DISERTASI
Oleh
ANSHORI
NIM: 02.3.00.1.05.01.0021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M/1427 H
i
PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
DISERTASI
Oleh
ANSHORI
NIM: 02.3.00.1.05.01.0021
PROMOTOR
PROF.Dr.H.Nasaruddin Umar,MA
PROF.Dr.H.Ahmad Thib Raya,MA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M/1427 H
ii
TIM PENGUJI DISERTASI
iii
PERSETUJUAN I
Mishbah yang ditulis oleh Drs. H.Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,
Pembimbing I
iv
PERSETUJUAN I
Mishbah yang ditulis oleh Drs. H. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,
Pembimbing II
v
PERSETUJUAN II
Mishbah atas nama Drs.H. Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi
(terbuka).
Pembimbing I
vi
PERSETUJUAN II
Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi
(terbuka).
Pembimbing II
vii
KETERANGAN
Mishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
viii
KETERANGAN
Mishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
ix
KETERANGAN
Mishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
x
KETERANGAN
Mishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
xi
SURAT PERNYATAAN
Nama : Anshori
Anshori
xii
ABSTRAKSI
xiii
berbeda, akan melahirkan makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan juga bukan
perempuan. Artinya perempuan ditempatkan sesuai dengan kodrat kewanitaannya,
karena dengan memberikan hak wanita melebihi kodratnya atau tidak memberikan
haknya sesuai kodratnya dianggap bias jender. Kemudian perbedaan antara
Muhammad Quraish Shihab dengan sebahagian mufassir klasik yaitu Muhammad
Quraish Shihab menafsirkan ayat al-Quran tidak parsial, sedangkan sebahagian
mufassir klasik mereka menafsirkan ayat al-Quran secara parsial. Sedangkan
perbedaan dengan sebahagian mufassir kontemporer yaitu disamping perbedaan
instrumen juga mereka sebahagian mufassir kontemporer menafsirkan ayat secara
parsial.
xiv
" "
.
"
.
"
.
""
,
.
, ,
.
""
skripturalis moderat
.
.
xv
ABSTRACT
xvi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena
kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya.
dan dorongan semua pihak, antara lain para dosen Pascasarjana UIN Jakarta,
membantu dan mengarahkan penulis terhadap semua masalah yang ada dalam
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
xvii
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra,
H. Komaruddin Hidayat, M.A. beserta para dosen yang dengan tulus dan
3. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. sebagai promotor yang telah banyak
yang dihadapi.
4. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. sebagai promotor dan juga sebagai
LML.
xviii
7. Kedua orang tua asuh penulis, Bapak Prof.K.H.Ibrahim Hosen,LML
8. Istri tercinta, Yesmini Hasnul dan anak tercinta Raudhatul Azhar yang telah
ini.
9. Teman, kolega, dan semua sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu per
satu atas kebaikan dan kontribusi mereka baik dalam bentuk saran, gagasan,
disertasi ini.
dan partisipasi dari semua pihak tersebut, diberikan ganjaran yang berlipat
ganda dari Allah swt. Demikian pula semoga disertasi ini bermanfaat bagi
Penulis
xix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A.Konsonan
xx
PANITIA UJIAN PROMOSI
Ketua
Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xxi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .. I
PROMOTOR . ii
TIM PENGUJI DISERTASI iii
PERSETUJUAN I .. .. .. iv
KETERANGAN PENGUJI vi
PERSETUJUAN II . ix
SURAT PERNYATAAN PENULIS... xi
ABSTRAKSI ..... xii
KATA PENGANTAR.. xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI xix
PANITIA UJIAN DISERTASI TERBUKA xx
DAFTAR ISI. xxi
xxii
F. Metodologi Penelitian . 44
G. Sistematika Penelitian ..... 49
xxiii
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH 109
A. Term-Term Jender Dalam al-Quran .. 109
B. Ayat-Ayat Penciptaan Manusia .. 135
C. Ayat-Ayat Kewarisan .................... 161
D. Ayat-Ayat Persaksian . 175
E. Ayat-Ayat Kepemimpinan . 197
F. Ayat-Ayat Poligami 251
xxiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
: :
:
:
" :
Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, Amr Bin
Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi
telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di
dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia
cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di
atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang
diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa
engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya,
1
Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Bias
Jender) (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Tafsir pada Fak.Ushuluddin IAIN Syahid
Jakarta, 2002), h.1
2
Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari/Jami al-Bayn f Ta wl al-
Qur an,(selanjutnya tertulis Tafsir al-Thabari) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. III, Jilid
III, h. 566
3
Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari, h. 566
4
Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga al-
Kitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2
3
5
Nasaruddin Umar, Bias Jender, h. 1
6
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Kesetaraan Jender) (Jakarta: Parama-dina, 2001), Cet.II., h.1
4
antara sesama laki-laki satu dengan yang lain ada perbedaan, bahkan amal
yang dikerjakan oleh seorang yang sama dengan waktu yang berbeda ada
perbedaan sesuai dengan kualitas dan keikhlasan mengerjakan amal tersebut
(Q.S. al-Nis/4: 32 dan Q.S. al-Nis/4: 34).
Contoh kongkrit dapat kita lihat adanya dua orang saudara kembar.
Secara fisik mungkin kelihatannya sama padahal bila diteliti secara cermat
suara dan sidik jari keduanya pasti berbeda.
Islam selalu menghargai sifat seorang perempuan dan menganggapnya
memainkan peran yang menyatu dengan peran laki-laki. Islam juga
menganggap laki-laki memainkan peran yang menyatu dengan peran
perempuan. Keduanya bukanlah musuh, lawan, atau saingan satu sama lain.
Justru keduanya saling menolong dalam mencapai kesempurnaannya masing-
masing sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara
keseluruhan.7
Lelaki dan perempuan memiliki kekurangan yang tidak dapat ditutup
kecuali oleh lawan jenisnya. (Q.S.al-Taubah/9:71) dan (Q.S.al-Baqarah/2:187).
Perintah Allah kepada alam semesta menjadikan adanya pasangan
dalam segala hal di dalamnya. Prinsip ini terwujud dalam kehadiran laki-laki
dan perempuan dalam dunia kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan
adanya positif dan negatif dalam dunia tak hidup dengan gejala magnet, listrik,
dan sebagainya. Bahkan dalam atom terdapat muatan positif dan negatif, yakni
proton dan elektron.8 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an
( : /)
7
Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita Dalam Islam, (selanjutnya tertulis Kedudukan
Wanita) Terjemahan Melathi Adhi Damayanti dan Santi Indra Astuti, (Jakarta: PT.Global Media
Publishing, 2003), h. 39
8
Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita , h. 39
5
9
Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita, h. 40
6
10
Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asyats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dr al-Fikr,
1994), Jilid I., h. 66
7
apakah dia harus mandi, Rasulullah menjawab dia harus mandi, bahwa
perempuan adalah saudara kandung laki-laki.
Namun pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,
kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami terkesan diskriminatif
terhadap kaum perempuan, dan ayat-ayat ini pula yang sering digunakan para
mufassir klasik untuk memojokkan perempuan.
Uraian ayat-ayat di atas seolah-olah ada perbedaan satu ayat dengan
ayat yang lainnya, padahal ayat-ayat al-Qur'an itu semuanya bersumber dari
Allah yang tidak mungkin akan saling bertentangan satu ayat dengan ayat yang
lain. Jika makna suatu ayat seolah-olah bertentangan, maka perlu merujuk pada
ayat lain, sehingga tidak terkesan antara ayat itu bertentangan. Sebagaimana
firman Allah:
( : / )
Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya(Q.S. Fthir/35: 8)
Dengan pernyataan ini seolah-olah Allah menyesatkan dan memberi
petunjuk kepada hamba-Nya secara acak tanpa sebab yang jelas. Akan tetapi
dugaan tersebut akan hilang jika membaca ayat lain yang berbunyi:
( :/ )
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan (kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang
terang benerang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus.(Q.S.al-Midah/5:16)
Begitu pula pada ayat-ayat yang bernuansa jender harus dipahami tidak
parsial, salah satu contoh dalam (Q.S.al-Nis/4: 11) menyatakan, bahwa
bagian waris seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Ayat
ini nampaknya tidak adil, karena bagian anak perempuan berbeda dengan
8
bagian anak laki-laki, padahal keduanya sama-sama anak kandung. Namun bila
kita memperhatikan (Q.S.al-Nis/4:34) yang menyatakan bahwa kaum laki-
laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan disebabkan kaum lelaki
diberikan Allah sifat kepemimpinan dan diwajibkan memberi nafkah kepada
kaum perempuan, maka perempuan mendapat setengah dari laki-laki justru
sudah adil. Sebab laik-laki bila dia menikah, maka harta warisan yang
diperoleh dari orang tuanya akan dipergunakan untuk membayar mahar dan
nafkah istrinya bahkan bila punya anak untuk membiayai anak-anaknya,
sedangkan anak perempuan jika dia menikah, maka harta warisan yang
diperoleh dari orang tuanya tidak terpakai karena dia mendapat nafkah dari
suaminya, bahkan dia mendapat mahar dari suaminya.11
Artinya, jika ayat-ayat al-Qur'an dipahami secara seimbang,
proporsional, dan terintegrasi satu sama lain, maka semua ayat yang tercantum
dalam al-Qur'an tidak akan saling bertentangan. Begitu juga masalah ayat-ayat
yang bernuansa jender, harus dipahami secara utuh, tidak parsial.
Tapi lain halnya jika menafsirkan ayat berangkat dari konteks ayat
sebagaimana yang dikatakan oleh Husein Muhammad:
Saya kira soal warisan adalah berkaitan dengan realitas dari
struktur hubungan suami istri. Selama laki-laki masih diposisikan
sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, membayar maskawin,
membiayai ongkos-ongkos yang lain terhadap pihak lain yang menjadi
tanggung jawabnya, mutah (pemberian) dan sebagainya, maka
pembagian 2:1 adalah adil. Kalau relasi tersebut telah berubah, maka
ketentuan warisanpun bisa berubah. Sebab ketentuan warisan
merupakan logika lurus dari relasi suami istri. Justru sangat tidak adil,
jika 2:1 dipertahankan, sementara relasi suami istri telah mengalami
11
Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 2, h.351, Lihat Tafsir Said
Hawa, al-Ass F al-Tafsr, Jilid II, h.1009, Lihat Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marghi,
Jilid IV, h.196, Lihat Zamakhsyari, al-Kasysyf, Jilid I, h.469
9
12
Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, (Yogyakarta:LkiS, 2004), h.129
10
13
al-Hfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah, (al-
Qhirah, Dr al-Hads, 1998), Jilid II, h. 156
11
14
Husen Muhammad Yusuf, Ahdf al-Usrah f al-Islm, (selanjutnya tertulis Ahdf al-Usrah)
(Cairo: Dr al-I'tishm , 1977 ), h. 24
15
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera
Hati, 2005), h. 102
12
Dia menambahkan,
Perempuan- di masa lampau- juga dinilai tidak wajar mendapat
pendidikan, Elizabeth Black Will, dokter perempuan pertama yang
menyelesaikan setudinya di Geneve University pada tahun 1849 M,
dibaikot oleh teman-temannya sendiri dengan dalih bahwa perempuan
tidak wajar memperoleh pelajaran, bahkan ketika sementara dokter
bermaksud mendirikan Institut Kedokteran Khusus perempuan di
Philadelphia Amerika Serikat, ikatan dokter setempat mengancam akan
membaikot semua dokter yang mengajar di Institut itu.19
16
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,h. 103
17
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 104
18
Mhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 104
19
Mhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 105
13
Jadi bila kita melihat dari masa ke masa, perempuan tidak mendapat
perhatian yang serius. Namun dalam ajaran Islam, justru perempuan itu
mendapatkan kedudukan yang layak dan terhormat.
Di masyarakat Islam masih ada praktik-praktik yang menyalahi aturan
Islam, seperti ada orang tua memaksa mengawinkan anak perempuannya
tanpa dikehendaki oleh anak tersebut. Ada juga orang tua yang membeda-
bedakan anak laki-laki dan perempuan. Itu semua bukan ajaran Islam,
melainkan perbuatan adat-istiadat orang dahulu. Islam adalah sesuatu dan
perbuatan orang Islam adalah sesuatu yang lain.20 Jadi, kita sebagai ummat
Islam harus bisa membedakan antara ajaran Islam dan perbuatan orang Islam,
karena perbuatan orang Islam belum tentu sesuai dengan ajaran Islam.
Begitu juga ada sebagian orang menuntut persamaan hak secara
mutlak antara laki-laki dan perempuan dan tidak mau mengikuti aturan Islam,
padahal aturan Islam lebih adil daripada aturan yang dibuat oleh manusia.
Karena Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Allah pula yang
membuat peraturan untuk mereka yang tidak memihak kepada salah satu jenis
laki-laki dan perempuan, tidak ada kepentingan bagi Allah, tapi Allah Maha
Tahu terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. (Q.S. al-Muluk/67: 14).21
Islam memperbaiki manusia berdasarkan kenyataan, maslahat umum
bagi masyarakat. Agar semuanya bagaikan satu tangan dan satu badan,
sehingga bila salah satu anggota merasakan sakit, maka seluruh anggota badan
merasakan sakit. Sedangkan keadilan pada masa sekarang beragam. Adil
menurut orang Timur berbeda dengan adil menurut orang Barat, begitu juga
adil menurut orang Barat berbeda dengan adil menurut kaum Zionis, akan
tetapi adil menurut Tuhan hanya satu, karena Allah hanya satu, maka aturan-
Nya juga satu (Q.S. al-Anm/6: 153). Islam memerintahkan bersikap adil
sekalipun terhadap musuh dan memerintahkan rasa belas kasihan kepada
20
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah, h. 19
21
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah , h. 48
14
mereka, jika mereka tidak mengangkat senjata melawan kaum muslimin. (Q.S.
al-Mumtahanah/60: 8 ).22
Nasib perempuan baru terbela setelah al-Qur'an diturunkan. Al-Qur'an
memposisikan perempuan pada tempat yang terhormat, karena al-Qur'an tidak
menjadikan perempuan sebagai tirai pemisah dan tidak menjadikan rendah
derajat seseorang perempuan. Al-Qur'an melihat tinggi rendahnya seseorang
dari segi takwanya bukan dari segi jenis kelaminnya. (Q.S. al-Hujurt/49: 13).
Berkaitan dengan hal ini Syekh Mahmud Syaltut menegaskan:
"Perhatian ini menunjukkan atas kedudukan yang selayaknya
perempuan itu ditempatkan menurut pandangan Islam. Sungguh
kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan
kedudukan yang tidak pernah diperoleh pada syariat agama samawi
terdahulu dan tidak pula ditemukan dalam masyarakat manusia
manapun."
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu
kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang
perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Makhluk yang
memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Di dalam Islam,
haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak perempuan. Allah
mengancam orang yang melakukan perbuatan itu dengan siksa yang sangat
pedih. Dari aspek kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama
manusia (Q.S. al-Hujurt/49:13). Dari aspek mengemban keimanan keduanya
sama (Q.S. al-Burj/85: 10). Dari aspek menerima balasan akhirat keduanya
22
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah ,h. 49
23
Muhammad Syaltut , Al-Islm 'Aqidatan wa Syariatan, (Beirut: Dr al-Qalam, 1966),
h. 227
15
sama (Q.S. al-Nis/4: 124). Dari aspek tolong-menolong keduanya sama (Q.S.
al-Taubah/9: 71), dan masih banyak hak-hak yang lainnya.24
Mahdi Mahrizi mengatakan bahwa,
Islam membagi wilayah kehidupan menjadi dua bagian, manusia
dan jenis kelamin. Wilayah manusia tidak membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan, karena wilayah ini tidak pernah mengenal
jenis kelamin, tidak memperhatikan feminim atau maskulin, karena
keduanyalaki-laki dan perempuansecara aktif berusaha keras
mencari dan menuju kesempurnaan. Namun pada wilayah kedua,
perempuan mesti menjadi seorang perempuan, hanya melakukan
aktivitas-aktivitas keperempuanan dan mematuhi kebutuhan-kebutuhan
spesialnya, sebagaimana laki-laki dalam wilayah ini harus berperilaku
seperti seorang laki-laki, hanya melakukan aktivitas-aktivitas
kelelakiannya.25
24
Haya Binti Mubarak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Terjemahan Amir Hamzah
Fachruddin, (Jakarta: Darul Falah, 1421 H), Cet. VII, h. 11
25
Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal Menurut Islam, (selanjutnya tertulis Wanita Ideal) (Jakarta:
Madani Grafika, 2004), h. 10
26
Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal, h. 11
16
27
Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal, h. 16
28
Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Cairo : Maktabah al-Dawah al-Islamiyah
Syabab al-Azhar,1968) , h. 35 mengatakan artinya
lafazd yang menunjukkan makna tertentu yang harus dipahami darinya, tidak mengandung
kemungkinan takwil serta tak ada tempat atau peluang memahaminya dengan ma'na lain selain ma'na
tersebut.
29
Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, h. 35 mengatakan,
, artinya lafadh yang menunjukkan atas suatu makna, tapi dapat
dimungkinkan untuk ditakwil dan dipalingkan dari makna tersebut dan dimaksudkan dari lafadh itu
makna yang lain.
17
tidak ada lapangan ijtihad terhadap ayat-ayat yang berstatus qathiyu al-
dallah (ayat-ayat yang bersifat muhkamt).30
Namun penulis dalam hal ini tidak akan membahas masalah ayat-ayat
qath'iy atau zhanny secara mendetail karena penulis hanya memfokuskan pada
penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab. Muhammad
Quraish Shihab sendiri cenderung untuk mengatakan bahwa, "Ayat al-Qur'an
baru disebut qath'iy bila didukung oleh ayat-ayat lain yang maksudnya sama
sehingga tidak bisa diartikan makna lain kecuali makna yang terkandung
dalam nashsh tersebut.31
Sedangkan ayat-ayat yang bersifat zhani al-dallah merupakan
lapangan para mujtahid untuk membahasnya. Seperti dalam al-Qur'an Surat al-
Baqarah/2 ayat 228. Para ulama tidak sepakat tentang makna qur dalam ayat
tersebut. Sebagian ulama menafsirkan suci, dan sebahagian yang lain
menafsirkan haid. Kedua pendapat tersebut sifatnya zhani, maka tidak boleh
saling menyalahkan. Sesuai dengan Qidah fiqhiyah yang dikutip oleh Ibrahim
Hosen artinya hasil ijtihad seseorang tidak dapat
dibatalkan oleh hasil ijtihad orang lain. 32
Setiap ilmu memiliki metode yang dipergunakan oleh pengarangnya
dan setiap pengarang memiliki gaya dan sistematika tersendiri walaupun
mungkin ada sedikit kesamaan berdasarkan latar belakang pendidikan, budaya
30
Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka
Firdaus,2002), h. 177, Lihat juga Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawid al-Fiqhiyah, (Bairut:Dr al-
Qalam, 1994), h.417
31
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 140
32
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat
Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syariah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dr al-
Turts, 1984), h.100
18
negara, masa, dan lainnya. Begitu juga mengenai seorang mufasir tentu
mempunyai metode dan karakteristik tersendiri.
Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat.
Akan tetapi, yang menyatukan profesi itu pada satu kepribadian jelas tidak
banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Muhammad Quraish Shihab. Dia
disebut muballig karena siraman rohani yang disampaikannya melalui media
televisi menyejukkan hati umatnya. Ia disebut ulama karena merupakan ahli
tafsir lulusan Universitas al-Azhar. Ia disebut intelektual karena pandangan-
pandangannya selalu didasarkan pada penalaran rasional, dan ia disebut
birokrat dan diplomat karena pernah menjabat Menteri Agama disamping
Rektor IAIN dan duta besar RI di Mesir. Setelah selesai tugas sebagai Duta
Besar RI untuk Mesir, tokoh yang dikenal santun ini mengembangkan
Lembaga Studi al-Qur'an. Satu-satunya lembaga studi swasta di Indonesia
yang secara spesifik menekuni kajian al-Qur'an sebagai fokus utamanya. 33
Perlu dicatat bahwa Muhammad Quraish Shihab merupakan orang
pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur'an
dari Universitas al-Azhar Cairo. Dalam Disertasinya Muhammad Quraish
Shihab memilih untuk membahas masalah korelasi antara ayat-ayat dan surat-
surat al-Qur'an sebagai fokus penelitiannya. Sebagai kasus dia memilih kitab
Nazhm al-Durar f Tansub al-yt wa al-Suwar karangan seorang mufasir
kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'i
(809 H/1406 M-885 H/1480 M). Muhammad Quraih Shihab mengatakan,
Saya tertarik dengan tokoh ini karena dia hampir terbunuh gara-gara kitab
tafsirnya. Al-Biq'i juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang
33
Arief Subhan, Tafsir Yang Membmi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah
Tsaqafah Vol. I.No.3, 2003 h. 81
19
berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah perurutan, atau
korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur'an. Ada juga yang menilai
bahwa kitab tafsirnya merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-
ayat dan surat-surat al-qur'an.34
Muhammad Quraish Shihab menyatakan:Mayoritas Ulama masa lalu
melupakan segi rahasia urutan lafazh, ayat-ayat dan surat-surat al-Quran.
Sekalipun ada seperti al-Imam Fahrurrazi, dia hanya lebih dominan
perhatiannya pada segi ilmiyah yang bersifat filosofis, sehingga belum
mencapai apa yang diharapkan.35
Muhammad Quraish Shihab menambahkan:Kemudian datang al-Imam
Abu Jafar Bin al-Zabir dan al-Imam al-Suyuthi, namun keduanya terbatas
pada penjelasan munasabah surat-surat al-Quran, tanpa menyingkap rahasia
yang ada pada urutan ayat-ayat dan hubungannya antara lafazh-lafazh yang ada
pada surat satu dengan yang lainnya.36
Kemudian datang Burhanuddin Abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-
Biqai (809 H/1406 M-885 H/1480 M) memiliki perhatian khusus dalam
masalah korelasi antara ayat-ayat al-Quran, dia mengungkapkan kedetailan
rahasia urutan ayat dan lafazh al-Quran, hingga mencapai kesempurnaan dan
bahkan merupakan ensiklopedi yang dikhususkan dalam masalah korelasi
antara ayat-ayat al-Quran yang diberi judul Nazhm al-Durar F Tansub al-
yt Wa al-Suwar.37
34
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 86
35
Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tansub al-Ayt Wa al-Suwar,
(selanjutnya tertulis Nazhm al-Durar Fi Tansub al-Ayt) sebuah Disertasi Program Doktor
Universitas al-Azhar Cairo, 1982 Jilid I, h.
36
Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tansub al-Ayt,h.
37
Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tansub al-Ayt,h.
20
38
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 87
21
Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa metode ini bukan yang
terbaik. Akhirnya memang tergantung kebutuhan. Kalau ingin menuntaskan
topik, maka jawabannya adalah metode maudhi tapi jika ingin menerangkan
kandungan suatu ayat, maka jawabannya adalah metode tahlli. 39
Gagasan dan pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang agama,
tampaknya boleh dikatakan tergolong skripturalisme moderat. Karena dia
menafsirkan ayat al-Quran berangkat dari teks ayat, namun dia juga selalu
memperhatikan konteks masyarakat yang ada sekarang.
Skripturalisme yang dikembangkan oleh Muhammad Quraish Shihab
jauh berbeda dengan skripturalisme yang dikembangkan oleh kalangan muslim
fundamentalis. Karena mereka hanya berpegang pada teks ayat tanpa
memperhatikan konteksnya
Skripturalisme Muhammad Quraish Shihab mengandung arti usaha
untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Muslim
kepada kitab suci al-Qur'an. Muhammad Quraish Shihab sendiri menilai bahwa
pada masa modern sekarang ini antara kehidupan masyarakat Muslim dengan
al-Qur'an, sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan, terbentang jarak yang
jauh. Oleh karena itu, menurutnya umat Islam tidak hanya perlu didekatkan
kembali dengan kitab sucinya, lebih dari itu juga perlu diusahakan suatu
penafsiran al-Qur'an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi, tepatlah kiranya
menempatkan Muhammad Quraish Shihab sebagai seorang skripturalis
moderat.40
Salah satu obsesi Muhammad Quraish Shihab adalah melakukan
penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Karena
39
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 88
40
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 89
22
B. Pokok Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu "Penafsiran Ayat-Ayat Jender
Dalam Tafsir al-Mishbah," permasalahan yang akan dikembangkan dalam
disertasi ini adalah cara dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammad
41
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 85
23
C. Tinjauan Kepustakaan
42
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina,
2001), Cet. II.
43
Nasaruddin Umar, Bias Jender,h. 306
25
44
Nasaruddin Umar, Bias Jender,h. 306
45
Nasaruddin Umar, Bias Jender,h. 309
46
Nasaruddin Umar, Bias Jender,h. 30
26
47
Ahmad Junaidi Ath-Thayyibi, Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam, (Jakarta:
Wahyu Press, 2003), Cet. I, h. 129
48
Muhammad Anas Qasim Ja'far, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan sebuah
Perspektif Islam, (Jakarta: Daar al-Nahdhah al-Arabiyah, 2002), Cet. I, h. 154
27
4. Karya Faisar Ananda Arfa. Dalam kesimpulannya ada tiga yaitu pertama,
perempuan dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai makhluk
yang sama kedudukannya dengan kaum laki-laki secara teologis di
hadapan Allah dan secara sosial dalam interaksi sesama manusia. Agenda
utama yang dikembangkan oleh para pemikir Islam modern tersebut adalah
memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam segala
bidang aspek kehidupan termasuk hak berpolitik, hak memilih dan dipilih
sebagai pemimpin. Dalam masalah fiqih terutama warisan dan kesaksian
peremppuan dihargai sama dengan laki-laki, kedua, para pakar modernis
menawarkan penafsiran baru dan segar terhadap ayat-ayat al-Quran yang
selama ini secara tradisional dipergunakan untuk mendiskriminasikan
kaum perempuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan, bahwa pintu ijtihad
terbuka lebar, ketiga, metode yang diterapkan adalah mereduksi kekuatan
qathi. Artinya bila dalam pemahaman Islam tradisional ayat-ayat tersebut
bersifat muthlak dan wajib diamalkan tanpa interpretasi, maka dalam
pemikiran Islam modern, ayat-ayat tersebut ditinjau dengan
memperhatikan sebab turun ayat dengan memperhatikan kondisi sosial,
budaya dan ekonomi masyarakat ketika ayat tersebut diturunkan.49
5. Karya Istianah. Dalam kesimpulannya dia menyatakan, bahwa wawasan
al-Quran menggunakan metode maudhui (tematik), sama halnya dengan
yang ditempuh oleh al-Farmawi, namun ia agak berbeda dengan Farmawi.
Pertama, dalam menetapkan tema yang akan dibahas diprioritaskan pada
persoalan yang menyentuh dan dirasakan langsung oleh masyarakat yang
membutuhkan jawaban al-Quran. Kedua, menyusun runtutan ayat sesuai
49
Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam konsep Islam Modernis, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2004), Cet. I, h. 179
28
dengan masa turunnya dan itu hanya dibutuhkan dalam upaya mengetahui
perkembangan petunjuk al-Quran menyangkut persoalan yang dibahas.
Bagi mereka yang bermaksud menguraikan satu kisah, atau kejadian, maka
runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis pristiwa. Ketiga,
kesempurnaannya dapat dicapai apabila mufassir berusaha memahami arti
kosa kata dengan merujuk kepada penggunaan al-Quran. Kempat, tidak
mengabaikan asbb al-nuzl ayat, karena asbb nuzl ayat mempunyai
peranan yang sangat besar, yaitu sangat membantu dalam memahami suatu
ayat. Sedangkan dalam Tafsir al-Mishbah Quraish menggunakan metode
tahll (runtutan ayat).50
Walaupun kedua karyanya termasuk kategori tafsir bi al-rayi, namun
ia tidak lepas menggunakan riwayat sebagai sumber utamanya, kalau tidak
dijumpai riwayat ia baru menggunakan nalarnya. Dalam kedua karyanya
tersebut, Quraish juga tidak lepas dari metode interteks. Yaitu selalu
mengutip pendapat dari pendahulunya seperti;Ibrahim Ibnu Umar al-
Biqai, Muhammad Thanthawi, Mutawalli al-Syarawi, Sayyid Quthub,
Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Muhammad Husain Thabathabai, al-
Zamakhsyari dan beberapa pakar tafsir yang lain. Proses interteks ini
fungsinya diposisikan sebagai penguat dan melegimitasi dari
penafsirannya.51
6. Karya Istibsyarah. Dalam kesimpulannya, bahwa al-Syarawi lebih
moderat dalam beberapa hal, misalnya kebolehan perempuan bekerja di
luar rumah, sepanjang pekerjaan itu tidak menimbulkan fitnah, dapat
50
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab Dalam Menafsirkan al-Qur'an,
(selanjutnya tertulis Metodologi Quraish Shihab) sebuah Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta,
2002., h. 177
51
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab,h.179
29
52
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir al-Sya'rawi,
(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004,
h.286.
53
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan, h.287
30
54
Zaitunah Subhan, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam, (selanjutnya
tertulis Kemitrasejajaran Pria dan Wanita) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 1998.
h. 239
55
Zaitunah Subhan, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, h. 240
31
menyetujui adanya dikotomi ini. Kedua, nsikh manskh, bila ada ayat
yang bertentangan maka salah satu ayat yang bertentangan tersebut sudah
dinyatakan tidak berlaku. Quraish dalam menyelesaikan masalah ini secara
berbeda. Dia tidak melihat bahwa satu ayat telah dinyatakan tidak berlaku
dan digantikan oleh ayat lainnya. Bagi dia yang terjadi adalah pemindahan
obyek hukum dari satu kondisi ke kondisi lain atau dengan kata penundaan
sementara berlakunya ayat tersebut. Jika kondisi yang mirip dengan
kondisi dimana ayat tersebut diturunkan kembali, ayat al-Quran yang
sudah diganti itu kembali berlaku. Ketiga, fungsi hadis terhadap al-Quran.
Apakah Nabi punya berwenang untuk menetapkan hukum baru yang tidak
ditetapkan al-Quran ? Dalam menjawab pertanyaan ini secara garis besar
masyarakat islam terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama
berpendapat, Nabi boleh membuat hukum baru, kelompok kedua
menolaknya. Quraish lebih condong pada penjelasan tambahan. Sehingga
Quraish dalam masalah hukum tidak hitam putih, tapi dia berusaha
menghadirkan keragaman pendapat, baik dari masa klasik maupun modern
dan mendorong penanya untuk memilih sendiri. Dia tidak mendasarkan
pada satu madhhab tertentu. Dia sangat menggaris bawahi pentingnya
aspek maslahah dalam penentuan hukum.56
9. Hamdani Anwar. Dalam kesimpulannya hanya membahas yang berkaitan
dengan motivasi penulisan, sumber yang digunakan, metode yang dipilih,
corak yang menjadi kecenderungan dan sistimatika yang dianut dalam
penulisannya.57
56
Fathurrahman Djamil ,Setudia Islamika, Volume 6, Number 2, 1999, h.171
57
Hamdani Anwar, Mimbar Agama & Budaya, Vol.X!X, NO.2. 2003, h. 188
32
10. Arief Subhan. Tulisan yang dia paparkan hanya berkisar Biografi Sosial
Intelektual Muhammad Quraish Shihab Dia memaparkan tentang
Muhammad Quraish Shihab mulai dari kelahiran, melanjutkan studi ke
Mesir, mengulas tentang tesis dan disertasi yang ditulisnya, dan
pandangan-pandangan serta gagasan-gagasan yang diinginkannya.58
11. Herman Heizer. Dia hanya menyampaikan tentang 2 latar belakang
terbitnya tafsir al-Mishbah, pertama, keprihatinan terhadap kenyataan
bahwa ummat Islam Indonesia mempunyai ketertarikan yang besar
terhadap al-Quran, tapi sebahagian hanya berhenti pada pesona bacaannya
ketika dilantunkan. Seakan-akan kitab suci ini hanya untuk dibaca. Padahal
menurut Quraish Shihab bacaan al-Quran hendaknya disertai dengan
kesadaran akan kegunaannya. Kedua, tidak sedikit ummat Islam yang
mempunyai ketertarikan luar biasa terhadap makna-makna al-Quran, tapi
menghadapi berbagai kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu pendukung dan
kelangkaan buku rujukan yang memadai dari segi cakupan informasi, jelas
dan tidak bertele-tele.
Kajian dan bahasan buku-buku di atas sekalipun membahas jender tapi
tidak menyinggung pemikiran Muhammad Quraish Shihab, dengan pendekatan
yang berbeda-beda dan hasilnya memiliki kekhususan masing- masing. Ada
lima orang penulis kutip yang menyoroti Muhammad Quraish Shihab seperti
Istianah, Fathurrahman Djamil dan Hamdani Anwar, Arief Subhan dan
Herman Heizer, namun tidak menyoroti masalah jender. Sedangkan penulis
terfokus pada penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish
58
Arief Subhan, Majalah Tsaqafah, Vol.1, No.3, 2003,h. 81
33
Shihab. Dengan demikian, penelitian ini bukan pengulangan dari apa yang
telah ditulis oleh peneliti lain sebelumnya.
Karena itu, penelitian penulis ini diharapkan akan menghasilkan hal-hal
baru yang belum terungkap oleh peneliti lain tentang penafsiran ayat-ayat yang
bernuansa jender. Penelitian ini akan berupaya mengungkap penafsiran ayat-
ayat yang bernuansa jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Mishbah. Untuk menghasilkan kajian yang utuh, akan dipilih pendekatan
dan analisis tertentu yang akan dijelaskan pada bagian metodologi.
6. Kemudian dapat membuka cara pandang umat Islam agar selalu mencari
penafsiran ayat-ayat yang relevan dengan keadaan sekarang.
7. Terakhir, semoga hasil penelitian ini bisa menjadi langkah awal bagi
penelitian tentang penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, dan akan dikembangkan hasil
penelitian ini pada penelitian-penilitian berikutnya.
E. Kerangka Teori
61
Muhammad Syahrur, al-Kitb Wa al-Qur an, 152
62
Muhammad Syahrur, al-Kitb Wa al-Qur an, 153
63
Khalid Abdurrahman al-Ak, Ushl al-Tafsr Wa Qawiduhu, (Bairut : Dr al-Nafis,
1986), h. 60
36
64
Munawir Sjadzali, Kontekstualisasi Ajaran Islam, (Jakarta : PT.Temprint, 1995), h. 92
65
Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 354
66
Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 355
67
Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 356
37
68
Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 357
38
bahwa yang berperan itu adalah dalil hukum. Tampa dalil kita tidak
dapat mengetahui hukum dan hukum tanpa dalil adalah tahakkum
(membuat-buat hukum). Perbuatan ini haram dan dosanya lebih besar
daripada syirik. Sebab syirik itu yang sesat hanyalah yang bersangkutan,
sedangkan tahakkum, disamping pelakunya juga akan menyesatkan
banyak manusia.69
Pendapat Ibrahim Hosen sama dengan Muhammad Quraish Shihab,
karena dia membagi hukum Islam kepada dua yaitu syarah/ushl yang biasa
disebut dengan hukum qathi atau dengan kata lain yaitu m ulima minaddin bi
al-dharurah dan hukum fiqh/fur yang biasa disebut hukum zhanni.
Apabila kita menemukan ayat-ayat al-quran yang konteks
pembicaraannya bersifat khusus terhadap kasus tertentu dan berkaitan dengan
suatu hukum maka ketentuan itu tidak terbatas pada kasus itu saja, tetapi
berlaku secara umum. Ini ditujukan kepada setiap kasus yang mempunyai
persamaan dengan kasus tersebut.70 Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas
ulama yang menayatakan , artinya penafsiran
ayat al-quran berdasarkan teks ayat, bukan dilihat dari latar belakang turun
ayat. 71
Dalam memahami kaidah diatas, yang perlu diingat ialah bahwa sebab
turunnya ayat pada hakikatnya hanyalah salah satu alat bantu berupa contoh
untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat al-quran, namun cakupannya
tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu ayat.72
Bagaimana al-Quran bisa menjadi petunjuk segala zaman, bila
memahaminya hanya berlaku dalam satu kasus, tidak berlaku umum. Oleh
karena itu, menurut hemat penulis seorang mufassir yang akan menafsirkan al-
69
Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu ?, (Jakarta :LPPI IIQ, 1987), h. 6
70
Abdurahman Dahlan, Penafsiran al-Qur an, h. 91
71
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyn F Ulm al-Qur an, (Cairo : Dr al-Shbuni, 1999),
h. 27
72
Abdul Rahman Dahlan,Penafsiran Al-Qur'an, h. 91
39
Quran harus berpegang pada ayat-ayat al-Quran sebagai sumber utama untuk
mengkaji ajaran Islam dan hadis Nabi saw. Sebagai sumber kedua setelah al-
Quran, karena salah satu fungsi hadis adalah untuk menjelaskan maksud ayat-
ayat al-Quran.
Namun ada pendapat ulama yang jumlahnya minoritas menyebutkan
artinya penafsiran ayat al-Quran berdasarkan latar
belakang turunnya ayat, bukan hanya dilihat dari teks ayat.73
Pendapat ini berbeda dengan pendapat jumhur (mayoritas) ulama di
atas. Pendapat ini menggunakan pendekatan maqsid al-syarah (tujuan dari
penerapan hukum islam) yang antara lain melihatnya dari segi mashlahah
mursalah. Oleh karena itu, apabila ada pertentangan antara nash dan nalar
akal, maka nash diabaikan dan diambil nalar akal. Dengan demikian asbb al-
nuzl merupakan patokan utama dari teori ini.
Hal ini dapat dilihat pada pendapat tim penulis Paramadina yang
menulis buku berjudul Fiqih Lintas Agama menggunakan pendekatan
maqshid al-syar'ah yang mengutip pendapat al-Syathibi.
Menurutnya dalam syariat terdapat beberapa varian yang mesti
dipahami secara utuh, antara lain hukum, tujuan umum, dalil, dan
ijtihad. Hal ini menunjukkan bahwa syariat tidak hanya hukum belaka,
karena ada varian lain yang sangat penting yaitu tujuan-tujuan utama
(maqshid al-syar'ah) dan inti dari maqshid al-syarah adalah
kemaslahatan, yang didefinisikan sebagai mengambil yang bermanfaat
dan menghindari yang rusak (jalb al-manfi wadar'u al-mafsid)
Selanjutnya dia menegaskan, bahwa agama tidak hanya memuat yang
menekankan aspek ritual dan peribadatan (al-taabbudi), tetapi juga
membawa misi kemaslahatan bagi manusia (al-mashlahah al-
mmah).74
73
Muhammad Abdul Azhim al-Zarqni, Manhilu al-Irfn F Ulm al-Qur an, (Bairut
:Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), h. 75
74
Nurcholish Majid et. al., Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004), Cet.VI., h. 10.
40
75
Very Vedrdiansyah, Islam Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan,
(selajutnya tertulis Islam Emansipatoris) (Jakarta: P3M, 2004), h. xxiii
41
76
Very Vedrdiansyah, Islam Emansipatoris, xxiii
77
Abdu al-Hay al-Farmawi, al-Bidayah Fi al-Tafsir al-Maudhu'i (selanjutnya tertulis Tafsir
Maudhui) (Mesir: al-Hadhrah al-Arabiyah, 1977), h. 43
78
Abdu al-Hay al-Farmawi, Tafsir al-Maudh'i, h. 24
79
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur an, h. 117
42
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Penelitian
Masalah yang akan dibahas dalam disertasi ini adalah penafsiran ayat-
ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.
Untuk mendapatkan data dan fakta yang akurat dalam penelitian ini, penulis
menggunakan penelitian kepustakaan (library research).
Karena studi ini menyangkut Tafsir al-Mishbah secara langsung, maka
sumber data primernya (pokoknya) adalah Tafsir al-Mishbah mulai dari
volume 1 sampai 15 yang dicetak tahun 20002004 karya Muhammad Quraish
Shihab dan karya karya beliau lainnya.
Adapun sumber data sekundernya (pendukungnya) adalah:
a. Buku-buku para pakar jender yang terkait dengan masalah antara lain:
"Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an," karya Nasaruddin
Umar, "Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam," karya Ahmad Junaidi
Ath-Thayyibi, "Mengembalikan Hak-Hak Politik Perempuan, sebuah
Perspektif Islam," karya Muhammad Anas Qasim Ja'far,"Wanita dalam
Konsep Islam Modernis," karya Faisar Ananda Arfa, "Islam Emansipatoris
Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan," karya Very Verdiansyah,
"Memahami Keadilan dalam Poligami," karya Arij Abdurrahman As-Sanan,
80
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur an, h. 118
43
c. Kitab kitab tafsir yang dianggap representatif yang terkait dengan masalah
antara lain :
1) Tafsir Jmi' al-Bayn fi Tafsr al-Qur'an, karya Muhammad Ibnu Jarir
Ibnu Yaziz Ibnu Katsir Ibnu Ghalib Al-Thabari (224 H/839 M-310
H/925 M.) Mazhab Syafii dan Tafsir al-Qur'an al-Azhim karya Ismail
Ibnu Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (W. 774 H.) yang lebih dikenal
dengan Ibnu Katsir yang bermazhab Syafii. Kedua tafsir ini mewakili
tafsr bi al-ma'tsr.
2) Tafsir al-Kasysyf 'An Haqiq Gowmidh al-Tanzl Wa Uyn al-
Aqwil fi Wujh al-Ta'wl, karya Mahmud Ibnu Umar al-Zamakhsyari
(467H/1075M.- 538H/1144M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak
adabi, bermazhab Hanafi dan beraliran Mu'tazilah
3) Tafsir Nuzhum al-Durar fi Tansub al-yt wa al-Suwar karya Burhan
al-Din abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'I (809H/1406M
44
Jadi sumber yang digunakan dalam penulisan ini ada dua, yaitu sumber
primer dan sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang ditulis langsung oleh
45
Muhammad Quraish Shihab sendiri seperti kitab Tafsir al-Mishbah dan karya
karya yang lainnya, sedangkan sumber sekunder yaitu sumber yang ditulis
oleh orang lain yang berkaitan dengan penulisan ini.
81
Ahmad Ibrahim Mahna, Tabwb Ay al-Qur'an al-Karm Min al-Nhiyah al-Maudhiyah,
Cairo: Daar al-Sya'b, t.t. ), Jilid IV. h. 85-97
82
Ibrahim Madkur, Mu'jam al-Fdh al-Qur'an al-Karm, (Cairo: Majma' al-Lughah al-
Arabiyah al-Idrah al-mah lil Mu'jamt Wa Ihya al-Turats, 1988 ), jilid I & II
83
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu'jam al-Mufahrasy li Alfdh al-Qur'an al-Karm,
(Cairo: Dr al-Hadts, 1986)
46
pada Tafsir al-Mishbah dengan kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku yang
menulis tentang ayat-ayat jender.
G. Sistematika Penelitian
Penulisan desertasi ini mengikuti pedoman penulisan ilmiah yang
dikeluarkan oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan sistematikanya
adalah sebagai berikut:
Bab pendahuluan atau bab pertama, memuat pembahasan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan
47
BAB II
TELAAH TENTANG TAFSIR AL-MISHBAH
A. Tafsir Al-Mishbah
Diantara karya-karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir al-
Mishbah yang dapat dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri
dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 2000 sampai 2004. Dengan
terbitnya tafsir ini, semakin mengukuhkan Muhammad Quraish Shihab sebagai
tokoh tafsir Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Dalam tafsir tersebut penulis
ingin memaparkan beberapa hal antara lain :
48
49
Pandang, dia sudah aktif menulis dan banyak karya yang dihasilkannya,
namun produktifitasnya sebagai penulis dapat dinilai mulai mendapat
momentumnya setelah ia bermukim di Jakarta. Pada tahun 1980-an ia
diminta untuk menjadi pengasuh dari rubrik Pelita Hati pada harian
Pelita pada tahun 1994 kumpulan dari tulisannya itu diterbitkan oleh
Mizan dengan judul Lentera Hati yang ternyata menjadi best seller
dan mengalami cetak ulang beberapa kali. Dari sinilah kata Hamdani
Anwar tampaknya pengambilan nama al-Mishbah itu berasal, bila
dilihat dari maknanya.1
3
Herman Heizer, Tafsir al-Mishbah, lentera bagi ummat islam Indonesia, Majalah Tsaqafah
Jakarta, Vol. I. No. 3, 2003, h. 91
4
Hamdani Anwar, Mimbar Agama, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 180
5
Hamdani Anwsar, Mimbar Agama, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 181
51
6
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.I, h. xii
52
tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan
utama setiap surah, dan dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab
suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah.7
5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya
Bentuk Tafsir al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra yi karena di dalam
Tafsir al-Mishbah digunakan argumen akal disamping hadis-hadis Nabi.
Sedangkan corak (kecenderungan) dalam tafsirnya adalah sosial
kemasyarakatan (adab ijtim i).
Hamdani Anwar mengatakan:
Corak tafsir tafsir yang berorientasi pada kemasyarakatan akan
cenderung mengarah pada masalah-masalah yang berlaku atau terjadi di
masyarakat. Penjelasan-penjelasan yang diberikan dalam banyak hal
selalu dikaitkan dengan persoalan yang sedang dialami ummat, dan
uraiannya diupayakan untuk memberikan solusi atau jalan keluar dari
masalah-masalah tersebut. Dengan demikian, diharapkan bahwa tafsir
yang telah ditulisnya mampu memberikan jawaban terhadap segala
sesuatu yang menjadi persoalan ummat, dan ketika itu dapat dikatakan
bahwa al-Quran memang sangat tepat untuk dijadikan sebagai
pedoman dan petunjuk.8
6. Sistimatika Penulisannya
Setiap mufassir pada umumnya memiliki sistem atau pola penulisan
yang dipaparkannya. Hal ini untuk mempermudah para pembacanya. Dari data
yang berhasil dihimpun, dapat disebutkan bahwa Muhammad Quraish Shihab
dalam menulis tafsirnya menggunakan sistematika sebagai berikut :
a. Dimulai dengan penjelasan surat secara umum
b. Pengelompokkan ayat sesuai tema-tema tertentu lalu diikuti dengan
terjemahannya
c. Menguraikan kosakata yang dianggap perlu dalam penafsiran makna ayat
7
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.I, h.ix
8
Hamdani Anwar, Mimbar Agama, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 184
53
9
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah
Tsaqafah, Jakarta Vol. I. No.3, 2003, h. 82
54
10
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi..., h. 83
11
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 83
12
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 83
13
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, h. 83
55
14
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Membumikan al-Qur an) (Bandung : Mizan, 1992), h. 6
15
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 84
56
16
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 84
17
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 84
57
18
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 82
19
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 83
20
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h.86
58
21
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an , h. 6
22
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 86
59
23
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 83
24
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi , h. 83
60
25
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an , h. 6
61
26
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an , h. 6
27
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an , h. 7
28
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an , h. 7
62
4. Karya Intelektual
Muhammad Quraish Shihab salah seorang intelektual yang produktif
dalam dunia keilmuan. Dia banyak menulis, baik berupa buku maupun artikel
di berbagai surat kabar dan majalah, Republika, Pelita, majalah al-Amanah,
Ulumul Qur'an, Mimbar Ulama dan sebagainya. Dia juga sibuk melakukan
dakwah di masyarakat baik secara perorangan maupun lembaga bahkan di
berbagai Media elektronika seperti RCTI, Metro dan setasiun setasiun TV
Swasta lainnya. Kemudian hasilnya dicetak menjadi buku sebagai karyanya.
Kesuksesan Muhammad Quraish Shihab dalam kariernya tidak terlepas
dari dukungan dan motivasi keluarga, belaian kasih sayang istri tercinta
29
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab Dalam Menafsirkan al-Qur an
,(selanjutnya tertulis Metodologi Muhammad Quraish Shihab) (Jakarta : Tesis Program Pascasarjana
Jurusan Tafsir Hadis UIN Jakarta, 2002), h. 19
63
30
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab , h. 20
64
31
Muhammad Quraish Shihab, Hidangan Ilahi (ayat-ayat tahlil), (Jakarta : Lentera Hati,
1996), h. 1
65
32
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 13
66
33
Muhammad Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung : Mizan, 1994), h. 7
67
34
Muhammad Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Mannr, (selanjutnya tertulis Tafsir al-
Mannr) (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), h.10
68
35
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mannr , h. 11
36
Muhammad Quraish Shihab, Untaian Permata Buat Anakku; Pesan al-Qur'an Untuk
Mempelai, (Bandung : Mizan, 1998), Cet. IV.,h. 5
69
37
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1996), h. xi
70
38
Muhammad Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. I., h. 7
39
Muhammad Quraish Shihab, Sahur Bersama M.Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1997),
h. 5
72
40
Muhammad Quraish Shihab, Haji Bersama Muhammad Quraish Shihab, (Bandung : Mizan,
1998), h. 5
73
41
Muhammad Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi (Jakarta : Lentera Hati, 1998), h.viii
42
Muhammad Quraish Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, (Jakarta : Untagama, 1998), Cet.I,
h. 1-2
74
43
Jum'at" yang hadir sejak tahun 1992. Buku tersebut berisi tentang
shalat, puasa, zakat, dan haji.
13) Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama al-Qur'an (Bandung:
Mizan, 1999)
Buku ini merupakan rangkuman dari ceramah-ceramah
Muhammad Quraish Shihab pada pengajian yang diselenggarakan di
Departemen Agama, Masjid Istiqlal, dan Forum Konsultasi dan
Komunikasi Badan Pembinaan Rohani Islam (FOKUS BAPINROHIS)
tingkat pusat untuk para eksekutif.44
43
Muhammad Quraish Shihab, Fatwa Fatwa Seputar Ibadah Mahdah, (Bandung : Mizan,
1999),h.vii
44
Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi :Hidup Bersama al-Qur'an, (Bandung :
Mizan, 1999), h.
45
Muhammad Quraish Shihab, Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat, (Jakarta :
Lentera Hati, 1999), Cet. I, h. vii
75
46
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab , h. 38
47
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), h. viii
48
Muhammad Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga, dan Ayat
Ayat Tahlil, (selanjutnya tertulis Ayat-Ayat Tahlil) (Jakarta : Lentera Hati, 2001), Cet. I., h. vi
76
49
Muhammad Quraish Shihab, Ayat-Ayat Tahlil, h. viii
50
Muhammad Quraish Shihab, Menjemput Maut (Jakarta : Lentera Hati, 2002 ), h. vi
77
51
Muhammad Quraish Shihab, Mistik, Seks dan Ibadah, (Jakarta : Penerbit Republika, 2004),
h.vii
52
Muhammad Quraish Shihab, Jilbab Pakean Wanita Muslimah, (Jakarta : Lentera Hati, 2004),
h.4
78
53
Muhammad Quraish Shihab, Dia Dimana Mana, (Ciputat : Lentera Hati, 2004), Cet.I, h. ix
54
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. xiii
79
55
Muhammad Quraish Shihab, Logika Agama, (selanjutnya tertulis Logika Agama) (Jakarta :
Lentera Hati, 2005), h. 11
80
56
Muhammad Quraish Shihab, Logika Agama , h. 13
BAB III
SEKILAS TENTANG TEORI JENDER
A. Pengertian Jender
Kata "jender" diambil dari bahasa Inggris yaitu gender yang berarti
jenis kelamin.1 Menurut Nasaruddin Umar arti ini kurang tepat, karena dengan
demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis
kelamin. Persoalannya karena kata jender termasuk kosa kata baru sehingga
pengertiannya belum ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.2
Siti Musda Mulia menegaskan bahwa, "Jender adalah seperangkat sikap,
peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-
laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat
tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. 3
Kemudian Siti Musda Mulia menyimpulkan bahwa, "Jender adalah
suatu konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai
dengan perubahan zaman.4
Sedangkan Nasaruddin Umar menyimpulkan bahwa, "Jender adalah
suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial budaya."5
1
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,
1994), Cet. XIII, h. 265
2
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Kesetaraan Jender) (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet. II., h. 33
3
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam, (selanjutnya
tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: LKAJ, 2003), Cet. II, h. viii
4
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender, h. ix
5
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 35
82
cengeng, rasional, dan selalu harus ada di depan, karena anak laki-laki kelak
akan menjadi seorang pemimpin.6
Begitu seorang anak dilahirkan, maka pada saat yang sama ia
memperoleh tugas dan beban jender (gender assignment) dari lingkungan
budaya masyarakatnya. Jadi beban jender seseorang tergantung dari nilai-nilai
budaya yang berkembang di dalam masyarakatnya. Dalam masyarakat
patrilineal dan androsentris, sejak awal beban jender seorang anak laki-laki
lebih dominan dibanding anak perempuan.7
Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Kadangkala
peran sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada
kesempatan bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peranan.8
Dari sini kita dapat melihat tradisi orang arab Saudi Arabia yang
membatasi peran perempuan hanya di rumah, sehingga seluruh kehidupannya
habis untuk melayani suami dan anak-anaknya di rumah bahkan belanja ke
pasarpun dilakukan oleh kaum laki-laki atau suami.
Beban kerja yang berat dan jam kerja yang banyak semakin dirasakan
oleh perempuan, jika suaminya gagal memperoleh pekerjaan tetap atau
diberhentikan dari pekerjaan tetapnya. Suami tidak dapat menjalankan
perannya sebagai pencari nafkah, padahal kelangsungan rumah tangga harus
tetap di jaga (dapur harus ngebul). Kondisi ini telah memaksa banyak
perempuan mengambil alih tugas sebagai pencari nafkah. Namun celakanya
alih tugas ini bukan berarti alih tanggung jawab tugas-tugas rumah tangga
6
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender, h. 56
7
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 37
8
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender, h. 60
84
(tidak mengerjakan urusan rumah tangga), karena tugas-tugas ini tetap menjadi
beban perempuan.9
Selanjutnya Siti Musda Mulia juga mengakui bahwa "Sumber-sumber
ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat Islam tidak berasal dari
ajaran dasar agama, tetapi lebih pada salah tafsir terhadap agama, seperti yang
diperlihatkan sebahagian besar ulama Islam selama berabad abad."10
Penulis sependapat bahwa bias jender itu bukan diakibatkan oleh teks
al-Qur'an, tapi akibat penafsiran seorang mufasir. Karena seorang mufasir akan
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, budaya, sosial, politik, ekonomi
dan lingkungannya.
Namun demikian tidak semua mufasir klasik keliru menafsirkan ayat-
ayat al-Qur'an, sekalipun menurut para mufasir kontemporer sebagian mufasir
klasik dianggap bias jender.
9
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender, h. 62
10
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender,h. 89
85
( : / )
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzariyat/51: 49)
( : / )
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-
laki dan perempuan. (Q.S. al-Najm/53: 45)
Berdasarkan ayat-ayat di atas Muhammad Quraish Shihab mengatakan
bahwa, Allah swt. menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.
Keberpasangan mengandung persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan dan
perbedaan itu harus diketahui agar manusia dapat bekerja sama menuju cita-
cita kemanusiaan."11
Lelaki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi
harmonis dalam masyarakat. Tentu saja situasi ini harus sesuai dengan kodrat
dan kemampuan masing-masing. Ini berarti bahwa kita dituntut untuk
mengetahui keistimewaan dan kekurangan masing-masing, serta perbedaan
keduanya. Karena tanpa mengetahui hal-hal tersebut, maka orang bisa
mempersalahkan dan menzalimi banyak pihak. Dia bisa mempersalahkan
interpretasi agama dan menganiaya perempuan karena mengusulkan hal-hal
yang justru bertentangan dengan kodratnya.12
Dalam suasana maraknya tuntutan hak asasi manusia serta seruan
keadilan dan persamaan, sering kali tanpa disadari, hilang hak asasi dan sirna
keadilan lagi kabur makna persamaan yang dituntut itu.13
Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Anis Manshur yang
menyatakan bahwa, Tidak ada satu masyarakat di seluruh persada dunia ini
11
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan) (Jakarta :
Lentera Hati, 2005), h. 2
12
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,, h. 3
13
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 3
86
yang mempersamakan lelaki dan perempuan dalam segala hal, tidak pada
masyarakat yang sangat maju, tidak juga pada masyarakat yang sangat
terbelakang. Memang, lelaki dan perempuan masing-masing mempunyai lima
indera, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat jelas, dalam dan
tajam.14
Ada tidaknya pengaruh biologi terhadap perilaku manusia para pakar
berbeda pendapat, antara lain Nasaruddin Umar mengutip pendapat Unger
tentang perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan
sebagai berikut :
Laki-laki Perempuan
Sangat agresif Tidak terlalu agresif
Independen Tidak terlalu independen
Tidak emosional Lebih emosional
Dapat menyembunyikan emosi Sulit menyembunyikan emosi
Lebih objektif Lebih subjektif
Tidak mudah terpengaruh Mudah terpengaruh
Tidak submisif Lebih submisip
Sangat menyukai penget. eksakta Kurang menyukai eksakta
Tidak mudah goyah terhadap krisis Mudah goyah menghadapi krisis
Lebih aktif Lebih pasif
Lebih kompetitif Kurang kompetitif
Lebih logis Kurang logis
Lebih mendunia Berorientasi ke rumah
Lebih terampil berbisnis Kurang terampil berbisnis
Lebih berterus terang Kurang berterus terang
Memahami perkembangan dunia Kurang memahami perkemb.dunia
Berperasaan tak mudah tersinggung Berperasaan mudah tersinggung
Lebih suka berpetualang Kurang suka berpetualang
Mudah menghadapi persoalan Sulit mengatasi persoalan
Jarang menangis Lebih sering menangis
Umumnya terampil memimpin Tidak umum terampil memimpin
Penuh rasaperscaya diri Kurang percaya diri
Lebih banyak mendukung sikap Kurang senang terhadap sikap
14
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 5
87
Agresif agresif
Lebih ambisi Kurang ambisi
Lebih mudah membedakan antara Sulit membedakan antara rasa dan
rasa dan rasio rasio
Lebih merdeka Kurang merdeka
Tidak canggung dalam penampilan Lebih canggung dalam penampilan
Pemikiran lebih unggul Pemikirang kurang unggul
Lebih bebas berbicara Kurang bebas berbicara 15
17
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 406
18
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 406
89
19
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 406
20
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 407
21
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 407
90
22
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 5
23
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 6
24
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 7
25
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 18
26
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 44
91
27
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 44
28
Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita
Islam Modernis) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) , h. 42
29
Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis, h. 43
92
laki-laki begitu mereka menikah. Perempuan tidak punya hak untuk bercerai,
sebab mereka adalah semata mata budak laki-laki manja.30
Berkaitan dengan hal ini, Nasaruddin Umar berpendapat:Bahwa,teori
ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian
yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang
berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur,
dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam
masyarkat."31
Walaupun penulis kurang sependapat dengan teori ini untuk dijadikan
sebagai tolok ukur perbedaan dan persamaan laki-laki dan perempuan, namun
penulis setuju dari segi bahwa fungsi yang berbeda, tentu tugasnyapun
berbeda.
Hal ini sejalan dengan Muhammad Quraish Shihab yang mengatakan,
Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan laki-
laki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya
perbedaan antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak.
Mempersamakan hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan
laki-laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan
fungsi/peranan utama yang diharapkan menciptakan alat' masih tetap
relevan untuk dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas,
karena fungsi dan peranan yang diharapkan darinya berbeda. Kalau
merujuk kepada teks keagamaan baik al-Qur'an maupun Sunnah
ditemukan tuntunan dan ketentuan hukum yang disesuaikan dengan
kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepada mereka.32
Pernyataan di atas sejalan dengan Q.S.Ali Imrn/3:36 :
( : / )
30
Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis, h. 43
31
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 51
32
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2, h. 351
93
2. Teori Konflik
Nasaruddin Umar menegaskan bahwa,
Dalam soal jender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan
teori Marx karena begitu kuatnya pengaruh Karl Marx di dalamnya.
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan di dalam suatu
masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan
pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-
sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang
untuk memainkan peran utama di dalamnya. 33
Lebih lanjut dijelaskan bahwa teori konflik ini menjadi anutan dari
feminisme radikal yang melihat tidak ada perbedaan antara tujuan personal dan
politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga dalam melaksanakan
33
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 61
94
34
Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis, h. 54
35
Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis, h. 55
36
Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis, h. 55
95
( : /)
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan. (Q.S. al-Nahl/16: 44)
( : /)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan
rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. al-Nis/4: 59)
1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi
Menurut Nasaruddin Umar:Bahwa teori ini pertama kali
diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini mengungkapkan
bahwa perilaku dan kepribadian laki laki dan perempuan sejak awal ditentukan
oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan bahwa kepribadian
seseorang tersusun di atas tiga struktur yaitu id, ego, dan super ego. Tingkah
laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu.37
Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis seseorang
sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif.
Kedua ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan
keinginan agresif dari id. Ketiga super ego berfungsi sebagai aspek moral
dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari
sekedar mencari kesenangan dan kepuasan. Super ego juga selalu
mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id.38
Nasaruddin selanjutnya mengatakan:Bahwa menurut Freud sejak
tahap phallic, yaitu anak usia antara 3-6 tahun, perkembangan kepribadian
anak laki- laki dan anak perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini melahirkan
37
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 45
38
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 46
97
2. Teori-Teori Feminis
Nasaruddin Umar mengatakan bahwa:"Dalam dua dekade terakhir
kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti
kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kelompok feminis
berupaya menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip jender
lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.41
Adapun teori-teori yang lahir dari kelompok-kelompok feminis
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Feminisme Liberal
Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan
perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi
penindasan antara satu dengan lainnya.42
Meskipun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak
persamaan secara menyeluruh laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal
terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksialiran ini masih tetap
memandang perlu adanya pembedaan (distinction) laki-laki dan perempuan.
39
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 47
40
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 50
41
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 64
42
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 64
98
c. Feminisme Radikal
Menurut kelompok ini, perempuan tidak harus tergantung kepada laki-
laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kepuasan kebendaan tetapi juga
pemenuhan kebutuhan seksual. Perempuan dapat merasakan kehangatan,
kemesraan dan kepuasan seksual kepada sesama perempuan. Kepuasan seksual
dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai latihan dan
pembiasaan kepuasan itu dapat terpenuhi dari sesama perempuan.45
Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog
tetapi juga di kalangan feminis sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak
berpikir realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan
secara total pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan perempuan itu
43
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 64
44
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 65
45
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 67
99
sendiri. Laki-laki yang tanpa beban organ reproduksi secara umum akan sulit
diimbangi oleh perempuan.46
Mastuhu mengutip surat kabar Easter Mail yang terbit di Kopenhagen
Denmark, Mei 1975 yang memuat protes keras mahasiswi Universitas
Kopenhagen terhadap pernyataan pemerintah Denmark yang menghina dan
menjatuhkan derajat perempuan. Mereka (para mahasiswi) mengatakan, "Kami
tak mau dijadikan barang-barang. Kami ingin tetap berdiam di rumah.
Kembalikan sifat-sifat kewanitaan kami. Kami menolak hidup bebas tanpa
kendali."47
Mastuhu selanjutnya mengutip Abdurahman al-Baghdadi (1990)
menyatakan bahwa
Ana Rode seorang penulis perempuan Denmark berkomentar,
Masyarakat saat ini selalu menuntut mode dan hidup dengan mode
tersebut. Aku tak sudi menuntut mode, aku ingin menjadi perempuan,
bukan sebagai benda. Sesungguhnya, aktivitas-aktivitas yang
menjengkelkanku saat ini adalah apa yang menamakan diri sebagai
gerakan kebebasan perempuan. Padahal gerakan-gerakan semacam itu
tak akan berhasil mengubah suatu kenyataan. Laki-laki selamanya
tetap laki-laki dan perempuan selamanya tetap perempuan.48
Sedangkan konsep Islam tentu sangat berbeda dengan konsep-konsep
yang lainnya karena Islam menempatkan posisi perempuan pada tempat yang
terhormat, seperti aurat perempuan berbeda dengan laki-laki, sehingga
pakaiannyapun tentu harus berbeda. Namun dari segi lain banyak
kesamaannya, seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat, menuntut ilmu,
berdakwah, berdagang, menjadi pejabat pemerintahan seperti menjadi hakim,
dan lainnya.
46
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 67
47
Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Ulama Wanita Menyongsong Abad XXI,
(selanjutnya tertulis Peran Serta IIQ Dalam Membentuk Wanita) Majalah al-Furqan, h. 6
48
Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Wanita, h. 7
100
49
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 68
50
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 69
101
51
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Baina al-Islm wa al-Qawnn al-lamiyah, (selanjutnya
tertulis al-Mar ah Baina al-Islm) (Kuwait: Daar al-Wafa, 2001), h. 143
52
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, h. 265
102
ukuran dari yang sebenarnya.53 Jadi bias jender menurut istilah adalah
penyimpangan hak disebabkan perbedaan jenis kelamin.
Sedangkan bias jender menurut istilah Muhammad Quraish Shihab
berarti penyimpangan terhadap kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hal ini
sesuai dengan pernyataannya,
Tidak dapat disangkal juga adanya bias terhadap perempuan oleh
lelaki dan perempuan, Muslim atau non-Muslim, ulama, cendekiawan
maupun bukan, dari masa lalu hingga masa kini. Bias tersebut bukan
saja mengakibatkan peremehan terhadap perempuan, karena
mempersamakan mereka secara penuh dengan lelaki, menjadikan
mereka menyimpang dari kodratnya, dan ini adalah pelecehan.
Sebaliknya, tidak memberi hak-hak mereka sebagai manusia yang
memiliki kodrat dan kehormatan yang tidak kalah dengan apa yang
dianugerahkan Allah kepada lelaki, juga merupakan pelecehan.54
Yang tidak memberi perempuan hak-haknya sebagai mitra yang sejajar
dengan lelaki, dan meremehkannya- tidak jarang menggunakan dalih
keagamaan serta memberi interpretasi terhadap teksinterpretasi yang lahir
dari kesan atau pandangan lama ketika perempuan masih dilecehkan oleh
dunia masa lalu.55
Sebaliknya yang memberi hak-hak yang melebihi kodrat mereka,
tidak jarang juga mengalami bias ketika berhadapan dengan teks-teks
keagamaan dengan menggunakan logika baru yang keliru lagi tidak
sejalan dengan teks, atau jiwa dan tuntunan agama. Memang sementara
orang, bahkan ulama atau cendekiawan karena menggebugebunya
meluruskan kekeliruan, kesalah pahaman dan pengalaman umat tentang
ajaran agama sementara mereka sering kali melampaui batas,
sehingga lahir pandangan yang justru tidak sejalan dengan ajaran
agama. Mereka beralih dari satu kesalahan ke kesalahan yang lain, dan
berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain.56
53
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990) Cet. III, h. 113
54
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 31
55
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 32
56
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 32
103
57
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 36
58
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 37
59
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 38
104
60
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 38
61
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 46
105
Islam serta sesuai dengan kodrat perempuan. Mereka itu terkesan berupaya
untuk mempersamakan perempuan dengan laki-laki secara mutlak, padahal
upaya mempersamakan kedua jenis kelamin yang berbeda itu, tidak akan
melahirkan apa-apa kecuali jenis makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan
bukan juga perempuan.62
Mereka menemukan sekian banyak riwayat yang sebenarnya sahih,
tetapi karena kandungan teksnya mereka rasakan tidak adil, atau karena
penafsirannya yang populer selama ini tidak menggambarkan persamaan
mutlak tersebut, maka teks itu mereka abaikan. Bahkan mereka menilai Islam
telah melecehkan perempuan melalui teks-teks tersebut. Persoalan-persoalan
yang mereka ketengahkan antara lain adalah:
1. Bagian anak lelaki dalam warisan dua kali bagian anak perempuan
2. Kesaksian perempuan setengah dari kesaksian lelaki
3. Keharusan adanya wali bagi perempuan dalam pernikahan
4. Kewajiban iddah bagi perempuan
5. Izin memukul istri
6. Hak perceraian berada di tangan suami
7. Kewajiban nafkah hanya atas suami.63
Jadi, jender menurut Muhammad Quraish Shihab adalah seks (jenis
kelamin) yang berpijak dari sifat kelelakian dan keperempuanan. Lalu dari
perbedaan sifat tersebut menimbulkan perbedaan peran dan status laki-laki dan
perempuan yang pada ahirnya terjadi perbedaan hak dan kewajiban keduanya
sesuai dengan kodrat masing-masing. Oleh karena itu wajar jika laki-laki
karena tanggungjawabnya lebih besar mendapat fasilitas yang lebih daripada
perempuan. Seperti bagian waris laki-laki dua kali bagian perempuan dalam
beberapa kondisi.
62
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 257
63
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 258
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (selanjutnya
tertulis Kamus Bahasa Indonesia) (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 938
108
: /)
(
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau
berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah
(shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 239)
2
Ibrahim Anis at. al., al-Mu'jam al-Wasth, (selanjutnya tertulis al-Wasth) (Mesir: Majma
al-Lughah al-Arabiyah, 1980), Jilid I, h. 332
3
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, Mu'jam al-Maqyis f Lughah, (selanjutnya
tertulis al- Maqyis f Lughah) (Bairut: Dr al-Fikr, 1994), h. 444
4
Ibrahim Anis at, .al, al-Wasith , jilid I, h. 332
109
Kemudian kata
dan
sebagai kata jamak, kemudian
dijamakkan lagi yang biasa disebut menjadi yang artinya
orang-orang terhormat. Ketika kalimat maka artinya berubah
menjadi seorang perempuan yang menyerupai
laki laki dalam pikirannya dan pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan hadis
Nabi Aisyah r.a. pikirannya menyerupai
laki-laki. Sedangkan kata artinya sifat yang sempurna yang
terdapat pada seorang laki-laki. 5 Jadi kata Rajul kesemuanya menunjukkan arti
kuat, perkasa dan memiliki ketangguhan.
Dari pengertian di atas, Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa, "Semua
orang yang masuk dalam kategori al-rajul termasuk juga kategori al-dzakar
tetapi tidak semua al-dzakar masuk dalam kategori al-rajul. Kategori al-rajul
menuntut sejumlah kriteria tertentu yang bukan hanya mengacu kepada jenis
kelamin, tetapi juga kualifikasi budaya tertentu, terutama sifat-sifat kejantanan
(masculinity)."6
Akar kata dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 73 kali
dalam al-Qur'an.7 Namun kata al-rajul jamaknya al-rijl yang artinya kaum
laki-laki terdapat 55 kali disebut dalam al-Qur'an, yaitu 24 kali dalam bentuk
mufrad (makna tunggal), 5 kali dalam bentuk mutsanna (makna dua) dan 26
kali dalam bentuk jamak (banyak).
Dari 55 kata tersebut Nasaruddin Umar membagi ke dalam 5
kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:
5
Ibrahim Anis at al, al-Wasith,Jilid I h. 332
6
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Kesetaraan Jender) (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet.II, h. 145
7
Ibrahim Madkur, Mu'jam alfdh al-qur'an al-karm, (selanjutnya tertulis Al-fdh al-
Qur an) (Cairo: Majma al-lughah al-arabiyah al-Idrah al-mmah lil Mu'jamt wa Ihya al-Turts,
1988), Jilid. I, h. 477-479
110
1) Al-Rajul dalam arti jender laki-laki seperti terdapat pada surat al-
Baqarah/2: 282, 228, surat al-Nis/4: 34, 32.
2) Al-Rajul dalam arti orang, baik laki-laki maupun perempuan seperti
terdapat pada surat al-A'rf/7: 46, al-Ahzb/33: 23.
3) Al-Rajul dalam arti nabi atau rasul seperti terdapat pada surat al-
Anbiy/21: 7, Saba/34: 7.
4) Al-Rajul dalam arti tokoh masyarakat antara lain terdapat pada surat
Ysn/36: 20, al-A'rf/7: 48, alQashash/28: 20, al-Mu'min/40: 28, Al-
A'rf/7: 48, 155, al-Kahfi/18: 32, 37, al-Qashash/28: 15, al-Jin/72: 6, dan
al-Ahzb/33: 40, 23, al-Nahl/16: 76
5) Al-Rajul dalam arti budak seperti terdapat pada surat al-Zumar/39: 29, al-
Nis/4: 1, dan al-Naml/27: 55.8
Sedangkan kata al-nis menurut etimologi diambil dari kata nasia
( ) yang artinya ada dua yaitu melupakan sesuatu dan meninggalkan
sesuatu.9 Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :
( : / )...
Mereka melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka(Q.S. at-
Taubah/9: 67)
Begitu juga terdapat dalam firman Allah
( : / )
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka
ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan
yang kuat. (Q.S. Taha/20: 115)
. :
8
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 147-158
9
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah h. 1024
10
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah h. 1025
111
( : /)
Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah
menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun
dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka
mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (setan) menjadikan
mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. al-
Taubah/9: 37)
Sedangkan Ibnu Mandur dalam kamus Lisn al-Arab menyatakan:
. : :
Kata niswah artinya meninggalkan untuk bekerja, sebagaimana yang
ditegaskan dalam firman Allah: "Mereka melupakan Allah, maka
Allah melupakan mereka terhadap diri mereka."
Jadi kata al-Nis memiliki arti lemah, menunda, lupa, meninggalkan
dan mengulur-ulur waktu. Sedangkan menurut terminologi kata al-nis , al-
niswan, dan al-niswah merupakan kata jamak dari kata al-mar'ah (perempuan)
yang bukan dari lafadhnya seperti kata al-kaum merupakan jamak dari kata al-
mar'u.12 Sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya
11
Ibnu Manzhr, Lisn al-Arab, (selanjutnya tertulis Lisn al-Arab) (Mesir: Daar al-Fikr,
t.t.) Jilid. VI, h. 4417
12
Al-Raghib al-Ashfihani, Mu'jam Mufradt al-Fdh al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Mufradt al-fdh al-Qur an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), h.513
112
(: /)
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula kaum
perempuan (mengolok-olok) kaum perempuan lain (karena) boleh jadi
kaum perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan
(yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim. (Q.S. al-Hujurat/33: ayat 11).
( : /)
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan. (Q.S. al-Nis/4: 7)
Begitu juga terdapat dalam ayat yang lain
13
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 159
113
: / )
(
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Nis/4: 32)
Kata al-nis menurut Nasaruddin Umar menunjukkan jender
perempuan. Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata
ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki,
melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh
faktor budaya yang bersangkutan. Ada atau tidaknya warisan ditentukan
oleh keberadaan seseorang. Begitu seseorang lahir dari pasangan muslim
yang sah, apapun jenis kelaminnya, dengan sendirinya langsung menjadi
ahli waris. Sementara itu besar kecilnya porsi pembagian peran ditentukan
oleh faktor eksternal, atau menurut istilah ayat ini ditentukan oleh usaha
yang bersangkutan.14
2) Al-nis dalam arti istri-istri, seperti terdapat dalam al-Qur'an
: / )
(
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haid itu adalah
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan
di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesung-guhnya Allah menyukai
14
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 161
114
( : /)
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(Q.S. al-Baqarah/2: 223 )
Kata al-nis dalam kedua contoh di atas diartikan dengan istri-istri,
sebagaimana halnya kata al-mar'ah sebagai bentuk mufrad dari kata al-
nis , hampir seluruhnya berarti istri. Misalnya imra'ah Lth (Q.S. al-
Tahrm/66:10) imra'ah Fir'aun (Q.S. al-Tahrm/66: 11) dan imra'ah Nh
(Q.S. al-Tahrm/66: 10). Kata al-nis yang berarti istri-istri ditemukan
pada sejumlah ayat. (Q.S. al-Baqarah/2: 187, 223, 226, 231, dan 236;
Q.S. al-Nis/4: 15; dan 23, Q.S. al-Ahzb/33:30, 32, dan 52; Q.S. Ali
Imrn/3: 61; Q.S. al-Thalaq/65: 4; Q.S. al-Mujdilah/58: 2 dan 3).15
b. Al-Dzakar dan al-Untsa
Menurut kamus al-Maqyis f al-Lugah, bahwa kata dzakar berasal
dari akar kata yang secara harfiyah/etimologi artinya ingat lawan dari
lupa seperti artinya (aku telah mengingat sesuatu).16
Sedangkan menurut kamus al-Wasth, bahwa kata mashdarnya
, , , artinya ( menghafalnya/ menjaganya). Dapat juga
diartikan meminang seperti dalam hadis Ali yang berbunyi
15
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h.163
16
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah, h. 388
115
( : /)
Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan,
dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-
laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah
menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta
anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan
yang terkutuk." (Q.S. Ali Imran/3: 36)
Adapun kata al-unts diambil dari akar kata yang berarti lembut,
lunak dan halus. Sedangkan kata al-unts (perempuan) adalah lawan dari kata
al-dzakar (laki-laki) dari segala jenis (binatang, tumbuh-tumbuhan dan
manusia). Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Manzhur dalam kamus Lisn al-
Arab :
. :
.
Kata al-unts (perempuan) diambil dari kata anatsa yang artinya
lawan dari laki-laki dari segala jenis (binatang, tumbuh tumbuhan dan
17
Ibrahim Anis at. al., al-Wasth, h. 313
18
Ibrahim Anis at. al., al-Wasth, h. 213
19
Ibnu Manzhur, Lisan al Arab, Jilid I, h. 145
116
manusia) dan jama dari kata al-unts adalah ints. Dan unuts jamak
dari kata ints seperti kata humur jamanya himr, kata al-mar'ah
disebut unts karena lembut dan halusnya.
Sedangkan al-Raghib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan
. :
Kata al-unts (perempuan) diambil dari kata unuts yang artinya lawan
dari laki-laki dan keduanya (kata al-dzakar dan al-unts) pada
mulanya digunakan untuk makna dua jenis kelamin.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
( : /)
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu
masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
(Q.S. al-Nis/4: 124)
Kemudian dalam kamus Al-Maurid disebutkan:
.
Kata al-dzakar dan al-unts dipergunakan untuk jenis manusia,
binatang, dan tumbuh tumbuhan.
Sedangkan kata al-rajul, al-nis dan al-mar'ah dalam al-Qur'an hanya
dipergunakan untuk manusia. Kata al-unts dalam berbagai bentuknya dalam
al-Qur'an terulang sebanyak 30 kali kesemuanya diartikan jenis kelamin
perempuan.22
20
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an, h.23
21
Munir al-Balabakka, al-Maurid, (Bairut: Dr al-Ilmi Lilmalayin,1986), h. 553
22
Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idrah al-mmah li al-Mu'jamt wa Ihya al-Turts,
Mu'jam alfdh al-Qur'an al-Karm, (selanjutnya tertulis alfdh al-Qur an al-Karm) (Cairo: Majma al-
Lughah al-Arabiyah, 1988), h. 93
117
/)
( :
Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. al-Nis/4: 4)
Sedangkan al-Ragib al-Ashfihani dalam kamusnya menegaskan
.
"Kata mar'un, mar'atun, imru'u, dan imra'atun diambil dari satu akar
kata yaitu ."
Kemudian kata al-mar'u dan imru'un berarti laki-laki atau seseorang
(laki-laki atau perempuan) sedangkan kata mar'ah dan imra'ah artinya
perempuan. Kata imra'ah dalam al-Qur'an terulang sebanyak 26 kali, 4 kali
diartikan seorang perempuan dan 22 kali diartikan istri.26
23
Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idrah al-mmah li al-Mu'jamt wa Ihya al-Turts,
alfdh al-Qur'an al-Karm, h. 1038
24
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 1322
25
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an, h. 485
26
Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idrah al-mmah li al-Mu'jamt wa Ihya al-Turts,
alfdh al-Qur'an al-Karm, h. 1039
118
( :/)
Dan Kami berfirman, "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim. (Q.S. al-
Baqarah/2: 35)
Dan ayat yang lain
( : /)
(Dan Allah berfirman), "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan
istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon
ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zhlim".
(Q.S.al-A'rf/7: 19)
Sedangkan al-Ragib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan:
27
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah, h. 464
119
.
Kata zawj ada yang mengatakan artinya setiap patner/ pasangan laki-
laki dan perempuan dalam jenis binatang yang berkawin adalah zawj
dan setiap pasangan dalam binatang dan selainnya disebut juga zawj
seperti sepasang sepatu, sepasang sandal, dan setiap pasangan satu
dengan yang lain baik sejenis atau lawannya juga disebut zawj."
Seperti dalam al-Qur'an
( : /)
Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki laki dan
perempuan. (Q.S. al-Qiymah/75: 39)
Sedangkan menurut Ibnu Manzhur dalam kamus Lisn al-Arab
dinyatakan
. ( Kata zawj/pasangan beda dengan tunggal).
Kemudian dia menjelaskan, bahwa kata zawj bisa diartikan pasangan, baik dua
laki-laki, atau dua perempuan, kanan kiri, dua jenis yang berbeda seperti putih
hitam, manis masam, langit bumi, musim panas dan dingin, malam, dan
siang.30
Sedangkan kata zawjah dalam kamus Arab hanya digunakan untuk
makna perempuan, sebagaimana dinyatakan oleh Ibrahim Anis dalam kamus
al-Wasth
. : ( zawjah adalah istri seorang laki-laki).
Konsep berpasang-pasangan dalam al-Qur'an menurut Nasaruddin
Umar adalah "lebih bersifat fungsional, holistik, sakral, dan didasari oleh
kasih sayang yang penuh rahmat (mawaddah wa rahmah)."32
28
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an, h. 220
29
Ibnu Manzhur, Lisn al-Arab, h. 1884
30
Ibnu Manzhur, Lisn al-Arab, h. 1885
31
Ibrahim Anis at. al., al-Wasth, h. 406
32
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 179
120
=
.
"Kata diartikan ayah, dan semua orang yang menjadi sebab
terwujudnya sesuatu atau memperbaiki sesuatu, atau menampakkannya
disebut ayah. Untuk itu Nabi Muhammad saw. disebut ayah orang-
orang beriman."
Ada juga yang mengatakan:
...
.
Paman dan ayah, Ibu dan ayah, kake dan ayah disebut ( dua orang
tua) dan pendidik manusia disebut juga ayah manusia.
(: /)
Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang
yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." (Q.S. al-
Zukhruf/43: 22)
Dalam kamus Lisn al-Arab disebutkan:
.
33
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah, h. 53
34
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an, h. 3
35
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an., h. 3
121
36
Ibnu Manzhur, Lisn al-Arab, h.15
37
Ibrahim Madkur, alfdh al-qur'an, h.4-7
38
Ibrahim Madkur, alfdh al-qur'an , h. 4-5
39
Ibrahim Madkur, alfdh al-qur'an, h. 5-7
122
4) Sebagai kunyah (panggilan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi yaitu Abu
Lahab yang tercantum dalam al-Qur'an Surat al-Lahab/111: 1
5) Diartikan kakek terdapat pada al-Qur'an Surat al-An'm/6: 74; al-
Taubah/9: 114; Ysuf/12: 4, 8, 63; Maryam/19: 42; al-Anbiy/2: 52; al-
Haj/22: 78; al-Syuar/26: 70; al-Shaft/37: 85; al-Zukhruf/43: 26, al-
Mumtahinah/60: 4; Abasa/80: 35.
6) Bila dijadikan mutsann (makna dua) diartikan ayah dan ibu, terulang 11
kali yaitu pada al-Qur'an Surat al-Nis/4:11; Ysuf/12: 6, 68, 94, 99, 100;
al-Kahfi/18: 80, 82; Maryam/19: 28; al-Qashash/28: 23).40
Dari klasifikasi makna di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kata yang berbentuk mufrad diartikan ayah kandung, sedangkan bila
berbentuk jamak diartikan orang tua, nenek moyang (kakek), atau paman.
Sedangkan bila bentuk mutsanna (makna dua) diartikan ayah dan ibu,
atau paman dan ayah atau ayah dan kakek. Kecuali dalam al-Qur'an Surat al-
A'rf/7 ayat 27 diartikan Adam dan Hawa, dan di dalam al-Qur'an Surat al-
Lahab/111 ayat 1 diartikan kunyah (sebutan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi
dengan sebutan Ab Lahab.
Menurut Nasaruddin Umar, bahwa hampir semua kata bentuk
jamak dari kata menunjuk kepada pengertian nenek moyang atau leluhur.
Kata dalam arti nenek moyang atau leluhur tidak mesti harus mengambil
jalur laki laki, tetapi juga pada jalur perempuan. Sehingga istilah nenek
moyang lebih cenderung menekankan pada kualitas jender daripada
identitas jenis kelamin. Berbeda dengan kata ( ayah) yang cenderung
menekankan aspek jenis kelamin (sex).41
40
Ibrahim Madkur, alfdh al-qur'an, h. 6-7
41
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 181
123
( : /)
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
Kata dalam al-Qur'an terulang 35 kali yaitu 24 kali bentuk mufrad
dan 11 kali berbentuk jamak.42 Dari 35 kata tersebut tidak selalu artinya Ibu,
tapi mempunyai makna yang berbeda antara lain:
1) Kata disandarakan kepada artinya kota Mekkah yang terulang
dua kali (Q.S. al-An'm/6 : 92; dan Q.S. al-Syu'ar/26: 7)
2) Kata yang disandarkan kepada artinya inti/pokok kitab yang
terulang 3 kali (Q.S. Ali Imrn/3 : 7; Q.S. al-Ra'du/13 : 39; dan Q.S. al-
Zukhruf/43: 4)
42
Muhammad Fuad Abdu al-Baqi, Mujam al-Mufahrasy Li alfdh al-Qur an al-Karm,
(selanjutnya tertulis al-Mufahrasy Li alfdh al-Qur an) (Cairo : Dr al-Hadts, 1986), h. 79
124
43
Ibrahim Madkur, alfdh al-qur'an, h. 82
44
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 188
45
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender, h. 189
125
seperti mengandung bayi (Q.S. Luqmn/31: 14) dan menyusui bayi (Q.S. al-
Qashash/28: 7).46
(: / )
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat. (Q.S. al-A'rf/7: 6)
49
Ibrahim Anis at. al., al-Wasth, h. 72
50
Ibrahim Anis at. al., al-Wasth, h. 72
51
Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradt al-Fdh al-Qur'an., h. 60
52
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 192
127
( : / )
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang
mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah
mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang
tinggi (dalam surga). (Q.S.Saba/34: 37)
Berbeda dengan bentuk jamak kata yakni yang secara khusus
menunjuk kepada anak-anak perempuan. Seperti terdapat dalam al-Qur'an al-
Nis/4 ayat 23 dan Surat al-Ahzb/33 ayat 59.54
53
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 193
54
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 192
55
Fuad Nimah, Mulakhash Qowaid al-Lughah al-Arabiyah, (Bairut: Daar al-Tsaqafah al-
Islamiyah, t.t. ), h. 113
128
( : / )
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada
Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (Q.S. al-
Baqarah/2:138).
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang
tuhan selain Allah?' Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya.
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui
apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib-gaib."
2) Kata ganti orang kedua tunggal untuk perempuan menggunakan kata
dengan mengkasrahkan huruf ta (kamu seorang perempuan) atau
menggunakan kata yang dibaca kasrah. Seperti firman Allah dalam al-
Qur'an yang berbunyi:
( : /)
Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan
dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan
keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan
kamu perintahkan". (Q.S. al-Namal/27: 33)
3) Kata ganti orang kedua untuk dua orang laki-laki atau dua orang
perempuan menggunakan kata (( )kamu dua orang laki-laki atau
dua perempuan) seperti dalam al-Qur'an yang berbunyi:
( : /)
Allah berfirman, "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan
Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka
tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa
mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang
menang." (Q.S. al-Qashosh/28: 35)
4) Kata ganti orang kedua lebih dari dua orang untuk laki-laki digunakan
kata (( )kalian laki-laki) seperti firman Allah dalam Al-Qur'an
Surat Ali Imrn/3 ayat 71 yang berbunyi:
( : /)
130
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan
yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu
mengetahui?
5) Kata ganti orang kedua lebih dari dua orang untu perempuan digunakan
kata atau ( kalian perempuan) seperti firman Allah dalam al-
Qur'an yang berbunyi:
( - : / )
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari
kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut
lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Ahzb/33: 33 -34)
( : / )
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak. (Q.S. al-Nis/4: 19)
Sekalipun penjelasan mengenai dhamr sudah dipaparkan di atas,
namun demikian perlu memperhatikan catatan mengenai masalah dhamr
(kata ganti) baik munfashil (terpisah), muttashil (bersambung), maupun
mustatirah (tersembunyi), karena menurut kaidah bahasa Arab bahwa bila
terkumpul mudzakar dan muannats maka cukup digunakan dengan dhamr
mudzakar dan tidak sebaliknya.
Nasaruddin Umar mengutip pendapat ulama dari golongan Mu'tazilah:
:
"Jawabnya, 'Sesungguhnya yang dimaksud masalah tersebut ialah jika
yang dikehendaki seseorang adalah penyebutan perempuan dan laki-laki
di dalam satu lafazh, maka harus menggunakan lafazh mudzakar,
bukannya lafazh muannats. Dan tidak berarti bahwa zhhr lafazh itu
menunjukkan muannats.'"56
56
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 204
133
Sampai saat ini ada sebagian orang yang mempercayai teori evolusi
Darwin yang menyebutkan bahwa manusia itu berasal dari kera. Padahal teori
ini bertentangan dengan firman Allah
( : / )
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan
sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain)
berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-
Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. al-
Nur/24: 45)
Dari ayat ini jelaslah bahwa Allah sudah membedakan antara satu
makhluk dengan makhluk lainnya, khususnya manusia dengan kera. Keduanya
tentu berbeda karena manusia berjalan dengan kedua kakinya, sedangkan kera
berjalan dengan empat kakinya.
Begitu juga bertentangan dengan firman Allah
:/)
(
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman,
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(Q.S.al-Baqarah/2 :30)
Manusia pada hakikatnya diciptakan dari tanah dan al-Qur'an telah
menceritakan kepada kita tentang asal kejadian manusia sejak Nabi Adam
sampai saat kita sekarang ini. Hal ini banyak disebutkan pada beberapa ayat al-
134
( : /)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. al-
Nis/4: 1)
59
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 314
60
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 315
136
yang menyatakan, Perempuan (istri Adam a.s.) diciptakan dari jenis yang
61
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari, Nomor. 3084
137
sama dengan Adam. Ayat tersebut sedikitpun tidak mendukung paham yang
tidak ada petunjuk dari al-Quran yang mengarah ke sana, atau bahkan
Muhammad Rasyid Ridho, bahwa hal tersebut timbul dari apa yang termaktub
Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu
ditutupkannya pada tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah
dikeluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan. Rasyid Ridha
menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah
62
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah ,Vol. 2. h. 315
63
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 315
64
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 315
138
Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya,
kekuatan lelaki dibutuhkan oleh perempuan dan kelemahlembutan
perempuan didambakan oleh laki-laki. Jarum harus lebih kuat dari kain,
dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan
berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan
tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.65
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul
Membumikan Al-Qur an justru agak jelas sikapnya tentang hadis yang
menjelaskan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, dia
menegaskan, Al-Quran menolak pandangan-pandangan yang membedakan
(lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu
jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan
mengembangbiakan keturunannya baik yang lelaki maupun yang perempuan."
Memang Muhammad Quraish Shihab tidak mengingkari adanya hadis
yang artinya Saling memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan,
karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Karena
diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah.
Namun tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi
(kiasan). 66
Penegasan-Nya bahwa Allah menciptakan darinya yakni
dari itu pasangannya mengandung makna bahwa pasangan suami
istri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu
dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan
langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya. Itu
sebabnya perkawinan dinamai yang berarti keberpasangan di samping
65
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 316
66
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur an, (selanjutnya tertulis Membumikan
al-Qur an) (Bandung: Mizan, 1992), h. 270
139
67
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 316
68
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Wawasan al-
Qur an ) (Bandung: Mizan, 1996), h. 299
69
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan) (Ciputat:
Ledntera Hati, 2005), h. 40
140
70
Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga al-
Kitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2
141
73
Al-Imam Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir al-Qur'an al-Hakim (Tafsir al-Mannar),
(Bairut: Daar al-Ilmiyah, 1999), Cet. I, Jilid 4, h. 270
143
"Abu Kuraib dan Musa Ibnu Hizam menceritakan kepada kami,
keduanya berkata, "Husain Ibnu Ali menceritakan kepada kami dari
Zaidah, dari Maisarah al-Asyjai, dari Abi Hazim, dari Abi Hurairah
r.a. Berkata, 'Rasulullah saw. telah bersabda, 'Berwasiatlah kepada
para perempuan. Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang
rusuk yang bengkok, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah
tulang rusuk yang ada paling atas, jika kamu ingin meluruskannya,
maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu biarkan, maka tulang
rusuk itu tetap bengkok, maka berwasiatlah kepada para perempuan."
(H.R. Bukhari)
Amr al-Naqid dan Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami
sedangkan lafazhnya dari Ibnu Abi Umar keduanya telah berkata,
Sufyan telah menceritakan kepada kami dari Abi al-Zinad dari al-
Araj dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda,
Bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok
yang kamu tidak akan bisa meluruskannya hanya dengan satu cara,
maka jika kamu meminta untuk menikmati perempuan itu, maka kamu
dapat menikmatinya dengan kondisi bengkok, dan jika kamu berusaha
meluruskan tulang rusuk yang bengkok itu, maka kamu akan
74
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari, Nomor. 3084
75
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Muslim, Nomor. 2670
144
76
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 10044
77
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Drimi, Nomor. 2124
145
( )
( )
Harmalah Bin Yahya telah menceritakan kepada saya, Ibnu Wahab
telah memberitahukan kepada kami, Yunus telah memberitakan
kepada saya dari Ibnu Syihab, Ibnu Musayyab menceritakan kepada
saya dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda,
Bahwa perempuan itu bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika
78
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari , Nomor. 4786
79
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Shaheh Muslim, Nomor. 2669
146
( )
Abdullah Bin Abi Ziyad telah menceritakan kepada kami, Yaqub
Bin Ibrahim Bin Saad telah menceritakan kepada kami, anak
saudaraku Ibnu Syihab menceritakan kepada kami dari pamannya, dari
Said Bin al-Musayyab dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah
saw. telah bersabda, Bahwa perempuan bagaikan tulang rusuk yang
bengkok, jika kamu meluruskannya, maka kamu akan
mematahkannya, jika kamu biarkannya, kamu akan menikmatinya
dalam kondisi bengkok. Dia mengatakan pada suatu bab dari Abi Dar,
Samrah, dan Aisyah. Abu Isa mengatakan, 'Hadis Abu Hurairah ini
termasuk hadis hasan shohih garib dari segi ini, dan sanadnya jayyid.'"
(H.R.al-Turmudzi)
( )
Yahya menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan telah
berkata:Saya telah mendengar Ayahku menceritakan dari Abu
Hurairah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, perempuan itu
bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika kamu berusaha keras untuk
meluruskannya, kamu akan mematahkannya, jika kamu biarkannya,
80
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Sunan al-Turmudzi , Nomor. 1109
81
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 9159
147
( )
Khalid Bin Makhlad telah menceritakan kepada kami, Malik telah
menceritakan kepada kami dari Abi al-Jinad, dari al-Araj dari Abi
Hurairah telah berkata, Rosulullah saw. telah bersabda, Bahwa
perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya, maka
kamu akan mematahkannya, dan jika kamu meminta untuk
menikmatinya, maka kamu akan menikmatinya dalam kondisi
bengkok.'" (H.R. Darimi).
Kelima hadis di atas semuanya hadis sahih, karena para perawinya
cukup berkualitas dan tidak ada yang jarh (cacat), kemudian sanadnya
bersambung sampai Rasulullah, karena tidak ada yang putus.
Kelima hadis tersebut tidak menyebutkan, bahwa perempuan (Hawa)
diciptakan dari tulang rusuk Adam, tapi hanya menyebutkan, bahwa
perempuan bagaikan tulang rusuk. Artinya bahwa perempuan itu memiliki
sifat-sifat yang ada pada tulang rusuk. Karena 5 hadis tersebut dalam ilmu
bahasa disebut tasybh (penyerupaan). Sedangkan tasybh menurut ilmu
balaghah adalah
83
Tasybih menurut istilah adalah melakukan penyerupaan antara dua
hal atau lebih, dimaksudkan ada kesamaan diantara keduanya dalam
82
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Sunan al-Drimi , Nomor. 2125
83
Ahmad al-Hasyimi, Jawhir al-Balghah F al-Ma ni Wa al-Bayn Wa al-Bad,
(Bairut: Dr al-Fikr, 1994), h. 214
148
satu sifat atau lebih dengan menggunakan huruf tasybih untuk tujuan
yang dikehendaki oleh orang yang berbicara."
Jadi, penulis sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa
"Hadis yang mengatakan, bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk,
harus diartikan secara metaforis, bukan makna hakiki. Bahkan hadis-hadis
tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam dianggap kurang tepat
matannya."
Karena hadis tersebut termasuk mukhtalaf al-hadst, sehingga para
ulama hadis, jika menemukan dua atau lebih hadis sahih yang berbeda
matannya, maka harus ditempuh 4 cara yaitu:
1. Jika mungkin dapat dikompromikan, maka perlu dikompromikan dan
keduanya dapat diterapkan.
2. Jika dapat diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka
yang datang belakangan dapat menghapus hukum sebelumnya.
3. Jika tidak diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka
dapat dilakukan tarjh
4. Jika tidak dapat dilakukan dengan tiga cara tersebut, maka kita tawaqquf
(tidak diamalkan keduanya). 84
Mengenai hadis-hadis penciptaan perempuan di atas, penulis
cenderung untuk mentarjh, yaitu perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk
Adam, melainkan perempuan diciptakan bagaikan tulang rusuk. Karena bila
keempat hadis di atas diartikan dengan harfiah (teks), maka kelima hadis di
atas tidak dapat diterapkan, tapi bila diartikan secara metaforis, maka antara
keempat dan kelima hadis tersebut dapat diterapkan.
84
Mahmud al-Thahhan, Taisr Mushthalah al-Hads, (Bairut: Dr al-Fikr, t.t.), h. 47
149
(kata ganti) pada kata yang menunjuk pada kata tidak bermaksud
bentuk manusia seperti Adam, melainkan merujuk pada materi yang tersedia
untuk menciptakan manusia. Dari materi itu Adam diciptakan dan dari materi
itu juga istrinya Hawa diciptakan untuk menyempurnakan keberadaan Adam
(Q.S. al-Naba/78: 8).
Hal ini bukan hanya menciptakan manusia semata, melainkan untuk
menciptakan makhluk hidup semuanya, seperti binatang dan tumbuh-
tumbuhan, dan siapa tahu juga untuk menciptakan benda mati (Q.S.al-
Dzriyt/51: 49 dan Q.S. al-Qaf/50: 7) Apakah dari tulang rusuk laki-laki
perempuan diciptakan, tentu tidak masuk akal. Sesungguhnya ayat al-Quran
yang berbicara tentang laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan asal
penciptan diantara keduanya, bahkan menjadikan keduanya satu tabiat. Seperti
dipahami dari al-Qur'an Surat Ali Imrn/3 ayat 195 dan al-Qur'an Surat al-
Qiymah/75 ayat 36-39. Ini isyarat yang nyata, bahwa manusia pada
85
Abdulkarim al-Khaththab, al-Tafsir al-Qur an Li al-Qur an, (selanjutnya tertulis al-
Tafsir al-Qur an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), Jilid II., h 682
150
bentuknya diberi tabiat laki-laki dan perempuan artinya materi yang sama
untuk menciptakan laki-laki dan perempuan.86
86
Abdulkarim al-Khaththab, al-Tafsir al-Qur an ,Jilid.II h. 682
87
Mereka lebih kuat dan lebih jelas kehadirannya di tengah masyarakat dibanding
perempuan. Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Fakhruddin al-Razi, sebelum
al-Biqai juga berpendapat serupa. Kata banyak yang menyifati lelaki- dan bukan kata wanita- karena
lelaki lebih populer, sehingga jumlah banyak mereka lebih jelas. Ini juga memberi peringatan tentang
apa yang wajar bagi lelaki yaitu keluar rumah menampakkan diri dan menjadi populer, sedang yang
wajar buat wanita adalah ketersembunyian dan kelemahlembutan. Begitu tulis al-Razi dan dikutip juga
oleh Muhammad Sayyid Thantawi. Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Syekh
Muhammad Mutawali al-Syarawi mempertegas pendapat di atas. Tulisnya, Penyebaran di bumi
seharusnya hanya khusus buat lelaki, karena Allah berfirman
( :/ )
Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (Q.S. al-Jumuah/62: 10)
88
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah , Vol.2. h. 317
151
89
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah ,Vol. 2. h. 317
90
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur an, (selanjutnya
tertulis Tafsir Kebencian) (Yogyakarta: LKIS, 1999),h. 49
152
rendah dibanding lelaki, karena semua laki-laki dan perempuan lahir dari
gabungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Quraish
Shihab tidak menafikan hadis sahih tersebut, walaupun ada catatan-catatan.
Seperti tidak sependapat terhadap pernyataan, bahwa perempuan bagian dari
laki-laki, juga tidak sependapat bila hadis tersebut diartikan secara harfiah.
Ditinjau dari segi kemanusiaan lelaki dan perempuan tidak ada
bedanya. Tetapi Quraish Shihab memandang bahwa keduanya berbeda dari
segi fungsinya. Oleh karena itu Quraish Shihab menggambarkan lelaki dan
perempuan bagaikan jarum dan kain. Jarum harus lebih kuat dari pada kain dan
kain harus lebih lembut daripada jarum, agar kain dapat terjahit dengan baik.
Kemudian penulis mencoba membandingkan dengan tafsir yang belum
dirujuk oleh Quraish Shihab antara lain:
a. Tafsir al-Kasysyf karya Zamakhsyari yang terkenal rasional dan beraliran
Mu'tazilah. Dia cenderung menafsirkan kata adalah Adam dan
Adam diciptakan dari tanah, sedangkan Allah menciptakan istrinya (Hawa)
dari tulang rusuk Adam.91
b. Tafsir al-Ass f al-Tafsr karya Said Hawa sama halnya dengan pendapat
Zamakhsyari yang menafsirkan kata yaitu Adam, sedangkan
Hawa, istri Adam, diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam ketika Adam
sedang tidur. Pada saat Adam bangun, Adam melihat Hawa yang membuat
Adam kagum. Lalu Adam dan Hawa menjalin cinta kasih sehingga
melahirkan laki laki dan perempuan yang banyak.92
91
Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-
Kasysyf, (selanjutnya tertulis al-Kasysyf) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Jilid I., h.451
92
Said Hawa , al-Ass F al-Tafsr, (selanjutnya tertulis al-Ass F al-Tafsr) (Cairo: Dr
al-Salam, 1985), Jilid II., h. 984
154
93
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsr al-Margh (selanjutnya tertulis Tafsir al-Maraghii)
(Mesir: Syarikah Maktabah wa Mathbaah Mushthafa al-Halabi wa Awldih, 1974), Jilid IV, h. 175
94
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, al-Tafsr al-Margh, Jilid.IV. h. 177
155
adalah hanya Adam yang satu. Jika ada pendapat ada Adam-Adam yang
lain tentu bertentangan dengan al-Quran. Begitu juga maksud kata
adalah Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam."95
Orang yang menganggap Hawa diciptakan dari jenis yang sama
bertentangan dengan hadis sahih, karena Allah mampu menciptakan
makhluk hidup dari makhluk hidup tanpa melalui proses kelahiran
sebagaimana Allah mampu menciptakan makhluk hidup dari benda mati
(tanah).96
e. Tafsir Nazhm al-Durar f Tansub al-yt Wa al-Suwar karya
Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqai. Al-Biqa'i tidak
sejalan dengan al-Maraghi. Dia menyatakan bahwa, Kata
adalah Adam sebagai jenis laki-laki yang diciptakan tanpa laki-laki dan
perempuan, kemudian kata adalah Hawa sebagai jenis perempuan
yang diciptakan dari laki-laki tanpa perempuan, dan Isa dilahirkan dari
perempuan tanpa laki-laki."97
95
Wahbah al-Zuhaily, al-Tafsr al-Munr, (selanjutnya tertulis al-Munr) (Bairut: Dr al-
Fikr al-Mushir, 1998), Juz 5, h. 223
96
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr, Juz 5. h. 224
97
Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqai , Nudzum al-Durar f Tansub al-
yt wa al-Suwar, (selanjutnya tertulis Nudzum al-Durar) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Juz
2, h. 206
156
( -: /)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S.al-
Mu'minn/23:12-14) :
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Quraish Shihab menyebutkan ada
tujuh tahap proses kejadian manusia sehingga ia lahir di pentas bumi ini. Ayat
ini lebih kurang menyatakan bahwa,
Dan sesungguhnya Kami bersumpah bahwa Kami telah menciptakan
manusia, yakni jenis manusia yang kamu saksikan. Bermula dari suatu
saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya yakni
saripati itu nuthfah yang disimpan dalam tempat yang kokoh yakni rahim
ibu. Kemudian Kami ciptakan yakni jadikan nuthfah itu 'alaqah lalu Kami
ciptakan yakni jadikan 'alaqah itu mudhgah yang merupakan sesuatu yang
kecil sekerat daging, lalu Kami ciptakan yakni jadikan mudhghah itu
tulang belulang, lalu Kami bungkus tulang-belulang itu dengan daging,
kemudian Kami mewujudkannya yakni tulang yang terbungkus daging itu
menjadisetelah Kami meniupkan ruh ciptaan Kami kepadanya
makhluk lain daripada yang lain yang sepenuhnya berbeda dengan unsur-
unsur kejadiannya yang tersebut diatas bahkan berbeda dengan makhluk-
makhluk lain. Maka Maha banyak lagi mantap keberkahan yang tercurah
dari Allah, Pencipta Yang Terbaik. Kemudian sesungguhnya kamu wahai
anak cucu Adam sekalian sesudah itu, yakni sesudah melalui proses
tersebut dan ketika kamu berada di pentas bumi ini dan melalui lagi proses
dari bayi, anak kecil, remaja, dewasa, tua, dan pikun, benar-benar kamu
akan mati baik pada masa pikun maupun sebelumnya. Kemudian setelah
kamu mati dan dikuburkan, sesunguhnya kamu sekalian pada hari kiamat
nanti akan dibangkitkan dari kubur kamu untuk dimintai
pertanggungjawaban, lalu masing-masing Kami beri balasan dan
ganjaran.98
98
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. IX., h. 165-166
157
100
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. IX., h. 166
101
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. IX., h. 167
102
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 9, h. 167
159
Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab mengacu kepada akar kata
bahasa, lalu dibandingkan dengan ilmu pengetahuan melalui pendapat pakar
Embriologi. Mengingat metode tafsir al-Mishbah itu berbentuk tahlli, maka
untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat jender yang ada padanya harus
membaca tafsirnya secara keseluruhan, sehingga memahaminya tidak parsial
yang memang dianjurkan penulisnya.
103
Muhammad Syahrur, Dirsah Islmiyah Mu'shirah Nahwa Ushl Jaddah lil Fiqhi al-
Islmi, yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsudin yang diberi judul Metodologi Fiqih Islam
Kontemporer, (selanjutnya tertulis Metodologi Fiqih) (Jakarta: ELSAQ Press, 2004), h. 342
104
Siti Musdah Mulia at.al., Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,
(selanjutnya tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003), Cet. II, h.
102
161
dan perempuan dalam asal waris walaupun berbeda jumlah bagian dari
masing-masing, seperti laki-laki dua kali bagian perempuan karena laki-laki
diwajibkan memberi nafkah dan diberi beban untuk usaha."105
Ahmad Mushthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa,
Kaum laki-laki mendapat dua bagian perempuan, tidak
menggunakan perempuan setengah dari laki-laki apabila ada laki-laki
dan perempuan. Hikmah dari laki-laki mendapat dua bagian
perempuan, karena laki-laki memerlukan untuk membayar nafkah pada
dirinya dan pada istrinya, maka dia mendapat dua bagian, sedangkan
perempuan dia hanya membayar nafkah untuk dirinya sendiri, bahkan
bila dia kawin, maka nafkah dirinya ditanggung suaminya.106
Zamakhsyari (467-538 H.) berpendapat bahwa,
Jika kamu bertanya apakah laki-laki mendapat dua bagian
perempuan, maka jawabannya adalah karena laki-laki mempunyai
keutamaan. Ini jika terkumpulnya laki-laki dan perempuan,
sedangkan jika terjadi hanya satu jenis saja, seperti seorang anak laki-
laki, maka anak laki-laki itu mengambil harta warisan secara
keseluruhan, sedangkan jika hanya dua perempuan, maka keduanya
mengambil 2/3 harta warisan.107
Sehubungan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab menjelaskan
bahwa ayat tersebut tidak bias jender bila mufasir menerjemahkan ayat-ayat al-
Qur'an secara utuh, tidak secara parsial. Oleh karena itu ketika menafsirkan
ayat tersebut (Q.S. al-Nis/4: 13-14) Quraish Shihab menegaskan, "Setelah
Allah menjelaskan rincian bagian untuk masing-masing ahli waris, kedua ayat
di atas memberi dorongan, peringatan, janji dan ancaman dengan menegaskan
bahwa bagian-bagian yang ditetapkan di atas, itu adalah batas-batas Allah,
105
Said Hawa , al-Ass F al-Tafsr , Jilid. II., h. 1009
106
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid.IV. h. 196
107
Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-
Kasysyaf, Jilid.I, h.469
162
yakni ketentuan ketentuan-Nya yang tidak boleh dilanggar. (Lebih lanjut lihat
Tafsir al-Mishbah, Vol.2, h. 350).108
Perlu dicatat bahwa setiap peradaban menciptakan hukum sesuai dengan
pandangan dasarnya tentang wujud, alam, dan manusia. Setiap peradaban
membandingkan sekian banyak nilai kemudian memilih atau menciptakan apa
yang dinilainya terbaik. Oleh karena itu, merupakan kekeliruan besar
memisahkan antara satu hukum syara yang bersifat juz'i dengan pandangan
dasarnya yang menyeluruh. Siapa yang menafsirkan satu teks keagamaan atau
memahami ketentuan hukum agama terpisah dari pandangan menyeluruh
agama itu tentang Tuhan, alam, dan manusialaki-laki dan perempuanpasti
akan terjerumus dalam kesalahpahaman penilaian, dan ketetapan hukum
parsial yang keliru. Termasuk dalam hal ini pandangan Islam tentang waris,
khususnya menyangkut hak laki-laki dan perempuan.109
Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan laki-
laki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya perbedaan
antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak.
Mempersamakannya hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan laki-
laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan bahwa fungsi/peranan
utama yang diharapkan menciptakan alat, masih tetap relevan untuk
dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas, karena fungsi dan
108
Siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya dengan mengindahkan batas batas itu,
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalannya sungai-sungai,
sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah keberuntungan yang besar. Dan siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasulnya dengan mempersekutukan-Nya dan melanggar ketentuan ketentuan-
Nya di atas, niscaya Allah memasukkanya ke dalam api neraka, sedangkan ia kekal di dalamnya, dan
yang mendurhakai Allah tapi tidak mempersekutukan-Nya, maka baginya siksa yang menghinakan,
setimpal dengan sikap mereka melecehkan ketentuan Allah dan meremehkan orang orang yang mereka
halangi hak haknya.
109
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 351
163
110
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 351
111
Lelaki membutuhkan istri tetapi dia yang harus membiayainya. Wanita juga
membutuhkan suami tetapi dia tidak wajib membelanjainya, bahkan dia yang harus dicukupi
kebutuhannya. Kalau kita berkata bahwa lelaki harus membelanjai wanita sebenarnya ditetapkan Allah
untuk dirinya dan istrinya. Seandainya ia tidak wajib membelanjainya maka setengah dari yang
seharusnya ia terima itu dapat mencukupinya. Di sisi lain, bagian wanita yang satu itu, sebenarnya
cukup untuk dirinya sebagaimana kecukupan satu bagian buat pria seandainya dia tidak kawin. Tetapi
jika wanita itu kawin, maka keperluan hidupnya ditanggung oleh suami, sedang bagiannya yang satu
dia dapat simpan tanpa dia belanjakan. Nah siapakah yang habis dan siapa pula yang utuh bagiannya
jika dia kawin? Jelas lelaki akan habis, karena dua bagian yang dimilikinya harus dibagi dua, sedang
apa yang dimiliki oleh wanita tidak digunakannya sama sekali. Jika demikiandalam soal waris
mewarisi inikeberpihakan Allah kepada perempuan lebih berat daripada keberpihakan-Nya kepada
lelaki.
164
qathi, maka sekalipun ayat-ayat waris itu termasuk mumalat, maka wajib
diikuti tidak boleh dilanggar dan yang melanggarnya akan berdosa besar
bahkan dikatakan kafir.
Muhammad Quraish Shihab menyatakan dalam bukunya yang berjudul
Perempuan ,
Ayat di atas berbicara tentang hak anak perempuan dan lelaki dalam
kewarisan, bukan hak semua perempuan atau semua lelaki, dan bukan
dalam segala persoalan. Hal ini perlu digarisbawahi, karena tidak semua
ketentuan agama dalam bidang kewarisan membedakan antara
perempuan dan lelaki. Ibu dan ayah apabila ditinggal mati oleh anaknya,
sedang sang anak meninggalkan juga anak-anak lelaki atau anak-anak
lelaki dan perempuan, maka ketika itu sang ayah dan ibu masing-masing
memperoleh bagian yang sama, yakni 1/6 (baca lanjutan ayat di atas).112
Bahkan Muhammad Quraish Shihab tidak dapat menerima pendapat
sementara pemikir kontemporer yang menduga bahwa ketetapan warisan
tersebut bukan ketetapan final. Maka ia dapat saja direvisi dan dikembangkan
dengan menetapkan kesamaan bagian anak perempuan dengan anak lelaki
dalam perolehan hak waris. Pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Nashr
Abu Zaid ini, sulit diterima karena bukankah Allah telah menetapkan
kesempurnaan agama, dalam arti tuntunan-Nya telah final (Q.S. al-Midah/5:
3), dan bukankah setelah menjelaskan rincian perolehan masing-masing ahli
waris dinyatakan-Nya, bahwa siapa yang taat pada Allah dan Rasul-Nya, akan
mendapat surga, dan siapa yang mendurakai Allah dan Rasul-Nya, akan
dimasukkan ke neraka. (Q.S. al-Nis/4: 13-14).113
Bila ada orang tua merasa bahwa ketetapan Tuhan di atas tidak adil
apabila dia telah memenuhi banyak kebutuhan anak laki-lakinya. Untuk
112
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 261
113
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 264
165
117
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 396
118
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 398
167
119
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 402
120
Anwar Jundi, Gelombang Tantangan Muslimah, Terjemahan Ahsin Wijaya,
(selanjutnya tertulis Tantangan Muslimah) (Solo: CV Pustaka Mantiq, 1989), Cet.III, h. 36
121
Muhammad Mutawalli Syarawi, Wanita Dalam al-Qur an, terjemahan Abu Abdillah
al-Mansur, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 8
168
( : /)
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat
padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.
(Q.S.Ynus/10: 67)
Dari sini jelas, bila kita memaksakan untuk menyamakan dua jenis laki-
laki dan perempuan, berarti kita mengabaikan tugas pokok dari kedua jenis
tersebut.
Ketetapan Allah yang menjadikan siang dan malam adalah persoalan
semesta yang tidak bisa dicampuri oleh manusia. Ketentuan itu mirip dengan
adanya laki-laki dan perempuan, tidak ada makhluk yang dapat menentang
kehendak Allah swt.123
Hal ini sesuai dengan Firman Allah
/)
( -:
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang
benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya
usaha kamu memang berbeda-beda. (Q.S. al-Lail/92: 1- 4)
122
Muhammad Mutawalli Syarawi, Wanita Dalam al-Qur an, h. 8
123
Muhammad Mutawalli Syarawi, Wanita Dalam al-Qur an, h. 11
169
Allah juga memperingatkan kepada semua manusia agar tidak saling iri
satu dengan yang lainnya (Q.S. al-Nis/4: 32) Perbedaan jenis tentu
dimaksudkan agar tidak terjadi benturan kepentingan. Sebab bila keduanya
berebut fungsi dan tugas, maka akan merusak kelestarian alam semesta.
Terhadap ayat tersebut Ibnu Katsir berkomentar,
Allah memerintahkan kepada kalian untuk berbuat adil pada mereka,
karena orang-orang jahiliyah dahulu menjadikan seluruh warisan hanya
untuk kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan tidak mendapatkan
sama sekali, lalu Allah memerintahkan untuk menyamakan di antara
mereka dalam masalah asal waris, walaupun kedua belah pihak berbeda
jumlah penerimaannya, seperti laki-laki mendapat dua bagia perempuan,
hal itu disebabkan laki-laki diberi beban membari nafkah.124
Al-Syanqithi berpendapat bahwa, "Dalam ayat tersebut tidak disebutkan
hikmah laki-laki lebih banyak dari perempuan dalam menerima waris, padahal
keduanya sama dalam kedekatannya. Namun hal itu ada isyarat pada ayat lain
yaitu al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34, yaitu karena laki-laki mempunyai
kelebihan fisik dan memberi nafkah."125
Menurut Muhammad Imarah, bahwa dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4
ayat 11 yang menyatakan bahwa,
Laki-laki mendapat dua bagian perempuan, bukan kaidah yang
diperlakukan semua keadaan dalam masalah waris, melainkan
diperlakukan pada hal-hal tertentu dan terbatas. Perbedaan penerimaan
waris tidak mengacu kepada ukuran laki-laki dan perempuan, tapi
mengacu pada kondisi penerima waris, seperti kedekatan hubungan antara
pewaris dengan yang meninggal, kedudukan generasi pewaris yang masih
panjang menerima beban hidup, menerima beban materi yang diharuskan
oleh syari.126
124
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur an al-Adzm, (Bairut: Dr al-Fikr, 1992), Jilid I, h. 565. Lihat
Muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhru al-Razi, (Bairut: Dr al-Fikr,t.t.), jilid IX, h.213 Lihat
Abdulkarim al-Khaththab, Tafsir al-Qur an Li al-Qur an, (Bairut: Dr al-Fikr, t.t.), Jilid.II, h. 709
125
Muhammad al-Amin Ibnu Muhammad al-Mukhtar al-Jakni al-Syanqithi, Adw al-
Bayn, (Riyadh: Mathbaah al-Ahliyah, t.t.) Jiid. I, h. 370
126
Muhamad Imarah, al-Tahrr al-Islmi li al-Mar ah, (selanjutnya tertulis Tahrr al-
Mar ah) (Cairo: Dar al-Syuruq, 1968), h. 68
170
( :/ )
Jika seorang meninggal baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
seibu atau seorang saudara perempuan seibu, maka bagi mereka masing-
masing laki-laki maupun perempuan mendapat 1/6 dari harta warisan.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam bagian sepertiga itu. (Q.S. al-Nis/4: 12)
171
c. Jika Anak itu semuanya perempuan lebih dari dua (dua ke atas) maka
mereka mendapat 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan
itu hanya seorang saja maka ia mendapat setengah dari seluruh harta waris.
Untuk dua orang tua (ayah dan ibu) bagi mereka masing-masing mendapat
1/6 dari harta yang ditinggalkan.
( :/ )
Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, dan jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang
tua (ayah dan ibu) masing-masing mendapat seperenam dari harta yang
ditiggalkannya, jika yang meninggal itu mempunyai anak. (Q.S.al-
Nis/:11)
d. Anak perempuan mendapat setengah anak laki-laki.
( : / )
Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian waris untuk anak-
anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang perempuan. (Q.S. al-Nis/4:11)
e. Perbedaan ini mempunyai sebab yang tidak bisa dijangkau oleh
sebahagian akal manusia.127
( :/)
Para orang tuamu dan anak-anakmu, kalian tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (Q.S.al-Nis/4 : 11)
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa, Bagian waris laki-laki dua kali
lipat perempuan disebabkan laki-laki dituntut memberi nafkah, bekerja,
127
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Baina al-Islm Wa al-Qawnn al-Alamiyah,
(selanjutnya tertulis al-Mar ah Wa al-Qawnn) (Kuwait: Dr al-Wafa, 2003), h. 185
172
128
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr , h. 273
129
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr, h. 275
130
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr, h. 280
173
D. Ayat-Ayat Persaksian
1. Pengertian saksi
Saksi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu pristiwa
(kejadian), orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk
mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan
keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh terjadi.
Orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan
pendakwa atau terdakwa. Orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan penuntutan.131
Sedangkan saksi menurut istilah Muhammad Quraish Shihab
Saksi adalah orang yang berpotensi menjadi saksi, walaupun
ketika itu dia belum melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara
aktual telah menjadi saksi. Jika anda melihat suatu pristiwa
katakanlah tabrakanmaka ketika itu anda telah berpotensi memikul
tugas kesaksian, sejak saat itu anda dapat dinamai saksi walaupun
belum lagi melaksanakan kesaksian itu di pengadilan. Ayat ini dapat
berarti. Janganlah orang orang yang berpotensi menjadi saksi enggan
menjadi saksi apabila mereka diminta. Memang banyak orang, sejak
dahulu apalagi sekarang yang enggan menjadi saksi, akibat berbagai
faktor, paling sedikit karena kenyamanan dan kemaslahatan pribadinya
terganggu. Karena itu mereka perlu dihimbau. Perintah ini adalah
anjuran, apalagi jika sudah ada orang lain yang memberi keterangan,
dan wajib hukumnya bila kesaksiannya muthlak untuk menegakkan
keadilan. 132
2. Pendapat para pakar muslim tentang saksi laki-laki dan perempuan
Ayat persaksian yang sering disoroti oleh para pakar jender adalah al-
Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282, yaitu
131
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, h. 770
132
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.,I, h.568
174
( : / )
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis. Hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di
sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu),
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
175
133
Amina Wadud, Qur an Menurut Perempuan, terjemahan Abdullah Ali, (selanjutnya
tertulis Qur an Menurut Perempuan) (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 152
134
Amina Wadud, Qur an Menurut Perempuan , h. 154
135
Zuhairi Misrawi dalam kata pengantar buku karya Very Verdiansyah, Islam
Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan, (Jakarta: P3M, 2004), h. xxiii
176
( : / )
Mintalah dua saksi laki laki muslim yang merdeka, bukan budak dan
orang kafir, jika tidak ada dua laki-laki, maka boleh seorang laki-laki
dan dua orang perempuan sebagai saksi dalam utang piutang.136 (Q.S.
al-Baqarah/2: 282)
Menurut Zaitunah Subhan Saksi merupakan salah satu alat bukti
untuk dijadikan pertimbangan hukum dalam memutuskan suatu perkara. Maka
al-Quran berbicara mengenai persaksian ini secara gamblang. Namun di
kalangan ulama masih ada saja perbedaan pendapat dalam masalah persaksian
ini, sebagaimana dijelaskan Zaitunah Subhan bahwa jika yang dimaksudkan al-
Quran bahwa dua orang perempuan diperlakukan sejajar dengan satu lelaki, di
manapun masalah kesaksian ada (muncul), al-Quran akan memperlakukan
perempuan dengan cara yang sama. Namun, kenyataan yang ada tidak
demikian. Dalam al-Quran terdapat tujuh ayat yang berkenaan dengan
pencatatan kesaksian ini, yaitu Q.S. al-Baqarah/2:282; Q.S. al-Nis/4: 15;
136
Abu Jafar Muhammad Bin Jarir al-Thabari (w.310 H.), Tafsir al-Thabari, ( Bairut :
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Jilid. III, h. 123. Lihat al-Qadhi Nashir al-Din Abi Said Abdullah Bin
Umar Bin Muhammad al-Syirazi al-Baidhowi, Tafsir al-Baidhowi, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah,
2003), Jilid. I.,h. 144 , Lihat al-Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad al-Syaukani (w.1250 H.),
Fathu al-Qadir, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I, h. 246. Lihat Muhammad Ali al-
Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Cairo: Daar al-Shabuni, 1999), Jilid. I., h. 254. Lihat Abu
Ali al-Fadhal Bin Hasan Bin al-Fadhal al-Thabarsyi, Majma al-Bayan Fi Tafsir al-Qur an, (Bairut:
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997), Jilid II., h. 172. Lihat al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida
Ismail Bin Katsir al-Quarasyi al-Dimasqa, Tafsir al-Qur an al-Adhim, (Cairo: Daar al-Turats al-Arabi,
t,t.), Jilid I, h. 335. Lihat Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Nikat
wa al-Uyun Tafsir al-Mawardi, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I.h.356. Lihat Abu Qasim
JarullahMahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, (Bairut : Daar al-Kutub al-
Ilmiyah, 1995), Jilid.I,h.321. Lihat Said Hawa, al-Asaas Fi al-Tafsir, (Cairo: Daar al-Salam, 1985),
Jilid.I, h.661
177
137
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian , h. 119
138
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian , h. 119
178
139
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. I . h. 566
140
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. I . h. 567
141
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. I . h. 567
179
Namun perlu dicatat bahwa pembagian kerja itu tidak ketat. Hal ini
dapat dirujuk pada Tafsir al-Mishbah Vol.1 halaman 567.142 Kemudian kata
dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 15 bukan berarti berzina, atau
orang yang melakukan homo seksual, tapi mereka yang mendatangi tempat-
tempat yang sangat buruk. Perempuan-perempuan yang mengunjungi tempat-
tempat tidak terhormat hendaknya ditahan di rumah sampai mati, atau Allah
memberi jalan keluar baginya berupa perkawinan. Perempuan ditahan
sedangkan laki-laki tidak ditahan, tapi dicemoohkan, karena perempuan tidak
berkewajiban bertebaran di bumi mencari rizki. Dengan demikian
keberadaannya di rumah tidak membawa dampak negatif bagi diri atau
keluarganya. Berbeda dengan lelaki yang harus keluar mencari rizki.143
Namun demikian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat
mazhab Maliki dan Hanafi,
Bahwa kesaksian perempuan dibenarkan dalam hal-hal yang berkaitan
dengan harta benda, tidak dalam kriminal, pernikahan, cerai dan rujuk.
Mazhab Hanafi lebih luas dan lebih sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan kodrat perempuan. Mereka membenarkan kesaksian
perempuan dalam hal-hal yang berkaitan dengan harta, persoalan rumah
tangga seperti pernikahan, talak dan rujuk bahkan segala sesuatu kecuali
dalam soal kriminal.144
142
Tidak jarang istri para Sahabat Nabi Muhammad saw. ikut bekerja mencari nafkah,
karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan tidak sedikit pula suami yang
melakukan aktivitas di rumah serta mendidik anak-anaknya. Pembagian kerja yang disebut di atas, dan
perhatian berbeda yang dituntut terhadap tiap-tiap jenis kelamin, menjadikan kemampuan dan ingatan
mereka menyangkut objek perhatiannya berbeda. Ingatan wanita dalam soal rumah tangga, pastilah
lebih kuat dari pria yang perhatiannya lebih banyak atau seharusnya lebih banyak tertuju kepada kerja,
perniagaan termasuk hutang piutang. Ingatannya pasti juga lebih kuat dari wanita yang perhatian
utamanya tidak tertuju atau tidak diharapkan tertuju kesana. Atas dasar besar kecilnya perhatian itulah
tuntunan di atas ditetapkan. Dan karena al-Quran menghendaki wanita memberi perhatian lebih
banyak kepada rumah tangga, atau atas dasar kenyataan pada masa turunnya ayat ini, wanita-wanita
tidak memberi perhatian yang cukup terhadap hutang-piutang, baik karena suami tidak mengizinkan
keterlibatan mereka maupun oleh sebab lain, maka kemungkinan mereka lupa lebih besar dari
kemungkinannya oleh pria. Oleh arena itu demi menguatkan persaksian dua orang wanita di
seimbangkan dengan seorang pria, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
143
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2 h. 355
144
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 1 h. 566
180
145
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 357
146
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 . h. 357
147
Mereka berdua sering mondar-mandir ke Makkah. Suatu ketika mereka berdua ditemani
oleh seorang pemuda dari Bani Sahm, bernama Budail Ibnu Abi Maryam menuju ke Syam. Dalam
perjalanan, pemuda itu jatuh sakit dan meninggal dunia, di suatu daerah yang tidak berpenduduk
muslim. Sebelum wafatnya ia berwasiat kepada Tamim dan Adi agar menyerahkan harta
181
peninggalannya kepada keluarganya, dengan menyertakan sepucuk surat yang menjelaskan barang
barang yang ditinggalkannya. Salah satu diantaranya adalah wadah yang terbuat dari ukiran perak
berwarna-warni. Tamim dan Adi yang tidak mengetahui tentang surat itu menjual wadah tersebut dan
menyerahkan sisa harta wasiat Budail kepada keluarganya. Ketika keluarga Budail menanyakan
tentang wadah yang terbuat dari perak itu, Tamim dan Adi mengingkarinya, maka Nabi saw.
menyumpah keduanya. Tidak lama kemudian yang hilang itu ditemukan pada seorang yang mengaku
membelinya dari Tamim dan Adi. Keluarga Budail datang kepada Nabi saw. dan bersumpah bahwa
kesaksian mereka lebih wajar diterima dari sumpah Tamim dan Adi. Maka Rasul saw. membenarkan
dan memberi wadah tersebut kepada keluarga yang meninggal itu. Dalam riwayat lain diinformasikan
bahwa Adi mengembalikan uang harga wadah yang dijualnya kepada ahli waris yang berhak
menerimanya.
182
() ()
()
( - : / )
Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka
tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan
(sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk
orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh
sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang
kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-
orang yang benar. (Q.S. al-Nr/24 ayat 6-9)
148
Mahmud Syaltut, Aqdah wa al-Syarah, h. 250
149
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian , h. 120
183
150
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian , h. 120
151
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 36
184
152
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.14, h. 296
153
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 266
185
dinilai setengah dari kesaksian seorang lelaki? Secara umum dapat dikatakan
bahwa ketika turunnya ayat ini, keterlibatan perempuan dalam persoalan-
persoalan perdagangan belumlah sepesat dewasa ini. Lebih-lebih jika
dikatakan bahwa ayat ini turun menyangkut tuntunan dalam perjalanan, seperti
terbaca pada lanjutan ayat di atas. 154
Dengan demikian, jika pesan ayat ini merupakan bagian dari lapangan
ijtihad dan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Quraish Shihab di atas
merupakan illat (motif penetapan hukum), maka bisa saja kinikata
Muhammad Quraish Shihabkesaksian perempuan yang terlibat langsung
dalam bidang keuangan, dinilai sama dengan kesaksian lelaki, yakni kesaksian
seorang perempuan yang telah terlibat begitu banyak dalam soal keuangan
sama dengan kesaksian seorang lelaki.155
Persoalan di atas, jika demikian, maka di sini kita bertemu dengan
aneka pendapat yang berbeda walau semua sepakat menggunakan kaidah yang
menyatakan bahwa, Ketetapan hukum berkisar pada 'illatnya; selama illat itu
ada, maka hukum tetap berlaku, dan bila illat telah tiada, maka gugur pula
keberlakuan hukum.156
Permasalahannya adalah, apakah illat itu permanen atau tidak?
Karena tugas pokok perempuan adalah di rumah, sedangkan tugas pokok
Adam, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur'an Surat Thha/20 ayat 117
adalah sebagai suami yang memenuhi kebutuhan keluarganya. Tugas utama
perempuan atau istri adalah membina rumah tangga dan memberi perhatian
besar bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-anaknya. illat
154
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 267
155
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 268
156
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 268
186
semacam ini dianggap oleh sebagian ulama merupakan illat yang permanen
yang tidak bisa diubah-ubah dalam kondisi apapun.157
Pertanyaannya kemudian adalah apakah pandangan menyangkut
pembagian kerja di atas merupakan pandangan dasar yang mengantar kepada
tidak direstuinya perempuan untuk terlalu banyak berkecimpung dalam bidang
perniagaan dan keuangan dan dengan demikian, tidak pula wajar menyamakan
kesaksian perempuan dalam bidang keuangan sama dengan laki-laki?
Sementara pakar berpendapat demikian, dan membuktikan betapa kerja
perempuan telah berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarkat.158
Muhammad Quraish Shihab enggan berkata demikian selama tugas-
tugas pokok mereka tidak terabaikan. Sekali lagi ini adalah lapangan ijtihad
yang dapat melahirkan aneka pandangan. Yang jelas kenyataannya pada masa
turunnya ayat ini, perempuan-perempuan tidak memberi perhatian yang cukup
terhadap utang piutang, baik karena suami tidak mengizinkan keterlibatan
mereka, maupun oleh sebab lain. Kemungkinan mereka lupa lebih besar
daripada kemungkinannya oleh lelaki. Oleh karena itu, demi menguatkan
persaksian dua orang perempuan diseimbangkan dengan seorang lelaki, supaya
jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.159
Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab tampak agak jelas sikapnya.
Namun dia masih belum tegas, karena dia menyatakan, bahwa ayat kesaksian
merupakan lapangan ijtihad yang tentu para ulama belum sepakat mengenai
status hukumnya. Untuk itu penulis lebih cenderung pada pendapat
Muhammad Imarah yang mengatakan bahwa pembicaraan di atas
157
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 270
158
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 272
159
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 272
187
160
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah, h. 71
161
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah, h. 72
188
162
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah , h. 73
163
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Sunan al-Turmudzi, Nomor. 1261
164
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah , h. 74
189
165
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah , h. 75
166
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah, h. 76
190
168
Muhammad bin Yahya bin Faris menceritakan kepada kami, al-
Faryabi menceritakan kepada kami, Israil menceritakan kepada kami,
Simak bin Harb menceritakan kepada kami dari Alqamah bin Wail dari
Ayahnya, Bahwa seorang perempuan pada masa Nabi saw. keluar
rumah untuk menunaikan shalat, lalu seorang laki-laki bertemu dengan
perempuan tersebut, lalu seorang laki-laki itu memperdayakannya dan
menodai perempuan tersebut, lalu perempuan itu berteriak kemudian
laki-laki itu lari. Ketika laki-laki itu melewati perempuan tersebut,
perempuan itu berkata, Bahwa orang itu yang menodai saya begini-
begitu. Lalu sekelompok kaum Muhajirin lewat, maka perempuan itu
mengadu kepada kaum Muhajirin tersebut, bahwa laki laki itu yang
167
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah, h. 77
168
Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asyats al-Sujistani al-Azadi, Sunan Abi Dawud, (Cairo:
Daar al-Hadits, 1999), Jilid IV, h. 1872
191
169
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 78
192
tabiat manusia baik laki-laki maupun perempuan, dia akan kuat ingatannya
terhadap masalah yang memang bidangnya.170
Perbedaan kesaksian antara laki-laki dan perempuan dalam masalah
utang-piutang dan perdagangan (bisnis) ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-
Baqarah/2 ayat 282 dengan alasan tabiat perempuan dalam masalah bisnis
cepat lupa, bukan tabiat umumnya perempuan, tapi perempuan-perempuan
tertentu saja. Dan dalam permasalahan tertentu yaitu masalah bisnis, sebagai
bukti:
a. Persaksian dalam masalah bisnis terdapat dalam al-Qur'an Surat al-
Baqarah/2 ayat 282 untuk mencegah perselisihan dan persengketaan dibuat
2 sarana, yaitu ditulis dan disaksikan oleh 2 orang laki-laki atau seorang
laki-laki dan dua orang perempuan.
b. Persaksian dalam masalah selain bisnis, tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan (Q.S. al-Thalq/65: 2 dan Q.S. al-Midah/5:106).
Saksi dalam masalah talak dan wasiat tidak dipersyaratkan seperti dalam
masalah bisnis, namun dipersyaratkan adil. Sedangkan adil dalam
kesaksian mencakup laki-laki dan perempuan. Begitu juga jumlah dua
orang merupakan lafazh umum yang mencakup laki-laki dan perempuan.
c. Kesaksian dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang
perempuan dalam masalah bisnis, oleh Mahmud Syaltut merupakan
petunjuk pada waktu transaksi bisnis, bukan kapasitas sebagai saksi di
pengadilan.
d. Bahwa saksi itu hanya untuk mengukuhkan dan menjaga hak, maka ketika
tidak terpenuhi jumlah yang dikehendaki al-Quran, seorang saksi sudah
cukup seperti yang dilakukan Rasulullah.
170
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 80
193
171
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 182-184
194
membagi hukum dalam al-Quran kepada dua kategori yaitu qathi dan zhanni.
Maka sekalipun ayat itu masuk dalam kategori muamalat, tapi jika masuk
dalam kategori qathi, maka tidak boleh dilanggar bahkan wajib diamalkannya.
E. Ayat-Ayat Kepemimpinan
172
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 2001
173
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 2002
174
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 448
197
: / ).
(
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas
sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi
tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (Q.S.al-Isr/17 : 21)
Kemudian Muhammad Shahrur beralih pada aspek kedua, yaitu aspek
harta benda. Dalam firman-Nya, Wabim anfaq min amwlihim, seorang
pemilik harta benda pasti memiliki kepemimpinan (al-qiwmah) tanpa harus
melihat kecakapan dan ketinggian kesadaran dan kebudayaannya. Oleh karena
itu, seorang pemilik pabrik yang berpendidikan rendah, misalnya, bisa
175
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 449
198
176
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 449
177
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, (selanjutnya tertulis al-
Bukhari) (Bairut: Dr al-Fikr, 1995), Julid III, h. 89
199
178
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 450
179
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 452
200
180
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 453
181
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 453
182
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 455
201
( : /).
Dan jika seorang perempuan khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika
kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Nis/4: 128).
Menurut hemat penulis pendapat Muhammad Shahrur yang
menghendaki kepemimpinan berada pada orang yang memiliki materi baik
laki-laki maupun perempuan sekalipun dia tidak pandai dan lemah, kurang
tepat. Hal itu dikarenakan di dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34 tidak
berbicara tentang sebuah perusahaan. Ayat tersebut berbicara tentang rumah
tangga yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah, yaitu bahwa
kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami, karena Allah sudah
memberikan 2 hal pada seorang suami, yaitu kelebihan dari segi fisik dan
kewajiban memberi nafkah. Demikian pula Rasulullah saw. telah mengatur
masalah kepemimpinan dalam rumah tangga secara berjenjang, sebagaimana
beliau bersabda:
:
( )
183
Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, , Jilid III. h. 277
202
184
Muhammad .Quraish Shihab, al-Misbah, Vol. 2, h. 402
203
185
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan yakni sebelum terjadi nusyuz mereka, yaitu
pembangkangan terhadap hak hak yang dianugerahkan Allah kepada kamu, wahai para suami, maka
nasihatilah mereka pada saat yang tepat dan dengan kata kata yang menyentuh, tidak menimbulkan
kejengkelan, dan bila nasihat belum mengahiri pembangkangannya maka tinggalkanlah mereka bukan
dengan keluar dari rumah, tetapi di tempat pembaringan kamu berdua, dengan memalingkan wajah dan
membelakangi mereka. Kalau perlu tidak mengajak berbicara paling lama tiga hari berturut turut untuk
menunjukkan rasa kesal dan ketidakbutuhanmu kepada merekaika sikap mereka berlanjutdan
kalau inipun belum mempan, maka demi memelihara kelanjutan rumah tanggamu, maka pukullah
mereka, tetapi pukulan yang tidak menyakitkan agar tidak mencendrainya namun menunjukkan sikap
tegas.
186
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h.403
187
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h.404
204
188
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 404
189
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 404
205
pisau dibentuk seperti gelas, maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia
dalam fungsinya.190
Kedua, disebabkan karena mereka telah menafkahkan
sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past tense/masa lampau yang
digunakan ayat ini telah menafkahkan, menunjukkan bahwa memberi nafkah
kepada perempuan telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki, serta kenyataan
umum dalam masyarakat umat manusia sejak dahulu hingga kini. Sedemikian
lumrah hal tersebut, sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja
masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu. Penyebutan konsideran
itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku hingga
kini. Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya
cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang
membayar memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya, ketetapan ini bukan
hanya atas pertimbangan materi.191
Perempuan secara psikologis enggan diketahui membelanjai suami,
bahkan kekasihnya. Di sisi lain, lelaki malu jika ada yang mengetahui bahwa
kebutuhan hidupnya ditanggung oleh istrinya. Karena itu, agama Islam yang
tuntunann- tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia mewajibkan suami untuk
menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Lebih lanjut lihat Tafsir al-
Misbah Vol. 2,.h. 407.192
190
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 405
191
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 407
192
Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi kebanggaan
istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh suami, sebagai tanda cinta kepadanya. Dalam
konteks pemenuhan kebutuhan istri secara ekstrem dan berlebihan, pakar hukum Islam, Ibnu Hazm,
berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam hal
menyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru sang suamilah yang berkewajiban
menyiapkan untuk istri dan anak anaknya pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan.
206
( : / )
193
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 408
194
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 408
207
195
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 409
196
Ketiga langkah tersebut adalah nasihat, menghindari hubungan seks, dan memukul.
Ketiganya dihubungkan satu dengan yang lain dengan menggunakan huruf wawu ( ) yang biasa
diterjemahkan dengan dan. Huruf itu tidak mengandung makna perurutan, sehingga dari segi tinjauan
kebahasaan dapat saja yang kedua di dahulukan sebelum yang pertama. Namun demikian, penyusunan
langkah langkah itu sebagaimana bunyi teks memberi kesan bahwa itulah perurutan langkah yang
sebaiknya ditempuh.
197
Ini dipahami dari kata hajar yang berarti meninggalkan tempat, atau keadaan yang tidak
baik, atau tidak disenangi menuju ke tempat dan atau keadaan yang baik atau lebih baik. Jelasnya, kata
ini tidak digunakan untuk sekedar meninggalkan sesuatu, tetapi di samping itu ia juga mengandung
dua hal lain. Yang pertama, bahwa sesuatu yang ditinggalkan itu buruk atau tidak disenangi, dan yang
208
kedua, ia ditinggalkan untuk menuju ke tempat dan keadaan yang lebih baik. Jika demikian, melalui
perintah ini, suami dituntut untuk melakukan dua hal pula. Pertama, menunjukkan ketidaksenangan
atas sesuatu yang buruk dan telah dilakukan oleh istrinya, dalam hal ini adalah nusuz dan kedua, suami
harus berusaha untuk meraih di balik pelaksanaan perintah itu sesuatu yang baik atau lebih baik dari
keadaan semula.
Ini karena ayat tersebut menggunakan kata fi ( ) yang berarti di tempat tidur, bukan
198
kata yang berarti dari tempat tidur, yang berarti meninggalkan dari tempat tidur. Jika demikian,
suami hendaknya jangan meninggalkan rumah, bahkan tidak meninggalkan kamar tempat suami-istri
biasanya tidur. Kejauhan dari pasangan yang sedang dilanda kesalahpahaman dapat memperlebar
jurang perselisihan. Perselisihan hendaknya tidak diketahui oleh orang lain, bahkan anak anak dan
anggota keluarga di rumah sekalipun. Karena semakin banyak yang mengetahui, maka semakin sulit
memperbaiki. Kalaupun kemudian ada keinginan untuk meluruskan benang kusut, boleh jadi harga diri
di hadapan mereka yang mengetahuinya akan menjadi aral penghalang.
199
Bahasa, ketika menggunakan dalam arti memukul, tidak selalu dipahami dalam arti
menyakiti atau melakukan sesuatu tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir
dinamai oleh bahasa dan oleh al-Quran yadhribuna fi al-ardhi, yang secara harfiyah berarti memukul
di bumi. Karena itu, perintah di atas dipahami oleh ulama berdasarkan penjelasan Rasul saw. bahwa
yang dimaksud memukul adalah memukul yang tidak menyakitkan. Perlu dicatat bahwa ini adalah
langkah terakhir bagi pemimpin rumah tangga (suami) dalam upaya memelihara kehidupan rumah
tangganya.
200
Memang, tidak jarang ditemukan dua pihak yang diperintah dalam satu ayat (baca
kembali penjelasan tentang ayat 229 dari surat al-Baqarah). Atas dasar ini, ulama besar Atha
berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya memarahinya.
Pemahamannya itu berdasar adanya kecaman Nabi saw. kepada suami yang memukul istrinya, seperti
sabda beliau yang artinya, Orang orang terhormat tidak memukul istrinya. Sejumlah ulama
sependapat dengan Atha dan menolak atau memahami secara metafora hadis-hadis yang
membolehkan suami memukul istrinya. Betapapun, kalau ayat ini dipahami sebagai izin memukul istri
oleh suami, maka harus dikaitkan dengan hadis hadis Rasul saw. di atas, yang menyaratkan tidak
menciderainya, tidak juga pukulan itu ditujukan kepada kalangan yang menilai pemukulan sebagai
suatu penghinaan atau tindakan yang tidak terhormat. Agaknya untuk masa kini, dan di kalangan
keluarga terpelajar, pemukulan bukan lagi satu cara yang tepat. Kemudian Quraish Shihab mengutip
209
tulisan Muhamad Thahir Ibnu Asyur, Pemerintah, jika mengetahui bahwa suami tidak dapat
menempatkan sanksi- sanksi agama ini di tempatnya yang semestinya, dan tidak mengetahui batas
batas yang wajar, maka dibenarkan bagi pemerintah untuk menghentikan sanksi ini dan
mengumumkan bahwa siapa yang memukul istrinya, maka dia akan dijatuhi hukuman. Ini agar tidak
berkembang luas tindakan-tindakan yang merugikan istri, khususnya di kalangan mereka yang tidak
memiliki moral.200
201
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h.334
210
202
Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Dawah al-Islamiyah
Syabab al-Azhar, 1968), h. 66
211
seperti azan, iqamah, khuthbah, shalat Jumat, dan jihad. Begitu juga talak
ada di tangan mereka (suami), dan mereka dibolehkan memiliki banyak istri.
Saksi dalam pidana dikhususkan pada kaum lelaki, serta bagian waris lebih
banyak daripada wanita.
b. Wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Wajib memberi
mahar, karena mahar merupakan lambang penghormatan terhadap
perempuan. Sedangkan selain tersebut di atas hak dan kewajibannya sama
antara laki laki dan perempuan.203 Ini merupakan bagian dari kebaikan Islam
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 228.
Ahmad Mushthafa al-Maraghi juga sejalan dengan Quraish Shihab. Al-
Maraghi menegaskan bahwa
Suami memimpin istri, karena suami yang melaksanakan urusan istri,
dan memperhatikan untuk menjaganya, sebab suami dilebihkan
daripada istri, karena dua hal. Pertama, secara alami laki-laki itu
diciptakan Allah kuat dan sempurna fisiknya seperti kuat akalnya,
pemandangannya jernih dalam menghadapi permasalahan sejak awal
sampai ahir permasalahan. Kedua, dari segi usaha, laki-laki memiliki
kekuatan untuk usaha dan mengatur segala urusan. Oleh karena itu
laki-laki dibebani untuk memberi nafkah kepada istri dan melakukan
kepemimpinan dalam rumah tangga.204
Begitu juga Zamakhsyari,205 Sayyid Qutub,206 Said Hawa,207
mempunyai pandangan yang sama, yaitu bahwa kepemimpinan itu berada di
tangan kaum lelaki (suami) disebabkan dua faktor. Pertama, kaum laki-laki
203
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr , Juz 5, h. 54
204
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid. V., h. 26 Lihat Muhammad
Ali al-Shabuni, Rawi al-Bayn Tafsir Ayat al-Ahkm Min al-Qur an, (Cairo: Dr al-Shabuni, 1999),
Jilid.I. h. 332 Lihat Abi al-Hasan Ali Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Naktu Wa al-
Uyn Tafsir al-Mawardi, (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I, h. 480 Lihat Tafsir
Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqai , Nudzum al-Durar, Juz 2, h. 251
205
Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-
Kasysyaf, Jilid.I, h. 495
206
Sayyid Qutub, Fi Dhill al-Qur an, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1981), Jilid. II, h.649
207
Said Hawa , al-Ass F al-Tafsr , Jilid. II. h. 1052
212
diberi kelebihan oleh Allah seperti akal, ide, cita-cita, kekuatan fisik,
kesempurnaan puasa, shalat, kenabian, kepemimpian, menjadi imam, azan
dalam shalat, khuthbah, saksi dalam hukum pidana, qishash, mendapat waris
yang berlipat, memiliki nikah, dan talak. Kedua, disebabkan kaum lelaki
diwajibkan memberi nafkah dan mahar pada sang istrinya dan anak-anaknya.
Faisar Ananda Arfa menyimpulkan bahwa dari diskursus di atas
terlihat perbedaan interpretasi antara kelompok Islam tradisional dan modern
dalam melihat soal kepemimpinan perempuan dalam Islam. Bagi kelompok
Islam tradisional berpandangan bahwa kepemimpinan berada di tangan laki-
laki dengan asumsi bahwa Allah telah melebihkan laki-laki dari perempuan
secara fisik maupun mental yang merupakan prasyarat mutlak bagi
kepemimpinan yang baik. Pembebanan kewajiban nafkah kepada laki-laki
menambah kesan bahwa yang kuat bahwa Tuhan mempercayakan laki-laki
sebagai pemimpin. Ketentuan Allah ini merupakan harga mati yang tidak dapat
ditawar dalam kondisi dan situasi apapun.208
Sebaliknya bagi kelompok Islam modern berpandangan bahwa ajaran
Islam diklasifikasikan dalam dua bagan besar, yakni ajaran dasar dan ajaran
bukan dasar. Masalah kepemimpinan dimasukkan ke dalam bagian ajaran
bukan dasar, yang bersifat interpretatif dan karenanya sangat mungkin berubah
sesuai dangan perkembangan zaman dan perkembangan kehidupan manusia.
Mereka kelihatanya memandang bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan
sesuatu yang given, namun merupakan ajang kompetisi terbuka yang dapat
diperebutkan baik oleh laki-laki dan perempuan. 209
208
Faisar Ananda Arfa, Wanita Dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita
Modernis) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 111
209
Faisar Ananda Arfa, Wanita Modernis, h. 112
213
210
Faisar Ananda Arfa, Wanita Modernis, h. 112
214
211
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah F al-Mujtama al-Islm,
(selanjutnya tertulis Huqq al-Mar ah) (Mesir: al-Haiah al-Mishriyah al-mmah Li al-Kitb, 1986), h.
51
212
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah .., h. 52
215
)
( : /
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (Q.S. Ali Imrn/3:159)
( :/)
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari
rizki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. al-Syur/42: 38)
Tidak ada perbedaan dalam mendiskusikan masalah-masalah umum
dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Perempuan pada permulaan
Islam selalu ikut serta dalam urusan sosial dan tidak dipencilkan/diasingkan
dari aktivitas masyarakat di tengah-tengah keberadaan Nabi saw. Begitu juga
pada masa al-Khulafa al-Rasyidin. Bahkan tidak ada seorangpun yang
mengingkari hak bersekutu bagi kaum perempuan dalam masalah-masalah
umum di masyarkat.213
Jamaluddin Muhammad Mahmud mengatakan:"Bahwa Islam
mengajak kepada semua pakar baik laki-laki maupun perempuan di masyarkat
untuk menyatakan pendapatnya demi kebaikan di masyarkat.214 Sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah
213
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah, h.53
214
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 53
216
(: / )
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali
Imran/3: 104)
Ayat ini mengajak untuk menyatakan pendapat dan mengambil sikap
positif dalam memperbaiki masyarakat melalui ceramah atau mengeluarkan
pendapat, baik laki-laki maupun perempuan dalam kapasitas yang sama.
Ada sekelompok perempuan pergi menghadap Nabi saw. mereka
menuntut untuk berbaiat (janji setia). Lalu Nabi membaiat mereka,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah
( : / )
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan
mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak
akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat
dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan
tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah
janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.S. al-Mumtahanah/60:12)
Ayat ini merupakan bukti, bahwa perempuan dapat menyatakan hak-
haknya dalam masalah akidah, pemikiran, dan mengembangkan agama yang
dia pilihnya. Ini merupakan contoh nyata tentang kebebasan kaum perempuan
dalam akidah, menyatakan pendapat dan mengambil keputusan. Dengan
217
demikian bukan hal yang aneh jika masyarakat menganut prinsip persamaan
antara laki-laki dan perempuan dalam masalah menyatakan pendapat.215
Begitu juga Nabi sebagai hakim agung, mufti yang paling alim, dan
hakim yang bijak, mau mendengar pengaduan perempuan terhadap suaminya,
sebagaimana ditegaskan Allah
(: / )
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang
mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan
(halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu
berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Q.S. al-Mujdalah/58: 1)
Ayat ini menunjukkan bahwa istri tidak dilarang mengajukan gugatan
suaminya kepada penguasa yang tertinggi dalam masyarakat. Begitu juga
perempuan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, karena Nabi saw.
mengizinkan kaum perempuan ke luar rumah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Begitu juga Nabi mengizinkan pergi ke masjid untuk menunaikan
shalat.
Ketika Islam meletakkan kaum perempuan di belakang kaum laki-laki
dalam shalat, bukan berarti perempuan memiliki kekurangan, tetapi sebaliknya
dalam rangka menjaga kesucian dan kehormatan perempuan itu sendiri, sebab
jika kaum perempuan diletakkan di baris depan kaum lelaki, maka kaum lelaki
akan melihat ruku dan sujud kaum perempuan sehingga akan menimbulkan
fitnah.216
Banyak diantara perempuan yang menjadi penyair seperti al-Khansa,
Rabiah al-Adawiyah. Begitu juga banyak kaum perempuan yang mengemban
215
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 54
216
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah, h. 55
218
amanah periwayatan hadis dari Nabi saw. seperti Aisyah, Asma Binti Abi
Bakar, Hafshah Biti Umar, Ummu Hani Binti Abi Thalib, Fathimah al-
Naisaburiyah, Nafisah Binti Hasan al-Anwar, Asma binti Asad Ibnu al-Furat
dari Qairuwan. Banyak para ulama mengambil hadis yang diriwayatkan oleh
kaum perempuan tersebut. Dari sini jelaslah bahwa perempuan pada masa awal
Islam sudah ikut serta dalam bidang sastra dan pemikiran.217
b. Kaum perempuan berhak memilih dan dipilih
Diantara peraturan yang prinsip dalam syariat Islam adalah
menetapkan prinsip musyawarah, sedangkan musyawarah harus diputuskan
oleh orang yang ahlinya (pakar), maka dalam musyawarah tidak memandang
laki-laki atau perempuan. Yang penting dia mampu dan cakap untuk
menyelesaikannya.218
Sebahagian ulama berpendapat bahwa Islam tidak mengharamkan
perempuan untuk berpolitik sebagaimana dinyatalan dalam al-Qur'an Surat al-
Baqarah/2 ayat 228 dan Surat al-Taubah/9 ayat 71. Ikut sertanya Aisyah dalam
menyelesaikan sengketa politik antara Ali dan Muawiyah dan juga peran yang
dimainkan oleh Nailah istri Usman Bin Affan, menunjukkan adanya
pengakuan ajaran Islam terhadap kebolehan perempuan untuk berpolitik,
Selain itu juga karena tidak adanya nash yang jelas yang melarang hak-hak
perempuan untuk berpolitik. Dengan bolehnya para perempuan
mengemukakan pendapat dalam musyawarah, berarti perempuan boleh
memilih dan dipilih menjadi anggota DPR/MPR.219
c. Kaum perempuan Berhak Menjdi Pemimpin dalam Masyarakat Umum
217
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 59
218
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 61
219
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 64
219
220
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h. 65
221
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah , h.67
220
yang bersengketa tentang hukum syariat yang bersifat memaksa. Karena ada
riwayat yang menyatakan bahwa Umar Bin Khatthab pernah mengangkat
seorang perempuan bernama Syifa untuk menjabat qadhi hisbah (hakim yang
menyangkut pelanggaran terhadap hak masyarakat) di pasar. Dengan demikian
tidak menjadi masalah jika perempuan menjabat sebagai qadhi (hakim) 222
Hal ini juga sejalan dengan Ibnu Jarir yang dikutip oleh Jamaluddin
Muhammad Mahmud dalam bukunya mengatakan bahwa Ibnu Jarir atau
dikenal dengan Imam al-Thabari membolehkan perempuan memimpin
peradilan atau menjadi hakim tanpa ada batasan masalah, baik perdata,
maupun pidana.223
Ada sebagian ulama yang mengharamkan perempuan sebagai
pemimpim dengan alasan sebuah hadis riwayat Bukhari
Usman Bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, Auf telah
menceritakan kepada kami dari al-Hasan, dari Abi Bakrah telah
berkata, "Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku pada
waktu perang jamal dengan kalimat yang saya dengar dari Rasulullah
saw. setelah aku hampir bergabung dengan pasukan unta untuk
bertempur bersama mereka, Abu Bakrah berkata, 'Ketika ada berita
sampai kepada Rasulullah, bahwa penduduk Persi telah mengangkat
putri Kisra menjadi Ratu, maka Rasulullah bersabda 'Tidak akan
sukses suatu kaum jika masalah pemerintahan diserahkan kepada
perempuan.'" (H.R. Bukhari).
222
Achmad Junaidi Ath-Thayyibiy, Tata Kehidupan perempuan Dalam Syariat Islam,
(Jakarta: Wahyu Press, 2003), h. 81
223
Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqq al-Mar ah, h. 70
224
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, Jilid.III, h. 89
221
Ishaq menceritakan kepada kami, Yakub ibn Ibrahim menceritakan
kepada kami, Bapakku menceritakan kepada kami dari Shaleh dari
Ibnu syihab, ia mengatakan Ubaidillah ibn Abdillah menceritakan
kepadaku bahwa Ibnu Abbas memberi tahukannya bahwa Rasulullah
SAW. telah mengirim surat kepada Kisra melalui Abdillah Ibnu
Khuzafah al-sahmi. Rasulullah saw. memerintahkannya untuk
menyerahkan surat tersebut kepada pembesar bahrain, lalu diserahkan
kepada Kisra. Ketika Kisra membaca surat tersebut, maka surat itu
disobek-sobeknya. Lalu saya mengira bahwa Ibnu al-Musayyab
mengatakan, Maka Rasulullah mendoakan agar mereka disobek-
sobek seperti sobekan surat tersebut." (H.R.Bukhari)
Ahmad Fudhaili mengutip perkataan al-Asqallany dalam kitab Fathu
al-Bari yang mengatakan
Kisra yang telah menyobek-nyobek surat Nabi dibunuh oleh anak laki-
lakinya. Sebelum matinya, Kisra mengetahui bahwa ia dibunuh oleh
225
Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, Jilid.III, h. 89
222
ijmadengan perkara yang status hukumnya telah tercatat dalam salah satu
sumber hukum tersebut karena adanya persamaan illat hukum.229
Kemudian Muhammad Anas Qasim Jafar menanggapi alasan-alasan
di atas sebagai berikut :
Pertama, kami berpandangan, bahwa maksud hak kepemimpinan
dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34 adalah hak suami untuk memberi
pelajaran kepada istri yang membangkang. Dia menyimpulkan, bahwa ayat di
atas diturunkan dengan sebab khusus. Ia secara khusus menanggapi kejadian
tertentu, yakni urusan keluarga, dan tidak ada hubungannya dengan soal hak
politik perempuan.230
Penulis sependapat dengan pendapat Muhammad Anas Qasim Jafar,
karena kepemimpinan dalam masyarakat tidak ada kaitan dengan kewajiban
memberi nafkah antara pemimpin dan yang dipimpin, yang ada hanya
menegakkan keadilan terhadap masyarakat yang dipimpinnya.
Kedua, begitu juga dengan maksud al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat
228 adalah derajat laki-laki tersebut bukanlah derajat keunggulan dan
keistimewaan, melainkan derajat kepemimpinan sejauh disebutkan dalam ayat
terdahulu (Q.S. al-Nis/4: 34), yaitu dalam masalah rumah tangga.231
Penulis sependapat dengan Muhammad Anas Qasim Jafar, karena
kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan dalam rumah tangga,
maka wajar kalau suami yang berhak memimpin, karena dalam rumah tangga
yang berkewajiban memberi nafkah adalah suami, begitu juga wajar bila laki-
laki memiliki derajat lebih dibanding perempuan.
229
Muhammad Anas Qasim Jafar, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan Sebuah
Perspektif Islam, (selanjutnya tertulis Hak-Hak Politik Perempuan) (Jakarta: Azan, 2001), h. 37-41
230
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 42
231
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 43
225
232
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 45
233
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2. h. 326
226
234
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 48
235
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 50
236
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 50
227
237
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h.56-59
228
238
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan., h. 60
239
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 120
240
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 120
229
241
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 121
242
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 121
243
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 122
230
244
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 103
245
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 104
231
246
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 105
247
Muhammad Anas Qasim Jafar, (Kata Pengantar Nasaruddin Umar), Hak Hak Politik
Perempuan, h. xii
232
kebiasaan yang belum dilakukan pada masa-masa Islam yang lalu. Hal itu
bukan berarti haram kalau perempuan ikut berperang dan berjihad perang
ketika diperlukan dan mampu. Diwajibkannya jihad berperang bagi setiap
Muslimah, karena perempuan melakukan dan ikut serta dalam peperangan
pada masa Nabi dan khulafah al-Rasyidun mulai dari perang uhud (3 H /
625 M) sampai perang al-Yamamah (12 H / 633 M) melawan kemurtadan
Musailamah al-Kadzdzab (12 H/633 M). Kebiasaan itu berkaitan dengan
keperluan yang berubah disebabkan perubahan kemashlahatan dan situasi,
dan ini bukan sumber halal dan haram.
d. Bahwa alasan perbedaan para ahli fikih sekitar bolehnya perempuan
menjadi hakim tanpa adanya teks agama (al-Quran dan hadis) yang
membahas masalah ini, maka perbedaan para ahli fiqih dalam hukum yang
mereka qiyas, yaitu perempuan boleh menjadi hakim, berarti orang yang
mengqiyas jabatan hakim itu termasuk al-immah al-uzhm yaitu al-
khilfah al-mmah bagi ummat Islam. Seperti para ahli fikih mazhab
Syafii, mereka melarang perempuan menjadi hakim berdasarkan ittifaq
jumhur ulama fikihselain sebagian Khawarijbahwa laki-laki itu
menjadi syarat dari syarat-syarat khalifah dan imam. Selanjutnya mereka
mensyaratkan laki-laki untuk menjadi hakim, adalah mengqiyas kepada
khilfah dan immah al-uzhm. Qiyas ini merupakan qiyas hukum fikih
bukan ijma dan bukan qiyas terhadap teks qothi al-dallah.
e. Laki-laki bukan satu-satunya syarat yang masih diperselisihkan oleh para
ulama fikih bagi orang yang mau menjadi hakim. Begitu juga mereka
berselisih pada syarat hakim itu karyawan bukan semata-mata pandai
menurut hukum empat, yaitu al-quran, hadis, ijma dan qiyas. Hal ini
234
:/ )
(
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias
dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Q.S. al-
Ahzb/33: 33)
248
Muhamad Imarah, Tahrr al-Mar ah ., h. 106-110
235
249
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 265
250
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 265
236
membatasi pengertian ahl albait pada ayat ini hanya pada lima orang yang
masuk ke dalam kerudung itu, yaitu Nabi Muhammad saw, Ali Ibn Abi
Thalib, Fathimah az-Zahra, serta Hasan dan Husain. Sedang pembersihan
mereka dari dosa dan penyucian mereka dipahaminya dalam arti ishmat, yakni
keterpeliharaan mereka dari perbuatan dosa.
Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ahl al-bait adalah
semua anggota keluarga Nabi Muhammad saw. yang bergaris keturunan
sampai kepada Hasyim, yaitu ayah kakek Nabi Muhammad saw., putra
Abdullah, putra Abdul Muthtalib, putra Hasyim.251
Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Maududi, pemikir
Muslim Pakistan kontemporer yang menyatakan,
Tempat perempuan adalah di rumah, mereka tidak dibebaskan dari
pekerjaan luar rumah kecuali agar mereka selalu berada di rumah dengan
tenang dan terhormat, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban
rumah tangga. Adapun kalau ada hajat keperluannya untuk ke luar, maka
boleh saja mereka ke luar rumah dengan syarat memperhatikan segi
kesucian diri dan memelihara rasa malu. Terbaca bahwa Maududi tidak
menggunakan kata darurat tetapi kebutuhan atau keperluan. Hal serupa
dikemukakan oleh tim yang menyusun tafsir yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI.252
251
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 266
252
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 266
253
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 267
237
254
Shahal Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, Terjemahan
Khazin Abu Fakih, (Surakarta: Era Intermedia, 2001), h. 54
255
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. Vol. 11, h. 266
256
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 267
238
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup karena tidak ada orang yang dapat
menanggungnya."257
Berkaitan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab memaparkan
bukti kebolehan perempuan bekerja di luar rumah di masa Nabi saw. dan para
Sahabat, seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah,
Ummu Sinan al-Aslamiyah, dan lain-lain yang tercatat sebagai tokoh-tokoh
yang terlibat dalam peperangan. Di samping itu, para perempuan pada masa
Nabi saw. dan para sahabat aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada
yang berkerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim Binti Huyay (istri
Nabi Muhammad saw.), serta ada juga yang menjadi perawat, bidan, dan
sebagainya.258
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah
Binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang perempuan yang sangat sukses.
Raithah, istri Sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibnu Mas'ud, juga sangat
aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidup keluarga ini. Demikian juga Syifa, adalah seorang perempuan
yang pandai menulis ditugaskan oleh khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang
menangani pasar kota Madinah.259
Anwar Jundi mengatakan bahwa Islam mengarahkan aktivitas
perempuan terutama menyangkut kepada pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan
untuk mengatur dirinya dan keluarga. Bila perempuan terpaksa harus bekerja,
maka ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Diantaranya pekerjaan
tersebut harus sesuai dengan kodrat keperempuannya, pekerjaan tersebut
257
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 11. h. 267
258
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, h. 306
259
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, h. 306
239
260
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 61
261
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 62
262
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 96
240
263
Salim al-Bahnasawi, al-Mar ah Wa al-Qawnn, h. 98
264
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, Jilid.III, h. 89
241
sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar pemahaman
untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.265 Antara lain ditegaskan dalam
(Q.S. al-Taubah/9: 71), (Q.S. al-Syur/42: 38), dan (Q.S. al-Mumtahanah/60:
12)
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak perempuan yang
terlibat pada persoalan politik praktis. Ummu Hani, misalnya dibenarkan
sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan
kepada sebagian orang musyrik. Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri,
yakni Aisyah r.a. memimpin langsung peperangan melawan Ali Bin Abi
Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu tersebar
dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terbunuhnya Khalaifah
ketiga Usman r.a. Peperangan ini dikenal dalam sejarah islam dengan nama
Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat
Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau
bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang
politik praktis sekalipun.266
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan
pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam
membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh
bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara
mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta,
selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta
265
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, h. 314
266
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, h. 316
242
267
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, h. 275
268
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 350
243
Hadis ini kuwalitasnya sahih (valid), tetapi dari sisi istidlal (sumber
hukum) untuk membolehkan perempuan menjadi imam shalat secara umum di
269
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan Dalam Perspektif Hadis,(selanjutnya tertulis
Imam Perempuan) sebuah makalah yang disampaikan pada diskusi dosen, 21 Mei 2005, h. 1
270
al- Imam al-Hfizh Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asyats al-Sijistani al-Azadi, Sunan
Abu Dawud, (Cairo: Dr al-Hadts, 1999), Jilid. I, h. 284
244
antara makmumnya kaum laki-laki, hal itu perlu ditinjau ulang, karena dalam
hadis tersebut tidak ada kejelasan siapa yang menjadi makmum Ummu
Waraqah. Kemungkinan semua makmumnya adalah perempuan, semuanya
laki-laki, atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Kaidah ushul fikih
menyatakan, apabila sebuah dalil mengandung banyak kemungkinan, maka
dalil itu tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karenanya hadis Ummu
Waraqah itu kendati sahih, ia gugur sebagai dalil.271
Sementara itu, ada pendekatan lain untuk memahami hadis tersebut,
yaitu bahwa hadis Ummu Waraqah itu bersifat umum, sementara dalam versi
lain yang diriwayatkan Imam Darulquthni dalam kitab sunannya berbunyi:
Artinya:Ahmad Bin al-Abbas al-Baghawi telah menceritakan kepada
kami, Umar Bin Syabah Abu Ahmad al-zubairi telah menceritakan
kepada kami, al-Walid Bin Jami dari Ibunya, dari Umu Waraqah
Bahwa Rasulullah mengizinkan Ummu Waraqah untuk menjadi Imam
bagi kaum perempuan (H.R.al-Darulquthni).
271
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan, h. 1
272
al-Imam al-Kabir Ali Bin Umar al-Dr al-Quthni, Sunan Dr al-Quthni, (Bairut : Dr al-
Fikr, 1994), Jilid.I, h. 223
245
:
Artinya:Ahmad Bin Abdah telah menceritakan kepada kami, Abdul
Aziz Bin Muhammad telah menceritakan kepada kami dari al-Ala dari
ayahnya dari Abu Hurairah dan dari Suhail dari ayahnya dari Abu
Hurairah telah berkata:Rasulullah telah bersabda, Sebaik-baik Shaf
(barisan) wanita adalah paling ahir, dan sejelek-jelek barisan wanita
adalah barisan pertama, dan sebaik-baik barisan kaum lelaki adalah
barisan pertama dan sejelek-jelek barisan kaum lelaki adalah barisan
belakang (H.R.Ibnu Majah)
273
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan, h. 2
274
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan , h. 2
275
al-Hfizh Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzwaini , Sunan Ibnu Majah,
(selanjutnya tertulis Ibnu Majah) (Cairo : Dr al- Hadts, 1998) Jilid I, h. 386
276
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan , h..2
246
hanya menjadi imam untuk makmum perempuan saja. Shalat adalah bagian
dari ibadah yang acuannya harus mengikuti petunjuk dari Allah dan Rasul-
Nya. Oleh karena itu intervensi akal dalam masalah ibadah, termasuk di
dalamnya shalat, tidak dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi
Muhammad Bin al-Matsna telah menceritakan kepada kami dia
berkata, Abdulwahab telah menceritakan kepada kami dia berkata,
Ayyub telah menceritakan kepada kami dari Ayahku Qilbah dia
berkata, Malik telah menceritakan kepada kami dia berkata:Kami
telah datang kepada Nabi saw. dan kami pemuda yang dekat
Rasulullah saw. kami berada disamping Rasulullah saw. selama 20
hari malam dan siang, dan Rasulullah seorang yang penyayang dan
santun, ketika dia menduga bahwa kami rindu/ingin berjumpa dengan
keluarga kami, dia menanyakan kepada kami tentang orang yang kami
tinggalkan setelah kami, lalu kami memberitahukannya kepada Nabi
saw. lalu Nabi saw. bersabda: Pulanglah kalian untuk menjumpai
keluarga kalian, dan bertempat tinggallah bersama mereka, didiklah
277
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail, al-Bukhari, Jilid I., h. 145
247
:
Zaid Bin Ahzam Abu Thalib telah menceritakan kepada kami, Muad
Bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah
menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Zararah Bin Aufa dari
Saad Bin Hisyam dari Abi Hurairah, dari Nabi saw. bersabda:Shalat
dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar (H.R.Ibnu Majah)
Kemudian di dukung oleh hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
:
:
Ali Bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Waq telah
menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Abdullah Bin Muhammad
Bin Aql dari Jabir Bin Abdullah telah berkata Rasulullah saw. telah
bersabda:Barisan dalam salat berjamaah terbaik untuk laki-laki adalah
barisan pertama (depan) dan barisan terburuk bagi mereka adalah
barisan terahir (belakang), sedangkan barisan terbaik untuk perempuan
adalah barisan terahir (belakang) dan barisan terburuk bagi mereka
adalah barisan pertama (depan).
Berdasarkan hadis-hadis tersebut diatas penulis sependapat dengan
keputusan Fatwa MUI NO:9/MUNAS VII/MUI/13/2005 yang
menyatakan:Bahwa perempuan menjadi imam salat berjamaah yang diantara
makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah, dan
perempuan menjadi imam salat berjamaah yang makmumnya perempuan,
278
al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu Majah, Jilid.I., h.370
279
al-Hfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu MajahJilid.I., h.386
248
280
hukumnya mubah. Alasannya bila shalat perempuan diletakkan di depan
kaum lelaki, tentu shalat kaum lelaki tidak khusu bahkan timbul fitnah dan
ahirnya perempuan tidak terhormat lagi yang smestinya harus dihormati.
E. Ayat Poligami
1. Pengertian Poligami
Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ikatan
perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan
jenisnya di waktu yang bersamaan.281 Sedangkan poliandri adalah
Perempuan yang memiliki suami lebih dari satu di waktu yang bersamaan.282
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa poligami adalah suami
memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan
poliandri adalah istri memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan.
(: /)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. al-
Nis/4: 3 )
280
MUNAS MUI VII di Jakarta tahun 2005 , h. 3
281
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, h. 693
282
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, h. 693
249
283
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 , h. 324
284
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 , h. 324
250
mengalami kecelakaan. Pada saat terjadi kecelakaan yang tidak mungkin bagi
para penumpang hanya melalui satu pintu biasa, maka pintu darurat dapat
dimanfaatkan. Pintu darurat tidak boleh dibuka sembarang waktu.
285
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 , h. 325
251
kasus tertentu, seperti yang dikemukakan contohnya di atas. (Lebih lanjut lihat
Tafsir al-Mishbah Vol.2.h.325).286
Namun penulis melihat Muhammad Quraish Shihab tidak memberi
jalan keluar, bila kondisi tersebut terjadi sebaliknya, seperti suami mandul,
laki-laki lebih banyak daripada perempuan, suami sakit parah dan
semacamnya. Sehingga kesan penulis dan para pembaca Tafsir al-Mishbah,
bahwa Muhammad Quraish Shihab hanya membela kepentingan kaum laki-
laki saja.
Menurut hemat penulis, bila terjadi sebaliknya, maka kaum perempuan
berhak melakukan seperti yang dilakukan kaum laki-laki selain poliandri,
karena poliandri haram hukumnya menurut ajaran Islam. Dia hanya bisa minta
cerai atau menggugat suami untuk memberikan talak kepada istri dengan
membayar tebusan sebagai iwad kepada suami yang biasa disebut thalaq bain
shugra.
Kemudian Muhammad Quraish Shihab juga mengingatkan kepada kita
semua dengan menyatakan, Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw.
kawin lebih dari satu, dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani,
karena tidak semua apa yang dilakukan Rasul perlu diteladani. Sebagaimana
tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula
bagi ummatnya." (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2. h.326).287
286
Tentu saja masih banyak kondisi atau kasus selain yang disebut itu, yang juga merupakan
alasan logis untuk tidak menutup rapat atau mengunci mati pintu poligami yang dibenarkan oleh ayat
ini dengan syarat yang tidak ringan itu. Kita tidak dapat membenarkan orang yang berkata bahwa
poligami adalah anjuran, dengan alasan bahwa perintah di atas dimulai dengan bilangan dua, tiga, atau
empat, baru kemudian kalau khawatir tidak berlaku adil, maka nikahilah seorang saja dengan alasan
yang telah dikemukakan di atas, baik dari makna redaksi ayat, maupun dari segi kenyataan sosiologis
di mana perbandingan perempuan dan laki laki tidak mencapai empat banding satu, bahkan dua
banding satu.
287
Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak menerima zakat?
Bukankah tidak batal wudu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang pemimpin guna
252
kawinilah apa yang kamu senangi," bukan "siapa yang kamu senangi,"
agaknya disebabkan kata tersebut bermaksud menekankan tentang sifat
perempuan, bukan orang tertentu, nama, atau keturunannya. Bukankah jika
anda bertanya, Siapa yang dia kawini?" Maka anda menanti jawaban tentang
perempuan tertentu, namanya, dan anak siapa dia. Sedang bila anda bertanya
dengan menggunakan kata apa, maka jawaban yang anda nantikan adalah sifat
dari yang ditanyakan itu, misalnya janda atau gadis, cantik atau tidak dan
sebagainya.289Artinya perempuan yang dikawininya tidak perlu harus janda
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Muhammad Shahrur di atas.
mensukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar benar ingin meneladani Rasul
dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa semua perempuan
yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a. adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk tujuan
mensukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para wanita yang kehilangan suami itu,
yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik yang
memikat.
288
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 428
289
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 h. 322
253
290
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 428
291
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 427
292
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 429
293
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 430
254
294
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 434
295
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (selanjutnya tertulis Menggugat
Poligami) (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.44
296
Muhammad Syaltut, Aqdah wa al-Syarah, h. 186
255
297
Dalam Perjanjian Lama misalnya disebutkan bahwa Nabi Sulaiman as. memiliki tujuh
ratus istri bangsawan dan tiga ratus gundik (Perjanjian Lama, Raja-Raja I-11-4). Poligami meluas, di
samping masyarakat Arab Jahiliyah, juga pada bangsa Ibrani dan Sicilia yang kemudian melahirkan
sebagian besar bangsa Rusia, Lithuania, Polandia, Cekoslowakia dan Yugoslavia, serta sebahagian
penduduk Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris. Greja di Eropa
pun mengakui Poligami hingga akhir abad XVII atau awal abad XVII. (M. Quraish Shihab,
Perempuan, h. 159)
298
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 62
299
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 66
256
Selingkuh sudah jelas haram hukumnya dan tidak ada seorang pun yang berhak
menghalalkannya, bahkan para Nabi sekalipun. Karena hal itu merupakan hak
preogatif Allah. Sebaliknya tidak ada seorangpun yang berhak mengharamkan
apa yang dihalalkan Allah, sebagaimana ditegaskan Allah dalam beberapa
firman-Nya
.
( : \)
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu?
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Tahrm/66:
1)
.
( : \)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas. (Q.S. al-Midah/5: 87).
Melarang poligami secara mutlak bertentangan dengan kehendak Allah
yang memang sudah dirancang hukumnya walaupun dengan persyaratan yang
ketat. Sama halnya dengan seorang arsitiktur yang merancang pintu darurat
untuk pesawat terbang. Karena kemungkinan akan terjadi di luar kemampuan
manusia bahwa pada saat terbang pesawat tersebut akan rusak, sehingga para
penumpang harus diselamatkan melalui pintu darurat. Apalagi Allah yang
memang sudah mengetahui persis akan terjadi suatu yang tidak diinginkan oleh
pasangan suami istri, maka harus menempuh pintu darurat dengan jalan
poligami.
Siti Musdah Mulia selanjutnya mengatakan,
257
Kalaupun dibenarkan berdalil pada satu ayat saja (meski ini sangat tidak
logis), maka sesungguhnya pemahaman kelompok yang pro poligami
terhadap teks ayat tersebut juga tidak utuh. Pertama, mari kita (kata Siti
Musdah Mulia) lihat bunyi teksnya, 'Maka kawinilah perempuan-
perempuan yang kamu senangi. Dua, tiga, empat, Atau budak-budak
perempuan yang kamu miliki.' Secara jelas teks ayat itu membolehkan
perbudakan. Akan tetapi, mengapa para pendukung bunyi literal teks
tersebut memegang teguh kebolehan poligami, namun mengabaikan
kebolehan menggauli budak-budak perempuan? 300
Kemudian Siti Musdah Mulia mengutip perkataan Nasr Hamid Abu
Zayd yang menyatakan bahwa, "Jika perbudakan dapat dihapuskan dari
kehidupan masyarakat secara bertahap, maka poligami juga seharusnya seperti
itu."301
Menurut hemat, penulis poligami dan perbudakan sangat berbeda.
Sekalipun ayat tersebut membolehkan perbudakan dalam rangka
menghapuskan perbudakan secara bertahap sebagaimana ayat-ayat yang
lainnya, sedangkan ayat poligami tidak ada ayat lain selain al-Qur'an Suratal-
Nis/4: 3).
Muhammad Quraish Shihab ketika menafsirkan potongan ayat
yang diterjemahkan dengan "budak-budak perempuan yang kamu
miliki," menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika itu
merupakan salah satu fenomena umum masyarkat manusia di seluruh dunia.
Dapat dipastikan, Allah dan Rasul-Nya tidak merestui perbudakan, walau
dalam saat yang sama harus pula diakui bahwa al-Qur'an dan sunnah tidak
mengambil langkah drastis untuk menghapuskannya sekaligus. Al-Qur'an dan
sunnah menutup semua pintu untuk lahir dan berkembangnya perbudakan,
kecuali satu pintu yaitu tawanan yang diakibatkan oleh peperangan dalam
300
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 50
301
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 51
258
rangka mempertahankan diri dan akidah. Itupun disebabkan karena ketika itu
demikianlah perlakuan manusia terhadap tawanan perangnya. Namun kendati
tawanan perang diperkenankan untuk diperbudak, tapi perlakuan terhadap
mereka sangat manusiawi. Bahkan al-Qur'an memberi peluang kepada
penguasa Muslim untuk membebaskan mereka dengan tebusan atau tanpa
tebusan. Berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu.302
Islam menempuh cara bertahap dalam pembebasan perbudakan antara
lain disebabkan oleh situasi dan kondisi para budak yang ditemuinya. Para
budak ketika itu hidup bersama tuan-tuan mereka, sehingga kebutuhan
sandang, pangan, dan papan mereka terpenuhi. Anda dapat membayangkan
bagaimana jadinya jika perbudakan dihapus sekaligus. Pasti akan terjadi
problema sosial yang jauh lebih parah dari Pemutusan Hubungan Kerja. (Lebih
lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vo. 2. h. 322).303
Di sisi lain, walau perbudakan secara resmi tidak dikenal lagi oleh umat
manusia dewasa ini, namun itu bukan berarti bahwa ayat ini dan semacamnya
tidak relevan lagi. Ini karena al-Qur'an tidak hanya diturunkan untuk putra-
putri abad ini, tetapi diturunkan untuk umat manusia sejak abad ke-6 hingga
ahir zaman. (Lebih lanjut dapat dilihat dalam Tafsir al-Mishbah, Vol. 2.
h.323.)304
302
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 2 h. 322
303
Ketika itupara budak bila dibebaskan bukan saja pangan yang harus mereka siapkan
sendiri, tetapi juga papan. Atas dasar itu kiranya dapat dimengerti jika al-Qur'an dan as-Sunnah
menempuh jalan bertahap dalam menghapus perbudakan. Dalam konteks ini, dapat juga kiranya
dipahami perlunya ketentuan-ketentuan hukum bagi para budak tersebut. Itulah yang mengakibatkan
adanya tuntutan agama baik dari segi hukum atau moral yang berkaitan dengan perbudakan. Salah satu
tuntutan itu adalah izin mengawini budak perempuan. Ini bukan saja kerena mereka juga adalah
manusia yang mempunyai kebutuhan biologis tetapi juga merupakan salah satu cara menghapus
perbudakan.
304
Semua diberi petunjuk dan semua dapat menimba petunjuk sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan zamannya. Masyarakat abad ke-6 menemukan budak budak perempuan, dan bagi
merekalah tuntunan itu diberikan. Al-Qur'an akan terasa kurang oleh mereka, jika petunjuk ayat ini
259
tidak mereka temukan. Di lain segi kita tidak tahu perkembangan masyarakat pada abad-abad yang
akan datang. Boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang belum dapat kita duga dewasa ini.
Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka.
305
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 110
306
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 131
307
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 116
260
berada dalam perwalian mereka kalau tidak mampu berlaku adil. Kedua,
jangan poligami kalau tidak mampu berlaku adil. Faktanya dalam dua hal
tersebut manusia hampir-hampir mustahil dapat berlaku adil. Kesimpulannya
ayat ini lebih berat mengandung ancaman berpoligami ketimbang
membolehkannya.308
Pernyataan Siti Musdah Mulia tersebut bertentangan dengan pendapat
Muhammad Shahrur yang mengatakan bahwa
Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian
khusus dari Allah swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Allah
meletakannya pada awal surat al-Nis dalam kitab-Nya yang mulia.
Seperti yang kita lihat bahwa poligami terdapat pada ayat ketiga dan
merupakan satu-satunya ayat dalam al-Tanzil yang membicarakan
masalah ini. Akan tetapi para mufassir dan para ahli fikih, seperti
biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan mengabaikan
keterkaitan erat yang ada di antara masalah poligami dengan para janda
yang memiliki anak-anak yatim.309
Sebagaimana ditegaskan Allah
( : /)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. al-
Nis/4: 3)
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa laki-laki tidak berhak
melakukan poligami. Poligami dinilai sebagai bentuk kezaliman terhadap
perempuan (istri) karena suami tidak mungkin dapat berlaku adil terhadap para
308
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 116
309
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih, h. 425
261
istrinya. Hal itu mengacu pada al-Qur'an Suratal-Nis/4 ayat 3 dan al-Qur'an
Surat al-Baqarah/2 ayat 129.
Arij Abdurrahman As-Sanan mengatakan bahwa, Pendapat ini jelas
keliru, karena ayat pertama mewajibkan berlaku adil pada hal yang menjadi
kesanggupan suami, yaitu adil dalam bermalam, nafkah, dan pergaulan.
Sedang ayat kedua menafikan keadilan yang memang berada di luar
kesanggupan suami, yaitu cinta dan hubungan badan."310
Ada sebagian masyarakat yang menganggap poligami merupakan
penghinaan terhadap perempuan, karena dia dijadikan alat pemuas nafsu
seksual kaum laki laki. Menurut penulis justru memberikan kepuasan seksual
kaum perempuan, karena hubungan badan laki-laki dan perempuan akan sama-
sama mendapatkan kepuasan/kenikmatan kedua belah pihak.
Poligami justru merupakan pemuliaan bagi perempuan, karena
poligami menjaganya dari zina. Pernikahan adalah satu-satunya jalan yang sah
untuk menyalurkan libido seksual. Poligami menjaga laki-laki dari
penyimpangan perilaku zina, yaitu memiliki kekasih gelap atau perempuan
simpanan.311
Adapun akibat negatif dari poligami yang terjadi di masyarakat, seperti
ketidakadilan suami atas istri-istrinya, hal ini bukan lahir dari syariat poligami
itu sendiri. Tetapi diakibatkan oleh tidak diterapkannya syariat pologami itu
dengan benar.312
Ada sebagian orang berpendapat bahwa hanya Islam yang
membolehkan poligami. Pendapat ini tidak benar dan merupakan kebohongan
310
Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami, (selanjutnya
tertulis Keadilan Dalam Poligami) (Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2003), h. 26
311
Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami, h. 26
312
Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami, h. 27
262
sejarah. Banyak bangsa dan agama sebelum Islam yang telah mengizinkan
menikahi banyak perempuan, sepuluh, bahkan seratus tanpa persyaratan atau
pembatasan apapun. Perjanjian Lama menyebutkan bahwa Dawud memiliki
tiga ratus perempuan dan Sulaiman memiliki tujuh ratus perempuan, beberapa
diantaranya adalah istrinya, sementara lainnya Cuma gundik.313
Islam adalah kata kata terakhir dari Allah yang menyimpulkan/
menyegel seluruh pesan pesan-Nya. Oleh karena itu Islam datang dengan
hukum yang umum dan abadi untuk merangkul seluruh bangsa, usia, dan
masyarakat. Islam tidak membuat hukum untuk penduduk kota tanpa
memandang masyarakat pedesaan, juga tidak hanya untuk kawasan dingin atau
panas, atau sebaliknya dan juga tidak untuk usia tertentu dan mengabaikan
kelompok usia lainnya serta generasi-generasi lainnya. Islam menghormati
pentingnya pribadi maupun masyarakat.314
Wahbah al-Zuhaily menyimpulkan bahwa, Poligami dalam Islam
adalah masalah darurat, memperbaiki kerusakan dalam poligami lebih utama
daripada menghilangkan poligami. Tidak boleh seorangpun membatalkan
poligami, karena nash syar inya secara jelas membolehkannya. Menghentikan
atau mengeluarkan nash berarti mengingkari ayat Allah dan haram menurut
syariat dan agama Allah."315
Islam membolehkan poligami karena dharurat dengan syarat mampu
memberi nafkah, adil diantara istri-istrinya, berlaku baik, atau karena suatu hal
313
Yusuf Qardhawi, Kedudukan Perempuan Islam, terjemahan Melati Adhi Damayanti,
(selanjutnya tertulis Kedudukan Perempuan) (Jakarta: PT Global Media Publishing, 2003), h. 123
314
Yusuf Qardhawi, Kedudukan Perempuan , h. 126
315
Wahbah al-Zuhaily, al-Munir, Juz 5. h. 244
263
seperti istri mandul, jumlah perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki, atau
fisik perempuan yang tidak dapat melayani suami karena sakit.316
Sistem poligami menurut hukum Islam adalah suatu sistem yang
manusiawi dan bermoral. Disebut bermoral karena Islam tidak membolehkan
laki-laki untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan manapun
yang dikehendakinya pada waktu kapanpun ia kehendaki tanpa melalui
pernikahan yang sah. Laki-laki juga tidak diizinkan untuk melakukan
hubungan seksual dengan lebih dari tiga perempuan di samping istri
pertamanya. Poligami tidak dapat dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
melainkan harus dilangsungkan dengan sebuah akad nikah dan diumumkan
walau di antara khalayak terbatas.317
Sedangkan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129 yang dijadikan
argumen oleh orang orang yang menolak poligami karena manusia tidak akan
mampu berbuat adil pada para istri sekalipun berusaha keras. Wahbah al-
Zuhaily justru memandang ayat ini sebagai dukungan terhadap ayat poligami
di atas. Karena adil yang dituntut oleh para istri adalah adil dalam masalah
materi seperti giliran (tidur bersamanya), nafkah, pakaian, dan tempat tinggal.
Sedangkan keadilan dalam masalah nonmateri (masalah hati), seperti cinta
Allah tidak menuntut kecuali sesuai dengan kemampuan, karena cinta memang
sulit untuk disamakan. Oleh karena itu adalah sesuatu yang bisa dipahami jika
Rasulullah mencintai Aisyah lebih besar dibanding pada istri selainnya.318
Ironisnya, sementara kalangan menghendaki berkembangnya paham
Barat di negara-negara Arab, dan Islam lainnya telah memanfaatkan apa yang
316
Wahbah al-Zuhaily, al-Munir, Juz 5. h 242
317
Wahbah al-Zuhaily, al-Munir, Juz 5. h. 129
318
Wahbah al-Zuhaily, al-Munir, Juz 5. h. 302
264
( : /)
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-
orang yang beruntung. (Q.S. al-Baqarah/2: 219)
319
Wahbah al-Zuhaily, al-Munir, Juz 5. h. 134
265
Dalam ajaran Islam, semua yang dilarang al-Quran pasti lebih banyak
kerugian daripada keuntungannya. Demikian pula sebaliknya segala yang
diperintahkan dalam al-Quran pasti lebih banyak keuntungannya
dibandingkan kerugiannya. Seperti mengenai khamar dan judi Allah berfirman
: / )
(
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah,
"Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah,
"Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (Q.S. al-Baqarah/2 : 219)
Ahmad Mushthafa al-Maraghi senada dengan Wahbah al-Zuhaili
mengatakan bahwa poligami dibolehkan karena dharurat dengan syarat dia
yakin dapat menegakkan keadilan. Namun keadilan yang sesuai dengan
kemampuan manusia adalah yang bersifat materi seperti tempat tinggal,
pakaian dan semacamnya. Sedangkan yang bersifat nonmateri seperti cinta
sulit untuk menyamakannya, maka manusia tidak dituntut maksimal
sebagaimana Nabi mencintai Aisyah melebihi cintanya pada istri-istri yang
lainnya.320
Begitu juga Said Hawa,321 Sayyid Qutub, Jalaluddin Muhammad Bin
322
Ahmad dan Jalaluddin Abdu al-Rahman Bin Abi Bakar al-Suyuthi, ketiga
mufasir tersebut memandang poligami itu adalah rukhshah (dispensasi) yang
320
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid IV.h.180
321
Said Hawa, Al-Ass F al-Tafsr, Jilid.II, h.992
322
Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad dan Jalaluddin Abdu al-Rahman Bin Abi Bakar al-
Suyuthi, Tafsir al-Jallain, (Bandung: Syarikah al-Maarif Bandung Indonesia, t.t.), Jilid. I., h.70
266
323
Sayyid Quthub, Fi Dhill al-Qur an, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1982), Jilid.1, h.579
324
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafsir, (Bairut: Dr al-Quran al-Karm,
1981), Juz 4 , h. 259 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur an al-Adzm, (Bairut: Dr al-Fikr, 1992), Juz 1,
h. 555
267
325
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafsir, h. 308, Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-
Qur an, jilid. 1, h. 696
326
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir Al-Sya rawi,
(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) (Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004), h. 210
327
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan , h. 211
268
adil dengan sendirinya potongan ayat ini tidak berlaku. Jadi potongan ayat
ini memberikan penjelasan terhadap potongan ayat sebelumnya yang
mengeliminir kemampuan berlaku adil terhadap perempuan, dan dengan
demikian penjelasan ini menafikan pemustahilan untuk berpoligami.328
Nasaruddin Umar mengutip pernyataan Muhammad Ali al-Shabuni
dalam tafsir ayat ahkam yang menafsirkan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 3
sebagai berikut
Ayat ini menggunakan shigah umum, yaitu menggunakan kata ganti
jamak ( , , , )padahal ayat ini turun untuk
menanggapi suatu sebab khusus, yaitu Urwah Bin Zubair, sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Bukhari yang bersumber dari Aisyah, bahwa ia
mempunyai seorang anak yatim yang hidup di dalam pengawasannya.
Selain cantik anak yatim itu juga memiliki harta sehingga Urwah
bermaksud mengawininya, maka ayat ini menjadi petunjuk bagi Urwah
dalam melangsungkan niatnya.329
328
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan , h. 213
329
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 282
269
kata yang disandarkan kepada mashdar fiilnya disebut nib mafl muthlaq
330
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h..283
270
331
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h. 581
332
Yang tidak mungkin dapat diwujudkan di sini adalah keadilan dalam cinta atau suka
berdasar perasaan. Sedang suka yang berdasar akal dapat diusahakan manusia, yakni memperlakukan
istri dengan baik, membiasakan diri untuk menerima kekurangan-kekurangannya, memandang semua
aspek yang ada padanya, bukan hanya aspek keburukannya ataupun kebaikannya. Inilah yang
dimaksud dengan janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) dan jangan juga terlalu
cenderung mengabaikan yang kamu kurang cintai.
333
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan , h. 207
334
Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir ,
Sunan al-Turmudzi, (Bairut : Dr Ihya al-Turts, t.th.), Jilid III, h. 435 No. 1128
271
Artinya: Ahmad Bin Ibrahim al-Durqi menceritakan kepada kami,
Hasyim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari Humaidhah
Binti al-Symardal dari Qais Bin al-Harits telah berkata, Saya telah
masuk Islam dan memiliki 8 istri, lalu saya datang kepada Nabi saw.
Lalu saya katakan hal itu kepada Nabi. Lalu Nabi mengatakan, Pilihlah
4 diantara 8 dari mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Artinya: Musaddad menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan
kepada kami, Wahab Bin Buqyah menceritakan kepada kami, Hasyim
menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari Humaidhah Bin al-
Syamardal dari al-Harits Bin Qais, Musaddad Ibnu Umairah telah
berkata dan Wahab al-Asady telah berkata, Saya telah masuk Islam dan
saya memiliki 9 istri. Lalu saya ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Nabi
telah bersabda, Pilihlah 4 dari 9 diantara mereka." (Diriwayatkan oleh
Abu Dawud).
Menurut hemat penulis 3 hadis di atas justru mengukuhkan bolehnya
poligami dengan syarat maksimal 4 istri. Kalau Nabi saw. saja tidak berani
menyalahi al-Quran yang membolehkan kawin lebih dari satu sampai 4 istri
walaupun dengan syarat yang ketat, mengapa para cendikiawan sekarang
berani mendahului Nabi yang melarang poligami. Hal ini bertentangan dengan
firman Allah
335
Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu al-
Bqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952
336
Sulaiman Bin al-Asyats Abu Dawud al-Sijistani al Azadi, ditahqiq oleh Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dr al-Fikr, t.th.), Jilid II, h. 272, No. 2241
272
( : \).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap
sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan
kamu tidak menyadari. (Q.S. al-Hujurt/49: 2)
Sedangkan poligami yang dilakukan oleh Rasulullah tidak harus
diteladani baik jumlahnya maupun orang yang akan dijadikan istri kedua,
ketiga, dan kempat, karena hal tersebut merupakan kekhushusan Rasulullah
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an
( : \ ).
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu
miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang
dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari
saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-
laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu
yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya,
sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada
mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki
supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Ahzab/33: 50)
Hal ini diungkap oleh Muhammad Quraish Shihab yang menjelaskan
bahwa, Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw. kawin lebih dari satu,
dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani, karena tidak semua apa
273
yang dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib
atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula bagi umatnya." (Lebih
lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.326). 337
Sedangkan untuk umatnya maksimal hanya 4 istri sebagaimana hadis
yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan 338 yaitu:
-
Yahya telah menceritakan kepada saya dari Malik, dari Ibnu
Syihab, bahwa dia telah berkata, telah sampai berita kepada saya,
bahwsa Rasulullah saw. telah bersabda kepada seorang laki-laki
bernama Ghailan al-Tsaqafi dari Tsaqif, dia masuk Islam dan
memiliki 10 istri, ketika Ghailan al-Tsaqafi masuk islam Rasulullah
memerintahkan pegang 4 istri dan selainnya ceraikan (H.R.Imam
Malik).
-
Artinya: Ahmad Bin Ibrahim al-Durqi menceritakan kepada kami,
Hasyim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari
Humaidhah Binti al-Symardal dari Qais Bin al-Harits telah berkata,
Saya telah masuk Islam dan memiliki 8 istri, lalu saya datang
337
Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak boleh menerima
zakat? Bukankah tidak batal wudhu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang
pemimpin guna menyukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar-benar ingin
meneladani Rasul dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa
semua perempuan yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a., adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk
tujuan menyukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para perempuan yang kehilangan
suami itu, yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik
yang memikat.
338
Abdullah Nashih Ulwan, Ta addud al-Zaujt F al-Islm, (selanjutnya tertulis Ta addud
al-Zaujt) (Saudi Arabia: Dr al-Salm, 1984) Cet.II, h. 42
339
Malik Bin Anas Abu Abdillah al-Ashbahi ditahqiq oleh Fuad Abdu al-Bqi, Muwatha
Imam Malik, (Mesir : Dr Ihya al-Tutrts, t.th. ), Jilid II, h. 586, No. 1218
340
Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu al-
Bqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952
274
kepada Nabi saw. Lalu saya katakan hal itu kepada Nabi. Lalu Nabi
mengatakan, Pilihlah 4 diantara 8 dari mereka. (H.R.Ibnu Majah).
-
Artinya: Hunad menceritakan kepada kami, Abduh menceritakan
kepada kami dari Said Bin Abi Urwah dari Mamar, dari al-Zuhri,
dari Salim Bin Abdullah dari Ibnu Ghamar, bahwa Ghailan Bin
Salmah al-Tsaqafi masuk Islam dan ia memiliki 10 istri pada masa
Jahiliyah, mereka masuk Islam bersama dia. Lalu Nabi saw.
memerintahkan Ghailan untuk memilih 4 dari 10 diantara mereka.
(Diriwayatkan oleh al-Turmudzi).
Poligami dipersyaratkan harus adil, namun yang dimaksud adil oleh
Nashih Ulwan adalah bahwa, "Para ulama telah sepakat, mendukung
penafsiran Rasul dan perbuatannya yang menyatakan bahwa, Maksud adil
yang dipersyaratkan adalah adil dari segi materi, seperti tempat tinggal,
pakaian, makanan, minuman, dan giliran. Semua itu memungkinkan untuk
direalisasikannya, karena masuk dalam jangkauan manusia."342
Sedangkan adil dalam masalah cinta (kecenderungan) di antara para
istri di luar jangkauan kemampuan manusia. Sebagaimana yang ditegaskan
dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129. Ayat ini menjelaskan bahwa,
seorang suami tidak boleh sangat cenderung kepada salah satu istri lalu
mengabaikan istri yang lain dalam masalah materi. Hal ini dapat dipahami oleh
Nabi ketika menafsirkan ayat yang berbunyi
... kalian tidak akan dapat berlaku adil diantara para istri, sekalipun
kalian sudah berusaha semaksimal mungkin dalam masalah cinta yang berada
dalam lubuk hati. Manusia tidak akan dapat berlaku adil dalam masalah cinta
341
Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir ,
Sunan al-Turmudzi, (Bairut : Dr Ihya al-Turts, t.th.), Jilid III, h. 435 No. 1128
342
Abdullah Nashih Ulwan, Ta addud al-Zaujt , h. 45
275
343
Abdullah Nashih Ulwan, Ta addud al-Zaujt , h. 45
344
Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami, h. 42
345
Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami, h. 45
276
346
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 35
347
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 36
277
348
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 51
349
Anwar Jundi, Tantangan Muslimah, h. 53
278
350
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 181
351
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 181
352
Manusia mendambakan anak yang jelas statusnya, sedang poliandri tidak menjamin
kejelasan itu. Seorang perempuan jika telah dibuahi oleh seorang lelaki, ia tidak dapat lagi dibuahi oleh
lelaki lain selama buah berada dalam kandungannya. Ini berbeda dengan lelaki yang dapat membuahi
sekian banyak perempuan. Nah, jika poliandri dibenarkan, bagaimana diketahui ayah anak itu? Terlalu
panjang jalan jika harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Kalaupun itu mungkin, pertanyaan lain
yang muncul adalah siapakah yang menjadi kepala rumah tangga? Dan mereka harus bergiliran dalam
hubungan seks. Binatang saja enggan bergiliran, apalagi manusia. Binatang saja memiliki kehormatan
dan kecemburuan apalagi manusia terhormat.
279
Pada ahirnya kita dapat berkata bahwa poliandri merugikan, bukan saja
lelaki tetapi juga perempuan. Sedang poligami tidak mutlak merugikan lelaki-
selama dia mampu memenuhi syarat-syaratnyadan tidak juga merugikan
perempuan, baik secara individu lebih-lebih perempuan secara kolektif. Secara
individu antara lainpada saat istri tidak dapat melaksanakan fungsinya
ketika itu ia lebih baik dimadu daripada diceraidan secara kolektif
seandainya jumlah perempuan lebih banyak daripada lelaki.355
Sedangkan dalil disyariatkannya poligami, yaitu al-Qur'an Surat al-
Nis/4 ayat 3, banyak hadis Nabi sebagaimana yang disebutkan di atas dan
juga ijma ulama, sebagaimana Arij Abdurrahman as-Sanan yang mengutip
kitab Ahkam al-Syariyah fi Ahwal al-Syakhsyiah karya Umar Abdullah
353
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 183
354
Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Murtadho Muthahhari dalam bukunya
Nizham Huquq al-Mar ah yang menjelaskan bahwa, Banyak lelaki apabila telah menguasai jasad
perempuan, tidak terlalu membutuhkan hatinya, karena itu dalam berpoligami seorang suami sering
kali tidak memperdulikan hati istrinya yang lain, sedang perempuan sebaliknya. Memang ada dua
unsur utama pernikahan, jasmani dan rohani. Yang jasmani tercermin dalam dorongan seksual yang
meluap pada masa muda, dan berangsur menurun menjelang tua, sedang unsur rohani tercermin dalam
perasaan cinta dan kasih sayang yang mestinya dari hari ke hari menguat dan menguat. Nah, salah satu
perbedaan antara lelaki dan perempuan adalah lelaki biasanya memperhatikan unsur jasmani atau
paling tidak seimbangpada masa mudanyaantara unsur jasmani dan rohani itu, sedang perempuan
selalu mementingkan unsur rohani, cinta, dan kasih sayang. Itu pula sebabnya ada sekian banyak
perempuan dewasa ini yang rela membiarkan suaminya melacur asal dia jangan dimadu, karena
dimadu dapat menjadi bukti pudar atau berkurangnya cinta.
355
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 185
280
356
Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami, h. 29
357
Abdurahman Wahid, at. al., Menakar Harga Perempuan, (Bandung: Mizan, 1999), h.
240
281
seorang laki-laki tidak dapat terpuaskan oleh seorang istri, dia harus
mempunyai dua. Barangkali, jika nafsunya lebih besar daripada dua, maka dia
harus mempunyai tiga, dan terus sampai dia mempunyai empat. Baru setelah
empat, prinsip al-Quran tentang pengendalian diri, kesederhanaan, dan
kesetiaan akhirnya dijalankan. Karena pada awalnya istri disyaratkan untuk
mengendalikan diri dan setia, kebijakan moral ini juga penting untuk suami. 360
Dengan demikian ada tiga faktor yang memang tidak tercantum dalam
al-Quran sebagai alasan bolehnya berpoligami, seperti dapat membantu
perempuan dari segi finansial, jika istri mandul, atau karena nafsu seks suami
lebih besar sehingga istri kewalahan jika ditanggung sendirian. Hal ini
memang tidak diungkap dalam al-Quran, namun kenyataan itu telah dialami
oleh suami istri, sehingga mendesak untuk melakukan poligami. Sebenarnya
tiga hal ini hanya merupakan sebagian hikmah dibolehkannya poligami, bukan
syarat kebolehan poligami yang ditentukan Allah.
Lembaga Darut Tauhid menyatakan bahwa hasil penelitian para
ilmuwan menunjukkan bahwa jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki di
dunia ini. Peperangan dan permusuhan antara umat manusia meninggalkan
sejumlah besar kaum perempuan, sehingga melebihi jumlah kaum laki-laki.
Disebutkan pula bahwa sejumlah perempuan ada yang mandul dan tidak
diminati oleh seorangpun, atau boleh jadi sebagian istri mengidap penyakit
yang menghalangi sang suami untuk menyalurkan nafsu seksualnya. Atau
dapat juga terjadi ada sebagian perempuan yang belum ingin melakukan
hubungan seksual bersama suaminya. Kondisi seperti itu, tidak mungkin
diselamatkan kecuali dengan melaksanakan poligami. Jadi poligami adalah
360
Amina Wadud, Qur an Menurut Perempuan, h. 151
283
361
Lembaga Darut Tauhid, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, (Bandung: Mizan,
1990), h. 159
284
dengan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129. Quraish Shihab juga tidak
mengakui adanya ayat-ayat bias jender, tetapi mengakui adanya para mufasir
yang dalam menerjemahkan ayat-ayat menunjukkan adanya bias jender, baik
mufasir klasik maupun kontemporer.
Dalam penerjemahan dan penafsirannya ulama klasik berpegang teguh
pada teks. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penafsiran Muhammad Quraish
Shihab. Hanya saja Muhammad Quraish Shihab memperhatikan kondisi
sekarang.
Adapun para pakar kontemporer, dalam penerjamahan dan
penafsirannya pada umumnya berangkat dari realita sosial masyarkat, atau
yang biasa disebut dengan kontekstual, atau yang biasa dikenal dengan
( ayat al-quran itu harus dilihat kontek turunnya
ayat, bukan dilihat dari umumnya lafazh atau teks lafazhnya)
Karena perbedaan instrumen, maka akan menghasilkan kesimpulan
yang berbeda, yang satu berangkat dari teks yang suci, lalu mencari
pembenaran, sedangkan yang lain, berangkat dari realita sosial masyarkat dan
teks yang suci itu hanya sebagai pendukung.
Menurut hemat penulis perbedaan penafsiran itu dapat ditolerir, selama
tidak keluar dari ajaran dasar Islam, karena perbedaan itu merupakan
keniscayaan karena disamping al-Quran itu masih global, juga banyak kata-
kata yang terdapat dalam al-Quran mengandung makna yang beragam seperti
kata qur mengandung dua makna yaitu haid dan suci.
Bila perbedaan itu masih bersifat individual seperti kunut dan tidak
kunut dalam sholat subuh, tidak perlu ada campur tangan pemerintah, namun
jika perbedaan itu menyangkut sosial masyarkat maka perlu ada campur tangan
285
Keputusan pemerintah/hakim mengikat dan dapat menghilangkan
perbedaan pendapat.
Semestinya para pimpinan kita harus arif agar ummat tidak menjadi
bingung. Seperti halnya dalam masalah saksi perkawinan ada perselisihan
diantara ulama fiqih, namun pemerintah mengambil pendapat bahwa saksi
dalam perkawinan harus laki-laki sehingga tidak membingungkan dan berjalan
dengan baik. Jika pemerintah tidak membuat Undang-Undang dalam hal saksi
perkawinan harus laki-laki, tentu akan kacau tidak ada penyelesaian hukum,
karena perbedaan pendapat tersebut.
362
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat
Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syariah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dr al-
Turts, 1984), h.100
286
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa Tafsir Al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra yi (menggunakan
akal pikiran) karena di dalam Tafsir al-Mishbah digunakan argumen
akal di samping hadis-hadis Nabi. Sedangkan metode yang digunakan
Muhammad Quraish Shihab yaitu gabungan dari beberapa metode,
seperti, tahlli karena dia menafsirkan berdasarkan urutan ayat yang ada
pada al-Quran, muqran (komparatif) karena dia memaparkan
berbagai pendapat orang lain, baik yang klasik maupun pendapat
kontemporer dan semi maudhi karena dalam Tafsir al-Mishbah selalu
dijelaskan tema pokok surah-surah al-Quran atau tujuan utama yang
berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu
meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar, di samping
menunjuk ayat-ayat lain yang berkaitan dengan ayat yang dibahas.
Sedangkan corak tafsirnya yaitu sosial kemasyarkatan (adab ijtim i).
2. Instrumen yang digunakan Muhammad Quraish Shihab dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Quran dalam Tafsir al-Mishbah khususnya
ayat-ayat yang bernuansa jender dimulai dari teks ayat lalu mencari
pembenaran ayat dengan hadis dan berbagai ilmu lainnya yang
berkaitan dengan ayat tersebut dengan ungkapan yang populer di
kalangan mufassir yaitu, artinya bahwa
ayat-ayat al-Quran itu dilihat dari umumnya lafazh atau teks ayat,
bukan dilihat dari sebab turun ayat atau konteksnya.
3. Perbedaan dan persamaan penafsiran ayat-ayat jender antara
Muhammad Quraish Shihab dengan mufasir lainnya yaitu :
289
Secara resmi perbudakan tidak dikenal lagi oleh umat manusia dewasa
ini. Namun demikian menurut Muhammad Quraish Shihab bukan
berarti ayat perbudakan dinilai tidak relevan lagi, karena al-Quran tidak
hanya diturunkan untuk putra-putri abad ini, tetapi ia diturunkan untuk
umat manusia sejak abad VI hingga akhir zaman. Kita tidak tahu, kata
Muhammad Quraish Shihab, perkembangan masyarakat pada abad-abad
yang akan datang, boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang
belum dapat kita duga dewasa ini. Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya
dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka. Sedangkan
menurut sebahagian mufassir kontemporer, bahwa bila ayat tidak sesuai
dengan realitas sosial masyarakat, maka ayat itu dianggap tidak relevan
dan tidak perlu diamalkan.
Keempat, Muhammad Quraish Shihab memandang bahwa ayat-
ayat al-Quran itu dibagi pada dua kategori yaitu zhanni dan qathi,
ayat-ayat pada kategori pertama boleh berbeda diantara para pakar,
namun pada kategori kedua para pakar tidak boleh berbeda, dan jika
berbeda dengan qathi, menurutnya dapat dikategorikan kafir.
Sedangkan sebahagian para pakar kontemporer berbeda dengan
Muhammad Quraish Shihab, mereka memandang bahwa ayat-ayat al-
Quran itu dibagi dua kategori yaitu aqdah dan mumalat. Ayat-ayat
pada kategori pertama ulama tidak banyak menggunakan nalar akalnya,
sedangkan pada ayat-ayat kategori kedua yaitu mumalah, mereka
dapat menggunakan nalar akalnya sekalipun harus bertentangan dengan
teks ayat.
291
a. Penciptaan wanita
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat tentang
penciptaan perempuan, dia cenderung pada penafsiran mufasir
kontemporer sekalipun dia tidak menafikan hadis shahih seperti,
hadis riwayat Turmudzi, Bukhari, dan Muslim tentang penciptaan
perempuan dari tulang rusuk, dia cenderung untuk menafsirkannya
secara metaforis. Bahkan dia cenderung untuk mengabaikan hadis
shahih tersebut, dengan mengutip pendapat mufassir minoritas
seperti Muhammad Abduh, al-Qasimi, dan Thabathabai yang
memahaminya bahwa perempuan diciptakan dari spesies yang sama
atau jenis yang sama. Kemudian dia juga mengutip pendapat Sayyid
Muhammad Ridha yang menyatakan bahwa cerita itu datang dari
Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22), bahkan kata Muhammad
Rasyid Ridho, Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Hawa
dari tulang rusuk Adam dalam Perjanjian Lama tersebut, niscaya
292
b. Kewarisan
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan masalah waris
yang menyatakan bahwa seorang laki-laki berbanding dua orang
perempuan, dia bersikukuh tidak bisa diartikan lain, dan orang yang
menafsirkan lain dianggap mufassirnya yang bias. Karena menurut
dia hal tersebut merupakan kehendak Allah yang tidak bisa ditawar-
tawar. Alasannya karena laki-laki bila dia berumah tangga, maka dia
293
c. Persaksian
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat persaksian
dalam masalah transaksi utang piutang (bisnis), dia tetap
memperlakukan dua orang laki-laki diseimbangkan dengan satu
orang laki-laki dan dua orang perempuan. Persoalan ini kata dia
harus dilihat pada pandangan dasar Islam tentang tugas utama
perempuan dan fungsi utama yang dibebankan padanya. Suami
bertugas mencari nafkah dan dituntut memberi perhatian utama
dalam menyediakan kecukupan nafkah untuk anak-anak dan istrinya,
sedangkan tugas utama perempuan atau istri adalah membina rumah
tangga dan memberi perhatian besar bagi pertumbuhan fisik dan
perkembangan jiwa anak-anaknya, walaupun pembagian kerja
tersebut katanya tidak ketat.
Tampaknya Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang
terbaru yang terbit Juli 2005 yang berjudul Perempuan, banyak
mengalami kemajuan untuk berijtihad dibanding dengan karya-karya
sebelumnya. Dia sudah mulai memasuki wilayah Ushul Fiqh karena
menetapkan bahwa persoalan saksi berkaitan dengan illat (motif
penetapan hukum), maka bisa saja kinikata Muhammad Quraish
295
d. Kepemimpinan
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat
kepemimpinan, dia membedakan kepemimpinan rumah tangga
dengan kepemimpinan masyarakat. Menurutnya kepemimpinan
rumah tangga sudah ditetapkan Allah yaitu laki-laki sebagai
pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu keistimewaaan
yang menunjang kepemimpinan dan disebabkan suami diwajibkan
memberi nafkah. Pendapat Muhammad Quraish Shihab ini sejalan
dengan para mufasir klasik sebelumnya. Sementara sebagian mufasir
kontemporer menganggap ayat kepemimpinan ini bersifat
kondisional dan merupakan cerminan dari masyarakat Arab ketika
ayat tersebut diturunkan. Oleh karena itu ayat tersebut tidak
mengikat kaum muslimin sepanjang masa dan di berbagai tempat
pelosok dunia. Menurut Muhammad Quraish Shihab pendapat ini
juga termasuk bias jender, karena menyalahi kehendak Allah swt.
Namun Muhammad Quraish Shihab dalam buku terbarunya yang
terbit bulan juli 2005 yang berjudul Perempuanlebih jelas
menegaskan bahwa suami menjadi pemimpin di rumah tangga
karena ada dua faktor, yaitu keistimewaan yang dimiliki suami
untuk tugas kepemimpinan dan diwajibkannya suami untuk
297
memberi nafkah. Jika kedua hal tersebut tidak dimiliki suami, maka
boleh saja kepemimpinan rumah tangga beralih pada istri. Jika
suami tidak mampu memberi nafkah, namun tidak mengalami
gangguan dari segi fisik seperti sakit-sakitan, maka istri belum
berhak mengambil alih kepemimpinan suami.
Sedangkan berkaitan dengan kepemimpinan di masyarakat,
Muhammad Quraish Shihab tidak menggunakan (Q.S. al-
Nis/4:34), tetapi menggunakan (Q.S.al-Taubah/9 :71) yang intinya
perempuan dapat melakukan pekerjaan apapun selama ia
membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama
norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan beliau. Harus diakui bahwa
memang ulama dan pemikir masa lalu tidak membenarkan
perempuan menduduki jabatan kepala Negara. Tetapi hal ini lebih
disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi
perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan.
Jangankan kepala negara, menteri atau kepala daerah pun tidak.
Perubahan fatwa dan pandangan pastilah terjadi akibat perubahan
kondisi dan situasi. Oleh karena itu tidak relevan lagi melarang
perempuan terlibat dalam politik praktis atau memimpin negara.
Penulis justru cenderung pada pendapat Muhammad Imarah
karena argumentasinya lebih kuat, dia mengatakan bahwa, Fikih
moderent tidak membicarakan al-immah al-uzdm dan khilfah al-
mmah, karena hal itu sudah hilang sejak jatuhnya Khilafah
Usmaniyah (1342 H./1924 M.) sampai sekarang. Kemudian
298
sahabat beliau melakukan poligami, tapi juga karena ayat ini tidak
berhenti di tempat para penganut pendapat ini berhenti, melainkan
berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung kepada yang kamu cintai. Penggalan ayat ini
menunjukkan kebolehan poligami walau keadilan mutlak dalam hal
cinta tidak dapat diwujudkan.
Kebolehan melakukan poligami selain berdasarkan ayat al-
Quran dan hadis Nabi saw., juga berdasarkan ijma kaum muslimin
baik melalui ucapan, juga perbuatan sejak masa Rasulullah saw.
sampai hari ini. Nabi sendiri mempunyai istri sebanyak sembilan.
Sahabat utama Nabi saw. Juga melakukan poligami, seperti Umar
Bin Khaththab, Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah Bin Abi Sufyan, dan
Muaz Bin Jabal.
Untuk lebih jelasnya penulis memetakan penafsiran Muhammad
Quraish Shihab terhadap ayat-ayat yang bernuansa jender antara lain
:
Poligami V V
Kesaksian V V
B. Saran-saran
Berdasarkan kajian dan temuan dari penelitian ini, perlu disampaikan
beberapa saran yang berkaitan dengan penulisan disertasi ini yaitu:
1. Tafsir al-Mishbah tampaknya ingin mengembalikan penafsiran al-Quran
kepada teks aslinya. Untuk itu bila ada ayat al-Quran yang tampaknya
tidak relevan dengan kondisi sosial masyarkat, tidak lalu terburu-buru
menganggap ayat al-Quran sudah tidak relevan lagi dengan kondisi
saat ini, tapi harus dicari ayat lain yang terdapat dalam al-Quran,
sehingga penafsiran ayat al-Quran tidak parsial.
2. Mengingat objek yang dikaji adalah al-Quran, maka ketika menafsirkan
ayat-ayat al-Quran harus menggunakan metode tafsir. Metode yang
lain bisa digunakan sebagai pendukung, bukan sebagai pokok.
301
DAFTAR PUSTAKA
Mahrizi, Mahdi, Wanita Ideal Menurut Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004
Majma al-Lughah al-Arabiyah, Mujam Alfdh al-Qur an al-Karm, Mesir: al-
Haiah al-Ammah Lisyni al-Mathbi al-Amriyah, 1989
al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, Tafsr al-Maraghi, Mesir: Syarikah Maktabah
wa Mathba'ah Mushthafa al-Bbi al-Halabi Wa Auldihi,1974
al-Mawardi al-Bashari, Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib, Al-
Nukat wa al-Uyn Tafsr al-Mawardi, Bairut: Dr al-Kutub al-
Ilmiyah, t.t.
Muhammad, Husein, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta :LKiS,
2004
Muhammad Sabai, Taufiq, Wqiiyah al-Manhaj al-Qur an, Cairo: al-Haiah
al-Ammah Li Syn al-Mathbi al-Amrah, 1973
al-Muhtasib, Abdu al-Majid Abdu al-Salam, Ittijht al-Tafsr fi Ashri al-
Hadts, Bairut: Dr al-Fikr, 1973
Mulia, Siti Musdah Dkk, Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,
Jakarta: LKAJ, 2003, Cet. II
Mulia, Siti Musdah, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004
Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997
al-Nadawi, Ali Ahmad, al-Qawid al-Fiqhiyah, Bairut :Dr al-Qalam, 1994
Nimah, Fuad, Mulakhkhash Qawid al-Lughah al-Arabiyah, Bairut: Dr al-
Tsaqfah al-Islmiyah, t.t.
Qardhawi, Yusuf, Kedudukan Wanita dalam Islam, Terjemahan Melati Adhi
Damayanti, Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2003
307
al-Qaththan, Manna Kalil, Mabhits Ulm al-Qur an, t.t., tp., t.th.
Qazam, Shahal, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan,
Terjemahan Khazin Abu Fakih, Surakarta: Era Intermedia, 2001
al-Quraisyi al-Dimasqa Al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida Ismail Bin
Katsir, Tafsr al-Qur an al-Adhm, Cairo: Dr al-Turts al-Arabi, t.t.
al-Quthni, al-Dr, Ali Ibnu Umar, Sunan al-Quthni, Bairut : Dr al-Fikr, 1994
Qutub, Sayyid, Fi Dzill al-Qur'an, Cairo: Dr al-Syuruq, 1981
al-Quzweni, Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, al-
Qhirah, Dr al-Hadts, 1998
al-Razi, Muhammad, Tafsr al- Fahru al-Razi, Bairut: Dr al-Fikr, t.t.
Ridho, Muhammad Rasyid, Tafsr al-Qur an al-Hakm/Tafsir Al-Mannr,
Bairut: Dr al-Ilmiyah, 1999
al-Sahmarani, As'ad, Al-Mar'ah f al-Trikh wa al-Syar'iyah, Bairut: Dr al-
Nafis, 1989
al-Sanan, Arij Abdurrahman, Memahami Keadilan dalam Poligami, Jakarta:
PT Global Media Cipta Publishing, 2003
al-Shabuni, Muhammad Ali, Mukhtashor Tafsr Ibnu Katsr, Cairo: Dr al-
Shabuni, 1999
_______, Raw i al-Bayn Tafsr Ayat-Al-Ahkm min al-Qur an, Cairo: Dr
al-Shabuni, 1999
_______, Shafwah al-Tafsir, Bairut: Dr al-Quran al-Karm, 1981
Shihab, Muhammad Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Jakarta: Lentera Hati,
1998
______, Membumikan al-Qur an, Bandung: Mizan, 1992
308
B. Riwayat Pendidikan:
Formal
1. SDN Sudimampir tahun 1970
2. M.TsN.Sliyeg tahun 1973
3. PGA 4 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1975
4. PGA 6 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1977
5. SI IKIP Jakarta Jurusan Bhs.Arab tahun 1982
6. SI Universitas Al-Azhar Cairo Jurusan Bhs.Arab tahun 1986
7. S2 IIQ Jakarta Konsentrasi Ulumul Quran dan Hadits tahun 2002
8. S3 UIN Syahid Jakarta, Konsentrasi Tafsir Hadis tahun 2006
Non Formal
1. Mengikuti penataran Khatib selama 72 jam tahun 1975
2. Mengikuti Penataran Pembina Mahir Bagian Dasar selama 96 jam Pada
tahun 1975
3. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi
IPA selama 72 jam tahun 1978
4. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi
Matematika selama 100 jam tahun 1979
5. Mengikuti penataran guru-guru Tsanawiyah dalam bidang studi Bahasa
Indonesia selama 90 jam tahun 1979
6. Mengikuti penataran Pembina Generasi Muda Islam di Kanwil Depag
DKI Jakarta selama 60 jam 1980
7. Mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa IKIP Jakarta Selama
60 jam tahun 1980.
8. Mengikuti Pelatihan Keterampilan Generasi Muda Islam di Kanwil Depag
DKI selama 60 jam tahun 1981.
9. Mengikuti Pelatihan Kependudukan untuk guru-guru Aliyah Selama 84
jam tahun 1982.
10. Mengikuti Pelatihan Dasar-Dasar Penelitian Bagi Dosen selama 164 jam
1990
11. Mengikuti acara Konsultasi Nasional Rektor PTAIS se Indonesia selama
30 jam 1999
12. Mengikuti Pelatihan Dosen-Dosen Pendidikan Pencegahan HIV/AIDS
selama 30 jam tahun 1997
13. Mengikuti Pelatihan Penelitian Tenaga Edukatif Tingkat Nasional
Perguruan Tinggi Agama Islam selama 100 jam tahun 1994
C. Pengalaman Mengajar :
1. Guru M.Ts.Mathlaul Anwar Jakarta (1977-1982)
2. Guru Aliyah Mathlaul Anwar Jakarta (1980-1982)
3. Guru SMEA al-Irsyad Jakarta (1980-1982)
4. Dosen IIQ Jakarta (1988 sampai sekarang)
5. Dosen STMT Trisakti Jakarta (1990 sampai sekarang)
6. Dosen UIN Syahid Jakarta (1996 sampai sekarang)
D. Pengalaman Kerja :
1. Kepala Sekolah M.Ts.Mathalaul Anwar Citayam (1979-1982)
2. Sekpri Rektor IIQ Jakarta (1987-1990)
3. Sekretaris LPPI IIQ Jakarta (1987-1991)
4. Kepala Pengajaran IIQ Jakarta tahun (1988-1990)
5. Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta (1992-2003)
6. Pjs. Purek II IIQ Jakarta tahun 2000
7. Ketua Program Akta IV IIQ Jakarta (2000-2004)
8. Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan (2004-2005)
9. Ketua LPPI IIQ Jakarta tahun 2006-2010
E. Pengalaman Organisasi :
1. Sekretaris KMAPBS Supersemar IKIP Jakarta (1979-1982)
2. Wakil Bendahara BKS PTAIS DKI Jakarta (1989-1992)
3. Sekjen BKS PTAIS DKI Jakarta (1993-2006)
4. Wakil Sekretaris ICMI Orsat Ciputat (1995-2000)
5. Sekjen ICMI Orsad Ciputat (2000-2005)
6. Ketua II Mathlaul Anwar DKI Jakarta (1998-2003)
7.Ketua KAMACA di Cairo (1984-1986)
8.Pengurus bidang pendidikan alumni Timur Tengah (1988-1993)
9.Sekretaris Tamir Masjid al-Husaini tahun (1989-1993)
10.Bendahara Masjid Raudhatul Quran (2000-2005)
F. Karya Ilmiyah :
1. Hasil Penelitian
1). Prestasi Bahasa Arab Mahasiswa Fak.Syariah dan Ushuluddin di IIQ dan
Kopertais Wil.I DKI Jakarta (30 September 1990) penelitian individual
2). Persepsi SLTA DKI Jakarta terhadap PTAIS Jakarta (1991) penelitian
kolektif
3). Pengaruh kegiatan Dawah Majlis Talim Terhadap Sikap bersih dan
Penghijauan Pada Jamaah di DKI Jakarta (April 1995) penelitian kolektif
4). Hubungan Prestasi Tahfidh al-Quran Terhadap Prestasi Mata Kuliah
Mahasiswi IIQ Jakarta tahun 2000 penelitian kolektif
Ciputat, 2006
Penulis