LATAR BELAKANG
Otitis media supuratif kronik merupakan salah satu penyakit THT yang
paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan
dengan beberapa negara lain.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba
Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).
a. Membran Timpani
2
anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan
belakang) (Dhingra, 2007).
b. Kavum timpani
c. Tuba Eusthachius
3
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan
saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan
nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian
tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian)
dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan
panjang (2/3 bagian).
d. Prosesus Mastoideus
B. Definisi
OMSK adalah peradangan kronis pada mukosa telinga tengah, struktur
tulang kavum timpani dan mastoid disertai dengan membran timpani
perforasi dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap
selama 6-8 minggu atau lebih.
C. Epidemiologi
4
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada
anak- anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%).
Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang
1% (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-
pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet,
2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.
D. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : tipe tubotimpanal (tipe
mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna).
5
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga (Dhingra, 2007).
a. Kolesteatom kongenital.
6
2. Secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu
kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya
bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi
marginal pada bagian posterosuperior (Meyer, 2006).
E. Patogenesis
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus.
Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi
pada telinga tengah missal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan
keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.. Hipotesis ini
menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada
masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga.
Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau
sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps
kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini
mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas
kebenarannya, antara lain:
7
a. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan
lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi,
biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.
b. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya
antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus
dalam 25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis
tidak berkurang dalam periode tersebut.
c. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis
akut pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa
gejala dan bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan
beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah
(Glasscock III M.E, Shambaugh GE, 1990).
F. Factor Risiko
Faktor risiko terhadap terjadinya OMSK dapat dibedakan menjadi faktor
risiko berdasarkan klinis dan faktor risiko berdasarkan sosio-demografi.
8
keluarga yang banyak, hal ini dikenal dengan mini-epidemik pada
otitis media (Kong dan Coates, 2009).
G. Gejala
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna
kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
9
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
4. Vertigo
10
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum (Helmi S, 1990).
H. Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan otoskopi
11
ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus
tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang Sedangkan
gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars
flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
3. Pemeriksaan audiometri
4. Pemeriksaan radiologi
12
mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih
sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Mills,
1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
5. Pemeriksaan bakteriologi.
I. Diagnosis Banding
1. Barotrauma
Gejalanya berupa penurunan pendengaran dan rasa nyeri serta
perasaan ada air dalam telinga, membran timpani juga dapat perforasi
apabila tekanan dari luar terlalu tinggi sehingga memekakkan telinga.
J. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi berdasarkan stadium :
13
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.
14
Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum,
yang akan menyebabkan ototoksik.
3. OMSK MALIGNA
15
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain
mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi
radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti,
timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined
approach tympanoplasty). Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
K. Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut
atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial
yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut:
L. Prognosis
16
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik jika di lakukan
control terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung penyebab. Keterlambatan dalam penanganan
karena ketidakpedulian dari pasien dapat menimbulkan kematian yang
merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera.
Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena mengalami
komplikasi intrakarnial yaitu meningitis.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
B. Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama
17
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering batuk pilek
5. Riwayat Alergi
Tidak ada
C. Pemeriksaan Lokalis
1. Telinga
Telinga Dextra Sinistra
Auricula Normal Normal
Nyeri Tekan Tragus - -
MAE Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Membran Timpani - Perforasi sentral
Rinne - +
Weber - lateralisasi
Swabach - memanjang
2. Hidung
Hidung Dextra Sinistra
Dorsum nasi - -
Septum Nasi Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Cavum Nasi - -
Konka - -
Mukosa Hiperemi -
3. Tenggorok
Tenggorok
Labialis -
Palatum -
Glossus -
Gingiva -
Pharing Hiperemi
Tonsil T1/T1
Uvula -
D. Diagnosis kerja
18
Otitis Media Supuratif Kronik Sinistra tipe aman fase Aktif
E. Penatalaksanaan
1. Tipe benigna yang aktif
1. Aural toilet (jika ada cairan di suction terlebih dahulu)
2. Medikamentosa (antibiotic : clindamycin)
3. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya (Anti
histamine : Terfenadine dan Dekongestan : Pseudoephedrin
4. Perawatan local dengn perhydrol 3% dan tetes telinga (ofloksasin)
5. Pengobatan alergi jika ada alergi
2. Tipe benigna tenang
Timpanoplasti
3. Tipe maligna
Terapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi, radikal
dengan rekontruksi)
F. Edukasi
1. Telinga tidak boleh terkena air, jika mandi/wudhu telinga di tutup
kapas
2. Telinga tidak boleh di korek-korek
3. Jika ada batuk pilek segera di obati
G. Prognosis
Jika di obati dengan baik , prognosis baik.
19
BAB IV
ANALISIS KASUS
Menurut buku Pedoman Diagnostik dan Terapi SMF THT edisi III tahun
2005, OMSK adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani dan tulang mastoid, dimana di sertai keluarnya
cairan (otore) terus-menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu. Pada otitis
media, pendengaran biasanya menurun, maka perlu di lakukan pemeriksaan test
pendengaran untuk memastikan jenis dan derajat ketulian.
20
Dari pemeriksaan fisik menggunakan otoskopi di temukan adanya perforasi
sentral sedang di telinga kiri penderita, tidak di temukan kolesteatom.
Dari gejala, tanda dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat ditentukan
diagnosis kerja pada kasus ini adalah Otitis Media Supuratif Kronik sinistra tipe
aman fase Aktif. Diagnosis banding pada kasus ini adalah barotrauma yang
gejalanya berupa penurunan pendengaran dan rasa nyeri serta perasaan ada air
dalam telinga, membran timpani juga dapat perforasi apabila tekanan dari luar
terlalu tinggi sehingga memekakkan telinga. Namun, diagnosis banding ini dapat
disangkal karena pasien mengaku tidak ada rasa nyeri dan tidak pernah menyelam
sebelum mengalami penurunan pendengaran.
Diagnosis banding lainnya adalah otitis media akut stadium perforasi.
Pada OMA stadium perforasi juga dapat terjadi perforasi membran timpani namun
biasanya perforasi tidak sampai total dan bahkan bisa resolusi sempurna. Yang
membedakan antara OMA dan OMSK adalah berdasarkan waktu dimana telinga
pasien selalu mengeluarkan cairan. Pada pasien ini, keluarnya cairan dari telinga
kiri sudah berlangsung selama sekitar dua tahun dan selalu kambuh (hilang
timbul). Hal ini sangat mendukung diagnosis OMSK. Selain itu diagnosis banding
lain adalah perforasi membran timpani yang diakibatkan oleh obat yang ototoksik
seperti obat malaria dan tuberkulosis. Namun, pada anamnesis pasien mengaku
tidak sedang mengkonsumsi obat tuberkulosis.
Umumnya pada pasien dengan OMSK perlu diberikan edukasi (KIE) agar
proses penyakitnya tidak terus berlangsung. Edukasinya dapat berupa : untuk
menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang telinga. Antibiotic
harus tetap di minum sampai habis walaupun gejala sudah berkurang. Untuk
sementara telinga kiri tidak boleh terkena air dulu, jika mandi/wudhu telinga di
tutup kapas. Datang kembali untuk control setelah 1 minggu untuk melihat
perkembangan penyembuhan pada perforasi membrane timpani. Apabila pasien
dapat menjalankan hal tersebut maka tentu saja akan meningkatkan prognosisnya.
21
Yang terpenting dalam penangan kasus ini adalah pemberian terapi yang cepat dan
tepat serta adekuat di tunjang dengan kepatuhan pasien selama pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, ZA 2007, Kelainan telinga tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, h: 64-85.
22
Gopen, Q 2010, Pathology and clinical course of inflamatory diseases of the
middle ear, Glassock-Shambaugh Surgery of The Ear, six edition, Peoples
Medical Publishing House-USA, Connecticut, p: 425-35.
Helmi, 2005, Otitis media supuratif kronis, Otitis Media Supuratif Kronis:
Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti, Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta.
Meyer, TA, Strunk, TL & Lambert, PR 2006, Cholesteatoma, Head & Neck
Surgery-Otolaryngology, Lippincott & Wilkins, Williams Texas, p: 2094-112.
23