Anda di halaman 1dari 19

HANDOUT PERTEMUAN 8

ANALYSIS OF VARIANCE

PENGENDALIAN DAN PENJAMINAN MUTU

TEKNIK MANAJEMEN INDUSTRI

OUTLINE

Montgomery, Douglas C. 2009. Design and Analysis of Experiments, 7th ed. John
Willey & Sons

Dasar Analysis of Variance

Konsep Analysis of Variance

Uji Kecocokan Model

Interpretasi Praktis dari Hasil

Efek Dispersi

Metode Non Parametrik untuk Analysis of Variance

________________________________

________________________________

Disusun Oleh :

Panca Jodiawan, S.T


I. Dasar Analysis of Variance
Sebuah proses digunakan untuk membuat goresan pada lapisan material dalam
industri manufaktur bahan elektronik. Proses tersebut bernama plasma etching, proses yang
menggunakan plasma yang dibangkitkan dari generator RF (Radio Frequency) untuk
membuat goresan pada lapisan material. Beberapa jenis gas juga digunakan sebagai medium
saat plasma ditembakkan ke material. Beberapa diantaranya, CF4 atau C2F6.

Seorang insinyur proses tertarik dengan hubungan antara tenaga RF dengan laju
penggoresan. Hal ini didasarkan karena laju penggoresan perlu dikendalikan pada target
tertentu agar dapat menghasilkan spesifikasi produk yang baik. Dalam percobaan yang
dilakukan, empat level dari tenaga RF digunakan, yaitu 160, 180, 200, dan 220 Watt dengan
gas yang digunakan hanya terbatas pada jenis C2F6. Dia menetapkan juga lima material bahan
baku diuji coba pada setiap level tenaga RF.

Percobaan diatas merupakan contoh dari eksperimen faktor tunggal (Tenaga RF)
dengan a = 4 level (level tenaga RF) dan n = 5 replikasi. Saat menjalankan eksperimen, perlu
dilakukan pengacakan (randomization). Hal ini dapat dilakukan dengan bilangan acak pada
fungsi RAND () di excel atau menggunakan fitur minitab. Perlu diketahui bahwa pengacakan
perlu dilakukan agar faktor pengganggu yang tidak diketahui dari eksperimen dapat dicegah.
Sebagai contoh, pada percobaan diatas, asumsikan tenaga RF yang diuji coba adalah 160 watt
secara berturut-turut, kemudian dilanjutkan dengan RF pada tingkat 180 watt secara berturut-
turut juga, dan seterusnya. Apabila alat dalam mesin tersebut mengalami warm up effect
(semakin lama mesin menyala, semakin rendah hasil pengukuran laju penggoresan), hal ini
tentu membuat hasil eksperimen menjadi tidak valid.

Dari contoh diatas, dapat kita generalisasi bahwa eksperimen dengan metode Analysis
of variance (ANOVA) dijabarkan sebagai berikut.

Perlakuan
Observasi Total Rata-Rata
(Level)
1 y11 y12 ... y1n y1. 1.
2 y21 y22 ... y2. 2.
: : : ... : : :
a ya1 ya2 ... yan ya. .
y.. . .
= + , (Model Rata-Rata)

for i = 1, 2, ... , a and j = 1,2, ..., n

Dimana,

= hasil observasi pada saat eksperimen level i, pengulangan ke j


= rata rata hasil observasi pada saat eksperimen level i
= kesalahan acak (diakibatkan oleh kesalahan pengukuran, faktor yang tak
terkendali, perbedaan material yang dipakai, dan sebagainya)

= + , (Model Perlakuan)

for i = 1,2, ... , a

Dimana,

= parameter dari perlakuan level ke i (efek perlakuan ke i)

Tujuan yang ingin dicapai dari model tersebut adalah :

1. Menguji rata-rata hasil perlakuan setiap level


2. Mengestimasi pengaruh perlakuan

Asumsi yang perlu dipenuhi adalah :

1. Model distribusi dari nilai kesalahan acak berdistribusi normal dengan rata-rata nol
dan variansi bernilai 2.
2. Variansi harus bernilai konstan pada setiap level perlakuan

Apabila asumsi tersebut terpenuhi, maka hasil observasi juga dikatakan mutually
independent.

II. Konsep Analysis of Variance


0 = 1 = 2 = =

1 = (, )

Atau

0 = 1 = 2 = = = 0
0 = 1 0

Nama Analysis of variance diambil dari pemilahan total variasi menjadi bagian bagian
tertentu, yaitu variasi akibat perlakuan yang berbeda dan variasi akibat kesalahan
pada perlakuan yang sama.

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Derajat Rataan F hitung


Kebebasan Kuadrat

Antar Perlakuan 1 . .2
. 2 a1

1
=1
Dalam Perlakuan Na
(error)

Total . .2
2 N1

=1 =1

Apabila jumlah observasi setiap perlakuan berbeda-beda (unbalanced fixed effect model),
maka rumus untuk jumlah kuadrat antar perlakuan (sum of square of treatment) dan jumlah
kuadrat total (sum of square of total) berturut turut, adalah.


.2 . .2
=

=1


. .2
= 2

=1 =1

Dimana,

. =
=1

.. =
=1 =1

Kriteria Penolakan Ho :

> ,1,

Apabila nilai Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan


terhadap respon. Hal ini akan mengarahkan analis untuk melakukan estimasi seberapa besar
pengaruh perlakuan pada level tertentu pada respon yang dinyatakan dalam selang
kepercayaan rata-rata hasil observasi pada perlakuan level i.

Pertama-tama, nilai estimasi untuk rata-rata keseluruhan dan efek perlakuan level
tertentu didefinisikan sebagai berikut.

= ..

= . .. , i = 1, 2, ... , a

Kemudian, selang kepercayaan untuk rata rata hasil penerapan perlakuan pada level
tertentu didefinisikan sebagai berikut.


. 2, . + 2,

Dimana,

= tingkat error I

1- = tingkat kepercayaan


= Standar Error Rataan

Selang kepercayaan diatas disebut sebagai one at a time confidence interval. Hal ini
dikarenakan interval kepercayaan yang didapatkan memiliki tingkat error I hanya pada selang
kepercayaan terkait. Apabila terdapat interval kepercayaan sejumlah r, maka nilai error akan
disebut sebagai experimentwise error rate dengan nilai r.

Kesimpulan : semakin banyak selang kepercayaan yang dibuat, semakin besar nilai
experimentwise error dan artinya, peluang seluruh interval kepercayaan tersebut benar
secara simultan semakin kecil.

III. Uji Kesesuaian Model (Model Adequacy Checking)


Seperti yang dibahas pada subbab 1, diketahui bahwa asumsi distribusi normal pada
kesalahan acak dan variansi kesalahan acak yang konstan diperlukan sebelum melakukan
ANOVA. Dua tahap perlu dilakukan untuk uji kecocokan model, yaitu estimasi nilai error
dan melakukan uji terhadap estimasi nilai error tersebut.

Estimasi nilai error dapat dilakukan dengan cara :


=

Dimana,

= .

Uji pertama, uji normalitas, dilakukan dengan menggunakan minitab, salah satu uji yang
disediakan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Apabila nilai p-value lebih besar dari maka
dapat dikatakan bahwa kesalahan acak berdistribusi normal.

Uji kedua adalah uji variansi tidak konstan. Adanya variansi tidak konstan pada kesalahan
acak setiap level perlakuan akan berdampak pada eksperimen sebagai berikut.

1. Dampak tidak signifikan pada eksperimen dengan jumlah observasi yang sama setiap
level perlakuan (balanced fixed effects model)
2. Nilai error I aktual akan menjadi lebih besar ataupun lebih kecil dibandingkan dengan
yang ditetapkan apabila eksperimen memiliki jumlah observasi yang berbeda setiap level
perlakuan (unbalanced fixed effects model)

Uji variansi tidak konstan umumnya memakai metode statistik, yaitu uji bartlett (apabila
distribusi kesalahan acak normal) dan uji levene termodifikasi (apabila distribusi kesalahan
acak tidak normal).

1. Uji Bartlett
0 = 12 = 22 = = 2
1 = 2
Uji statistik dilakukan dengan penghitungan nilai statistik chi-square:

02 = 2,3026

Dimana,

= log 2 1 log 2
=1

1 1 1
=1+ 1
3 1
=1

=1( 1)2
2 =

Keterangan :
2 = variansi sampel dari hasil perlakuan level ke - i
Kriteria penolakan Ho :
02 > ,1
2

2. Uji Levene Termodifikasi


Uji jenis ini menggunakan ANOVA sebagai metode pengambilan keputusan. Nilai
observasi pada perlakuan level tertentu diganti menjadi nilai deviasi antara observasi yij
dengan median dari perlakuan level ke i ( ). Nilai deviasi ini dituliskan sebagai
berikut.
= | |
Untuk , i = 1, 2, ... , a dan j = 1, 2, ... , ni

Apabila variansi tidak konstan, hal yang dapat dilakukan adalah merubah data agar memiliki
variansi yang konstan. ANOVA dapat digunakan apabila variansi sudah konstan (hal ini
diutamakan untuk unbalanced fixed effect model). Perubahan data dapat dilakukan dengan
menggunakan model regresi berikut.

= log + log

= 1

Berikut ini adalah tabel dengan beberapa nilai dan transformasi yang dilakukan sesuai
dengan .

= 1- Transformation
0 1 No Transformation
0,5 0,5 Square root
1 0 Log
1,5 -0,5 Reciprocal square root
2 -1 Reciprocal

Note : transformasi dilakukan dengan dasar nilai . Nilai ini menjadi pangkat dari hasil
observasi (yij). Pada saat melakukan ANOVA dengan data yang sudah ditransformasi, derajat
kebebasan pada error dan pada total berkurang satu.

IV. Interpretasi Praktis dari Hasil


Setelah melakukan eksperimen, menganalisis hasil eksperimen, dan melakukan validasi
terhadap hasil analisis, maka analis sudah siap untuk melakukan penarikan kesimpulan yang
dapat diterapkan dari hasil analisis eksperimen.

Beberapa cara informal dapat dilakukan, yaitu penggunaan box plot dan diagram scatter.
Namun, cara cara formal dapat dipakai dalam beberapa kasus tertentu. Berikut ini adalah
penjabarannya.

1. Kontras

0 = 0
=1

1 0
=1

Uji ini didasarkan pada uji-t dengan menghitung nilai C (treatment average)

= .
=1

Dengan variansi statistik C adalah



2
= 2

=1

Setelah mengetahui nilai C dan variansi C, maka hal selanjutnya adalah menghitung nilai
statistik t0, yaitu :

=1 .
0 =
2
=1

Kriteria Penolakan Ho:


|to| > t/2,N-a
Uji F juga dapat digunakan untuk pengujian kontras. Prosedur dimulai dari penghitungan
Fo, yaitu
2
=1 .
0 = 02 =
2
=1

Kriteria penolakan :
0 > ,1,

Interval Kepercayaan 100% (1 ) untuk kontras =1 adalah
2 2
=1 . 2, =1 =1 =1 . + 2, =1

Kontras-kontras dapat memiliki orthogonal. Kontras-kontras orthogonal didapatkan dengan


menentukan koefisien dari setiap kontras sehingg memenuhi kriteria berikut.

= 0
=1

untuk jumlah observasi yang sama pada setiap perlakuan (balanced model)

= 0
=1

Untuk jumlah observasi yang berbeda pada setiap perlakuan (unbalanced model)
Untuk perlakuan sejumlah a, terdapat kontras kontras orthogonal sejumlah a 1 dan total
jumlah kuadrat dari kontras kontras orthogonal tersebut merupakan jumlah kuadrat antar
perlakuan di tabel ANOVA. Hal ini menandakan bahwa setiap kontras bersifat independen
satu dengan yang lain.
Metode kontras ataupun kontras ortogonal ditetapkan sebelum menjalankan eksperimen.
Hal ini untuk menghindari perubahan nilai error I (type I error inflation) karena adanya
kecenderungan untuk memilih perbandingan (data snooping) karena adanya perbedaan
hasil yang signifikan.
Memahami kekurangan metode kontras ataupun kontras ortogonal, terdapat metode yang
dapat digunakan untuk mengatasinya, yaitu metode scheff. Metode ini dapat
mengakomodasi nilai alfa agar tidak terjadi inflasi (kenaikan) dari perbandingan-
perbandingan yang ingin dilakukan oleh eksperimenter. Secara spesifik, nilai alfa yang
dihasilkan maksimal bernilai sama dengan (nilai error yang ditetapkan oleh eksperimenter)
untuk sejumlah kontras yang dibentuk. Prosedur penggunaan metode scheff adalah sebagai
berikut.
a. Menentukan kontras kontras sejumlah m
= 1 1 + 2 2 + + untuk u = 1, 2, ... , m
b. Menentukan estimasi nilai kontras Cu
= 1 1 + 2 2 + + untuk u = 1, 2, ... , m
c. Menentukan standar error dari kontras terkait


2

= ( )
=1
Dimana,
ni = jumlah observasi pada perlakuan level i
d. Menentukan nilai S,u

, = 1 ,1,

e. Membandingkan nilai Cu dengan nilai S,u


Apabila |Cu| > S,u , hipotesis bahwa kontras bernilai nol ditolak ( H0 ditolak)

2. Uji Rata-Rata Berpasangan


Uji ini dilakukan pada saat eksperimenter ingin menguji kontras berupa = i - j untuk
semua i j. Metode scheff dapat digunakan pada uji ini, hanya terdapat prosedur dengan
nilai yang lebih kecil. Terdapat dua jenis uji khusus untuk perbandingan rata rata
berpasangan, yaitu :
a. Uji Tukey
0 = =
1 =
untuk i j
(Note : kesalahan tipe 1 akan tepat bernilai bila digunakan pada balanced fixed
effect model, dan paling besar akan bernilai jika digunakan pada unbalanced fixed
effect model.)
Prosedur tukey dilakukan dengan penentuan nilai statistik studentized range, yaitu :

=
/
Dimana,
= Rataan Sampel Terbesar
= Rataan Sampel Terkecil
Setelah itu, dibutuhkan nilai pembanding untuk kriteria penolakan H0. Nilai
pembanding tersebut dihitung dengan rumus berikut (untuk jumlah observasi yang
sama setiap level perlakuan)


= (, )

Dimana,
(, ) = Nilai Statistik q terkait dengan bagian atas.
a = Jumlah perlakuan
f = derajat kebebasan terkait dengan MSE
dan untuk jumlah observasi yang tidak sama setiap level perlakuan :

(, ) 1 1
= +
2

Kriteria Penolakan :
Nilai q > T

b. Metode Fisher Least Significant Difference (LSD)


Metode ini membandingkan setiap pasang rataan dengan tingkat error 1 () untuk
setiap pasang tetapi tingkat experimentwise error tidak dikendalikan (Jadi, tingkat
error keseluruhan bisa saja lebih besar daripada tingkat error 1 individual). Pernyataan
H0 dan H1 sama dengan pernyataan yang terdapat di Uji Tukey.
Kriteria Penolakan H0 :
. . >
Dimana,

1 1
= 2, +

V. Efek Dispersi
Dari subbab subbab sebelumnya, pengujian dilakukan terhadap nilai rata rata hasil
observasi dari pengaruh level perlakuan tertentu. Pengaruh tersebut umumnya disebut sebagai
pengaruh lokasi (location effects). Apabila variansi tidak stabil, digunakan metode
transformasi data untuk menstabilkan nilai variansi. Namun, dalam beberapa kasus, variansi
ini menjadi hal yang menarik dibandingkan nilai rata-rata observasi sehingga dijadikan objek
analisis. Pengaruh level perlakuan tertentu terhadap nilai variansi disebut sebagai pengaruh
sebaran (dispersion effects).

Untuk melakukan analisis terhadap pengaruh sebaran, umumnya dilakukan transformasi data
dengan logaritma, yaitu :

y = log (s) atau y = log (s2)

Apabila nilai s bernilai kurang dari satu, maka


y = - ln (s)

VI. Metode Non Parametrik untuk Analysis of Variance


Sebuah alternatif pada saat data tidak berdistribusi normal adalah penggunaan metode non
parametrik. Hal ini untuk menguatkan hasil analisis yang telah didapatkan sebelumnya
dengan metode ANOVA. Metode Non Parametrik yang umumnya digunakan adalah Uji
Kruskal Wallis. Berikut ini adalah langkah langkah penggunaan prosedur Kruskal Wallis :

1. Urutkan observasi yij dari yang paling kecil kemudian ganti nilai observasi tersebut
menjadi posisinya, Rij, dengan nilai observasi terkecil berada pada posisi / rank 1. Apabila
terjadi kesamaan nilai, maka gunakan nilai rata-rata posisi untuk nilai nilai yang sama
tersebut.
2. Hitung nilai Ri. yang merupakan jumlah nilai nilai rank dari perlakuan level ke i.
3. Hitung nilai statistik H

1 .2 ( + 1)2
= 2
4
=1

Dimana, ni adalah jumlah observasi pada perlakuan level ke i, N adalah jumlah


observasi seluruh perlakuan.

1 ( + 1)2
2 = 2
1 4
=1 =1

4. Bandingkan nilai statistik H dengan kriteria penolakan H0


2
H > ,1
CONTOH SOAL
1. Eksperimen Plasma Etching
Berikut adalah hasil observasi dari eksperimen yang telah dijelaskan sebelumnya
mengenai Plasma Etching dengan merubah level perlakuan berupa Tenaga RF dan
melihat pengaruhnya terhadap etch rate.
RF Power Observed Etch Rate ( Amstrong/min)
Total (yi.) Averages
(W) 1 2 3 4 5
160 575 542 530 539 570
180 565 593 590 579 610
200 600 651 610 637 629
220 725 700 715 685 710
Sum of Degrees of Mean
Source of Variation Fo F Tabel Decision
Squares Freedom Squares
RF Power
Error
Total
2. Berdasarkan soal nomor 1, tentukanlah selang kepercayaan 95 % nilai rata-rata hasil
perlakuan level ke 4 ( Tenaga RF sebesar 220W ).

3. Berdasarkan soal no. 1, lakukanlah uji Bartlett sehingga dapat diketahui apakah asumsi
variansi konstan terpenuhi atau tidak.
4. Lakukan uji levene termodifikasi pada data berikut.
Estimation Observations
Median Averages
Method 1 2 3 4 5 6
1 0,34 0,12 1,23 0,7 1,75 0,12
2 0,91 2,94 2,14 2,36 2,86 4,55
3 6,31 8,37 9,75 6,09 9,82 7,24
4 17,15 11,82 10,95 17,2 14,35 16,82

5. Lakukan transformasi terhadap data nomor 4 dengan penentuan nilai dengan metode
regresi linier.
Note : Rumus Regresi

=1 =1 =1
1 =
=1 2
=1 2

=1 1 =1
0 =

yi (Log yi) xi (Log i) xiyi x i2
6. Sebelum melakukan eksperimen pada soal nomor 1, eksperimenter mencurigai bahwa
nilai rata-rata observasi akibat perlakuan level terendah sama dengan nilai rata-rata
observasi akibat perlakuan level tertinggi. Kemudian, eksperimen dilakukan dan
menghasilkan tabel nomor. 1. Tentukanlah apakah eksperimenter benar atau tidak.
0 1 + 2 = 3 + 4
1 1 + 2 3 + 4

7. Sebelum melakukan eksperimen pada soal nomor 1, eksperimenter menentukan tiga


kontras yang bersifat ortogonal. Berikut adalah pernyataan H0 setiap kontras.
01 = 1 = 2
02 = 1 + 2 = 3 + 4
03 = 3 = 4
Lakukan uji kontras pada ketiga pernyataan diatas dan buktikanlah bahwa sum of squares
dari ketiga kontras diatas bila dijumlah sama dengan nilai sum of squares RF Power pada
hasil perhitungan nomor 1.
8. Lakukan Uji Tukey terhadap eksperimen nomor 1 dengan tingkat error I sebesar 0,05.

9. Lakukan Uji Rata Rata Berpasangan dengan metode LSD dengan tingkat error I
sebesar 0,05.
10. Berikut ini adalah hasil eksperimen smelting (eksperimen pembuatan aluminium). Empat
algoritma pengendalian diterapkan untuk menghasilkan tegangan listrik yang stabil.
Sensor pada eksperimen ini akan mendeteksi beberapa kali setiap observasi. Telah
diketahui rata rata dari setiap observasi tidak dipengaruhi oleh algoritma pengendalian.
Namun, eksperimenter mencurigai ada pengaruh terhadap standar deviasi tegangan listrik
(Dispersion Effects). Ujilah dengan tingkat error I sebesar 0,05 dengan metode ANOVA.
Ratio Control Observations
Algorithm 1 2 3 4 5 6
1 0,05 0,04 0,05 0,06 0,03 0,05
2 0,04 0,02 0,03 0,05 0,03 0,02
3 0,09 0,13 0,11 0,15 0,08 0,12
4 0,03 0,04 0,05 0,05 0,03 0,02
11. Lakukan uji Kruskal Wallis terhadap data eksperimen nomor. 1.
Power
160 180 200 220
y1j R1j y2j R2j y3j R3j y4j R4j
575 565 600 725
542 593 651 700
530 590 610 715
539 579 637 685
570 610 629 710
Ri.

Anda mungkin juga menyukai