Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien

dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya

adalah mikro organisme atau bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.

Suatu infeksi dapat disebut infeksi nosokomial bila memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik

infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari

infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam

sejak mulai dirawat.


4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi

sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi

terbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu.


2.2 Epidemiologi Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak

di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit

infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan

oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara

yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap

menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

3
Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit

demi sedikit menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin

meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang

resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih

menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus

setiap tahunnya

2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

Sesara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari 2

bagian besar yaitu fakktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan

tubuh dan kondisi-kondisi lokal) dan faktor eksogen (lama penderita dirawat,

kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan).

Mekanisme pasien terkena infeksi nosokomial adalah pasien mendapat infeksi

nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi), melalui petugas yang merawat

di RS, melalui pasien yang dirawat ditempat atau diruangan yang sama, melalui

keluarga pasien yang bekunjung, melalui peralatan yang dipakai.

Gambar 2.1 Alur penularan infeksi nosokomial

1. Agen Infeksi

4
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di

rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini

tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang

dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya

infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-

zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Beberapa

kuman penyebab nosocomial, sebagai berikut:

a. Staphylococcus aureus

Umumnya ditularkan oleh para petugas yang menularkan biasanya

karier dan ditularkan melalui tangan. Di tempat perawatan dimana

penyakit yang disebabkan kuman ini berupa endemi/epidemi maka

koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, lubang hidung

dan nasofaring. Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin tinggi

pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang

ditimbulkannya dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia,

omfalitis, abses subkutan (mastitis), sepsis,pneumo-nia, mepingitis,

osteomielitis, enteritis dan lain-lain.

b. Streptococcus

Koloni kuman ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga dan nasofaring

oleh karena kuman ini dibawa oleh bayi pada waktu lahir atau didapat

di tempat perawatan yang ditularkan oleh petugas bangsal. Pada

umumnya infeksi streptococus ini masuk ke tubuh melalui kulit yang

5
lece, jalan nafas atau pencernaan dan kemudian menimbulkan erisipelas

dikulit, selulitis, pneumonia, sepsis, meningitis dan lain-lain.

c. Pneumocoocus

Penularan biasanya berasal dari karier yaitu petugas. Kuman ini dapat

menimbulkan pneumonia, infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis,

meningitis dan lain sebagainya.

d. Listeria monocytogenes

Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta ke janin

ataumelalui jalan lahir). Menurut Barr (1974), infeksi listiriosis lebih

sering terjadi pasca waktu bayi melalui jalan lahir, oleh karena bayi

terkontaminasi dengan flora di jalan lahir yang mengandung kuman

listeria. Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi

silang diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi

tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti

peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat

dijumpai di hidung, tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.

e. Infeksi kuman gram negatif

Kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Flavobacterium

meningosepticum, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, E.coli,

Salmonella, Shigella dan lain-lain sering ditemukan di kulit, hidung,

nasofaring dan flora.Pada bayi terkontaminasi dengan mikro organisme

6
tersebut yang terdapat di jalan lahir/daerah perineum ibu, atau bayi

menelan cairan yang mengandung mikro organisme tersebut pacta

waktu lahir. Penyakit yang ditimbulkannya ialah enteritis, sepsis,

meningitis, pneumonia, abseshati, necrotizing enterocolitis dan infeksi

traktus urinarius.

f. Neisseria gonorrhoeae

Biasanya kuman ini menimbulkan infeksi pada mata yang disebut

Gonococcal ophthalmia neonatorum. Disamping itu dapat

menyebabkan gonococcal arthritis dan disseminated gonorrhoe.

Kuman lain yang juga dapat menyebabkan infeksi mata adalah

Klamidia trakhomatis, Stafilokokkus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa.

g. Infeksi kuman anaerob

Kuman yang selalu menyebabkan infeksi dari golongan anaerob ini

adalah bakteriodes dan streptokokkus anaerob, keduanya dapat

dijumpai di vagina dan uterus wan ita hamil dan post partum. Oleh

sebab itu bayi baru lahir mungkin saja mengandung kuman ini waktu

lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mungkin saja terjadi

bakteremia atau sepsis pada hari-hari pertama kehidupan. Lebih-lebih

7
hila diketahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini,

amnionitis, bayi baru lahir yang berbau busuk atau bayi yang menderita

abses di kepala sebagai akibat pengambilan darah intra uterin untuk

menganalisa gas darah, setal hematom yang terinfeksi, perforasi usus

dan setiap penyakit infeksi yang tidak sembuh-sembuh dengan

pengobatan. Kuman anaerob lainnya yang sangat berbahaya adalah

Clostridium tetani. Kuman ini berbentuk spora bila diluar tubuh

manusia dan didalam tubuh akan mengeluarkan tetanospasmin suatu

toksin neurotropik yang menyebabkan kejang otot yang merupakan

manifestasi klinik untuk diagnosis tetanus neonatorum. Tempat

masuknya kuman ini biasanya dari tali pusat oleh karena alat pemotong

tali pusat yang tidak steril atau cara merawat tali pusat yang tidak

mengindahkan tindakan aseptic dan antiseptik. Misalnya tali pusat

dibungkus dengan bubuk atau daun-daun tertentu atau dibiarkan saja

terbuka sehingga kontaminasi dengan Clostridum mudah terjadi.

h. Infeksi jamur

Infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir adalah

yang disebabkan oleh Candida albicans. Infeksi ini dapat terjadi :

- Intra uterin sebagai akibat naiknya mikro organisme ini dari vagina ke

uterus, dan dapat menimbulkan pneumonia kongenital dan septikemia.

8
- Koloni Candida albicans yang dibawa bayi ketika melalui jalan lahir

atau didapat di tempat perawatan, misalnya ditularkan melalui dot,

tangan para petugas yang mengandung Candida albicans. Candidiasis

yang paling sering di temukan ialah oral thrush (Candidiasis mulut).

Penyakit ini merupakan endemis ditempat perawatan bayi baru lahir.

Keadaan ini memudahkan terjadinya Candidiasis usus dengan tanpa

diare, candidiasis perianal, candidiasisparu dan candidiasis sistemik.

Candidiasis sistemik dapat pula terjadi pada pemberian cairan melalui

pembuluh darah balik dan dapat menyebabkana abses hati. Pemakaian

obat antibiotika dan kortikosteroid yang lama juga memudahkan

timbulnya infeksi candida.

i. Infeksi virus

Menurut Mc. Cracken (1981) infeksi nosokomial oleh virus dapat

disebabkan oleh ECHO (Enteric Cythopathogenic Human Orphan)

virus yang dapat menyerang alat pernafasan, pencernaan, selaput otak

(aseptic meningitis), Coxsackie virus menyebabkan miokarditis,

meningoensefalitis, Adeno virus menyebabkan pneumonia,

hepatosplenomegali, ikterus dan perdarahan, Syncytial virus yang

terutama menyerang alat pernafasan.

2. Respon dan toleransi tubuh pasien

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh

pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang

9
diderita, obesitas dan malnutrisi, penggunaan obat-obatan immunosupresan

dan steroid dan intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan

diagnosa dan terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh

terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit

kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE

dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap

infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang

bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi,

endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan

resiko infeksi.

3. Resistensi terhadap antibiotika

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara

tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat

diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini

menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika.

Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya

resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap

pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar

pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan

antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan

penyebaran strain yang resistan. Penggunaan yang irasional tersebut meliputi

10
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis

antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan

antibiotika yang terlalu singkat yang disebabkan oleh kesalahan diagnosa.

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen

yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi

kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-

besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi.

Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis

telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan

pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat

nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini

kedua belum ada atau tidak tersedia.

4. Faktor Alat Medis


Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi

dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit,

infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin

lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25%

pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat

berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa

ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula,

flebitis (terdapat pembengkakan kemerahan dan nyeri sepanjang vena),

septikemia (kuman menyebar hematogen) dan supurasi (bila telah terjadi

bentukan pus di sekitar insersi kanul).

11
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi

kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui

venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang

pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus

yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan

mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes

obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung

kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.


2.4 Berbagai penyakit yang ditimbulkan infeksi nosokomial
1. Infeksi saluran kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi

nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin.

Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya

bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi

biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi

yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen,

sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya

karena mikroorganisme eksogen.

Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang

uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan

terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama

adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau

air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena

sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.

2. Pneumonia Nosokomial

12
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan

ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi

inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif

seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut,

hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat

menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus

respiratorius bagian bawah.

Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza

virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus. Faktor

resiko terjadinya infeksi pneumonia ini adalah tipe dan jenis pernapasan,

riwayat merokok, tidak sterilnya alat-alat bantu, obesitas, beratnya kondisi

pasien dan kegagalan organ, tingkat penggunaan antibiotika, penggunaan

ventilator dan intubasi dan penurunan kesadaran pasien.

3. Bakteremi Nosokomial

Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi

dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri

yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat

muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan

infus.

4. Tuberkulosis

Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi-drugs resisten.

Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi,

dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan.

5. Diarrhea dan Gastroenteritis

13
Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae

dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh

golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara

diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial

dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik meliuti abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti

achlorhydria, lemahnya motilitas intestinal, dan perubahan pada flora normal.

Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi tindakan medis yang diberikan seperti

pemasangan nasogastric tube dan obat-obatan saluran cerna.

6. Infeksi pembuluh darah

Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung

dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B,

virus hepatitis C, dan HIV. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:

Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi

sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian

tubuhnya yang lain.


Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang

sama dari sisi tubuh yang lain.


7. Dipteri, Tetanus dan Pertusis

Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi

endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama

melalui sistem pernafasan. Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk

rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100%

individu yang tidak imun. Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang

menyebabkan trismus dan kejang otot.

14
8. Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak.

Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi

memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi

sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan

rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena

perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang

dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.

9. Infeksi lainnya
Tulang dan Sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan

mediastinitis
Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial
Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna,

mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.


Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra

abdominal
Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi
2.5 Pencegahan Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,

monitoring dan program yang termasuk:

Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara

mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan

aseptik, sterilisasi dan disinfektan.

15
Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi

yang cukup, dan vaksinasi.

Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.

Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

1. Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga

hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan

benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk

pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan

waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan

sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien

dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai

sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh,

atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah

terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

16
Gambar 2.2 Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar

Gambar 2.3 Penggunaan Sarung Tangan

2. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang

dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau

17
keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak

penting (misalnya penyuntikan antibiotika).

Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka

diperlukan:

Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan

Pergunakan jarum steril

Penggunaan alat suntik yang disposable.

Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui

udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka

harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.

Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan

tubuh, feses maupun urine.

Sarung tangan harus

selalu diganti untuk

tiap pasiennya.

Setelah membalut luka

atau terkena benda yang

kotor, sanrung tangan harus segera diganti.

18
Gambar 2.4 Sarung Tangan (Handscoon)

Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama

kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh,

urin dan feses.

Gambar 2.4 Jas Lab

3. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah

sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran.

Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti

mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan

19
dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat

medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik sukar

dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian

penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau

bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar

dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko

terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun

suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta

filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air

pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas

matahari.

Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien

diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus

selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan

mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:

Mempunyai kriteria membunuh kuman

Mempunyai efek sebagai detergen

Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak

dan protein.

Tidak sulit digunakan

Tidak mudah menguap

20
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas

maupun pasien

Efektif

Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

4. Perbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada

pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses

fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik

patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal

pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna

manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang

dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,

sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada

penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri

oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus

menggunakan antibiotika.

5. Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat

suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk

penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan

SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan

21
virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi

rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu

diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan

makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.

Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju

keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila

sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa

pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit

yang sama.

2.6 Peran Dokter Muda Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial

Peran dokter dalampengendalian infeksi nosokomial. Menurut Daschner,

dokter yang menjadi anggota organisasi pengendalian infeksi nosokomial, harus

berkualitas profesional dan merupakan kombinasi antara: ahli penyakit infeksi,

ahli mikrobiologi, ahli epidemiologi, social worker, psikolog, guru, ahli riset, ahli

terapi antibiotika, polisi/investigator, arsitek dan partner baik dari perawatan.

Secara umum dokter tersebut hams memiliki kualifikasi umum : punya interest,

wakil kelompok besar, punya wibawa, komunikatif, ahli dalam bidangnya, dan

tekun; dan secara khusus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang :

epidemiologi, bakteriologi - penyakit infeksi, antibiotika, antiseptik - desinfektan,

disposal, hospital architecture, psikologi, dan cukup mengenal masalah UPF;

sehingga secara umum dapat disimpulkan kualitas mereka adalah mempunyai

lima unsur : good manager, good doctor, good scholar, good teacher, good

researcher.

22
Secara fungsional, dokter mempunyai peran sebagai berikut:

a. Dalam komite : Memimpin untuk : pembuatan kebijakan, rapat rutin

(1 bulan sekali), penentuan keputusan penting dalam keadaan KLB, dan

menghimpun laporan penting.

b. Dalam tingkat team : Memimpin untuk : Penjabaran kebijakan, pelatihan

dan pengajaran staf, Surveilan, Pelaporan KLB, dan Rapat rutin (1 minggu

sekali).

c. Dalam pelaksanaan harian (tingkat UPF) punya peran sebagai berikut :

o Catatan Medis/LPD Khusus


o Pelaksanaan SOP.

Dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien, oleh karena itu peran

dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya-upaya

yang bisa dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah

sebagai berikut:

a. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan.


b. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh.
c. Alat perlindungan diri dalam bekerja.
d. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik,

sterilisasi dan disinfektan dengan benar.


e. Managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Universal precaution penting perannya dalam mencegah terjadinya infeksi

nosokomial. Dengan waspada terhadap semua pasien membawa suatu

penyakit dalam tubuhnya yang bisa ditularkan melewati berbagai cara akan

membuat dokter muda bertindak dengan waspada terhadap segala sesuatu dari

23
tubuh pasien baik berupa darah, urin, air liur, fases dan muntahan. Tindakan-

tindakan dalam universal precaution meliputi :


a. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien.
b. Menutup jarum dengan cara yang benar (tidak menggunakan dua tangan)
c. Mengumpulkan dan membuang jarum, alat tajam pada tempat yang telah

disediakan.
d. Menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh, kulit yang

luka dan membran mukosa.


e. Menggunakan masker, pelindung mata dan gaun ketika kemunkinan

berhadapan dengan derah atau cairan tubah yang menyembur.


f. Menutup semua luka atau irisan dengan bahan kedap air (linen).
g. Segera dan berhati-hati dalam membersihkan tumpahan darah atau cairan

tubuh yang lain.


Upaya universal precaution diatas diharapkan dokter muda tidak

terinfeksi penyakit dari pasien dan tidak akan menularkan penyakit kepada

pasien lainnya dengan demikian infeksi nosokomial dapat dicegah.


Imunisasi berperan dalam memberikan kekebalan terhadap serangan

penyakit. Profesi dokter muda yang selalu berkontak langsung dengan pasien

sangat rentan terhadap penularan penyakit dari pasien. Imunisasi yang dapat

diberikan kepada dokter muda salah satumya hepatitis B. HBV adalah agen

yang sangat menular diseluruh dunia yang menimbulkan sirosis dan

carcinoma hepar. Pemberian vaksinasi pada dokter muda dapat mencegah

penyebaran infeksi HBV khususnya dan infeksi nosokomial umumnya.


Alat perlindungan diri seperti masker sangat penting dalam mencegah

tertular penyakit pernafasan seperti TB. Alat perlindungan diri harus dipakai

oleh dokter muda guna mencegah terinfeksi dan menularkan penyakit.


Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan efektik

dalam segala tindakan medis akan menurunkan resiko tertularnya infeksi dari

penderita. Semisal dalam manajemen luka, tindakan aseptis harus benar dan

skill operator harus sesuai protap agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi

24
tempat masuknya infeksi lainnya. Perlunya pematangan pengetahuan dan skill

dokter muda dalam segala tindakan medis besar perannya dalam mencegah

infeksi nosokomial.
Managemen setelah terpapar sumber infeksi meliputi darah dan cairan dari

pasien atau sumber lainnya besar manfaatnya guna mencegah terinfeksi

penyakit. Darah yang menempel harus dicuci bersih dan antiseptik dipakai

guna membunuh kuman penyakit. Alat alat setelah selesai dipakai

ditempatkan pada cairan disinfektan dan dilakukan metide disinfeksi yang

sesuai guna menghindari adanya penularan penyakit pada pemakaia

selanjutnya.

25

Anda mungkin juga menyukai