MAKALAH
Oleh: Kelompok 5
Decky Candra Devischa 145030201111113
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini.
Tanpa pertolonganNya, mungkin kami tidak akan menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konflik dan
Stres dalam Organisasi, yang kami peroleh berdasarkan pencarian dari berbagai sumber.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembaca makalah kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Perilaku dan Pengembangan
Organisasi, yaitu Ibu Hamidah yang telah membimbing kami. Kami meminta maaf bila
ada salah kata di dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Stres seringkali diartikan sebagai suatu kondisi yang dinamis saat seorang
individu di hadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan
apa yang di inginkan oleh individu itu dan yang hasilnya di pandang tidak pasti dan
penting. Stres adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu
sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini diharapkan agar para mahasiswa memahami lebih dalam
tentang konflik dan stres serta cara penyelesaian dan penanganannya. Konflik terjadi
karena adanya perbedaan pendapat antar individu didalam organisasi karena perbedaan
tujuan, sehingga diantara individu tersebut akan timbul perasaan stress. Karena adanya
konflik dan stres itulah organisasi dapat berjalan sesuai keinginan individu-individu
didalam organisasi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya
dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau
perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau perbedaan
merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi. Bukan hanya
dalam hal berorganisasi tetapi hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat Dalam proses interaksi antara suatu hal dengan hal lainnya tidak ada
jaminan akan selalu terjadi kesesuaian antara individu atau kelompok
pelaksananya.
Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar individu maupun
antarkelompok dalam organisasi. Ada beberapa pengertian konflik menurut
beberapa ahli:
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan
di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh
persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik
di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi
pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan
organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual
yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak
yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara
negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,
kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,
pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku
komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang
ingin dicapai, alokasi sumber sumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang
lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang
berbeda beda (Devito, 1995:381)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat
sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat
konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan
mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik
dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi
dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan
dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja
organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-
an sampai pertengahan 1970-an.
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi
bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran
pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-
critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan
tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan
pandangan modern (current view).
1. Robert J. Edelmann
Efek negatif dari konflik bisa berlingkup baik pada level individu ataupun
organisasi. Pada level organisasi, konflik merusak kinerja organisasi sekaligus
unit-unit yang ada di dalamnya. Pada level individu, konflik merusak dalam
bentuk tertekannya pekerja (job stress). Berikut adalah rincian efek negatif
konflik organisasi: Reaksi umum atas konflik seperti ketidakmampuan
konsentrasi dan berpikir secara jelas, dengan peningkatan gangguan dan
kemampuan untuk santai. Lingkaran setan konflik berujung pada stress, yang
kemudian mendorong terbitnya sinisme baik terhadap klien ataupun kolega kerja.
Ini juga berdampak pada eskalasi konflik.
Konflik juga punya efek positif di tataran individu. Bahkan, konflik sesungguhnya
lebih banyak efek positif tinimbang negatif. Rincian efek positif konflik adalah
sebagai berikut ini:
a. Memperkuat hubungan. Dua orang yang mampu mengenali perbedaan akibat
konflik, kenapa perbedaan muncul, dapat melakukan diskusi guna
menyelesaikannya sehingga satu sama lain dapat mengenal lebih dalam.
c. Peningkatan harga diri. Hasil produktif dari konflik adalah peningkatan harga diri
dari tiap pihak yang bertikai.
d. Penguatan kreativitas dan produktivitas. Konflik jika dimanajemen secara baik
merupakan kondisi yang memungkinkan kreativitas dan diskusi antar orang
dengan kepentingan berbeda, dan ujungnya peningkatan produktivitas.
Terjadi antara satu individu dengan individu lain atau lebih, biasanya
disebabkan oleh adanya perbedaan sifat & perilaku setiap orang dalam
organisasi. Perilaku yang tidak disukai atau diharapkan dari tindakan seorang
individu terhadap individu lain dapat menyulut terjadinya konflik antar
individu dalam organisasi.
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak
seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran
merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi
untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal
untuk melakukan diskusi
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada
mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam
konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda
tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa
memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk
alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan
kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai
tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak
yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu
sama lainnya.
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana
keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah
kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap
ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai
siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak
dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan
cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun hati-hati,
jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah pada
kelompok tertentu.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.
Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi
konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari
pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah
perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang
berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu
perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal
ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama.
Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak
dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain
yaitu :
a. Memanggil karyawan yang terlibat untuk diberikan arahan. Seorang
pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat
konfklik yang terjadi pada karyawan tersebut, untuk dicarikan solusinya
melalui musyawarah bersama.
b. Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan atau kemunduran yang
diperoleh. Dengan memperlihatkan bahwa dengan konflik telah merugikan
TIM secara menyeluruh.
c. Membuat peraturan bersama dengan karyawan agar ketika konflik yang
mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya
organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang
terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.
Struktur organisasi merupakan stressor lain yang jarang diteliti. Studi yang
dilakukan terhadap pramuniaga menguji dampak tatanan tinggi (struktur
birokratis), medium, dan datar (struktur yang kurang kaku) atas kepuasan kerja,
stress, dan prestasi. Studi tersebut menunjukkan bahwa pramuniaga dari tatanan
yang strukturnya kurang birokratis kurang mengalami stress, lebih banyak
mengalami kepuasan kerja, dan berprestasi lebih efektif dibandingkan dengan
pramuniaga dari struktur medium dan tinggi.
Akan tetapi, tidak semua peneliti mendukung gagasan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam hirarki organisasi, semakin besar risiko kesehatannya.
Suatu studi dari karyawan Du Pont menemukan kejadian penyakit jantung
berhubungan secara terbalik dengan tingkat gaji.
Sifat dari klasifikasi yang digunakan dalam studi tersebut menimbulkan
kebingungan tentang hasilnya. Sekarang kecenderungannya adalah mengkaji
komponen-komponen pekerjaan yang penting lebih mendalam, sebagai cara untuk
menjelaskan dampak stress. Sebagai contoh, beberapa studi telah mencoba menilai
apakah meningkatnya ketidakaktifan atau intelektualitas dan tuntutan emosional
pekerjaan berakibat besar terhadap meningkatnya risiko penyakit jantung koroner.
Studi terdahulu menyumbang terhadap bentuk analisis dalam arti bahwa studi itu
menemukan bahwa pengemudi bis kota (pekerjaan terus duduk) dan kondektur
(pekerjaan aktif) mengidap penyakit jantung koroner lebih tinggi dibanding
rekannya di daerah pinggiran kota. Lebih banyak lagi penelitian yang diperlukan
untuk menentukan apakah tuntutan pekerjaan emosional lebih kuat dibandingkan
dengan ketidakaktifan dalam menjelaskan kejadian masalah kesehatan.
3. Tidak terdapat daftar urutan stressor yang berlaku secara universal. Setiap
organisasi mempunyai perangkat keunikan tersendiri yang harus diteliti.
Saraf. Stres membuat saraf simpatik otak memberikan sinyal pada kelenjar
adrenal untuk mengeluarkan beberapa zat kimia kimia. Misalnya epinefrin
(adrenalin) dan kortisol. Kalau zat ini jumlahnya berlebihan bisa merusak memori
dan konsentrasi. Bisa pula menyebabkan depresi.
Endokrin. Hormon stres dapat menyetimulasi liver untuk menghasilkan gula
darah yang berlebih. Kalau ini berlangsung dalam jangka lama,
dikhawatirkan menyebabkan penyakit diabetes tipe 2.
Pernapasan. Orang yang stress seringkalia bernapas lebih cepat, merasa napas
berat, hingga sesak. Jika terbiasa dengan kondisi ini, membuat Anda lebih
gampang kena infeksi saluran pernafasan atas.
Kardiovaskular. Orang diserang kecemasan atau stress, kerap merasakan detak
jantung lebih cepat. Tekanan darah ikut naik. Inilah salah satu faktor pemicu
serangan jantung, penyakit jantung, hingga stroke. Jika Anda pemilik kolesterol
tinggi, peluang terkena penyakit tersebut semakin tinggi dengan menyempitnya
pembuluh darah.
Reproduksi. Buat wanita, stress dapat memperpanjang atau memperpendek
siklus menstruasi Anda. Bisa pula membuatnya berhenti sama sekali, atau
mengalami haid yang lebih menyakitkan. Selain itu, bakteri vaginosis yang
menyerang selama kehamilan saat Anda stres, dapat meningkatkan potensi bayi
mengalami asma atau alergi di kemudian hari.
Kekebalan tubuh. Stres jangka pendek dapat meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dalam memerangi berbagai infeksi. Tapi, kalau stres sudah keterlaluan, bisa
memperlambat penyembuhan luka, rentan terhadap infeksi, dan memburuknya
kondisi kulit. Misalnya terkena eksim, gatal-gatal, dan jerawat.
Pencernaan. Stres dapat menganggu pencernaan. Misalnya mengakibatkan mulut
kering, gangguan pencernaan, mual, gasthritis, dan merangsang otot-otot usus.
Kadang dapat menyebabkan diare atau sembelit. Kalau keadaan sudah kronis,
meningkatkan risiko iritasi usus, mulas parah, dan bisul.
Muskuloskeletal. Stres juga membawa pengaruh pada otot. Stres berkepanjangan
menyebabkan sakit kepala dan leher, bahu, dan nyeri punggung. Dalam keadaan
kronis memicu osteoporosis.
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik dan stress adalah dua hal yang selalu mengiringi sejalan dengan kemajuan suatu
organisasi. Keduanya memiliki pengaruh positif dan negatif. Dan keduanya tidak bisa
dihindari lagi dalam berorganisasi, karena setiap individu yang mempunyai karakter,
serta tujuan yang masing-masing individu berbeda. Namun, jika didalam suatu organisasi
tidak ada konflik dan stress, bisa dipastikan organisasi itu akan sangat datar, dan
organisasi tidak akan berkembang karena tidak ada inovasi baru yang muncul karena
konflik. Oleh karena itu, konflik dan stress sebenarnya bisa menjadi penguat bagi
pendewasaan organisasi serta para anggotanya, agar pemikiran anggota-anggota
organisasi dapat lebih maju, dan organisasi menjadi semakin berkembang sejalan dengan
waktu.
Saran
Kunci untuk menyelesaikan konflik dan stress di suatu organisasi ialah dengan
menanggapi semua konflik dan permasalahan dengan positif thinking. Dengan begitu
organisasi akan selalu terbuka dengan setiap perubahan yang ada, dan juga dapat
mengokohkan diri serta mematangkan organisasi.
DAFTAR RUJUKAN