Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LATAR BELAKANG

OMSK adalah peradangan kronis pada mukosa telinga tengah, struktur


tulang kavum timpani dan mastoid disertai dengan membran timpani perforasi dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan
apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 6-8 minggu atau lebih.

Otitis media supuratif kronik merupakan salah satu penyakit THT yang
paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan
dengan beberapa negara lain.

Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan


Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis
antara 2,1-5,2%. 3,4 OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif
kronik tubotimpani dan otitis media supuratif kronik atikoantral. OMSK
atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya karena sifatnya yang dapat
mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih
berat. OMSK merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di poli THT
RSUD Bangil, maka dari itu penulis akan membahas laporan kasus mengenai
OMSK.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba
Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

a. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani


yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran
ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter
antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata
0,1 mm (Dhingra, 2007). Secara Anatomis membran timpani
dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars
tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang
menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus
pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran
Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris

2
anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan
belakang) (Dhingra, 2007).

b. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi


oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di
sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus
jugularis dan N. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan
kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada
bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia
piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding
posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia
piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani (Helmi, 2005).
Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke
nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas
superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian
kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran
timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas
atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum
yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas
bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga
buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus
dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor
timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi, 2005;
Dhingra, 2007).

c. Tuba Eusthachius

3
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan
saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan
nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian
tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian)
dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan
panjang (2/3 bagian).

Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang


mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum
timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal
dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani
(Dhilon, 2000; Helmi, 2005).

d. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak


mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media.
Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus
sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum (Dhingra,
2007).

B. Definisi
OMSK adalah peradangan kronis pada mukosa telinga tengah, struktur
tulang kavum timpani dan mastoid disertai dengan membran timpani
perforasi dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap
selama 6-8 minggu atau lebih.

C. Epidemiologi

4
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada
anak- anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%).
Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang
1% (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-
pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet,
2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

D. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : tipe tubotimpanal (tipe
mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna).

1. Tipe tubotimpanal (tipe benigna) ditandai oleh adanya perforasi


sentral pada pars tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas
serta tingkat keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous (Dhingra, 2007).

Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif


dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui
tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang
telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi
subtotal pada pars tensa. Jarang di temukan polip yang besar pada
liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan
telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga

5
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga (Dhingra, 2007).

2. Pada tipe atikoantral (tipe maligna) ditemukan adanya kolesteatom


yang berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars
flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
terdapatnya tumpukan keratin yang sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega
dan berwarna putih.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut


Derlaki dan Clemis (1965) adalah: Berkembang dibelakang dari
membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat otitis media
sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel
skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi
epitel skuamous selama perkembangan (Mills, 1997).

b. Kolesteatom didapat terbagi atas

1. Primary acquired cholesteatoma dimana kolesteatom terjadi


pada daerah atik atau pars flaksida, dan

6
2. Secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu
kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya
bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi
marginal pada bagian posterosuperior (Meyer, 2006).

Bentuk perforasi membran timpani terbagi atas:


a. Perforasi sentralLokasi pada pars tensa, bisa antero-
inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total.
b. Perforasi marginalTerdapat pada pinggir membran
timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengan kolesteatom
c. Perforasi atikTerjadi pada pars flasida, berhubungan
dengan primary acquired cholesteatoma (Ballenger JJ,
1997).

E. Patogenesis
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus.
Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi
pada telinga tengah missal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan
keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.. Hipotesis ini
menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada
masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga.
Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau
sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps
kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini
mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas
kebenarannya, antara lain:

7
a. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan
lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi,
biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.
b. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya
antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus
dalam 25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis
tidak berkurang dalam periode tersebut.
c. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis
akut pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa
gejala dan bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan
beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah
(Glasscock III M.E, Shambaugh GE, 1990).

F. Factor Risiko
Faktor risiko terhadap terjadinya OMSK dapat dibedakan menjadi faktor
risiko berdasarkan klinis dan faktor risiko berdasarkan sosio-demografi.

1. Berdasarkan klinis antara lain infeksi saluran nafas atas, alergi,


adenoid, malnutrisi dan gastro-esofageal refluks, sedangkan
berdasarkan sosio-demografi antara lain sosio-ekonomi rendah, tinggal
dalam rumah yang penuh sesak, memasak dengan kayu bakar, pusat
penitipan anak, paparan asap rokok, minum susu botol dan lain-lain
(Lasisi et al, 2007).

2. Faktor sosio-demografi berperan dalam mempengaruhi risiko


berkembangnya otitis media. Begitu banyak laporan epidemiologi
yang mengindikasikan otitis media dan efusi telinga tengah memiliki
kejadian yang cukup tinggi di musim dingin dan lebih rendah di
musim semi di kedua hemisphere. Infeksi saluran nafas atas sering
timbul di musim dingin, dan virus pada saluran nafas dapat diisolasi
dari cairan telinga tengah pada 19% anak-anak dengan otitis media
akut (Kong dan Coates, 2009). Didapatkan peningkatan kejadian di
rumah yang penuh sesak / padat penghuni dan jumlah anggota

8
keluarga yang banyak, hal ini dikenal dengan mini-epidemik pada
otitis media (Kong dan Coates, 2009).

G. Gejala
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna
kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran

9
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.

3. Otalgia (nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada


merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.


Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang
timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena

10
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum (Helmi S, 1990).

H. Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis

Melalui anamnesis dapat diketahui tentang awal mula penyakit,


riwayat penyakit terdahulu, faktor risiko, gejala klinis serta hal-hal
lainnya yang mengarah ke diagnosis yang mungkin terjadi. Diagnosis
pasti OMSK dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang lainnya (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

2. Pemeriksaan otoskopi

Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan


perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral,
marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada
perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada
pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati.
Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran
timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa
kavum timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna
mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip.
Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi
yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar,
atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan
hanya pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran

11
ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus
tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang Sedangkan
gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars
flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

3. Pemeriksaan audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli


konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz , 2006).

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:

a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih


dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan
tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai
oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan
test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur (Boesoirie
S, 2007).

4. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis


nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi
dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan

12
mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih
sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Mills,
1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

5. Pemeriksaan bakteriologi.

Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting untuk menentukan


bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat (Mills, 1997;
Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006). Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan
Proteus

I. Diagnosis Banding
1. Barotrauma
Gejalanya berupa penurunan pendengaran dan rasa nyeri serta
perasaan ada air dalam telinga, membran timpani juga dapat perforasi
apabila tekanan dari luar terlalu tinggi sehingga memekakkan telinga.

2. Otitis media akut stadium perforasi.


Pada OMA stadium perforasi juga dapat terjadi perforasi membran
timpani namun biasanya perforasi tidak sampai total dan bahkan bisa
resolusi sempurna. Yang membedakan antara OMA dan OMSK adalah
berdasarkan waktu dimana telinga pasien selalu mengeluarkan cairan.

3. Perforasi membran timpani yang diakibatkan oleh obat yang


ototoksik
seperti obat malaria dan tuberkulosis.

J. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi berdasarkan stadium :

1. OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran

13
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.

2. OMSK BENIGNA AKTIF


Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan
kavum timpani serta pemberian antibiotika.
a. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
(Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)

b. Pemberian antibiotik topikal

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk


OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik
pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman
Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif
tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks,
1984). Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin,
polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes
telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984).

14
Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum,
yang akan menyebabkan ototoksik.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik


adalah Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan
Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E bersifat bakterisid
terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus
dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
Neomisin merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan
negatif serta menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.

c. Pemberian antibiotik sistemik

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya


berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak
lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.
Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam
pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat
minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap
kondisi tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

3. OMSK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.


Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri

15
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain
mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi
radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti,
timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined
approach tympanoplasty). Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

K. Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut
atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial
yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut:

1. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang


pendengaran dan paralisis nervus fasial.
2. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan
tuli saraf (sensorineural).
3. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus
lateralis dan petrositis.
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis (Helmi S, 1997).

L. Prognosis

16
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik jika di lakukan
control terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung penyebab. Keterlambatan dalam penanganan
karena ketidakpedulian dari pasien dapat menimbulkan kematian yang
merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera.
Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena mengalami
komplikasi intrakarnial yaitu meningitis.

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas

1. Nama : Ny. Nur Kholilah


2. Umur : 45 th
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Gliring, Gempol
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2016

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan keluarnya cairan pada telinga kiri sejak 2 tahun


yang lalu

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarnya cairan kadang berwarna kuning, kadang cairan bercampur


darah sejak 2 tahun yang lalu hilang timbul, di sertai turunnya
pendengaran. Seminggu ini ada batuk pilek disertai rasa mengganjal
dileher (riak) , tetapi tidak bisa dikeluarkan. Kadang-kadang telinga
berbunyi (grebeg-grebeg), kadang-kadang setelah bangun tidur
biasanya pasien merasa pusing berputar-putar.

17
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering batuk pilek

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

5. Riwayat Alergi
Tidak ada

C. Pemeriksaan Lokalis
1. Telinga
Telinga Dextra Sinistra
Auricula Normal Normal
Nyeri Tekan Tragus - -
MAE Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Membran Timpani - Perforasi sentral
Rinne - +
Weber - lateralisasi
Swabach - memanjang

2. Hidung
Hidung Dextra Sinistra
Dorsum nasi - -
Septum Nasi Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Cavum Nasi - -
Konka - -
Mukosa Hiperemi -

3. Tenggorok
Tenggorok
Labialis -
Palatum -
Glossus -
Gingiva -
Pharing Hiperemi
Tonsil T1/T1
Uvula -

D. Diagnosis kerja

18
Otitis Media Supuratif Kronik Sinistra tipe aman fase Aktif

E. Penatalaksanaan
1. Tipe benigna yang aktif
1. Aural toilet (jika ada cairan di suction terlebih dahulu)
2. Medikamentosa (antibiotic : clindamycin)
3. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya (Anti
histamine : Terfenadine dan Dekongestan : Pseudoephedrin
4. Perawatan local dengn perhydrol 3% dan tetes telinga (ofloksasin)
5. Pengobatan alergi jika ada alergi
2. Tipe benigna tenang
Timpanoplasti
3. Tipe maligna
Terapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi, radikal
dengan rekontruksi)

F. Edukasi
1. Telinga tidak boleh terkena air, jika mandi/wudhu telinga di tutup
kapas
2. Telinga tidak boleh di korek-korek
3. Jika ada batuk pilek segera di obati

G. Prognosis
Jika di obati dengan baik , prognosis baik.

19
BAB IV
ANALISIS KASUS

Menurut buku Pedoman Diagnostik dan Terapi SMF THT edisi III tahun
2005, OMSK adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani dan tulang mastoid, dimana di sertai keluarnya
cairan (otore) terus-menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu. Pada otitis
media, pendengaran biasanya menurun, maka perlu di lakukan pemeriksaan test
pendengaran untuk memastikan jenis dan derajat ketulian.

Ditinjau pada kasus ini di peroleh informasi yang dapat mendukung


diagnosis baik dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari
hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari telinga kiri,
cairannya biasa berwarna kuning, kadang cairannya bercampur darah sejak 2
tahun yang lalu hilang timbul disertai pendengaran menurun. Seminggu ini pasien
mengalami batuk pilek, dulu sering mengalami batuk pilek juga. Tidak ada nyeri,
demam (-), gejala di hidung tidak ada, sedangkan di tenggorok terasa seperti
mengganjal (riak).

20
Dari pemeriksaan fisik menggunakan otoskopi di temukan adanya perforasi
sentral sedang di telinga kiri penderita, tidak di temukan kolesteatom.

Dari gejala, tanda dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat ditentukan
diagnosis kerja pada kasus ini adalah Otitis Media Supuratif Kronik sinistra tipe
aman fase Aktif. Diagnosis banding pada kasus ini adalah barotrauma yang
gejalanya berupa penurunan pendengaran dan rasa nyeri serta perasaan ada air
dalam telinga, membran timpani juga dapat perforasi apabila tekanan dari luar
terlalu tinggi sehingga memekakkan telinga. Namun, diagnosis banding ini dapat
disangkal karena pasien mengaku tidak ada rasa nyeri dan tidak pernah menyelam
sebelum mengalami penurunan pendengaran.
Diagnosis banding lainnya adalah otitis media akut stadium perforasi.
Pada OMA stadium perforasi juga dapat terjadi perforasi membran timpani namun
biasanya perforasi tidak sampai total dan bahkan bisa resolusi sempurna. Yang
membedakan antara OMA dan OMSK adalah berdasarkan waktu dimana telinga
pasien selalu mengeluarkan cairan. Pada pasien ini, keluarnya cairan dari telinga
kiri sudah berlangsung selama sekitar dua tahun dan selalu kambuh (hilang
timbul). Hal ini sangat mendukung diagnosis OMSK. Selain itu diagnosis banding
lain adalah perforasi membran timpani yang diakibatkan oleh obat yang ototoksik
seperti obat malaria dan tuberkulosis. Namun, pada anamnesis pasien mengaku
tidak sedang mengkonsumsi obat tuberkulosis.

Umumnya pada pasien dengan OMSK perlu diberikan edukasi (KIE) agar
proses penyakitnya tidak terus berlangsung. Edukasinya dapat berupa : untuk
menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang telinga. Antibiotic
harus tetap di minum sampai habis walaupun gejala sudah berkurang. Untuk
sementara telinga kiri tidak boleh terkena air dulu, jika mandi/wudhu telinga di
tutup kapas. Datang kembali untuk control setelah 1 minggu untuk melihat
perkembangan penyembuhan pada perforasi membrane timpani. Apabila pasien
dapat menjalankan hal tersebut maka tentu saja akan meningkatkan prognosisnya.

21
Yang terpenting dalam penangan kasus ini adalah pemberian terapi yang cepat dan
tepat serta adekuat di tunjang dengan kepatuhan pasien selama pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A 2007, Radang telinga tengah menahun, Pidato Pengukuhan Jabatan


Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher, FK USU, Medan.

Bhat, KV, Naseeruddin, K, Nagalotimath, US, Kumar, PR & Hegde, JS 2009,


Cortical mastoidectomy in quiescent, tubotympanic, chronic otitis media: is
it routinely necessary?, The Journal of Laryngology & Otology (123): 383-
90.

Caponetti, G, Thompson, LDR & Pantanowitz, L 2009, Cholesteatoma, Ear,


Nose & Throat Journal (88): 1196-7.

Dhingra, PL 2007, Cholesteatoma and chronic suppurative otitis media, Diseases


of Ear, Nose and Throat, Elsevier, New Delhi, p: 66-73.

Djaafar, ZA 2007, Kelainan telinga tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, h: 64-85.

Gacek, RR 2009, Anatomy of the auditory and vestibular systems, Ballengers


Manual of Otorhinology Head and Neck Surgery, BC Decker, Connecticut, p:
1-15.

22
Gopen, Q 2010, Pathology and clinical course of inflamatory diseases of the
middle ear, Glassock-Shambaugh Surgery of The Ear, six edition, Peoples
Medical Publishing House-USA, Connecticut, p: 425-35.

Gustomo, BS 2010, Gambaran otitis media supuratif kronis tipe bahaya di


RSUD. Dr. Moewardi Surakarta tahun 2007-2009, Kumpulan Abstrak PITO-
5 & AANOA-3, PERHATI, Yogyakarta.

Helmi, 2005, Otitis media supuratif kronis, Otitis Media Supuratif Kronis:
Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti, Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta.

Kelompok Studi Otologi PERHATIKL 2002, Panduan penatalaksanaan baku


Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia, Jakarta.

Meyer, TA, Strunk, TL & Lambert, PR 2006, Cholesteatoma, Head & Neck
Surgery-Otolaryngology, Lippincott & Wilkins, Williams Texas, p: 2094-112.

Mills, R, 2009, Cholesteatoma behind an intact tympanic membrane in adult life:


congenital or acquired, The Journal of Laryngology & Otology (123): 488-
91.

World Health Organization, 2004, Chronic suppurative otitis media, burden of


illness and management options, WHO, Geneva, Switzerland.

23

Anda mungkin juga menyukai