i
KATA PENGANTAR
Alhamduliah segal puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat,tauhiq da
hidayahNya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
ekonomi islam yang berjudul Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam
Lanjutan yang sangat dibutuhkan sebagai penambah wawasan khususnya bagi mahasiswa
jurusan akuntansi,semoga persembahan kami dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
Kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen yang memberikan
tugas ini sehingga kami dapat memahami materinya
Semoga makalah ini dapat memberikan banyak informasi dan bermanfaat untuk kita mohon
maaf bila masih terdapat kekurangan.ktitik dan saran kami terima untuk memperbaiki masalah
kami
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat
Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena
yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi,
dan politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak
mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai
harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan
melemahkan apalagi menghilangkan, keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi
eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya memperkaya
diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-quran dengan tegas memerintahkan
kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak
dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang
berbunyi:
{ :
188}
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai
pandangan Islam mengenai kebijakan moneter dalam rangka menjaga keadilan,
ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Sistem kelembagaan keuangan bebas bunga dalam praktik ?
2. Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam ?
1.4 Manfaat
1.Dapat bermanfaat bagi pembaca
2.Dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran pembuatan makalah
3.Lebih dapat memahami apa yang di bahas dalam makalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kesucian Kontrak
Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tnggi nilainya, sehingga seluruh kewajiban
dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan. Hal ini akan
mengurangi resiko atas informasi yang asimetri dan timbulnya moralhazard.
Aktifitas Usaha Harus Sesuai Syariah
Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan
menurut syariah.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu pada prinsip rela sama rela tidak ada pihak
yang didzalimi atau mendzalimi, hasil biaya muncul bersama biaya, dan untung muncul
bersama resiko.
Seperti yang kita ketahui, bahwa jenis bank jika dilihat dari cara menentukannya harga
terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan konvensional dan bank yang
berdasarkan prinsip syariah. Dan bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan
kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada Konsep Islam, yaitu
kerjasama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.[1]
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan Syari'ah
adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-
prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus
menghindar dari riba, gharar dan maisir.
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah
Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari
kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta
menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini , bukanlah hanya
menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban
setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan
bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan
sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
The Mit Ghamr Bank Mesir merupakan lembaga keuangan Islam modern pertama yang
didirikan pada tahun 1963. Perkembangan dan kemajuan Mit Ghamr menyadarkan para
ekonom dan ilmuan muslim, ternyata sistem Islam dapat membawa kemajuan. Tetapi
dalam waktu yang bersamaan keberhasilan itu mengundang kecemburuan dan
kedengkian orang-orang yang tidak suka dengan sistem Islam, sehingga akhirnya Mit
Ghamr ditutup. Kelahiran Mit Ghamr kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank Islam
di berbagai negara, baik di negara Islam ( mayoritas Islam ) termasuk Indonesia maupun
negara non-muslim.
Dasar pemikiran dikembangkannya lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat
dilayani oleh lembaga keuangan yang sudah ada di Indonesia, karena bank-bank
tersebut menjalankan sistem bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas
4
muslim, meyakini bahwa aktivitas lembaga keuangan yang menjalankan praktek bunga
tidak sesuai dengan prinsip Syari'ah Islamiyah, sehingga keikutsertaan mereka dalam
sektor keuangan tidak optimal. Dengan dikembangkannya lembaga keuangan yang
dijalankan dengan prinsip-prinsip Syari'ah diharapkan seluruh potensi ekonomi
masyarakat Indonesia yang belum dioptimalkan dapat dioptimalkan.
Dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, membuka
peluang dibukanya lembaga keuangan yang dioperasikan berdasarkan pada prinsip-
prinsip Syari'ah. Bermodalkan peluang yang diberikan undang-undang tersebut, telah
berdiri lembaga-lembaga keuangan Syari'ah, yaitu sebuah bank umum (Bank Muamalat
Indonesia), 52 Bank Perkreditan Rakyat (BPRS), 1300 Baitul Maal Wattamwil (BMT),
sebuah Reksadana Syari`ah (PT. Danareksa) dan sebuah Multifinance (BNI-Faisal
Islamic Finance). Meskipun secara kuantitatif volume usaha lembaga-lembaga ini
masih sangat kecil dibandingkan dengan total volume usaha lembaga keuangan secara
nasional, namun gaungnya telah terdengar hampir merata dikalangan ummat Islam di
Indonesia saat ini.
Kemudian pemerintah menyempurnakan UU No.7 / 1992 dengan mengeluarkan UU
No. 10 tahun 1998. UU No.10 ini memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi
berdirinya lembaga keuangan Islam. Bahkan dalam UU ini Lembaga Keuangan Islam
menempati posisi dan kedudukan yang sejajar dengan mitranya yang telah terlebih dulu
ada.
5
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai
berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi
juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal
dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik
berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu
modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di
bidangnya.
A. PENYALURAN DANA
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu :
1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang
menggunakan prinsip sewa digunakan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil
6
digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa
sekaligus.
7
III. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.
Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk
melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai
nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada
lembaga keuangan modal ventura.
b. AI-mudharabah
Secara spesifikk terdapat bentuk musyarokah yang popular dalam produk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua
atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerja sama antara panduan kontribusi 100% modal kas
darishahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
Perbedaan yang esensial dari musyarokah dan mudharobah terletak pada besarnya
kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu.
Dalammudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarokah
modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarokah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan
(uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung
keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan
bersama.
8
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap
untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Dalam dunia perbankan ka-sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation
atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil
panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan
menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari
persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
d) Al-Wakalah (Amanat)
9
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau
pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai
dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
e) Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.
10
b) Mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di
mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk
pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan
mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau
tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial
yang dititipkan
Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari mudharib,
yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal
dalam setiap transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian
menjadi mitra dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.
C. JASA PERBANKAN
Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula
melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat
imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain :
I. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.jual beli
mata uang yang tidak sejenis ini ,penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama
(spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
II. Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan dan jasa tata
laksana administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
E. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi
perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan
secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
Sebelum tahun 1998 perbankan syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran
hukum yang kokoh dan peraturan operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah
serta perangkat lainnya. Keadaan ini menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha
menyesuaikan produk-produknya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Akibatnya ciri khusus produk Islami belum bisa ditampilkan. Akibat yang lainnya
adalah produk-produk itu belum sepenuhnya dapat diterima masyarakat.
2. Likuiditas
11
Bank Indonesia belum menyediakan fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi
perbankan Syari'ah, hal ini karena BI menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang
menyatakan bahwa pendapatan Bank Indonesia adalah bunga.
3. Earning Assets
Standard yang digunakan BI untuk mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah
dan konvensional adalah sama, padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk
memperoleh pendapatan nol. Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara
mudharabah pengembaliannya nol, dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan. Bagi
perbankan Syari'ah fenomena ini sesuatu yang normal sebagai "nature of business
cycle" yang mengakibatkan penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan
mengukurnya dengan ukuran pembiayaan pada bank konvensional, dan
memasukkannya kedalam kolektibilitas.
4. Akuntansi
Sistem akutansi perbankan di Indonesia mengacu kepada Standard dan
Ketentuan Akuntansi Perbankan Indonesia (SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus
tentang perbankan Syari'ah didalamnya. Ini akan membuat penilaian terhadap
pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak sesuai, karena asumsi yang digunakan
dalam SKAPI adalah perbankan konvensional.
5. Perpajakan
Perbankan Syari'ah memiliki produk bai' (jual beli), dalam hal ini
Perbankan Syari'ah mengalami kendala perpajakan. Produk bai' seharusnya
diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan pembiayaan, sehingga akan terjadi pajak
ganda (double taxation), yaitu pajak jual beli ketika transaksi dan pajak pendapatan
pada akhir tahun.
6. Standard Fatwa
Belum adanya keseragaman fatwa tentang beberapa produk perbankan
Syari'ah, walaupun sudah ada Dewan Syari'ah Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas
Syari'ah di setiap institusi dapat mengeluarkan fatwanya sendiri yang memiliki
kemungkinan berbeda dengan yang lain. Hal semacam ini akan membingungkan
ummat dan menyulitkan pelaksana di lapangan.
7. Jaringan Bank Syari'ah
Jaringan Bank Syari'ah masih sangat terbatas, keterbatasan jaringan ini
sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan bank Syari'ah terhadap
masyarakat yang mendambakan produk-produk bank Syari'ah.
8. Sumber Daya Insani
Masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan prinsip maupun keterampilan teknis, sehingga akan berpengaruh pada
kualitas pelayanan.
9. Persepsi masyarakat
Secara umum masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai
kegiatan operasional perbankan Syari'ah ; keterbatasan ini menyebabkan sebagian
masyarakat memiliki persepsi yang tidak tepat mengenai operasional perbankan
Syari'ah.
12
2.2 Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam
Proyek ekonomi Islam telah lahir dari ekonom Muslim pada tahun 1976
dengan diadakannya konferensi internasional pertama kali di Makkah, Saudi Arabia.
Konstituensi utama dari inisiatif ini adalah umat Muslim. Penyebaran perkembangan
ekonomi Islam cepat dilakukan dengan fokus pada isu-isu penting dan praktek untuk
negara-negara Muslim pada waktu itu. Dengan demikian, pembangunan ekonomi,
distribusi pendapatan, penuntasan kemiskinan dan kebijakan makroekonomi adalah
bagian dari agenda penelitian awal. Kebijakan fiskal dan moneter subjek yang menarik
dan menjadi perhatian para ekonom Islam. Hal ini terjadi ketika kontur subjek ekonomi
Islam yang belum ditentukan. Dua seminar internasional tentang ekonomi moneter dan
fiskal Islam diadakan di Jeddah dan Islamabad pada tahun 1978 dan 1980. Sejak saat
itu wacana tema tersebut bertepatan dengan perkembangan ekonomi Islam pada
umumnya. Kebijakan fiskal bekerja melalui anggaran pemerintah di suatu negara. Arti
"Pemerintah" disini termasuk nasional, provinsi, negara bagian, kabupaten, kelurahan,
desa dan pemerintah daerah lainnya. Namun, literatur tentang kebijakan fiskal
umumnya berfokus pada kebijakan fiskal oleh pemerintah pusat. Kebijakan fiskal
bekerja melalui pengeluaran, pajak dan subsidi di tingkat pemerintah. Terkadang utang
publik juga menjadi bahan utama pertimbangan. Kebijakan moneter berkaitan dengan
pengelolaan moneter oleh otoritas moneter di suatu negara. Dan hal ini berkisar antara
volume likuiditas -daya beli- dalam perekonomian. Kebijakan fiskal bekerja melalui
volume uang yang beredar dan variasi-variasi dalam tingkat di mana sumber daya-
sumber daya surplus dan unit-pendek dalam perekonomian melakukan pertukaran, baik
secara langsung dengan satu sama lain atau melalui perantara lembaga keuangan.
Hubungan antara kedua kebijakan diakui dalam literatur ekonomi aliran mainstream.
Tapi hal ini sebagian besar terbatas pada kasus pembiayaan defisit ketika anggaran
belanja pemerintah tidak dibiayai dari pajak. Dalam sebuah contoh, adegan moneter
dipengaruhi oleh salah satu suntikan uang segar yang beredar ke perekonomian atau
pergeseran sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik melalui pinjaman publik.
13
menjadi agen ekonomi. Mereka akan berinteraksi dengan unit sumber daya surplus
dengan dua cara. Pertama, bank dapat memberikan giro bebas bunga bagi mereka yang
mencari keamanan uang mereka dan fleksibilitas dalam penggunaan dana. Kedua,
Lembaga Keuangan Syariah akan masuk ke dalam kontrak kemitraan dengan pemilik
dana dan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Di sisi pembiayaan
konvensional, pembatasan "tidak untung" akan menutup bank memberikan kredit
kepada nasabah mereka yang dapat menggunakannya pada kebijaksanaan bank itu
sendiri. Hal ini akan memaksa bank untuk benar-benar masuk ke dalam proses transaksi
di tingkat sebagai pedagang, lessor dan mitra. Untuk ini, salah satu dapat menambahkan
bahwa instrumen keuangan dibagi dan tradable berbasis syariah akan menambah ke
dalam pasar uang syariah. Hal ini akan menghapus dikotomi antara pembiayaan oleh
bank dan penggunaannya akan bermanfaat pada akhir penerima dan oleh sebab itu
antara arus keuangan dan arus nyata dalam ekonomi harus seimbang. Hal ini juga
berkaitan dengan menyebutkan bahwa negara Islam memiliki konteks ideologis, yaitu,
menyebarkan petunjuk dari Allah SWT untuk semua orang, baik di dalam dan luar
negeri. Pada praktisnya, perspektif ideologis ini juga berarti menjaga kerja ekonomi
sejalan dengan Shariah dalam menentukan kegiatan ekonomi dan Islamisasi ekonomi.
Penghapusan riba dari sistem keuangan melalui tindakan kebijakan adalah contoh yang
terakhir.
14
dengan deposan mereka akan melanggar prinsip Syariah dan tidak adanya intervensi
pemerintah dalam masalah bilateral.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. sistem kelembagaan keuangan bebs bunga dalam praktik
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan
Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada
prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus
menghindar dari riba, gharar dan maisir. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan
Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai
kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang
saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat
mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah
yang ditawarkan adalah sebagai berikut: Al-wadiah (Simpanan) dan Pembiayaan
dengan Bagi Hasil.
Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi
perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan
secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
2. Earning Assets
3. Akuntansi
4. Perpajakan
5. Standard Fatwa
6. Jaringan Bank Syari'ah
7. Sumber Daya Insani
8. Persepsi masyarakat
16
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali
evolusi yaitu:
a The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b.The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam
menentukan nilai tukar uang yang beredar.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di
back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan
sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money)
yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar:
Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto
Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral
(Moral Persuasion)
3.2 Saran
Menurut dari kelompok kami adalah sebagai mahasiswa islam harus memilih
sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip
syari'ah Islamiah agar dapat lebih terhindar dari riba dan sebagainya. Kebijakan
moneter dan fiskal ini sangat lah membantuh bagi pemerintah dalam sektor keuangan
yang beredar agar jumlah uang yang beredar seimbang.
17
DAFTAR PUSAKA
18