Anda di halaman 1dari 9

Keterangan:

Merah: FRANS

Ungu: ANGGER

Biru: RON

4.1
Edible portion merupakan persen bagian dari bahan pangan yang dapat dimakan,
penentuannya sangat subyektif tergantung konsumen dalam memanfaatkan bagian bahan
untuk dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan (Suketi dkk., 2010). Untuk
menghitung jumlah bagian buah atau sayur yang dapat dimakan, pertama-tama timbang
terlebih dahulu secara utuh buah atau sayur. Setelah itu bagian yang bisa dimakan dan yang
tidak dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan dinyatakan dalam persen
terhadap berat utuh (Muchtadi dkk., 2011).

Menurut Suryaningrum (2010), edible portion merupakan porsi yang dapat


dikonsumsi dari sebuah sayur ataupun buah-buahan yang telah dipisahkan dari porsi yang
tidak dapat dikonsumsi. Edible portion didapatkan dengan cara memisahkan bahan menjadi
bagian yang dapat dikonsumsi dan bagian yang tidak dapat dikonsumsi. Pengamatan edible
portion dinyatakan dalam persen (%) diukur berdasarkan berat bagian yang biasa dimakan
dibagi dengan bagian buah atau sayur seluruhnya.

Besarnya edible portion dipengaruhi oleh keterampilan manusia atau alat yang
menangani atau melakukan proses trimming atau proses penghilangan bagian yang tidak dapat
dimakan pada bahan (beberapa orang dapat membuang lebih banyak bagian yang tidak dapat
dimakan dibandingkan orang lain, begitu juga alat dengan efisiensi masing-masing); ukuran
bahan pangan (biasanya trimming pada sayur dan buah yang berukuran kecil cenderung akan
membuang lebih banyak waste atau limbah dibandingkan dengan bahan yang sama namun
ukurannya lebih besar karena bahan yang berukuran kecil memiliki luas permukaan per unit
berat yang lebih besar); serta kondisi bahan pangan, bahan pangan yang masih segar dan
berada pada kondisi yang baik, belum busuk atau mengalami memar, akan memberikan
edible portion yang lebih besar karena berat yang dapat dimakan menjadi lebih besar (Blocker
dan Julia, 2001).

PERHITUNGAN SAMA BAHAN-BAHAN PRAKTIKUM

Buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji. Sedangkan sayuran tergantung
jenisnya, apakah sayuran daun, buah, umbi, biki, batang, dan sebagainya. Akan tetapi
pada umumnya tidak semua bagian sayuran maupun buah-buahan dapat dimakan. Dalam
bidang pangan, edible portien sangat bermanfaatu untuk memperhitungkan jumlah bagian
yang termakan dan yang terbuang dari sayuran atau buah-buahan yang perlu diketahui
jumlah bagian yang bisa dimakan dari sayuran dan buah-buahan tersebut yakni dengan
cara masing- masing jenis bahan ditimbang terlebih dahulu, setelah itu bagian yang biasa
dimakan dan yang tidak dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan
dinyatakan dalam persen terhadap berat utuh (Muchtadi, 2011).
4.2
HASIL PRAK

Nilai pH atau derajat keasaman merupakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu
larutan atau sampel yang menunjukkann kandungan ion hidrogen (H +) di dalamnya (Badan
Standarisasi Nasional, 2010). Menurut Suryaningrum (2010), edible portion merupakan porsi
yang dapat dikonsumsi dari sebuah sayur ataupun buah-buahan yang telah dipisahkan dari
porsi yang tidak dapat dikonsumsi. Edible portion didapatkan dengan cara memisahkan
bahan menjadi bagian yang dapat dikonsumsi dan bagian yang tidak dapat dikonsumsi.
Pengamatan edible portion dinyatakan dalam persen (%) diukur berdasarkan berat bagian
yang biasa dimakan dibagi dengan bagian buah atau sayur seluruhnya.
Total padatan terlarut adalah suatu ukuran kandungan kombinasi dari semua zat-zat
anorganik dan organik yang terdapat di dalam suatu cairan sebagai: molekul, yang terionkan
atau bentuk mikrogranula (sol koloida) yang terperangkap. Total padatan terlarut
menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Komponen yang
terkandung dalam buah terdiri atas komponen- komponen yang larut air, seperti glukosa,
fruktosa sukrosa, dan protein yang larut air (pektin). Sebagian besar perubahan total padatan
pada minuman ringan adalah gula (Farikha, 2012). P
adatan terlarut merupakan total unsur atau elemen mineral yang terlarut didalam suatu
bahan atau air yang mana air sendiri memiliki sifat sebagai pelarut universal. Total padatan
terlarut disebut juga dengan kadar gula total, karena kualitas rasa manis dari buah dan sayur
diukur dengan pengukuran total padatan terlarut sedangkan gula merupakan komponen
utama dari total padatan terlarut itu sendiri. Dalam proses pematangan selama penyimpanan
buah dan sayur zat pati seluruhnya dihidrolisis menjadi sukrosa yang kemudian berubah
menjadi gula-gula reduksi sebagai substrat dalam proses respirasi. Kecenderungan yang
umum terjadi pada buah selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula.
Perubahan kadar gula reduksi tersebut mengikuti pola respirasi buah dan sayur (Aprilyan
dkk., 2015).
Faktor yang mempengaruhi nilai pH suatu bahan pangan khususnya buah dan sayur
adalah tingkat kematangan, lamanya penyimpanan, kandungan pektin dan enzim pektinase
serta pembentukan asam akibat reaksi spontan antara CO2 (yang terbentuk karena penguraian
sukrosa menjadi unit-unit yang lebih sederhana karena aktivitas mikroba dalam proses
fermentasi) dengan H2O (Farikha dkk., 2013). Sedangkan total padatan terlarut dipengaruhi
oleh tingkat kematangan dan lamanya penyimpanan. Hal ini terjadi karena selama proses
pematangan kandungan gula di dalam bahan terus meningkat yang disebabkan karena
terjadinya degradasi pati (karbohidrat) menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa)
sehingga kandungan gulanya meningkat. Selain itu pematangan pada bahan pangan
khususnya buah akan menyebabkan meningkatnya kandungan gula serta menurunnya kadar
asam organik dan senyawa fenolik. Sedangkan selama proses penyimpanan, zat pati
seluruhnya dihidrolisis menjadi sukrosa yang kemudian berubah menjadi gula-gula reduksi
sebagai substrat dalam proses respirasi. Kecenderungan yang umum terjadi pada bahan
pangan selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul
dengan penurunan. Perubahan kadar gula reduksi tersebut mengikuti pola respirasi. Pada buah
yang tergolong klimakterik, respirasinya meningkat pada awal penyimpanan dan setelah itu
menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan
(Novita dkk., 2012).
Total padatan terlarut adalah suatu ukuran kandungan kombinasi dari semua zat-zat
anorganik dan organik yang terdapat di dalam suatu cairan sebagai: molekul, yang terionkan
atau bentuk mikrogranula (sol koloida) yang terperangkap. Total padatan terlarut
menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Komponen yang
terkandung dalam buah terdiri atas komponen- komponen yang larut air, seperti glukosa,
fruktosa sukrosa, dan protein yang larut air (pektin). Sebagian besar perubahan total padatan
pada minuman ringan adalah gula (Farikha, 2012).
Pengukuran pH dan padatan terlarut buah dan sayur dilakukan untuk banyak manfaat.
Pengukuran padatan terlarut digunakan untuk mengetahui kadar gula karena tinggi rendahnya
nilai total padatan terlarut disebabkan terjadinya kesetimbangan antara kandungan gula dan
air dalam bahan sehingga dengan mengetahui total padatan terlarut kita dapat mengetahui
kangungan gula. Pengetahuan mengenai kandungan gula bahan pangan dapat digunakan
untuk menentukan formulasi dan desain proses pengolahan bahan pangan seperti misalnya
penambahan asam dan suhu serta waktu pemanasan pada pengolahan sirup (Reinoviar dan
Husain, 2010).
Pengukuran nilai pH merupakan salah satu parameter untuk mengetahui perubahan
tingkat keasaman suatu produk (Farikha dkk., 2013). Tingkat keasaman merupakan salah satu
parameter yang penting karena berhubungan dengan kualitas bahan yang berkaitan dengan
ketahanan (durability) dan juga rasa suatu bahan. Tingkat keasaman bahan dapat digunakan
untuk menggolongkan bahan pangan menjadi bahan pangan dengan kadar asam tinggi atau
rendah, bahan pangan dengan kadar asam tinggi cenderung lebih awet karena pada umumnya
mikroba akan sulit tumbuh pada media dalam suasana asam. Tingkatan nilai pH yang
signifikan juga menyebabkan rasa suatu bahan pagan yang nantinya dapat digunakan untuk
berbagai macam pengolahan yang berbeda (Reinoviar dan Husain, 2010). Selain itu,
mengetahui pH suatu bahan pangan juga bermanfaat dalam menentukan formulasi pada
proses pengolahan bahan pangan tersebut misalnya penggunaan panas dan waktu pemanasan
karena menurut Mukaromah dkk. (2010), pH berpengaruh pada pigmen buah dan sayur yaitu
antosianin terhadap warna dan kerusakannya, jika bahan pangan buah dan sayur memiliki
asam tinggi dipanaskan pada suhu dan waktu yang tidak sesuai maka akan menyebabkan
kerusakan pigmen antosianin.

4.3
HASIL

Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti pisang,
peach, pear salak, pala dan apel. Buah yang memar juga mengalami proses pencoklatan. Pada
umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan yang
enzimatik dan yang non enzimatik. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang
banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Disamping katekin dan turunannya seperti
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi substrat proses
pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan
oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dapat
mengkatalisis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol
oksidase, polifenol oksidase, fenolase, atau polifenolase, masing-masing bekerja spesifik
untuk substrat tertentu. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan
dari bentuk kuinol menjadi kuinon.

Gambar 4.1 Reaksi Pencoklatan Enzimatis


Reaksi pencoklatan yang non enzimatik belum diketahui atau dimengerti penuh. Tetapi pada
umumnya ada tiga macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi Millard
pencoklatan akibat vitamin C (Winarno, 2008). Sampel yang mengalami pencoklatan yaitu
kentang, talas, singkong, dan ubi jalar putih yang artinya pada sampel tersebut terdapat
substrat senyawa fenolik yang berhubungan dengan enzim fenol oksidase dan oksigen,
sebagaimana disebutkan dalam buku karangan Winarno (2008).
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah buahan, seperti pisang,
pir, salak, pala, stroberi dan apel begitu juga duku. Perubahan warna yang utama pada duku
disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Untuk menghindari terjadinya reaksi
browning enzimatis dapat dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau
beberapa komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan
polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif enzim (Trisnawati,
2013). Proses pencoklatan ditimbulkan oleh polimer coklat kehitaman yang terbentuk
sebagai reaksi antara senyawa polifenol dengan oksigen dan pertolongan enzim polifenol
oksidase (Nurcahyono, 2015).
Suhu, pH, dan ada tidaknya logam ion, Cu (I), Cu (II), Fe (II), dan Fe (III)
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi pencoklatan. Semakin tinggi suhu,
semakin besar peluang terjadinya browning. Semakin turun pH, semakin turun peluang
terjadinya browning yang disebabkan oleh protonasi gugus amino reaktif, sehingga tidak
reaktif. Keberadaan logam ion, Cu (I), Cu (II), Fe (II), dan Fe (III) mempercepat reaksi
browning (Suhardi,1984).
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan dan juga
dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan
flavor yang terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase
bertanggung jawab terhadap karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang
telah dikeringkan seperti kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah
mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga dapat menurunkan nilai
ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong buah apel atau pisang. Selang beberapa
saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat. Perubahan warna
ini tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta
hilangnya nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk tersebut.
Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis pada bahan pangan dapat dihambat melalui
beberapa metode berdasarkan prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan
enzim, penggunaan chelating agents, oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara
konvensional yang biasa dilakukan adalah perlakuan perendaman bahan pangan dalam air,
larutan asam sitrat maupun larutan sulfit (Blackwell, 2012).
Blackwell, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd (ed). New York

4.4
HASIL PRAK
Turbidity adalah tingkat atau ukuran kekeruhan suatu fluida atau cairan yang
digunakan untuk standar dibolehkannya atau ukuran kekeruhan suatu produk untuk
kebutuhan manusia dan lingkungan. Kekeruhan itu tidak bisa dikorelasikan dengan
persentase berat dari suspended-suspended dalam air itu karena ia mempunyai hubungan
erat dengan cahaya (sifat-sifat optiknya), ukuran dan bentuk partikel itu sendiri (Agmalini,
2013). Titik keruh (turbidity point) adalah suhu pada saat terbentuknya kekeruhan pada
minyak, sehingga turbidity point disebut juga sebagai titik kekeruhan dari suatu minyak dan
lemak. Dimana penetapannya dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak
dengan pelarut lemak kemudian dipanaskan sampai terlarut sempurna. Campuran ini
dibiarkan sampai minyak dan pelarut terpisah dan mulai keruh. Saat minyak berubah
menjadi keruh pada saat itulah suhu diukur sebagai turbidity point (Ketaren, 1986). Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan turbidity point yaitu diantaranya kandungan
air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan
peroksida. Semakin tinggi kandungan air dan semakin tinggi kadar kotoran maka akan
semakin sulit minyak itu membentuk kristal. Selain itu kandungan gliserida, kejernihan,
kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan juga beperan dalam penentuan turbidity
point minyak (Sutiah dkk., 2008).
Kualitas minyak meliputi sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik minyak meliputi
warna, bau, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping
point, shot melting point; bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity
point), titik asap, titik nyala dan titik api. Pada praktikum ini dipakai standar mutu pada
jenis minyak yang di uji, standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan
minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu :
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan
bilangan peroksida (Sutiah 2008).
Manfaat mengetahui titik kekeruhan (turbidity point) adalah dapat menentukan
adanya pemalsuan atau pencemaran oleh bahan asing ataupun pencampuran minyak. Hal itu
dapat diketahui dengan melakukan uji Crismer dan Valenta yang dapat mengetahui suhu
dimana minyak atau lemak cair berubah menjadi fase padat. Menurut Ketaren (1986), lemak
berbeda dengan minyak hanya pada sifat padatnya pada suhu kamar, sedangkan minyak
berupa cairan. Sifat padat lemak adalah akibat dari adanya sejumlah tertentu lemak yang
mengkristal. Asam-asam lemak berantai pendek dapat larut dalam air, semakin panjang
rantai asam-asam lemak maka kelarutanya dalam air semakin berkurang. Berat jenis lemak
lebih rendah dari air, oleh karena itu mengapung keatas dalam campuran air dan minyak atau
cuka dan minyak. Titik cair dan tingkat kepadatannya meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai asam lemak dan tingkat kejenuhannya. Zat warna dalam minyak terdapat
secara alamiah didalam bahan dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat
warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten, xantofil, klorofil, dan anthosianin. Zat
warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan
kemerah-merahan. Dalam dunia pangan, turbidity point sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis minyak manakah yang baik untuk menambahkan rasa dan mempercantik
tampilan pada produk makanan.
Sifat fisik minyak dan lemak adalah sifat fisik yang pasti dimiliki oleh lemak dan
minyak. Sifat fisik minyak dan lemak dapat menentukan jenis minyak dan lemak,
komponen penyusunya, dan untuk mengetahui adanya kerusakan pada minyak dan lemak.
Sifat fisik pada lemak dan minyak diantaranya yaitu ada warna, bau, aroma, kelarutan, titik
leleh dan polymorism, titik didih titik lembut, titik slipping, titik leleh pendek, massa jenis,
index refraksi, titik api, dan titik kekeruhan. Karakterisik yang paling penting adalah titik
leleh, massa jenis dan index refraksi. Manfaat dari pengamatan sifat fisik pada minyak dan
lemak ialah agar kita dapat mengetahui perbedaan kenampakan dan aroma dari berbagai
lemak dan minyak, selain itu dengan adanya praktikum ini kita dapat mengetahui ada
tidaknya kerusakan pada minyak dan lemak dengan mengidentifikasinya melalui
pengamatan sifat fisik minyak dan lemak (Iswarin, 2012).

Anda mungkin juga menyukai

  • Leonardo Kevin - Ekotek Individu - H
    Leonardo Kevin - Ekotek Individu - H
    Dokumen5 halaman
    Leonardo Kevin - Ekotek Individu - H
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Lapsem Acara 5
    Lapsem Acara 5
    Dokumen9 halaman
    Lapsem Acara 5
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Jangkauan Pasar
    Jangkauan Pasar
    Dokumen1 halaman
    Jangkauan Pasar
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Manda
    Manda
    Dokumen5 halaman
    Manda
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen8 halaman
    Bab Iii
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Acara 3 & 4
    Acara 3 & 4
    Dokumen4 halaman
    Acara 3 & 4
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • 4 KVN
    4 KVN
    Dokumen24 halaman
    4 KVN
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Acara 2
    Pembahasan Acara 2
    Dokumen13 halaman
    Pembahasan Acara 2
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan 1
    Pembahasan 1
    Dokumen3 halaman
    Pembahasan 1
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • MSDM
    MSDM
    Dokumen2 halaman
    MSDM
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • LOKASI
    LOKASI
    Dokumen8 halaman
    LOKASI
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • MSDM
    MSDM
    Dokumen1 halaman
    MSDM
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Dokumen8 halaman
    Pemba Has An
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • KAPASITAS
    KAPASITAS
    Dokumen2 halaman
    KAPASITAS
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • MSDM
    MSDM
    Dokumen1 halaman
    MSDM
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Flash Dryer
    Flash Dryer
    Dokumen13 halaman
    Flash Dryer
    Kevin Kurniawan
    100% (1)
  • Analisis Karbohidrat
    Analisis Karbohidrat
    Dokumen33 halaman
    Analisis Karbohidrat
    Nanda Puspita Sari
    Belum ada peringkat
  • ANALISIS KARBOHIDRAT DENGAN HPLC
    ANALISIS KARBOHIDRAT DENGAN HPLC
    Dokumen15 halaman
    ANALISIS KARBOHIDRAT DENGAN HPLC
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Acara Iv
    Acara Iv
    Dokumen16 halaman
    Acara Iv
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Angger
    Angger
    Dokumen25 halaman
    Angger
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN SARI BUAH
    LAPORAN SARI BUAH
    Dokumen5 halaman
    LAPORAN SARI BUAH
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Timus Ubi Fungsional
    Timus Ubi Fungsional
    Dokumen14 halaman
    Timus Ubi Fungsional
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • MPP Acara 1
    MPP Acara 1
    Dokumen19 halaman
    MPP Acara 1
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Marta Bak
    Marta Bak
    Dokumen10 halaman
    Marta Bak
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Itungan Air
    Itungan Air
    Dokumen4 halaman
    Itungan Air
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Anpang Acara 1 Air
    Anpang Acara 1 Air
    Dokumen17 halaman
    Anpang Acara 1 Air
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Acara 1 Bentuk Dan Ukuran - Ok
    Acara 1 Bentuk Dan Ukuran - Ok
    Dokumen15 halaman
    Acara 1 Bentuk Dan Ukuran - Ok
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Itp Analisa Sensoris Uji Segitiga
    Laporan Itp Analisa Sensoris Uji Segitiga
    Dokumen24 halaman
    Laporan Itp Analisa Sensoris Uji Segitiga
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • 3 KVN
    3 KVN
    Dokumen24 halaman
    3 KVN
    Kevin Kurniawan
    Belum ada peringkat