Anda di halaman 1dari 26

BATUAN METAMORF

A. PENGERTIAN BATUAN METAMORF


Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan
sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan
mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200 o-350oC <
T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut
batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada
kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan
bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap
kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi
sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya.
Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,
batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan
menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-
sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan
kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik
dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar
kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan
kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi
batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
B. PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya.
Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,
batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan
menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-
sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan
kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik
dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar
kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan
kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi
batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme


tingkat rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat


malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya
batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/
termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme
regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi
pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi)
dengan lebar antara 2 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah
sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut
mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada
kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh
orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai
ribuan kilometer.

Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

C. PENGENALAN BATUAN METAMORF


Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-
kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang
merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan
tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau
rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf
mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding),
tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari
tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral
baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh
lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang
berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti:
felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-
mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya
sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang
kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan
lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya.
Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam
penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk
dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa
penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan
berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur
diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi
maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose
nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/
sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya
hornfels; liniasi untuk asbes.

Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum


(Gillen, 1982)

D. STRUKTUR BATUAN METAMORF


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.
Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral
penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.
1. Struktur Foliasi
Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral
pipih.
Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2. Struktur Non Foliasi
Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus ataufibrous.

Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

E. TEKSTUR BATUAN METAMORF


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran
seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral
yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar
tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan
sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku),
tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi
alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering
menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini
disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh
pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral
terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-
mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang
menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah
kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan
mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk
dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan
umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi).
Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
1. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali
baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran katablastik.
Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral
saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-
mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
2. Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan katablasto.
Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan pasir.
Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lempung.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur
Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur
Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain
granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di
dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam
proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di
dalam blastomilonit.

F. KOMPOSISI BATUAN METAMORF


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral
yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau
temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau
perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun
oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus mineral penyusun
batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan
(2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam
kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak
lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional,
meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus
menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-
nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan
struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh
gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau
nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis
granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang
dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran
secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin
dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir
halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.
Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari
mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit
dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama
seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya.
Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan
permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal
tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang
pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang
menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-
lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat
diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit,
atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity
menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai
kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur
gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan
yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut
terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan
ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi
tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan
yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat
mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna
terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya
feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau
dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa,
dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum
jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
1. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
2. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino
ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan
garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan
beku.
3. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.
Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa
datar kuarsa dan/atau felspar.
4. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-
butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast
atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama
disebut granofels.
5. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari
fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap
permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral
dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan
karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium
yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
7. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi
karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak
batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

G. TIPE-TIPE METAMORFOSA
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan
geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa
yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada
daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu :
metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan
membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer.
Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar
antara puluhan juta tahun lalu.
Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur
pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian
terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral
dengan fluida.
Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera
di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan
metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa.
Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia
antara batuan dan air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi
Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak
massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena
pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh
deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara
mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan
penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi
volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada
patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang
mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan
bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge,
ataumilonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan
antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan
perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh
adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan
terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya
dengan panas bumi (geothermal).
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan
mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral
stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).
Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme

H. MACAM-MACAM BATUAN METAMORF

1. Marmer

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau
malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh
gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut
membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur
asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer
Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau berumur
Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan
batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping,
walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena
keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang
mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang
tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti
dapat dilihat pada. Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa
dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio.
Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-
meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk
seni pahat dan patung. Ditemukan di gunung Jokotuwo, Bayat, Klaten.

2. Marmer merah
Warna yang cenderung ngejreng dan terkesan vokal, membuat jeni batu ini
menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini pun sudah lama
dimanfaatkan sebagai bahan untuk mempercantik bangunan. Hingga saat ini
jenis batu marmer merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior
dan eksterior. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.
3. Sekismika
Batuan sekis mika memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih, dengan
komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf foliasi. Pada
deretan batuan sekis mika ini terdapat aliran sungai yang merupakan arah
aliran subsekuaen karena sungainya sejajar dengan arah straight. Pada
struktunya terdapat rekahan yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang
masuk ke celah-celah rekahan tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terdapat
komponen mika dan kuarsa. Terbentuk karena akibat tektonik yang
merupakan fanerik lepidoblastik skistosa. Batuan dengan mineral mika yang
berkilauan ketika tertimpa sinar matahari ini adalah batu tertua yang
tersingkap di Pulau Jawa. Ditemukan di bayat, Klaten.
4. Sekis hijau
Batuan Sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua sebagai
basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian timur daerah
penyelidikan. Luas penyebarannya cukup luas sekitar 20% menutupi daerah
penelitian dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 300 meter (?). Batuan
Sekis hijau ini tersingkap pada penorehan struktur sesar dijumpai pada
bagian tebing sungai Binangga hingga ke bagian selatan didaerah desa
Pakuli dan Simoro. Batuan ini tersingkap sebagai Sekis hijau, berwarna hijau
tua, berlapis sebagai bidang foliasi, kompak, berbutir halus, lanau sampai
lempung dan setempat-setempat rekahan terisi oleh urat-urat kwarsa
maupun kalsit. Ditemukan di sadang, Kebumen.

5. Sekis biru
Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp
hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite. Ditemukann di sadang,
Kebumen.
6. Gneis
Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada
saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang
dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua
jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk
struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat
dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada
batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral
seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment.
Ditemukan di Pulau bangka, belitung.
7. Filit
Filit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal. Batuan ini
terbentuk selama proses penunjaman serta merupakan batuan metamorf
berderajat rendah. Proses tektonik dan deformasi lebih lanjut berupa
patahan geser searah aliran sungai, membentuk lipatan-lipatan kecil serta
struktur gores garis pada batuan filit. Ditemukan di Bayat, klaten.
8. Agate
Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa ( silika ), ditandai oleh
kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski agates dapat
ditemukan di berbagai jenis batu, mereka klasik terkait dengan gunung
berapi batu tetapi dapat umum di beberapa batu metamorfik dan lainnya
chalcedonies diperoleh lebih dari 3.000 tahun yang lalu dari Sungai Achates,
sekarang disebut Dirillo , di Sisilia . Agate adalah salah satu yang paling
bahan umum digunakan dalam seni ukir hardstone , dan telah pulih di
sejumlah situs kuno, yang menunjukkan penggunaan meluas dalam dunia
kuno, misalnya, pemulihan arkeologi di Knossos situs di Kreta
menggambarkan perannya dalam Zaman Perunggu Minoan budaya.
Ditemukan di karangsambunng, Kebumen.

9. Nefrit
Nefrit adalah permata , berbagai amphibole , bersama dengan giok giok
dikenal nama. (Jadeit je pyroxen.) warna giok adalah bayam hijau tua,
mineral memiliki kekerasan sekitar 7 derajat skala Mohs, seperti kuarsa,
tetapi lebih sulit karena struktur mikrokristalin. Setelah polishing sangat
estetika, dengan kemilau kaca sempurna. Ditemukan di Karang sambung
Kebumen.

10. Horenfels
Hornfels ( Jerman , yang berarti "hornstone," setelah sering hubungan
dengan glasial "puncak" tanduk di Alps, menjadi batu yang sangat keras dan
dengan demikian lebih mungkin untuk menolak tindakan glasial dan tanduk
berbentuk seperti bentuk puncak Matterhorn ) adalah kelompok peruntukan
untuk serangkaian metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan
indurated oleh panas mengganggu massa beku dan telah diberikan besar,
keras, splintery, dan dalam beberapa kasus yang sangat tangguh dan tahan
lama. Ditemukan di watumpang, Kebumen.
11. Asbes

Asbes merupakan mineral yang berbentuk serat-serat yang mudah terpisah.


Ukuran sebuah serat asbes sangat kecil dan halus. Karena itulah mudah
beterbangan di udara. Apabila terhirup, asbes akan segera masuk ke dalam
rongga pernapasan, kemudian menimbulkan berbagai kerusakan. Ditemukan
di karangsambung, Kebumen.

Anda mungkin juga menyukai