Anda di halaman 1dari 25

I.

Pendahuluan

Prioritas pembangunan nasional saat ini terfokus pada pembangunan infrastruktur,


pengurangan kemiskinan, dan kesenjangan antar wilayah dengan tetap konsisten menjaga
pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. Arah pembangunan nasional disesuaikan dengan
tema Rencana Kerja Pemerintah tahun 2016 yakni Mempercepat Pembangunan Infrastruktur
untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas. Pembangunan Nasional terinci
dalam program Kabinet Kerja yang selaras dengan Nawa Cita dengan memfokuskan pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang menjamin pemerataan dan mengurangi ketimpangan antar wilayah.
Peran APBN dalam pembangunan proyek infrastruktur telah memberikan kontribusi positif
terhadap kinerja ekonomi domestik. Pembangunan infrastruktur menjadi fokus utama dalam
tahun 2016. Komitmen Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur tercermin dari (1)
peningkatan alokasi anggaran untuk mendukung pembangunan infrastruktur; (2) percepatan
pembangunan infrastruktur melalui percepatan mekanisme lelang dan penyediaan pendanaan;
dan (3) deregulasi melalui penyusunan paket-paket kebijakan ekonomi dalam rangka
meningkatkan peran swasta dan investasi dalam pembangunan infrastruktur.
Pelaksanaan APBN sebagai instrumen pendorong perekonomian nasional perlu menyesuaikan
dengan kondisi perkembangan ekonomi dan fiskal saat ini. Beberapa faktor perkembangan
ekonomi dan fiskal tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama kondisi perekonomian global,
yang diperkirakan segera membaik, tetap masih diwarnai ketidakpastian. Lemahnya harga
komoditas yang diproyeksikan masih akan terus terjadi, dapat menghambat upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak tercapainya penerimaan pajak pada tahun 2015
menjadi dasar penyesuaian target pendapatan negara pada tahun 2016 yang lebih realistis. Ketiga,
dengan meningkatnya belanja tahun 2016 dan menurunya realisasi penerimaan negara
mengakibatkan pelebaran defisit anggaran hingga mencapai ambang batas

Namun demikian, Pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan


infrastruktur dan perbaikan iklim investasi serta mengupayakan pencapaian sasaran sasaran
pembangunan nasional pada tahun 2016 dengan melakukan penyesuaian strategi fiskal baik
dalam pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2016,
pembiayaan utang mengalami perubahan signifikan yaitu peningkatan defisit anggaran sebesar
Rp23.545,0 miliar, yaitu dari Rp273.178,9 miliar (2,15% dari PDB) menjadi Rp296.723,9 miliar
(2,35% dari PDB). Dari sisi Pinjaman Luar Negeri dalam APBN-P 2016 menunjukkan angka
Rp(2,526.9) miliar hal ini menunjukkan bahwa penarikan pinjaman yang diterima oleh pemerintah
lebih kecil daripada pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang harus dibayarkan. Realisasi
penerimaan negara yang relatif rendah, sementara di sisi lain terjadi realisasi percepatan belanja,
maka perlu dilakukan revisi pada Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2016, agar
pembiayaan utang luar negeri dalam memenuhi belanja infrastruktur dapat dipenuhi dengan biaya
dan risiko yang optimal.

II. Pembahasan
A. Pembiayaan Luar Negeri dan Pinjaman Luar Negeri

Pembiayaan Luar Negeri merupakan semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman
luar negeri yang terdiri dari pinjaman program/ pinjaman tunai, pinjaman proyek atau pinjaman
kegiatan dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 pinjaman luar negeri adalah setiap
pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang
diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu

Jika kita tuangkan dalam rumus, hubungan antara pembiayan dan pinjaman luar negeri seperti
di bawah ini:

Pembiayaan Luar Negeri (Netto) =

Penarikan Pinjaman LN Penerusan Pinjaman Pembayaran cicilan pokok Utang LN

B. Komponen Pinjaman Luar Negeri

Pinjaman Luar Negeri terdiri dari:

Pinjaman Program atau Pinjaman Tunai adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai
dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua
belah pihak seperti matrik kebijakan atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
Pinjaman Proyek atau Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu
Penerusan Pinjaman adalah pinjaman yang diteruspinjamkan kepada penerima penerusan
pinjaman yang harus dibayarkan kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu

C. Kebijakan Umum Utang Negara Tahun 2016

Kebijakan umum yang digunakan dalam penyusunan strategi pembiayaan tahun 2016 adalah
sebagai berikut:

1. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB pada level yang aman dengan
mempertimbangkan kemampuan membayar kembali
2. Mengoptimalkan penerbitan SBN di pasar domestic untuk memenuhi pembiayan APBN,
sedangkan penerbitan SBN valas dilakukan sebagai komplementer
3. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan
dan melakukan pendalaman pasar SBN domestic
4. Melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif antara lain melalui buyback dan debt
switch untuk meningkatkan likuiditas dan stabilitas pasar serta implementasi Asset Liability
Management dalam upaya untuk menjaga keseimbangan makro
5. Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan
pinjaman kegiatan dan peneribitan sukuk yang berbasis proyek dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jangka menengah
6. Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri untuk
mendukung pembiayaan belanja modal APBN dan pemanfaatan fasilitas pinjaman sebagai
alternative instrument pembiayaan
7. Memperketat fungsi Investor Relation Unit , antara lain melalui diseminasi informasi
secara proaktif, respon yang cepat dan efektif, dan komunikasi yang efektif dengan investor
dan stakeholder lainnya
D. Strategi Pembiayaan Kegiatan / Proyek

Pada tahun 2016 pembiayaan kegiatam / proyek melalui utang menggunakan 3 instrumen, yaitu:

1. Pinjaman Luar Negeri


Rencana penarikan pinjaman proyek luar negeri tahun 2016 adalah sebesar Rp37.184,1 miliar
yang terdiri dari pinjaman proyek pemerintah pusat sebesar Rp28.465,2 miliar, penerusan
pinjaman (on-lending) ke pemerintah daerah dan BUMN sebesar Rp5.833,7 miliar, dan pinjaman
yang diterushibahkan kepemerintah daerah (on-granting) sebesar Rp2.885,3 miliar. Rincian
rencana penarikan pinjaman luar negeri berdasarkan Kementerian/Lembaga disajikan dalam Tabel
I. Dalam pelaksanaannya, realisasi penarikan pinjaman disesuaikan dengan progress pelaksanaan
proyek dan nilai tukar rupiah. Untuk memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang
optimal, koordinasi antar-unit terkait perlu ditingkatkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalansesuai rencana, salah satunya meningkatkan kualitas penganggaran serta optimalisasi
fungsi monitoring dan evaluasi. Upaya ini juga dilakukan untuk meningkatkan kinerja realisasi
pinjaman luar negeri dan untuk menghindari tambahan biaya utang.

Tabel I Rencana Penarikan Pinjaman Proyek Luar Negeri


Tabel II Rencana Penarikan Pinjaman Tunai Luar Negeri

2. Pinjaman Dalam Negeri

Rencana penarikan Pinjaman Dalam Negeri untuk tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp3.710,0
miliar. Besaran tersebut merupakan batas tertingggi penarikan PDN dengan memperhitungkan: (i)
kapasitas industri pertahanan dalam negeri terkait delivery barang dan jasa, (ii) upaya untuk
mendorong percepatan penarikan, khususnya atas kegiatan-kegiatan prioritas yang telah
ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya, serta (iii) kapasitas pemberi PDN serta biaya pinjaman.
Sejalan dengan itu, langkah-langkah proaktif dalam menangani slow disbursement dari PDN perlu
ditingkatkan, di antaranya adalah K/L perlu memastikan terpenuhinya kriteria kesiapan (readiness
criteria) kegiatan serta koordinasi antara Bappenas, Kemenkeu, dan K/L untuk merencanakan
kegiatan secara selektif dan hati-hati.

Tabel III Rencana Pinjaman Dalam Negeri


3. Pembiayaan Proyek melalui SBSN

Pembiayaan proyek melalui SBSN direncanakan sebesar Rp13.677,2 miliar dengan rincian
Kementerian Perhubungan sebesar Rp4.983,0 miliar, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sebesar Rp7.226,3 miliar, dan Kementerian Agama sebesar Rp1.467,9 miliar.
Waktu penerbitan SBSN tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan (realisasi pelaksanaan
kegiatan dari proyek yang dibiayai) dan kondisi pasar keuangan khususnya pasar SBN dalam
negeri.

Tabel IV Rencana Pembiayaan Proyek SBSN

E. Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri

Dalam mengelola pinjaman luar negeri Pemerintah melakukan beberapa kegiatan yang
meliputi:

1. Perencanaan,
2. Perundingan,
3. Penganggaran,
4. Penarikan, dan pembayaran pinjaman (setelmen),
5. Penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta
6. Publikasi yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri, khususnya terkait dengan pinjaman komersial.

Pengelolaan pinjaman luar negeri melibatkan banyak pihak, terutama: Bappenas, Kementerian
Keuangan, K/L/ Pemda/BUMN, pelaksana proyek.

1. Perencanaan Kegiatan

Perencanaan kegiatan pinjaman luar negeri merupakan proses penyusunan rencana kegiatan
yang layak dan siap untuk dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Penyusunan rencana kegiatan
tersebut dikoordinasikan oleh Bappenas dengan memperhatikan usulan K/L/Pemda/BUMN
pelaksana kegiatan dan masukan dari Kementerian Keuangan serta K/L terkait lainnya. Dari proses
perencanaan pinjaman luar negeri tersebut dikeluarkan beberapa dokumen sebagai berikut berikut:

a. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN), berisikebutuhan dan rencana


pemanfaatan pinjaman luar negeri dalam jangka menengah.

b. Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) atau yang dikenal
dengan istilah Blue Book, yaitu daftar rencana kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN yang telah
memenuhi kriteriakelayakan untuk dibiayai dari pinjaman luar negeri dalam periode jangka
menengah.

c. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) atau yang dikenal dengan istilah
Green Book, yaitu daftar rencana kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN dalam DRPLN-JM yang
telah memiliki indikasi pendanaan dan telah memenuhi kriteria kesiapan kegiatanuntuk
dibiayai dari pinjaman luar negeri dalam jangka tahunan.

d. Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam DRPPLN dan
siap untuk diusulkan kepada dan/atau dirundingkan dengan calon pemberi pinjaman luar
negeri.

Daftar kegiatan ini disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk proses perundingan dengan
calon pemberi pinjaman.

2. Perundingan
Kementerian negara/Lembaga, Pemda dan BUMN tidak diperkenankan melakukan perikatan
yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan pinjaman luar negeri. Perundingan dalam
rangka pinjaman luar negeri dilaksanakan Menteri Keuangan dengan melibatkan beberapa instansi
yaitu: Bappenas, K/L, Pemda, BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya. Perundingan dilakukan
setelah kriteria kesiapan kegiatan terpenuhi. Bila diperlukan Menteri Keuangan dapat meminta
dokumen kesiapan perundingan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Pemda dan BUMN.

Hasil dari proses perundingan ini kemudian dituangkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman
Luar Negeri (Loan Agreement) yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang
diberi kuasa dan pemberi pinjaman luar negeri. Perjanjian pinjaman luar negeri ini secara umum
memuat jumlah, peruntukan, hak dan kewajiban; serta ketentuan dan persyaratan.

3. Penganggaran

Untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, alokasi anggarannya
harus ditetapkan terlebih dahulu dalam APBN. Tata cara pengajuan usulan dan penetapan
anggarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 177 Tahun 2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan
Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

Sesuai ketentuan di atas pengajuan usulan dan penetapan anggaran yang besumber dari
pinjaman luar negeri dapat dibedakan sebagai berikut:

Pinjaman luar negeri K/L

a. K/L mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada Kementerian
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR).

b. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri bersama Bappenas dan K/L
pengusul dalam rapat Trilateral meetingpinjaman dan hibah luar negeri (PHLN).

c. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri disampaikan DJPPR kepada
DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

d. Secara paralel K/L menyusun RKA-KL yang menampung rencana penarikan pinjaman luar
negeri sesuai hasil rapat Trilateral meeting PHLN.
Pinjaman diterushibahkan

a. Pemda mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada Kementerian
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).

b. DJPK menghimpun usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri yang diterushibahkan ke
Pemda dan menyampaikannya ke DJPPR.

c. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri yang diterushibahkan
bersama Bappenas, DJPK dalam rapat Trilateral meeting PHLN. Dalam pembahasan tersebut
DJPPR juga dapat mengundang pemda pelaksana kegiatan atau pihak lain yang terkait.

d. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri disampaikan DJPPR kepada
DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

Pinjaman diteruspinjamkan

a. Pemda dan/atau BUMN mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).

b. DJPB menghimpun dan melakukan evaluasi atas usulan rencana penarikan penerusan
pinjaman luar negeri. Dalam melakukan evaluasi tersebut DJPB dapat mengundang pemda
dan/atau BUMN pelaksana kegiatan, DJPPR, Bappenas atau pihak lain yang terkait.

c. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan penerusan pinjaman luar negeri disampaikan
DJPB kepada DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

4. Penarikan

Mekanisme penarikan Pinjaman Luar Negeri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 84/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri.
Sesuai PMK tersebut tata cara penarikan pinjaman luar negeri dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri
dilakukan melalui:

a. Transfer ke Rekening Kas Umum Negara;

b. Pembayaran langsung;

c. Rekening khusus;

d. Letter of Credit (L/C); atau


e. Pembiayaan pendahuluan.

5. Pembayaran kembali (settlement)

Atas pinjaman yang telah ditarik, Pemerintah berkewajiban melakukan pembayaran pokok dan
bunga utang serta kewajiban utang lainnya yang terkait. Alokasi pembayaran kewajiban utang
tersebut ditetapkan dalam undang-undang APBN. Apabila karena perubahan kondisi ekonomi
makro atau sebab yang lainnya sehingga anggaran untuk membayar kewajiban utang dalam APBN
tidak mencukupi, Pemerintah dapat melakukan pembayaran bunga utang dan cicilan pokok utang
melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam
APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Sedangkan untuk penerusan pinjaman, Pemda dan BUMN berkewajiban melakukan


pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya yang terkait kepada Pemerintah.
Pembayaran tersebut dilakukan melalui mekanisme APBN. Penerimaan pembayaran cicilan pokok
dicatat sebagai penerimaan pembiayaan, sedangkan penerimaan bunga dan kewajiban lainnya
dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Mekanisme settelment lainnya adalah dengan program debt swap dimana pelunasan pinjaman
luar negeri dilakukan dengan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tertentu yang disetujui oleh
pemberi pinjaman seperti program pendidikan, pelestarian lingkungan dan sebagainya. Dengan
adanya alokasi anggaran tersebut, pihak pemberi pinjaman akan menyatakan sebagian/seluruh
pinjaman dihapus.

6. Monitoring dan evaluasi

Menteri Keuangan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap realisasi penyerapan setiap
triwulan pinjaman luar negeri dan aspek keuangan lainnya, sementara monitoring dan evaluasi
terkait kinerja pelaksanaan dilakukan oleh Bappenas. Secara bersamaan Menteri Keuangan dan
Bappenas dapat melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri pada
setiap semester.

7. Publikasi

Secara berkala, minimal enam bulan sekali Menteri Keuangan menyelenggarakan publikasi
informasi mengenai pinjaman luar negeri yang meliputi: kebijakan, posisi, sumber, realisasi
penyerapan, dan pembayaran kewajiban pinjaman luar negeri.
Dalam rangka memberikan panduan bagi pengelolaan utang Pemerintah, Menteri Keuangan
menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi
Pengelolaan Utang Negara (SPUN) tahun 2014-2017. SPUN tersebut digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan stategi pembiayaan tahunan melalui utang, penetapan batas maksimal pinjaman
luar negeri/pinjaman dalam negeri/surat berharga syariah negara (SBSN) berbasis proyek, serta
penerapan fleksibilitas pembiayaan utang. SPUN 2014-2017 tersebut nantinya akan dikaji kembali
dan direvisi setiap tahun untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan
kebutuhan pembiayaan maupun kondisi makro ekonomi.

Sesuai SPUN 2014-2017, strategi khusus pengelolaan pinjaman luar negeri adalah sebagai
berikut:

1. Pengendalian pinjaman luar negeri melalui kebijakan negative net flow secara konsisten;

2. Komitmen pinjaman kegiatan (project loan) baru diarahkan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur dan energi serta membiayai pembelian barang yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri dalam rangka alih tehnologi;

3. Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan dan pengadaan pinjaman luar negeri:

a. Meningkatkan peran serta dalam penyusunan dokumen kerjasama dengan lender untuk
menghindari terjadinya pengadaan pinjaman luar negeri yang didikte oleh lender (lender
driven).

b. Negosiasi pinjaman luar negeri hanya dilakukan setelah terpenuhinya seluruh kriteria
kesiapan (readiness criteria) dari kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri;

c. Menetapkan syarat dan ketentuan (terms and conditions) pinjaman luar negeri yang sesuai
dengan target risiko dan biaya utang.

4. Pinjaman luar negeri tunai/program dilakukan secara selektif, antara lain dalam rangka
mendukung fleksibilitas pembiayaan utang.

5. Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman luar negeri:

a. Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pemanfaatan pinjaman luar negeri untuk


memastikan penarikan pinjaman sesuai jadwal;
b. Mengambil langkah penanganan atas kegiatan yang bermasalah dan berdampak signifikan
terhadap APBN berdasarkan hasil monitoring;

c. Meningkatkan koordinasi antarunit terkait dalam penganggaran serta monitoring dan


evaluasi pinjaman luar negeri;

d. Meningkatkan kualitas data pinjaman luar negeri.

F. Resiko Pinjaman Luar Negeri

Secara umum, tujuan pengelolaan utang Negara adalah untuk mengamankan pembiayaan
APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko yang terkendali, sehingga
kesinambungan fiskal dapat terpelihara. Strategi pengelolaan utang merupakan upaya mengelola
risiko yang timbul dari komposisi outstanding portofolio utang Negara.

Dalam mengelola utang Negara, terdapat beberapa risiko yang harus dihadapi pemerintah,
antara lain:

1. Risiko kesinambungan fiskal

Utang yang besar berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran Pemerintah. Untuk itu,
perlu dirumuskan strategi yang konsisten dan terarah pada pencapaian sasaran yang jelas seperti
dalam bentuk pencapaian target yang realistis atas indikator beban utang, misalnya rasio
keseimbangan primer terhadap PDB dan rasio utang terhadap PDB.

Untuk mengendalikan risiko kesinambungan fiskal, pemerintah menerbitkan Peratutan


Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa rasio keseimbangan primer
(defisit) terhadap Produk Domestik Bruto tidak boleh lebih dari 3% dan rasio utang terhadap
Produk Domestik Bruto tidak boleh melebihi 60%.

2. Risiko nilai tukar

Semua pinjaman luar negeri Pemerintah dan sebagian (kecil) SUN dalam mata uang asing,
porsinya lebih kurang mencapai setengah dari nilai utang negara. Apabila terjadi penurunan nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang asing tersebut, akan dapat mengakibatkan tambahan beban
pembayaran pokok utang dan bunga.

Untuk mengendalikan risiko nilai tukar, porsi penerbitan/penarikan utang valas terhadap total
pembiayaan utang tahun 2016 dibatasi maksimum 40%. Dari sisi pinjaman, penarikan pinjaman
luar negeri lebih dominan dibandingkan dengan pinjaman dalam negeri, sedangkan dari sisi
penerbitan SBN, pemerintah tetap mengutamakan penerbitan SBN domestik dal membatasi
penerbitan SBN valas maksimum 27% dari total penerbitan SBN.

3. Risiko perubahan tingkat bunga

Hampir sepertiga dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang
(variable rate), sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan mengakibatkan
kenaikan pada nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran pemerintah. Risiko akibat
perubahan tingkat bunga dapat terjadi apabila Pemerintah menerbitkan SUN pada saat kondisi
pasar sedang memburuk (bearish), yang antara lain ditandai oleh kenaikan suku bunga secara
tajam sehingga biaya utang (yield) menjadi lebih tinggi.

Untuk mengendalikan risiko tingkat bunga, penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman tahun
2016 dilakukan dengan mengutamakan tingkat bunga tetap (fixed rate). Namun demikian, utang
dengan tingkat bunga mengambang masih diperlukan sebagai penyeimbang portofolio dengan
tetap memperhatikan kebutuhan portofolio dan/atau hasil negosiasi antara pemerintah dengan
pemberi pinjaman. Porsi utang dengan tingkat bunga mengambang terhadap total outstanding
utang diupayakan berada pada tingkat yang aman yaitu di bawah 20%.

Indikator risiko tingkat bunga yang lain yaitu refixing rate yang merupakan waktu portofolio
utang disesuaikan tingkat bunganya. Indikator ini dikelola dengan membatasi utang yang jatuh
tempo dalam 1 tahun dan mengendalikan utang dengan tingkat bunga mengambang. Untuk itu,
tahun 2016 SBN jatuh tempo dalam 1 tahun dibatasi maksimal sebesar 21% dari penerbitan SBN
bruto.

4. Risiko pembiayaan kembali

Selama periode lima tahun mendatang, volume utang negara yang jatuh tempo dan harus
dilunasi pokoknya setiap tahun cukup besar. Pelunasan pinjaman luar negeri dan SUN yang jatuh
tempo dengan volume yang cukup besar tersebut dapat mengakibatkan timbulnya risiko berupa
lebih tinggi/mahalnya biaya dari peminjaman baru, baik dengan pinjaman luar negeri maupun
dengan penerbitan SUN sebagaimana umumnya dilakukan.

Indikator risiko pembiayaan kembali diwakili oleh Average Time to Maturity (ATM) dan porsi
utang jatuh tempo dalam 1 tahun. Pembiayaan utang tahun 2016 ditargetkan memiliki ATM di
kisaran 9,4 tahun dengan range 1 tahun dimana ATM untuk penerbitan SBN ditargetkan sekitar
9,2 tahun dengan rincian ATM penerbitan SBN domestik 9,1 tahun dan SBN valas 12,2 tahun.

Porsi pembiayaan utang jatuh tempo dalam 1 tahun maksimal sebesar 19%, dimana untuk
penerbitan SBN diperkirakan sebesar 21% dari penerbitan SBN bruto. Sedangkan untuk penarikan
pinjaman baru tahun 2015 diperkirakan tidak akan memengaruhi utang yang jatuh tempo dalam 1
tahun mengingat sebagian besar utang dalam pinjaman memiliki grace period lebih dari 1 tahun
dan pembayaran pokok dilakukan secara amortisasi.

5. Risiko operasional

Pencapaian sasaran pengelolaan utang memiliki risiko kegagalan jika operasional pengelolaan
utang sehari-hari tidak dikelola dengan baik, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi
kelembagaannya, antara lain, berupa kelengkapan prosedur operasi baku (standard operating
procedures), sistem pengelolaan risiko, sistem informasi manajemen, mengingat bidang
pengelolaan utang membutuhkan standar kinerja operasi yang tinggi.

Untuk mengendalikan risiko operasional, pemerintah menerbitkan PP Nomor 10 Tahun 2011


tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, KMK Nomor
183/KMK.01/2013 tentang Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2014-2024, dan
KMK Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara (SPUN) tahun 2014-
2017 sebagai pedoman operasional pengelolaan utang Negara

G. Pembiayaan Utang APBN-P 2016

Dalam APBN tahun 2016, pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp330.884,8 miliar, yang
bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp327.224,4 miliar, pinjaman luar negeri (neto) sebesar
Rp398,2 miliar, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp3.262,2 miliar. Dalam APBNP tahun
2016 pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp365.729,0 miliar atau meningkat Rp34.844,2
miliar (10,5 persen) dibandingkan dengan targetnya dalam APBN tahun 2016. Pembiayaan utang
tersebut bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp364.866,9 miliar, pinjaman luar negeri (neto)
sebesar negatif Rp2.526,9 miliar, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp3.389,0 miliar.
Tabel V Pembiayaan Utang APBN-P 2016

H. Pinjaman Luar Negeri (Neto)

Pinjaman luar negeri (neto) dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan sebesar negatif Rp2.526,9
miliar, atau turun sebesar Rp2.925,1 miliar jika dibandingkan dengan target dalam APBN tahun
2016 sebesar Rp398,2 miliar. Perubahan pinjaman luar negeri (neto) disebabkan oleh menurunnya
penarikan pinjaman program dan pinjaman proyek, serta meningkatnya pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri.
Penarikan pinjaman program dalam mata uang asal direncanakan masih tetap sama, yaitu
sebesar USD2.650,0 juta. Namun, ketika dikonversikan ke dalam rupiah, jumlahnya turun
Rp1.060,0 miliar atau 2,9 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2016.
Penyebab utama turunnya pinjaman program tersebut karena apresiasi nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat. Untuk tahun 2016, komitmen pinjaman program akan diperoleh dari World
Bank, Asian Development Bank, Pemerintah Perancis (Agence Franaise de
Dveloppement/AFD), Pemerintah Jerman (Kreditanstaltfr Wiederaufbau/ KfW), dan lain-lain.
Penarikan pinjaman proyek dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp37.184,1 miliar
atau turun Rp1.072,8 miliar dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2o16 sebesar
Rp38.256,9 miliar. Penurunan pinjaman proyek tersebut terutama terkait dengan perubahan
rencana penarikan pinjaman proyek K/L dari semula sebesar Rp29.942,9 miliar dalam APBN
tahun 2016 menjadi Rp28.465,2 miliar atau turun Rp1.477,7 miliar dalam APBNP tahun 2016.
Faktor utama yang memengaruhi penurunan rencana penarikan pinjaman proyek K/L adalah
perubahan jadwal pelaksanaan proyek/kegiatan dan progres penyelesaian pengadaan pinjaman
kegiatan baru.
Pinjaman yang diterushibahkan dalam APBNP tahun 2016 sebesar Rp2.885,3 miliar atau
meningkat sebesar Rp481,0 miliar dari target dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp2.404,3 miliar.
Peningkatan pinjaman tersebut menyesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan kegiatan
Construction of Jakarta Mass Rapid Transit Project di Provinsi DKI Jakarta, dan Water Resources
and Irrigation Sector Management Program II (WISMP-2) di 115 kabupaten/kota.
Alokasi penerusan pinjaman kepada BUMN/Pemda dalam APBNP tahun 2016 direncanakan
sebesar negatif Rp5.833,7 miliar atau turun sebesar Rp76,0 miliar dari alokasi dalam APBN tahun
2016 sebesar negatif Rp5.909,7 miliar. Penurunan penerusan pinjaman tersebut menyesuaikan
perubahan asumsi kurs dari semula Rp13.900 per USD dalam APBN tahun 2016 menjadi
Rp13.500 per USD.
Rencana pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan
sebesar negatif Rp69.652,4 miliar atau meningkat Rp868,3 miliar dari alokasi dalam APBN tahun
2016 sebesar negatif Rp68.784,o miliar. Peningkatan tersebut menyesuaikan dengan perubahan
asumsi nilai tukar mata uang selain dolar Amerika Serikat terhadap dolar Amerika Serikat dan
penyesuaian proyeksi pembayaran cicilan pokok berdasarkan data terkini.

I. Komposisi Pinjaman Luar Negeri

Dalam Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) Triwulan
II 2016 dari Kementerian Pembangunan Nasional dijelaskan bahwa tema Rencana Kerja dan
Pembangunan (RKP) tahun 2016 adalah Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Untuk
Memperkuat Fondasi Pembangunan Yang Berkualitas. Dalam merealisasikan tema RKP tersebut
pemerintah memerlukan pendanaan, dan salah satu sumber pendanaan tersebut adalah dari
pinjaman luar negeri. Dalam manajemennya, pinjaman luar negeri dibagi dalam komposisi
berdasarkan sektor, instansi penanggung jawab, dan sumber pinjaman.

1. Komposisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Sektor

Kembali ke tema RKP tahun 2016, maka bisa dilihat bahwa tahun 2016 merupakan tahun
percepatan bagi sektor infrastruktur. Hal ini bisa dilihat dari Laporan Kinerja Pelaksanaan PHLN
Triwulan II 2016, alokasi sebesar 32,5% diperuntukkan ke sektor infrastruktur. Ini juga sesuai
dengan RPJMN 2015-2019 yang memfokuskan pada pembangunan infrastuktur. Beberapa
infrastukur yang didanai dari pinjaman luar negeri tersebut meliputi pengembangan sarana
transportasi dan perkeretaapian dalam rangka mendukung konektivitas nasional, serta target air
bersih dan sanitasi. Di sektor energi, pinjaman luar negeri dikonsentrasikan untuk pemenuhan
kebutuhan listrik secara merata di seluruh wilayah di Indonesia dan mendukung pencapaian target
listrik 35.000 MW di tahun 2019, yaitu berupa pembangunan pembangkit listrik dan pembangunan
jaringan transmisi. Sektor berikutnya yang mendapat alokasi terbesar pinjaman luar negeri adalah
pertahanan dan keamanan. Alokasi di sektor tersebut digunakan untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan alutsista TNI dan almatsus Polri. Selengkapnya, dapat dilihat di Tabel VI.

Tabel VI - Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Sektor


2. Komposisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Instansi Penanggung Jawab
Pelaksanaan pinjaman luar negeri berdasarkan instansi penanggung jawab dapat
dikelompokkan menjadi kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga,
diteruspinjamkan (Subsidiary Loan Agreement atau SLA), dan diterushibahkan. Sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah, Pinjaman luar negeri dapat diteruspinjamkan dan diterushibahkan ke BUMN
atau Pemerintah Daerah. Berikut adalah detail pinjaman luar negeri berdasasrkan instansi
penanggungjawabnya.

Tabel VII - Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Instansi Penanggung Jawab
3. Komposisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Sumber Pinjaman

Komposisi pinjaman luar negeri didominasi oleh Lembaga Penjamin Kredit Ekspor. Lalu
menyusul setelahnya pinjaman terbanyak yakni dari World Bank, Jepang, RR Tiongkok, dan
seterusnya. Menurut PMK Nomor 245/PMK.08/2011 Lembaga Penjamin Kredit Ekspor adalah
lembaga yang ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung,
subsidi bunga, dan bantuan keuangan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau
bagian terbesar dari dana tersebut dipergunakan untuk membeli barang/jasa dari negara
bersangkutan yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.Detal lengap sumber pinjaman dapat dilihat di tabel VIII berikut.

Tabel VIII - Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Sumber Pinjaman


J. Proyek Infrastruktur di Indonesia yang dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri Tahun
2016

Pembangunan poyek infrastuktur terus berjalan dari tahun ke tahum. Tercatat sampai dengan
semester II tahun 2016, terdapat 94 proyek infrastuktur yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Berikut adalah di antaranya :

Tabel IX Proyek Infrastruktur dengan Pinjaman Luar Negeri


Tabel X Proyek Infrastruktur dengan Pinjaman Luar Negeri
Tabel XI Proyek Infrastruktur dengan Pinjaman Luar Negeri
III. PENUTUP

Pinjaman luar negeri merupakan setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah
dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk
surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Pinjaman Luar
Negeri dapat berupa Pinjaman Program/Tunai dan pinjaman Proyek/Kegiatan. Setiap tahun
Pemerintah akan membuat kebijakan dan strategi pinjaman luar negeri dengan mengendalikan
rasio utang terhadap PDB pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan
Pemerintah untuk membayar kembali. Pemerintah perlu mengarahkan pemanfaatan utang untuk
kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan sukuk yang
berbasis proyek dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pendanaan pembangunan dalam
jangka menengah.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri,
Pemerintah melakukan beberapa kegiatan dalam pengelolaan utang negara meliputi perencanaan,
perundingan, penganggaran, penarikan, dan pembayaran pinjaman (setelmen), penatausahaan,
monitoring dan evaluasi, serta publikasi. Pengelolaan pinjaman luar negeri juga melibatkan banyak
pihak, terutama: Bappenas, Kementerian Keuangan, K/L/ Pemda/BUMN, pelaksana proyek.

Pinjaman luar negeri (neto) dalam APBNP tahun 2016 diperkirakan sebesar negatif Rp2.526,9
miliar, atau turun sebesar Rp2.925,1 miliar jika dibandingkan dengan target dalam APBN tahun
2016 sebesar Rp398,2 miliar. Perubahan pinjaman luar negeri (neto) disebabkan oleh menurunnya
penarikan pinjaman program dan pinjaman proyek, serta meningkatnya pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri. Penarikan pinjaman program dalam mata uang asal direncanakan masih tetap
sama, yaitu sebesar USD2.650,0 juta. Namun, ketika dikonversikan ke dalam rupiah, jumlahnya
turun Rp1.060,0 miliar atau 2,9 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2016.
Penyebab utama turunnya pinjaman program tersebut karena apresiasi nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat. Untuk tahun 2016, komitmen pinjaman program akan diperoleh dari World
Bank, Asian Development Bank, Pemerintah Perancis (Agence Franaise de
Dveloppement/AFD), Pemerintah Jerman (Kreditanstaltfr Wiederaufbau/ KfW), dan lain-lain.
Dalam Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan/ atau Hibah Luar Negeri yang telah
dikeluarkan Bappenas tercatat sampai dengan semester II tahun 2016, terdapat 94 proyek
infrastuktur yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri dengan berbagai Kementerian/ Lembaga
maupun BUMN yang terlibat dalam pelaksanaan belanja infrastruktur di dalamnya.

REFERENSI

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah

Nota Keuangan APBN-P Tahun 2016

DJPPR. Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga) Edisi November. 2016

Kementerian PPN/Bappenas. Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar


Negeri Triwulan II. 2016

Kemenkeu, Bank Indonesia. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Edisi November. 2016

DJPPR. Revisi Strategi Pembiayaan Utang Tahunan Melalui Utang. 2016

Yudhanto, Salimdan. Efektivitas Penggunaan Pinjaman Luar Negeri untuk Pembangunan


Infrastruktur dalam Penyusunan APBN 2014 dan APBN 2015.
Optimalisasi Pinjaman Luar Negeri pada Belanja
Infrastruktur di Indonesia

(Studi Kasus pada APBN-P 2016)

Kelompok 8

Dhimas Aditya Pratama Putra (08)


Galu Bernie Aprian (15)
Kukuh Prasetya Wibawa (23)
Moch. Fadli Kurniawan (26)

KELAS 7-B
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2016

Anda mungkin juga menyukai