Anda di halaman 1dari 12

AKHLAQ BERBISNIS DALAM ISLAM

Mukaddimah

Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berkehendak,


berkesadaran, berfikir, berbudaya dan bertanggung jawab. Manusia punya eksintensi
ganda sebagi makhluk materi sekaligus ruhani. Dengan eksistensinya sebagai
makhluk materi, manusia mempuyai kapasitas antara lain sebagai makhluk ekonomi
(homo economius). Dalam pengertian, bahwa manusia bebas memilih pola
berekonomi dan tata nilai apa saja untuk mengatur kehidupan ekonominya. Sesuai
pilihannya itu, manusia menunjukkan prilaku ekonominya, baik dalam hubungannya
dengan sumber daya alamiah maupun dengn sesama manusia. Apakah ia akan bersifat
individualis materialistis, atau sosialis humanistis atau pun sifat yang lainnya. Bukan
dalam pengertian materialistisnya Max Waber bahwa manusia tunduk pada kedaulatan
hukum ekonomi yang menguasai aktifitasnya. (Al-Faruqi, Tauhid hal. 174). Sebab
pola dan tata nilai yang dianutnya adalah pilihannya sendiri, sedang pengaruh hukum
ekonomi pada akhirnya ditentukan oleh pola yang dipilihnya.

Dengan demikian, adalah sah menggantungkan pola ekonomi pada kapitalis


dan sosialis. Sebagaimana sah adanya pemilahan dari sudut nilai pada pola ekonomi
islami dan non-islami.
Namun sebagai insan muslim setiap ucapan dan tindakan harus berjalan sesuai
dengan rambu-rambu Islam yang telah digariskan oleh Allah SWT, baik berupa jual
beli, leasing, penyewaan, perwakilan, agensi, perseroan dan sebagainya dari berbagai
sarana transaksi dan bisnis. Artinya ia memiliki kebebesan berinovasi dan
berimprovisasi dalam kerjanya namun masih dalam bingkai Islam.

SERUAN ISLAM UNTUK BERKARYA

Allah swt telah menciptakan bumi sebagai sarana infra struktur bagi manusia
untuk berlomba-lomba dalam beramal dan pemakmuran (QS 11:91) Dan salah satu
bentuk aktivitas pemakmuran adalah berbisnis dan berdagang yang merupakan salah
satu bukti keimanan seorang. Karena iman itu bukan sekedar keyakinan kosong dan
hampa tanpa dibenarkan dan dibuktikan dengan amalan-amalan shalih yang salah satu
contohnya adalah berbisnis yang masih dalam koridor islam. Keyakinan yang diiringi
dengan amalan nyata itulah iman yang sebenarnya. Iman yang mampu
menggabungkan dua hasanah (kebaikan) sekaligus yaitu hasanah dunia dan hasanah
akhirat.

Karena urgensi hal ini sampai-sampai Al-Quran sebanyak sembilan kali


mengulang-ngulang ayat-ayat yang berakaitan dengan Tijarat (berdagang) dan tiga
belas kali mengulang ayat-ayat yang berkaitan Bai (jual beli).Sebagaimana firman
Allah berikut ini;







(29)


-Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Qs 4:29)










(37)

- laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang. (Qs 24:37)



(275)
- Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Qs 2:275)




)








(278


)(279





- Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (Qs 2:278-
)279

Selain ayat-ayat di atas, ada beberapa hadits yang menyeru ummat Islam untuk
;berkarya secara itqan dan berdagang sebagaimana berikut


,


.

:

-Sesungguhnya Allah swt mencintai (hamba) yang berkarya.(HR Imam At-
)Thabrany dan Imam Al-baihaqy, hadits dhaif

- -

- -





- : ?

:

-

,

.

-Takkala Rasulullah saw ditanya; Pekerjaan apa yang lebih baik? Beliau
menjawab: Amalnya seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
)mabrur(HR Imam Al-Bazzar dan dishahihkan Imam Al-Hakim








:

.
:
:

-Mencari (rizki) yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban." (HR Imam At-
)Thabrany
)-" Mencari (rizki) yang halal adalah jihad." (HR Imam Al-Qudha'i
-
: -


".......
- .maka sesungguhnya rizki itu memiliki dua puluh pintu, sembilan belas pintu
milik pedagang dan satu pintu milik pengrajin (orang yang berkarya dengan
)tangannya



- -









- Bisnisman muslim yang jujur lagi terpercaya bersama para Syuhada pada hari
)kiamat. (HR Imam Ad-Daraquthny




















- Tidak seorangpun memakan makanan yang lebih dicintai Allah dari pada yang ia
perolehnya dari tangannya sendiri. (Bukhari Muslim)

TUJUAN BISNIS

Tujuan bisnis dalam pandangan islam tidak seperti yang ada dalam paham
kapitalisme, yaitu semata-mata memperoleh keuntungan materi yang sebanyak-
banyaknya. Bukan pula melulu mengejar tingkat Gross National Product (GNP) yang
tinggi seperti dalam madzhab sosialis. Yang menjadi tumpuan dalam madzhab Islam
bukan materi ataupun negara, tetapi manusianya. Yakni mendekatkan manusia secara
individual dan kolektif pada kehidupan yang terhormat dan penuh harga diri baik
secara materi maupun ruhani (Al-Faruqi, Tauhid, 184)

Titik penekanannya adalah bagaimana menjadikan manusia senantiasa dalam


koridor Islam dan tidak dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut kematian)
dalam berbisnis. Berbisnis semata-mata untuk menghambakan diri kepada Allah swt
melaului amal shalih. (Sayid Qutb, Al-Adalah Al-Ijtimaiah: 57)

Selain memelihara keutuhan dimensi ruhani dan materi, tujuan bisnis dalam
Islam juga memadukan posisi manusia sebagai makhluk individu, makhluk social dan
hamba Allah swt. Oleh karena itu yang menjadi target dalam bisnis adalah:
Pertama, tercapai kecukupan materi bagi kebutuhan yang lazim (fitri) di mana setiap
orang cukup sandang, pangan dan papan berikut perabotnya. Begitu juga khadim yang
membantunya dan tersedianya kendaraan atau dana transport yang mendukung
pelaksanaan tugas masing-masing.
Kedua, tersedianya dana yang cukup untuk menopang pelaksanaan ibadah-ibadah
yang berkaitan dengan dimensi maliah seperti ibadah haji dan zakat.
Ketiga, tersedianya dana yang cukup untuk ikut berperan aktif dalam mengatasi
masalah social yang ada dalam lingkungan masyarakat. Baik dalam pengadaan
sarana-sarana fisik yang dibutuhkan maupun bantuan langsung terhadap anggota
masyarakat yang hidup pada dan dibawah garis kemiskinan. Inilah rahasia yang
tersirat dalam firman Allah di bawah ini;













(77)
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan".(QS 28:77)

PERANGKAT ETIKA DALAM BISNIS


Dalam mengatur urusan muamalah termasuk di dalamnya aktivitas bisnis,
Islam menganut pendekatan terpadu (Integral). Memadukan antara :
1. Pendekatan tasyri (Yuridis) yang menggariskan sesuatu yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Pendekatan taujih (moral) yang mengarahkan kepada apa yang lebih baik
untuk dikerjakan atau ditinggalkan.
Kedua pendekatan ini berjalan secara seiring (simultan) di atas landasan komitmen
dengan ketentuan syariat, membina keluhuran ruhani serta meningkatkan ketaqwaan.

Garis etika Islam secara tegas memisahkan yang halal dari yang haram, tanpa
memberi peluang sedikitpun untuk terjadinya percampuran (talbis) antara keduanya.
Dan dalam rangka menghindari yang haram, yang syubhatpun (yang belum jelas
status hukumnya) dipesankan pula untuk dijauhi. Hal ini dikarenakan agar agama dan
kehormatan seseorang terjaga dan terpelihara. Seperti sabda Rasulullah saw:


. . . . . . "










" . . . . .
Dan siapa yang menghindari perkara syubhat berarti membersihkan agama dan
kehormatannya. (HR Imam Muslim)

Melalui dua pendekatan tersebut, bisa kita tarik beberapa etika bisnis Islam;

1-Bekerja dengan segala kesungguhan (Al-Mujahadah)

Islam tidak menyukai pekerjaan yang setengah-setengah. Ia memerintahkan


untuk tidak ragu-ragu dalam bekerja, dan untuk tidak mengerjakan sesuatu yang
masih meragukan, sebab tidak akan menghasilkan output yang maksimal. Rasulullah
saw bersabda:









" . . . . .




Tinggalkan sesuatu yang masih meragukan untuk mengerjakan yang tidak
meragukan. (HR Imam At-Tirmidzi)



. . . "











Dan Ibnu Umar ra berkata: Apabila kamu di sore hari jangan sekali-kali
menunggu pagi hari dan apabila kamu di pagi hari janganlah menunggu sore hari.
(HR Imam Al-Bukahri)

Hadits dan Atsar Sahabat ini menunjukkan kebulatan tekad dalam berkarya,
melakukan optimalisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan peluang tanpa
menungu-nunggu sesuatu yang belum pasti.

2-Menghasilkan Yang Terbaik (Al-Itqon wal Ihsan)

Sekalipun fasilitas sumber daya yang ada bersifat terbatas, tapi Islam tetap
meminta untuk meraih tingkat terbaik dalam pencapaian produk. Menghasilkan suatu
output secara kualitatif dan sebaikmungkin merupakan sifat pekerjaan Rabbani dan
prinsip amal Islami (QS 27:88, 11:7).










(88)



" Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan" QS 27:88







(7)
"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-
Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya,
dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini
tidak lain hanyalah sihir yang nyata". QS 11:7

Karena itu Allah swt mencintai hambanya yang bekerja secara optimal untuk hasil
yang maksimal. Rasulullah saw bersabda:






:



Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan
yang terbaik (itqan). (HR Imam At-Thabrani)

Prinsip melakukan dan menghasilkan yang terbaik (al-Ihsan) ini telah ditetapkan
Allah swt untuk diaplikasikan dalam segala amal kebaikan. Salah satunya adalah
aktivitas dalam bisnis. Itqan dalam hal ini meliputi itqan dalam aspek menagmen
produksi, marketing, akutansi dan output produkitu sendiri.

3-Bersaing dalam mutu (Fastabiqul Khairat)

Konsisten dengan pesan etika itqan dan ihsan tersebut, dalam bisnis islami
semangat bersaing diarahka kepada persaingan mutu dengan segala aspeknya dalam
rangka berlomba dalam kebaikan. Bersaing dalam kualitas, produktifitas, manjmen
sumber daya manusia maupun hubungan insani (human relation) merupakan mata
rantai yang tidak boleh terputus. Sementara persaingan bebas yang tidak
memperhatikan nilai moral bertendensi untuk saling memojokkan, saling membaikot
dan kemudian menjatuhkan.Inilah cirri yang kental yang kita temukan dalam free
fight leberalism. Senua itu dalam bisnis Islami ditolak karena berlawanan dengan
semangat saling mengasihi (tarahum), saling membantu dan memberi peluang
(taawun) dan masukdalam kategori mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi
sesama.

Sebagaimana halnya dalam industri berlaku Analisa Mengenai Dampak


Lingkungan, dalam persaingan bisnis juga berlaku analisa tentang peluang dan
pangsa pasar.
Kehadiran suatu komoditi dengan jumlah tertentu atau penentuan harga oleh pelaku
bisnis dapat dibenarkan selama tidak mengganggu tingkat persaingan yang sehat
dengan sesama para pengusaha yang ada. Jika sudah mengarah ke monopoli maka
harus diatasi dan setiap keberatan atau complaint dari kalangan bisnis yang lain harus
diperhatikan. Hal ini analog dengan apa yang telah menjadi kesepakatan Ulama,
bahwa seseorang tidak boleh mendirikan bangunan lebih tinggi dari bangunan
tetangganya selama mengakibatkan mudarat atau kerugian yang tidak diinginkan.
Karena di sini berlaku kaidah fiqhiah Laa Dharara wa laa dhiraara (Tidak boleh
merugikan dan tidak boleh membalas yang menimbulkan kerugian baru)

4-Bermurah hati (Musamahah)

Rasulullah saw bersabda:




















Allah mengasihi orang yang bermurah hati ketika mejual, membeli dan ketika
membayar dan menagih. (HR Imam Al-Bukhari)

Samahah (Bermurah hati) bukan berarti boleh bersikap kurang berhati-hati


atau kurang teliti dalam usaha dan perhitungan. Ia lebih bermakna sebagai sikap yang
mendukung hubungan kemitraan dengan para relasi, seperti cara menghindari cara
atau bahasa hubungan yang kaku dan tidak beranjak dari kontek hak dan kewajiban
semata. Orang cenderung lebih tertarik dengan mutu pelayanan kendatipun barang
yang ditawarkan tidaklebih baik dari yang lainnya atau harganya lebih mahal
dibanding dengan harga barang lain yang sama mutunya. Sebab layanan yang
diberikan lebih menyentuh dan berhubungan langsung dengan nilai sebagai manusia
dan harga diri.

Termasuk samahah dalam bisnis adalah sikap suka memberi rabat kepada
pelanggan lama, kolega, pembeli dalam partai besar, membebaskan ongkos kirim
meskipun tidak seberapa besarnya, memberikan servis konsumsi atau akomodasi bagi
relasi yang datang dari jauh dan memberikan bonus pada kesempatan tertentu.

5-Memakai cara yang legal (Masyru) untuk menghasilkan yang halal

Antara cara yang sah dan hasil yang halal tidak boleh dipisah-pisahkan.
Perhatikan firman Allah berikut ini;

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS 2:275)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS 4:29)

Dan beberapa hadits di bawah ini;









Allah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan kedua saksinya (HR
Muslim dari Jabir)

Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan pula


hasilnya. (Bukhari Muslim)


:

" :





:









"

Tidaklah bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sehingga ditanya empat
perkara; (Salah satunya adalah) tentang hartanya, dari mana dihasilkan dan untuk apa
diinfakkan (HR Ad-Darimy)

Penghasilan yang halal adalah yang diperoleh dari hasil usaha sendiri baik
sebagai imbalan tenaga atau jasa yang berupa upah (gaji), imbalan jual beli yang
berupa uang dan yang berupa barang dari hasil barter. Semua ini harus didasarkan
kerelaan hati (an taradhin) dan kesukaan hati (an thibi nafsih) dari semua pihak. Dan
meskipun ada kerelaan dan kesukaan hati dari semua pihak akan tetapi perdagangan
dan jual beli harus mengacu pada rambu-rambu yang telah digariskan oleh Islam.
Seperti barangnya jelas (sifat, jenis dan kwalitas), bisa dikuasai oleh pembeli, tidak
yang diharamkan dan lain-lainnya.

6-Tidak Merugikan Orang lain

Dalam perdagangan dan bisnis tidak dibenarkan melakukan praktek-praktek


yang merugikan dan memberikan madharat kepada orang lain. Rasulullah saw
bersabda: Tidak diperbolehkan melakukan madharat dan membalas dengan
menimbulkan madharat baru
Tidak diakui dalam Islam setiap yang merugikan diri sendiri atau orang lain.
Pada agribisnis misalnya, tidak dibenarkan menanam tanaman yang merugikan orang
lain atau yang diharamkan seperti ganja dan cocain. Perusahaan tidak diperbolehkan
memproduksi minuman keras (narkoba) yang memberikan dampak negatif.

Termasuk yang merugikan orang lain adalah memanipulasi harga yang beredar
saat itu. Seharusnya sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Ghazali setiap pedagang
harus bersikap jujur tentang harga yang sebenarnya dan tidak menyembunyikan
sesuatupun darinya, karena Rsulullah saw melarang untuk mencegat rombongan
pedagang (pemasok barang dagangan) di tengah perjalanan sebelum mereka tahu
harga pasar yang sebenarnya. Sebagaimana Nabi saw melarang berdagang dengan
trik simulasi, Rasulullah saw bersabda: Janganlah kamu mencegat rombongan
pedagang dan barang siapa yang menerima barangnya maka pemilik barang tersebut
berhak memilih (pembatalan atau diteruskan) setelah ia sampai di pasar. (Muttafqun
alaih)

Imam Al-ghazali berkata: Seharusnya seseorang tidak menipu temannya dengan apa
saja yang tidak diperbolehkan
Hal ini juga ditegaskan oleh hadits Nabi yang berbunyi; Menipu orang yang lugu
adalah haram (HR At-Tharany dengan sanad lemah dan Al-Baihaqy dengan sanad
yang baik)

7-Tidak memonopoli sesuatu yang diperlukan oleh orang lain

Yang dimaksud dengan monopoli adalah menahan barang untuk tidak beredar
di pasar supaya naik harganya. Semakin besar dosa orang yang melakukannya jika
praktek monopili tersebut dilakukan secra kolektif di mana para pedagang barang-
barang jenis tertentu bersekongkol untuk memonopoli. Demikian pula seorang
pedagang yang memonopoli satu jenis tertentu dari barang dagangan untuk
keuntungan diri sendiri dan menguasai pasar sekehendaknya. Rasulullah bersabda:
Barang siapa memonopoli maka ia berdosa (HR Muslim)

Barang siapa yang memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari, maka
sesungguhnya ia telah berlepas diri dari Allah dan Allah berlepas darinya. (HR
Ahmad)
Ali bin Abu Thalib ra berkata: Barang siapa memonopoli bahan makanan selama
empat puluh hari niscaya hatinya menjadi keras.

Karena sebab utama tindakan monopoli adalah egoisme dan kekerasan


hatinya. Orang yang melakukan hal ini cenderung meluaskan kekayaannya dengan
cara mencekik manusia yang lain, membangun istana-istana dari tumpukan
kesengsraan manusia dan menghisab darah orang lain untuk dialirkan pada nadinya
atau mengeruk ribuan dan jutaan dolar ke dalam rekening simpanannya.

Dan larangan monopoli ini berlaku pada semua barang atau bahan makanan yang
sangat diperlukan oleh orang lain.

8-Faham dan Jujur.

Pemahaman dan kejujuran merupakan persyaratan pertama bagi pengusaha


muslim, sebagai persyaratan intelektual dan moral selain persyaratan skill. Karena
pentingnya persyaratan ini, maka Umar bin Khattab ra pernah menurunkan suatu
peraturan: Tidak diperbolehkan berjualan di pasar kami kecuali pedagang yang
memiliki pemahaman agama.
Seorang pengusaha yang memiliki pemahaman agama secara utuh tentang
fiqh muamalat dan kejujuran, niscaya ia akan terhindar dari godaan untuk menipu
orang lain dan menjadi korban penipuan dari orang lain.
Kejujuran merupakan nilai transaksi yang terpenting. Ia adalah puncak moralitas iman
dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman. Bahkan kejujuran
merupakan kerekteristik para Nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak mungkin
berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak berjalan baik. Sebaliknya kebohongan adalah
pangkal cabang kemunafikan dan ciri orang-orang munafik. Cacat pasar perdagangan
di dunia kita dan yang paling banyak memperburuk citra perdagangan adalah
kebohongan, manipulasi dan mencampur aduk kebenaran dengan kebatilan. Baik
secara dusta dalam menerangkan spesifikasi barang dagangan dan mengunggulkannya
atas yang lainnya, dalam memberitahukan tentang harga belinya atau harga jualnya
kepada orang lain maupun tentang banyaknya pemesanan dan lain-lainnya.
Rasulullah saw bersabda:
Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya bersama para Nabi, As-Shiddiqun dan para
Syuhada. (HR At-Tirmidzy)

Empat golongan yang dibenci Allah adalah; penjual yang banyak bersumpah, orang
miskin yang sombong, orang tua yang berzina dan pemimpin yang durjana. (HR An-
Nasai dan Ibnu Hibban)

Itulah beberapa etika bsnis dalam Islam yang harus dipegang teguh oleh setiap
muslim ketika ia hendak melakukan serangkaian aktivitas perdagangan.

Dan selain etika bisnis di atas, apabila pengusaha muslim ingin sukses di dunia dan di
akheratnya kelak, maka ia harus berbekal dengan beberapa hal di bawah ini;

Meluruskan niat
Menghadirkan pemahaman bahwa berdagang adalah fardlu kifayat yang dituntut
oleh Islam
Memperhatikan Pasar Akhirat
Senantiasa melakukan dzikrullah
Qonaah dan tidak rakus
Menghindari syubhat
Muraqabah dan Muhasabah

Inilah tujuh bekalan akhirat yang harus dipelihara oleh setiap pengusaha muslim. Dan
dari dua aspek ini, yaitu aspek etika dan bekalan akhirat, pengusaha muslim
diharapkan mampu bersaing dan mengusai pasar dengan senantiasa tetap dalam
koridor atau rambu-rambu yang telah digariskan Islam.

Anda mungkin juga menyukai