
tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak
yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu
sama lainnya.

Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi


perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan
dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan
disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan
cara:

1. Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan


tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama
dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.

2. Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya


eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta
membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.

3. Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti: menambah fasilitas kerja,


tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.

4. Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan


masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab
konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang
sama.

5. Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran


banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.

6. Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh


atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk
menyelesaikan perselisihan.

7. Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian


diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi,
makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama
lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8. Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran
prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan,
promosi dan balas jasa.

Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian


dalam konflik:

1. Pengenalan

Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana
keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah
kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap
ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai
siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak
dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan
cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun hati-hati,
jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah pada
kelompok tertentu.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.

1.6 Penyelesaian Konflik


Jika konflik semakin berat karena lama terpendam maka penting bagi perusahaan
untuk menemukan konflik atau sumbernya sedini mungkin. Permasalahan atau
konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan dapat diatasi
dengan komunikasi. Komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan
system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan
bawahan tidak lancar maka bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya
mogok kerja, bahkan demo. Pemimpin harus dapat membuat keputusan yang
terbaik dan efektif guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Sehingga untuk
mensiasati masalah ini biasa dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi
kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan
pengumungan atau pengumuman.
2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancar dan
harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan
komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di
lapangan.
3. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan,
pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap
individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal
komunikasi.
4. Observasi langsung. Tidak semua konflik disuarakan oleh para karyawan.
Karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan bisa mengetahui ada
tidaknya suatu (sumber) konflik.
5. Kotak Saran. Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau
lembaga-lembaga lain. Cara ini efektif karena para pengadu tidak perlu
bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya.

Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi
konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari
pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah
perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang
berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu
perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal
ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama.

Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak
dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain
yaitu :
a. Memanggil karyawan yang terlibat untuk diberikan arahan. Seorang
pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat
konfklik yang terjadi pada karyawan tersebut, untuk dicarikan solusinya
melalui musyawarah bersama.
b. Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan atau kemunduran yang
diperoleh. Dengan memperlihatkan bahwa dengan konflik telah merugikan
TIM secara menyeluruh.
c. Membuat peraturan bersama dengan karyawan agar ketika konflik yang
mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya
organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang
terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.

1.7 Pengertian Stress


Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Kesimpulannya bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa
memberikan tanggapan melebihi kernampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu
tuntutan eksternal (lingkungan).
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan
berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan
kerja mereka.
Pengertian Stress Kerja
Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari
interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak
sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi
unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk
memberikan tanggapan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.
Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan
kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan
mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu
pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks,
emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu
terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati,
1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis
yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon
adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan
eksternai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya
sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres
sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penling tetapi tidak
dapat dipastikan (Robbins dalam Dwiyanti, 2001:75).

1.8 Jenis Stress


Salah, satu cara mengkategorikan variabel ini ialah dalam ukuran tanggung jawab
terhadap orang versus tanggung jawabterhadap barang. Juru rawat unit perawatan
intensif, ahli bedah syaraf, dan pengawas lalu lintas udara masing-masing
mempunyai suatu tanggung jawab yang besar terhadap manusia. Suatu studi
mendukung hipotesis bahwa tanggaung jawab terhadap manusia menimbulkan
stress pekerjaan. Semakin besar tanggung jawab seseorang dilaporkan, semakin
besar kemungkinan orang tersebut banyak merokok, mempunyai tekanan darah
tinggi, dan menunjukkan kenaikan tingkat kolesterol. Sebaliknya, semakin besar
tanggung jawab karyawan yang bersangkutan terhadap barang, semakin rendah
pula indikator tersebut.

Stressor Kelompok (Group Stressor)

Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan antara


kelompok. Terdapat banyak karakteristik kelompok yang dapat menjadi stressor
kuat bagi sebagian individu. Sejumlah ahli ilmu perilaku telah mengemukakan
bahwa hubungan yang baik di antara anggota suatu kelompok kerja merupakan
faktor sentral bagi kesejahteraan individu. Hubungan yang buruk mencakup
rendahnya kepercayaan, rendahnya dukungan, dan rendahnya minat untuk
mendengarkan dan mencoba menanggulangi masalah yang dihadapi seorang
karyawan. Studi di bidang ini telah mencapai kesimpulan yang sama:
ketidakpercayaan terhadap rekan kerja berkaitan secara positif terhadap tingginya
ketaksaan peranan, yang menjurus pada kurangnya komunikasi di antara orang-
orang dan kepuasan kerja yang rendah.

Stressor Keorganisasian (Organizational Stressor)

Masalah dalam mempelajari stressor keorganisasian ialah pengidentifikasian


stressor yang paling penting. Partisipasi dalam pengambilan keputusan dianggap
sebagai bagian pekerjaan yang penting di dalam organisasi bagi sebagian individu.
Partisipasi menunjukkan tingkat dimana pengetahuan, pendapat, dan ide
seseorang diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi dapat
menyebabkan stress. Sebagian orang merasa frustasi dengan penangguhan yang
sering dikaitkan dengan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Yang lainnya
mungkin memandang bahwa ikut serta dalam pengambilan keputusan merupakan
ancaman terhadap hak-hak tradisional seorang penyelia atau manajer yang
mempunyai hak untuk mengambil keputusan akhir.

Struktur organisasi merupakan stressor lain yang jarang diteliti. Studi yang
dilakukan terhadap pramuniaga menguji dampak tatanan tinggi (struktur
birokratis), medium, dan datar (struktur yang kurang kaku) atas kepuasan kerja,
stress, dan prestasi. Studi tersebut menunjukkan bahwa pramuniaga dari tatanan
yang strukturnya kurang birokratis kurang mengalami stress, lebih banyak
mengalami kepuasan kerja, dan berprestasi lebih efektif dibandingkan dengan
pramuniaga dari struktur medium dan tinggi.

Sejumlah penelitian telah menguji hubungan antara tingkat organisasi


dengan dampak kesehatan. Sebagian besar penelitian ini mengajukan gagasan
bahwa resiko terkena masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner
meningkat sejalan dengan tingkatan organisasi.

Akan tetapi, tidak semua peneliti mendukung gagasan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam hirarki organisasi, semakin besar risiko kesehatannya.
Suatu studi dari karyawan Du Pont menemukan kejadian penyakit jantung
berhubungan secara terbalik dengan tingkat gaji.
Sifat dari klasifikasi yang digunakan dalam studi tersebut menimbulkan
kebingungan tentang hasilnya. Sekarang kecenderungannya adalah mengkaji
komponen-komponen pekerjaan yang penting lebih mendalam, sebagai cara untuk
menjelaskan dampak stress. Sebagai contoh, beberapa studi telah mencoba menilai
apakah meningkatnya ketidakaktifan atau intelektualitas dan tuntutan emosional
pekerjaan berakibat besar terhadap meningkatnya risiko penyakit jantung koroner.
Studi terdahulu menyumbang terhadap bentuk analisis dalam arti bahwa studi itu
menemukan bahwa pengemudi bis kota (pekerjaan terus duduk) dan kondektur
(pekerjaan aktif) mengidap penyakit jantung koroner lebih tinggi dibanding
rekannya di daerah pinggiran kota. Lebih banyak lagi penelitian yang diperlukan
untuk menentukan apakah tuntutan pekerjaan emosional lebih kuat dibandingkan
dengan ketidakaktifan dalam menjelaskan kejadian masalah kesehatan.

Kita hanya mempertimbangkan percontoh yang kecil dari sejumlah besar


riset keperilakuan dan medis yang tersedia tentang stressor, stress, dan kaitan
dampaknya. Keterangan yang diperoleh berlawanan dalam beberapa kasus, seperti
riset keorganisasian lainnya. Akan tetapi, apa yang diperoleh mengisyaratkan
sejumlah hal penting, yaitu :

1. Terdapat hubungan antara stressor di tempat kerja dengan perubahan fisik,


psikologis, dan emosional seseorang.

2. Tanggapan yang adaptif terhadap stressor di tempat kerja telah diukur


dengan penilaian diri, penilaian prestasi, dan tes biokimia. Lebih banyak
lagi pekerjaan harus dilakukan untuk mengukur stress secara tepat di
tempat kerja.

3. Tidak terdapat daftar urutan stressor yang berlaku secara universal. Setiap
organisasi mempunyai perangkat keunikan tersendiri yang harus diteliti.

Perbedaan individu menunjukkan mengapa stressor yang sama yang


mengganggu dan tidak dapat ditanggulangi seseorang bersifat menantang terhadap
orang lainnya.

1.9 Penyebab Stress


1. Yang paling jelas adalah, tingkat dampak stres akan sangat ditentukan oleh sikap
masing-masing individu. Contohnya, gempa bumi yang dasyat memang akan
mengganggu setiap orang, akan tetapi kata-kata hinaan belum tentu akan
mengganggu perasaan setiap orang yang menerimanya.
2. Keadaan lingkungan akan menentukan tingkat dampak stres. Contoh, suara ribut
yang berasal dari dari ruang kantor kita sendiri akan lebih dapat ditoleransi
daripada yang berasal dari ruang kantor orang lain.
3. Ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi keadaan akan menimbulkan stres
yang sangat besar. Seseorang akan lebih tenang dalam menghadapi masalah jika
dia tahu bahwa dia akan mampu mengatasi masalah tersebut.

4. Beban fisik yang relatif sama dalam waktu yang lama


5. Ketidakpusan terhadap pencapaian hasil upaya/merasa suerior
6. Kekhawatiran terhadap sesuatu/kurang percaya diri
7. Kegagalan dalam usaha

1.10 Pengaruh Stress Terhadap Kesehatan


Kelola tingkat stress Anda. Stres yang berkepanjangan membuat kondisi tubuh
tidak baik. Bahkan, banyak system tubuh Anda akan merasakan efek samping dari
stress. Agar Anda dapat waspada, perhatikan pengaruh stres bagi sistem di tubuh
seperti dikutip dari She Knows berikut ini:

Saraf. Stres membuat saraf simpatik otak memberikan sinyal pada kelenjar
adrenal untuk mengeluarkan beberapa zat kimia kimia. Misalnya epinefrin
(adrenalin) dan kortisol. Kalau zat ini jumlahnya berlebihan bisa merusak memori
dan konsentrasi. Bisa pula menyebabkan depresi.
Endokrin. Hormon stres dapat menyetimulasi liver untuk menghasilkan gula
darah yang berlebih. Kalau ini berlangsung dalam jangka lama,
dikhawatirkan menyebabkan penyakit diabetes tipe 2.
Pernapasan. Orang yang stress seringkalia bernapas lebih cepat, merasa napas
berat, hingga sesak. Jika terbiasa dengan kondisi ini, membuat Anda lebih
gampang kena infeksi saluran pernafasan atas.
Kardiovaskular. Orang diserang kecemasan atau stress, kerap merasakan detak
jantung lebih cepat. Tekanan darah ikut naik. Inilah salah satu faktor pemicu
serangan jantung, penyakit jantung, hingga stroke. Jika Anda pemilik kolesterol
tinggi, peluang terkena penyakit tersebut semakin tinggi dengan menyempitnya
pembuluh darah.
Reproduksi. Buat wanita, stress dapat memperpanjang atau memperpendek
siklus menstruasi Anda. Bisa pula membuatnya berhenti sama sekali, atau
mengalami haid yang lebih menyakitkan. Selain itu, bakteri vaginosis yang
menyerang selama kehamilan saat Anda stres, dapat meningkatkan potensi bayi
mengalami asma atau alergi di kemudian hari.
Kekebalan tubuh. Stres jangka pendek dapat meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dalam memerangi berbagai infeksi. Tapi, kalau stres sudah keterlaluan, bisa
memperlambat penyembuhan luka, rentan terhadap infeksi, dan memburuknya
kondisi kulit. Misalnya terkena eksim, gatal-gatal, dan jerawat.
Pencernaan. Stres dapat menganggu pencernaan. Misalnya mengakibatkan mulut
kering, gangguan pencernaan, mual, gasthritis, dan merangsang otot-otot usus.
Kadang dapat menyebabkan diare atau sembelit. Kalau keadaan sudah kronis,
meningkatkan risiko iritasi usus, mulas parah, dan bisul.
Muskuloskeletal. Stres juga membawa pengaruh pada otot. Stres berkepanjangan
menyebabkan sakit kepala dan leher, bahu, dan nyeri punggung. Dalam keadaan
kronis memicu osteoporosis.

1.11 Pengaruh Stress Terhadap Kinerja Seseorang


Higgins (dalam Umar, 1998: 259) berpendapat bahwa terdapat hubungan
langsung antara stres dan kinerja, sejumlah besar riset telah menyelidiki hubungan
stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model stres kinerja (hubungan U
terbalik) yakni hukum Yerkes Podson (Masud, 2002:20). Pola U terbalik tersebut
menunjukkan hubungan tingkat stres (rendah-tinggi) dan kinerja (rendah-tinggi).
Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun.
Sejalan dengan meningkatnya stres, kinerja cenderung naik, karena stres
membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan kerja, adalah suatu rangsangan sehat yang mendorong para karyawan
untuk menanggapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang
kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan. Selanjutnya, bila stres
menjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun karena stres mengganggu
pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk
mengendalikannya. Akibat yang paling ekstrem adalah kinerja menjadi nol,
karyawan, menjadi tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja
untuk menghindari stres

1.12 Penanganan Stress

1. Perbanyaklah berdzikir dan berdoa, memohonlah kepada-Nya agar diberikan


jalan keluar terbaik dari masalah yang kita hadapi. Memintalah kepada-Nya dengan
segala kerendahan hati karena Tuhanlah sebaik-baiknya pemberi jalan keluar
2. Milikilah pandangan positif terhadap diri anda dan berupaya menahan diri dari
pikiran negatif sehingga akan membantu untuk berpikir jernih dan objektif dalam
mengambil keputusan dan bergaullah dengan orang-orang yang berfikir positif
3. Istirahat yang cukup jangan sampai ada kekurangan tidur karena denga tidur yang
cukup akan membantu Anda merasa segar dan menjadi produktif terhadap
pekerjaan Anda dan tanggung jawab. Ini akan membantu membersihkan pikiran dan
objektif dalam menganalisa sebuah masalah.
4. Cobalah untuk relaksasi dengan melakukan hobby anda seperti mendengar musik,
menonton film, membaca, melukis, bercanda dengan teman-teman dan apapun yang
dapat membantu menenangkan anda dan memberi suasana hati yang kondusif.
5. Cobalah untuk berbagi pemikiran dengan orang-orang yang anda percayai
(curhat) yang netral dalam melihat permasalahan sehingga anda dapat mendapatkan
saran, nasehat yang orisinil tanpa tanpa dipengaruhi ego dan kepentingan
6. Rendah hati dan jujurlah pada diri anda sendiri agar anda dapat dengan mudah
melihat kesalahan yang telah anda lakukan sehingga dapat mengevaluasi diri untuk
mengambil langkah yang lebih baik dari sebelumnya.
7. Jika anda terpaksa berada dalam kondisi yang dapat membuat anda emosi dan
marah sebaiknya anda diam, mengatur nafas daripada anda berbicara dalam
keadaan emosi. Ingat .. Kondisi emosi akan membuat lidah bergerak lebih cepat
dari otak sehingga memungkinkan anda berbicara diluar kontrol dan menambah
masalah-masalah baru disekitar anda yang pada akhirnya akan menambah beban
stress anda.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Konflik dan stress adalah dua hal yang selalu mengiringi sejalan dengan kemajuan suatu
organisasi. Keduanya memiliki pengaruh positif dan negatif. Dan keduanya tidak bisa
dihindari lagi dalam berorganisasi, karena setiap individu yang mempunyai karakter,
serta tujuan yang masing-masing individu berbeda. Namun, jika didalam suatu organisasi
tidak ada konflik dan stress, bisa dipastikan organisasi itu akan sangat datar, dan
organisasi tidak akan berkembang karena tidak ada inovasi baru yang muncul karena
konflik. Oleh karena itu, konflik dan stress sebenarnya bisa menjadi penguat bagi
pendewasaan organisasi serta para anggotanya, agar pemikiran anggota-anggota
organisasi dapat lebih maju, dan organisasi menjadi semakin berkembang sejalan dengan
waktu.

Saran

Kunci untuk menyelesaikan konflik dan stress di suatu organisasi ialah dengan
menanggapi semua konflik dan permasalahan dengan positif thinking. Dengan begitu
organisasi akan selalu terbuka dengan setiap perubahan yang ada, dan juga dapat
mengokohkan diri serta mematangkan organisasi.
DAFTAR RUJUKAN

Scribd, 2015, (http://id.scribd.com/doc/57659199/Artikel-Konflik-Dan-Stres, diakses


tanggal 7 Maret 2015)

Blogspot, 2015, (http://heylookatmee.blogspot.com/2012/03/konflik-dan-stress.html,


diakses tanggal 7 Maret 2015)

Wikipedia, 2015, (http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses tanggal 7 Maret 2015)

Luffy, 2015, (http://luffybersahabat.blog.com/2010/11/28/pandanganjenis-dan-faktor-


konflik-dalam-organisasi/, diakses tanggal 7 Maret 2015)

Blogspot, 2015, (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-


ciri-sumber.html, diakses tanggal 7 Maret 2015)

Blogspot, 2015, (http://bierbios.blogspot.com/2011/12/konflik-organisasi.html, diakses


tanggal 7 Maret 2015)

Asep Supriadi, 2015, (http://asepsupriadi-dshare.blogspot.com/2013/01/strategi-


penyelesaian-konflik.html, diakses tanggal 7 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai