Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EKONOMI ISLAM

Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam (Lanjutan)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonmi Islam
Diampuh Oleh :
Arista Fauzi Kartika Sari,S.Pd.,M.S.A

Disusun oleh kelompok 14 :


CHAIRUNIESA (21401082130)
JANUAR ROMADHONA (21501082129)

UNIVERSITAS ISLMA MALANG


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
TAHUN AJARAN 2016/2017

i
KATA PENGANTAR

Alhamduliah segal puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat,tauhiq da
hidayahNya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
ekonomi islam yang berjudul Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam
Lanjutan yang sangat dibutuhkan sebagai penambah wawasan khususnya bagi mahasiswa
jurusan akuntansi,semoga persembahan kami dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
Kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen yang memberikan
tugas ini sehingga kami dapat memahami materinya
Semoga makalah ini dapat memberikan banyak informasi dan bermanfaat untuk kita mohon
maaf bila masih terdapat kekurangan.ktitik dan saran kami terima untuk memperbaiki masalah
kami

Malang,4 Mei 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Sistem kelembagaan keuangan bebas bunga dalam praktik............................................. 3
2,2 Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam .................................................................... 13
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 16
3.2 Saran ............................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSAKA................................................................................................................. 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat
Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena
yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi,
dan politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak
mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai
harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan
melemahkan apalagi menghilangkan, keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi
eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya memperkaya
diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-quran dengan tegas memerintahkan
kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak
dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang
berbunyi:

{ :
188}
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai
pandangan Islam mengenai kebijakan moneter dalam rangka menjaga keadilan,
ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Sistem kelembagaan keuangan bebas bunga dalam praktik ?
2. Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui sistem kelembagaan keuangan bebs bunga dalam praktik
2. Untuk mengetahuai kebijakan moneter dan fiskal dalam islam

1.4 Manfaat
1.Dapat bermanfaat bagi pembaca
2.Dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran pembuatan makalah
3.Lebih dapat memahami apa yang di bahas dalam makalah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem kelembagaan keuangan bebas bunga dalam praktik

A. Sistem Keuangan Syariah


Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak zaman kejayaan
Islam. Namun seiring melemahnya sistem Khalifa pada abad ke-19, dinasti onttoman
memperkenalkan sistem perbankan barat kepada dunia Islam. Perkembangan
selanjutnya pada 1970-an mulailah berdiri bank yang mengadopsi sistem syariah
kemudian berkembang pesat dan saat ini banyak negara telah melakukan kegiatan
perdagangan dan bisnis sesuai syariat Islam.
Filosofi sistem keuangan bebas bunga (larangan riba) tidak hanya melihat
interaksi antara faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem
keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika,
moral, sosial, dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan
menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi
hasil maka akan ada pembagian resiko. Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan
tidak hanya ditaggung penerima modal atau pengusaha saja, namun juga resiko
ditanggung oleh pemberi modal.
Berikut ini adalah sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui Al-
Quran dan aS-sunnah :
Pelarangan Riba
Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas
barang. Oleh karena itu sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman/
pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak diperlakukan sama. Padahal untung itu baru
diketahui setelah berlakunya waktu bukan hasil penetapan dimuka.
Pembagian Resiko
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pelarangan riba yang menetapkan hasil
pemberi modal dimuka. Sedangkan melalui pembagian resiko maka pembagian hasil
akan dilakukan dibelakang yang besarannya tergantung dari hasil yang diperoleh.
Halini juga membuat kedua belah pihak saling membantu untuk bersama-sama
memperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
Tidak Menganggap Uang sebagai Modal Potensial
Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang dalam kehidupan yang sama
dengan barang yang dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan
(laba). Sedang dalam fungsinya sebagai modal nyata (capital), uang dapat
menghasilkan sesuatu (sifat produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa. Oleh
sebab itu, sistem keuangan islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau
digunakan bersama dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif
Hal ini sama dengan pelanggaran untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian
yang sangat tinggi, juni, dan transaksi yang memiliki resiko yang sangat besar.

3
Kesucian Kontrak
Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tnggi nilainya, sehingga seluruh kewajiban
dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan. Hal ini akan
mengurangi resiko atas informasi yang asimetri dan timbulnya moralhazard.
Aktifitas Usaha Harus Sesuai Syariah
Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan
menurut syariah.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu pada prinsip rela sama rela tidak ada pihak
yang didzalimi atau mendzalimi, hasil biaya muncul bersama biaya, dan untung muncul
bersama resiko.

B. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Seperti yang kita ketahui, bahwa jenis bank jika dilihat dari cara menentukannya harga
terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan konvensional dan bank yang
berdasarkan prinsip syariah. Dan bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan
kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada Konsep Islam, yaitu
kerjasama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.[1]
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan Syari'ah
adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-
prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus
menghindar dari riba, gharar dan maisir.
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah
Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari
kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta
menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini , bukanlah hanya
menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban
setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan
bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan
sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
The Mit Ghamr Bank Mesir merupakan lembaga keuangan Islam modern pertama yang
didirikan pada tahun 1963. Perkembangan dan kemajuan Mit Ghamr menyadarkan para
ekonom dan ilmuan muslim, ternyata sistem Islam dapat membawa kemajuan. Tetapi
dalam waktu yang bersamaan keberhasilan itu mengundang kecemburuan dan
kedengkian orang-orang yang tidak suka dengan sistem Islam, sehingga akhirnya Mit
Ghamr ditutup. Kelahiran Mit Ghamr kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank Islam
di berbagai negara, baik di negara Islam ( mayoritas Islam ) termasuk Indonesia maupun
negara non-muslim.
Dasar pemikiran dikembangkannya lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat
dilayani oleh lembaga keuangan yang sudah ada di Indonesia, karena bank-bank
tersebut menjalankan sistem bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas

4
muslim, meyakini bahwa aktivitas lembaga keuangan yang menjalankan praktek bunga
tidak sesuai dengan prinsip Syari'ah Islamiyah, sehingga keikutsertaan mereka dalam
sektor keuangan tidak optimal. Dengan dikembangkannya lembaga keuangan yang
dijalankan dengan prinsip-prinsip Syari'ah diharapkan seluruh potensi ekonomi
masyarakat Indonesia yang belum dioptimalkan dapat dioptimalkan.
Dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, membuka
peluang dibukanya lembaga keuangan yang dioperasikan berdasarkan pada prinsip-
prinsip Syari'ah. Bermodalkan peluang yang diberikan undang-undang tersebut, telah
berdiri lembaga-lembaga keuangan Syari'ah, yaitu sebuah bank umum (Bank Muamalat
Indonesia), 52 Bank Perkreditan Rakyat (BPRS), 1300 Baitul Maal Wattamwil (BMT),
sebuah Reksadana Syari`ah (PT. Danareksa) dan sebuah Multifinance (BNI-Faisal
Islamic Finance). Meskipun secara kuantitatif volume usaha lembaga-lembaga ini
masih sangat kecil dibandingkan dengan total volume usaha lembaga keuangan secara
nasional, namun gaungnya telah terdengar hampir merata dikalangan ummat Islam di
Indonesia saat ini.
Kemudian pemerintah menyempurnakan UU No.7 / 1992 dengan mengeluarkan UU
No. 10 tahun 1998. UU No.10 ini memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi
berdirinya lembaga keuangan Islam. Bahkan dalam UU ini Lembaga Keuangan Islam
menempati posisi dan kedudukan yang sejajar dengan mitranya yang telah terlebih dulu
ada.

C. Prinsip-Prinsip dan Ciri-Ciri Bank Syariah


Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Adapun prinsip-prinsip yang membedakan Bank Syariah dengan Bank


Konevensional adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.

5
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai
berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi
juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal
dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik
berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu
modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di
bidangnya.

D. Produk dan Jasa Bank Syariah


Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan.
Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik
terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu
sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar, yaitu[2] :
A. Produk Penyaluran Dana (financing);
B. Produk Penghimpunan Dana (funding); dan
C. Produk Jasa (service)

A. PENYALURAN DANA
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu :
1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang
menggunakan prinsip sewa digunakan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil

6
digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa
sekaligus.

I. Prinsip Jual Beli (Bai)


Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu
penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut :
1). Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga
pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus
terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang
diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan
adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-
Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru
kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah
pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar
negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
2). Bai'as-Salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus
diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran
harus dalam bentuk uang.
3). Bai'al Istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam.
Pengertian Bai'Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen
(pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu
tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-
menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per
bulan atau di belakang.
II. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak
pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamik(sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada
awal perjanjian.

7
III. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.
Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk
melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai
nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada
lembaga keuangan modal ventura.
b. AI-mudharabah
Secara spesifikk terdapat bentuk musyarokah yang popular dalam produk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua
atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerja sama antara panduan kontribusi 100% modal kas
darishahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
Perbedaan yang esensial dari musyarokah dan mudharobah terletak pada besarnya
kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu.
Dalammudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarokah
modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarokah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan
(uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung
keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan
bersama.

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah :


Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau berupa barang yang dinyatakan nilainya
dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan bertahap, maka harus jelas tahapannya
dan disepakati bersama.
Hasil dari pengelolaan modal mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara :
1.Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2.Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau
waktu yang disepakati.
Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
c. Al-muzara'ah

8
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap
untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Dalam dunia perbankan ka-sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation
atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil
panen dengan imbalan yang telah disepakati.

d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan
menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari
persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

IV. Akad Pelengkap


Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Uraian berikut ini akan
membahas akad-akad pelengkap ini.
a) Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu
pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
b) Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti
jaminan utang atau gadai.
c) Qard
Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan baiasanya
dalam empat hal, yaitu:
a. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon jamaah haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah
akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
b. Sebagai pinjaman tunai (Cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana
nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM.
c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank
akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual bel,
ijarah, atau bagi hasil.
d. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini
untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.

d) Al-Wakalah (Amanat)

9
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau
pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai
dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
e) Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.

B. PRODUK PENGHIMPUNAN DANA


Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah prinsip Wadhiah dan Mudharabah.
I. Prinsip Wadhiah
Al-Wadiah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang
harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.
Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si
penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang
terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih
dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang
menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip
yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah(tangan penanggung).
Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadh'ah dhamanah berbeda dengan wadi'ah amanah. Dalam
wadi'ah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan
dhamanah yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi
hukumnya sama dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank.
Pemilik dana tidak mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam
praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya
bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan
nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

II. Prinsip Mudharabah


Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau
perjanjian diantara dua belah pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal
(shahib al-mal atau al-mal), memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain
(pengusaha), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha.[3] Apabila mengalami
kerugian maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola, maka sipengelolalah yang bertanggug jawab. Dan didalam
prktiknya mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:
a) Mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak
lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi
usaha dan daerah bisnis.

10
b) Mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di
mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk
pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan
mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau
tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial
yang dititipkan
Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari mudharib,
yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal
dalam setiap transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian
menjadi mitra dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.

III. Akad Pelengkap


Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan
penghimpunan dana, biasanya juga diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini
juga tidak ditujukan untuk mencari kuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Salah satu alat pelengkap yang dapat dipakai untuk
penghimpunan dana adalah akad wakalah.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan
transfer uang.

C. JASA PERBANKAN
Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula
melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat
imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain :
I. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.jual beli
mata uang yang tidak sejenis ini ,penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama
(spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
II. Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan dan jasa tata
laksana administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
E. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi
perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan
secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
Sebelum tahun 1998 perbankan syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran
hukum yang kokoh dan peraturan operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah
serta perangkat lainnya. Keadaan ini menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha
menyesuaikan produk-produknya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Akibatnya ciri khusus produk Islami belum bisa ditampilkan. Akibat yang lainnya
adalah produk-produk itu belum sepenuhnya dapat diterima masyarakat.
2. Likuiditas

11
Bank Indonesia belum menyediakan fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi
perbankan Syari'ah, hal ini karena BI menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang
menyatakan bahwa pendapatan Bank Indonesia adalah bunga.
3. Earning Assets
Standard yang digunakan BI untuk mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah
dan konvensional adalah sama, padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk
memperoleh pendapatan nol. Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara
mudharabah pengembaliannya nol, dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan. Bagi
perbankan Syari'ah fenomena ini sesuatu yang normal sebagai "nature of business
cycle" yang mengakibatkan penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan
mengukurnya dengan ukuran pembiayaan pada bank konvensional, dan
memasukkannya kedalam kolektibilitas.
4. Akuntansi
Sistem akutansi perbankan di Indonesia mengacu kepada Standard dan
Ketentuan Akuntansi Perbankan Indonesia (SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus
tentang perbankan Syari'ah didalamnya. Ini akan membuat penilaian terhadap
pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak sesuai, karena asumsi yang digunakan
dalam SKAPI adalah perbankan konvensional.
5. Perpajakan
Perbankan Syari'ah memiliki produk bai' (jual beli), dalam hal ini
Perbankan Syari'ah mengalami kendala perpajakan. Produk bai' seharusnya
diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan pembiayaan, sehingga akan terjadi pajak
ganda (double taxation), yaitu pajak jual beli ketika transaksi dan pajak pendapatan
pada akhir tahun.
6. Standard Fatwa
Belum adanya keseragaman fatwa tentang beberapa produk perbankan
Syari'ah, walaupun sudah ada Dewan Syari'ah Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas
Syari'ah di setiap institusi dapat mengeluarkan fatwanya sendiri yang memiliki
kemungkinan berbeda dengan yang lain. Hal semacam ini akan membingungkan
ummat dan menyulitkan pelaksana di lapangan.
7. Jaringan Bank Syari'ah
Jaringan Bank Syari'ah masih sangat terbatas, keterbatasan jaringan ini
sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan bank Syari'ah terhadap
masyarakat yang mendambakan produk-produk bank Syari'ah.
8. Sumber Daya Insani
Masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan prinsip maupun keterampilan teknis, sehingga akan berpengaruh pada
kualitas pelayanan.
9. Persepsi masyarakat
Secara umum masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai
kegiatan operasional perbankan Syari'ah ; keterbatasan ini menyebabkan sebagian
masyarakat memiliki persepsi yang tidak tepat mengenai operasional perbankan
Syari'ah.

12
2.2 Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam

Proyek ekonomi Islam telah lahir dari ekonom Muslim pada tahun 1976
dengan diadakannya konferensi internasional pertama kali di Makkah, Saudi Arabia.
Konstituensi utama dari inisiatif ini adalah umat Muslim. Penyebaran perkembangan
ekonomi Islam cepat dilakukan dengan fokus pada isu-isu penting dan praktek untuk
negara-negara Muslim pada waktu itu. Dengan demikian, pembangunan ekonomi,
distribusi pendapatan, penuntasan kemiskinan dan kebijakan makroekonomi adalah
bagian dari agenda penelitian awal. Kebijakan fiskal dan moneter subjek yang menarik
dan menjadi perhatian para ekonom Islam. Hal ini terjadi ketika kontur subjek ekonomi
Islam yang belum ditentukan. Dua seminar internasional tentang ekonomi moneter dan
fiskal Islam diadakan di Jeddah dan Islamabad pada tahun 1978 dan 1980. Sejak saat
itu wacana tema tersebut bertepatan dengan perkembangan ekonomi Islam pada
umumnya. Kebijakan fiskal bekerja melalui anggaran pemerintah di suatu negara. Arti
"Pemerintah" disini termasuk nasional, provinsi, negara bagian, kabupaten, kelurahan,
desa dan pemerintah daerah lainnya. Namun, literatur tentang kebijakan fiskal
umumnya berfokus pada kebijakan fiskal oleh pemerintah pusat. Kebijakan fiskal
bekerja melalui pengeluaran, pajak dan subsidi di tingkat pemerintah. Terkadang utang
publik juga menjadi bahan utama pertimbangan. Kebijakan moneter berkaitan dengan
pengelolaan moneter oleh otoritas moneter di suatu negara. Dan hal ini berkisar antara
volume likuiditas -daya beli- dalam perekonomian. Kebijakan fiskal bekerja melalui
volume uang yang beredar dan variasi-variasi dalam tingkat di mana sumber daya-
sumber daya surplus dan unit-pendek dalam perekonomian melakukan pertukaran, baik
secara langsung dengan satu sama lain atau melalui perantara lembaga keuangan.
Hubungan antara kedua kebijakan diakui dalam literatur ekonomi aliran mainstream.
Tapi hal ini sebagian besar terbatas pada kasus pembiayaan defisit ketika anggaran
belanja pemerintah tidak dibiayai dari pajak. Dalam sebuah contoh, adegan moneter
dipengaruhi oleh salah satu suntikan uang segar yang beredar ke perekonomian atau
pergeseran sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik melalui pinjaman publik.

A.Kerangka kelembagaan Untuk Kebijakan Fiskal dan Moneter


Menurut pandangan Islam, kehidupan ini adalah ujian bagi manusia. Untuk
tujuan uji ini, Allah SWT memberi manusia kebebasan untuk berkehendak dan
membolehkan kepemilikan pribadi. Dapat diartikan bahwa seseorang mendapat
properti pribadi dan property hak pertukaran. Bagaimana pelaku ekonomi dapat
melakukannya kehendak bebas mereka? Jawabannya adalah "melalui institusi pasar".
Oleh karena itu, aman untuk menyimpulkan bahwa Syariah mengatur ekonomi berbasis
pasar. Kesimpulan ini juga dikonfirmasi oleh sejumlah hadits pada bentuk-bentuk
transaksi dan bukti yang tersedia untuk ekonomi Islam yang pertama ketika zaman Nabi
SAW dan penerusnya. Di dalam keuangan, prinsip-prinsip Islam sebagai intermediari
akan memiliki implikasi sebagai berikut. Adanya Lembaga Keuangan Syariah karena
alasan ekonomi, tetapi dengan perbedaan sebagai berikut. Lembaga Keuangan Syariah
tidak lebih menjadi perantara keuangan murni yang meminjam dan memberikan
peminjaman dalam jangka pendek maupun panjang. Lembaga Keuangan Syariah akan

13
menjadi agen ekonomi. Mereka akan berinteraksi dengan unit sumber daya surplus
dengan dua cara. Pertama, bank dapat memberikan giro bebas bunga bagi mereka yang
mencari keamanan uang mereka dan fleksibilitas dalam penggunaan dana. Kedua,
Lembaga Keuangan Syariah akan masuk ke dalam kontrak kemitraan dengan pemilik
dana dan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Di sisi pembiayaan
konvensional, pembatasan "tidak untung" akan menutup bank memberikan kredit
kepada nasabah mereka yang dapat menggunakannya pada kebijaksanaan bank itu
sendiri. Hal ini akan memaksa bank untuk benar-benar masuk ke dalam proses transaksi
di tingkat sebagai pedagang, lessor dan mitra. Untuk ini, salah satu dapat menambahkan
bahwa instrumen keuangan dibagi dan tradable berbasis syariah akan menambah ke
dalam pasar uang syariah. Hal ini akan menghapus dikotomi antara pembiayaan oleh
bank dan penggunaannya akan bermanfaat pada akhir penerima dan oleh sebab itu
antara arus keuangan dan arus nyata dalam ekonomi harus seimbang. Hal ini juga
berkaitan dengan menyebutkan bahwa negara Islam memiliki konteks ideologis, yaitu,
menyebarkan petunjuk dari Allah SWT untuk semua orang, baik di dalam dan luar
negeri. Pada praktisnya, perspektif ideologis ini juga berarti menjaga kerja ekonomi
sejalan dengan Shariah dalam menentukan kegiatan ekonomi dan Islamisasi ekonomi.
Penghapusan riba dari sistem keuangan melalui tindakan kebijakan adalah contoh yang
terakhir.

B. Beberapa Pertimbangan Praktis dalam Kerja dua Kebijakan


Saat ini dalam kasus pemerintah, penguasa elit membuat keputusan fiskal,
pembentukan (birokrasi) implementasi mereka kepada masyarakat (baik sekarang atau
generasi mendatang) dalam mengambil harga. Kontrak sosial (konstitusi), undang-
undang, aturan dan peraturan yang mengikat proses konsultasi (dalam bentuk badan-
badan terpilih secara demokratis) berusaha untuk memastikan sistem kerja tertib.
Namun, kurangnya perhatian umum pada tiga tingkatan aktivitas fiskal, membuat
bencana. Masalah ini sebagian diatasi oleh Syariah melalui pengenalan kendala pada
sifat dan peran pemerintah. Subsidi ekonomi untuk mempromosikan kegiatan ekonomi
oleh produsen dan eksportir sulit untuk dibenarkan dengan alasan Syariah. Oleh karena
itu, mereka tidak mungkin memiliki tempat di lingkungan Islam. Harus menghapus
penyebab besar defisit fiskal di sebuah negara. Peran aktif pemerintah akan dibawa
sejalan dengan peran natural untuk pemerintah. Pemerintah dapat memberikan
kontribusi ekonomi kepada masyarakat melalui langkah-langkah off-budget. Titik
berikut akan pantas dipertimbangkan dalam peraturam fiskal Islam. Di mana
pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan cara-cara yang saling eksklusif dan
semua pilihan tidak memiliki implikasi distributive yang identik, preferensi dapat
diberikan dengan implikasi untuk pengurangan ketidaksamaan pendapatan. Kendati di
atas, otoritas moneter dapat meminta bank untuk mempertahankan tabungan untuk
membuat cadangan giro. Namun, ada persyaratan tersebut untuk dapat diperkenalkan
sebagai pengganti deposito dan untuk tujuan investasi dengan izin dari otoritas moneter.
Tentu saja, tujuan membatasi (meningkatkan) kemampuan bank untuk menghasilkan
deposito berbasis kemitraan dapat dicapai dengan meningkatkan kontribusi oleh bank.
Eksogen memperkenalkan pembatasan rasio keuntungan bersama oleh bank-bank

14
dengan deposan mereka akan melanggar prinsip Syariah dan tidak adanya intervensi
pemerintah dalam masalah bilateral.

C. Fiskal dan Moneter di Indonesia


Secara umum kebijakan fiskal ditujukan untuk memelihara stabilitas ekonomi
sehingga pendapatan nasional dapat ditingkatkan sesuai dengan penggunaan sumber
daya dan efektifitas kegiatan masyarakat tanpa harus mengabaikan redistribusi
pendapatan dan upaya kesempatan kerja. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan
yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka
melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara. Kebijakan
moneter pada umumnya adalah salah satu kebijakan bagaimana mencapai stabilitas
ekonomi makro. Seperti stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, tersedianya lapangan
kerja. Semua sasaran tersebut sangat sulit dilaksanakan karena timbulnya trade off
antara variabel-variabel tersebut. Setelah terjadinya krisis moneter di Indonesia
merubah strategi kebijakan moneternya dengan menggunakan kerangka inflasi
targeting. Selama penerapan strategi kebijakan tersebut ternyata tingkat
keberhasilannya belum memuaskan sehingga perlu dikaji kembali apakah strategi yang
digunakan sudah cukup sesuai dengan kondisi perekonomian di Indonesia.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. sistem kelembagaan keuangan bebs bunga dalam praktik
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan
Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada
prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus
menghindar dari riba, gharar dan maisir. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan
Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai
kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang
saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat
mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah
yang ditawarkan adalah sebagai berikut: Al-wadiah (Simpanan) dan Pembiayaan
dengan Bagi Hasil.
Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi
perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan
secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
2. Earning Assets
3. Akuntansi
4. Perpajakan
5. Standard Fatwa
6. Jaringan Bank Syari'ah
7. Sumber Daya Insani
8. Persepsi masyarakat

2. Kebijakan moneter dan fiskal dalam islam


Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive
policy)dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)

16
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali
evolusi yaitu:
a The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b.The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam
menentukan nilai tukar uang yang beredar.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di
back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan
sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money)
yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.

Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar:
Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto
Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral
(Moral Persuasion)

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan


nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7
tentang Bank Indonesia.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam, antara lain : Reserve Ratio. Moral Suassion, Lending Ratio, Refinance
Ratio,Profit Sharing Ratio, Islamic Sukuk, Government Investment Certificate

3.2 Saran
Menurut dari kelompok kami adalah sebagai mahasiswa islam harus memilih
sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip
syari'ah Islamiah agar dapat lebih terhindar dari riba dan sebagainya. Kebijakan
moneter dan fiskal ini sangat lah membantuh bagi pemerintah dalam sektor keuangan
yang beredar agar jumlah uang yang beredar seimbang.

17
DAFTAR PUSAKA

1. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam


2. Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam
3. Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami
4. Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter
6. http://www.kompasiana.com/niamey/kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-
ekonomi-islam_574bb6f4c122bd8c04f7832a
7. http://nuzululmaghfiroh88.blogspot.co.id/2015/10/sistem-keuangan-dan-lembaga-
keuangan.html

18

Anda mungkin juga menyukai