Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
KEZIA IRENE / 6103015001
SOFIANNA MARGARETH / 6103015003
GABRIELLA VINCENTIA / 6103015023
IRENE NOVITA / 6103015046
MARIA FERONICA / 61030150121
DOSEN :
Dr.rer.nat RADIX ASTADI PJ., S.TP., MP
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rempah rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber
cita rasa dan aroma. Rempah rempah ini sebagian mengandung oleoresin sehingga citarasa
dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari hari rempah rempah
digunakan untuk memasak serta meramu jamu tradisional. Hasil olahan rempah rempah
dapat dimanfaatkan dalam industri parfum, flavor, pewarna, farmasi, dll. Bahan rempah
rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit batang, bunga, daun, dan buah (Muchtadi,
1992).
Rempah-rempah dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut :
1. Rimpang (rhizoma) seperti jahe, lengkuas, kencur, dan kunyit
2. Batang kulit kayu seperti kayu manis
3. Umbi seperti lengkuas
4. Akar seperti lobak pedas
5. Daun seperti daun pandan, mint, organo, basil, parsley, daun ketumbar , dan seledri
6. Kuncup bunga seperti cengkeh
7. Umbi kakar seperti bawang putih dan bawang bombay
8. Biji seperti jinten, mustar putih, kapulaga, dan wijen
9. Buah seperti paprika dan merica
Gambar 2.1. Cengkeh bubuk (kiri) ; Cengkeh segar ( kanan) (Prianto, dkk., 2013)
Gambar 2.2. Jahe gajah (kiri) ; Jahe sunti (tengah) ; Jahe merah (kanan)
( Koswara, 1995)
Kayu manis adalah jenis rempah-rempah yang berasal dari kulit batang dan
banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma dan cita rasa serta dapat diolah
menjadi senyawa anti mikroba. Rasa dan aroma kayu manis adalah pedas, sedikit
manis, hangat, dan wangi. Pemakaian kulit kayu manis dapat dilakukan dalam bentuk
asli (bubuk), minyak atsiri, atau oleoresin. Menurut penelitian beberapa ahli, kayu
berkulit kasar itu ternyata tersusun dari sinamaldehid, turunan dari senyawa fenol.
Sinamaldehid merupakan cairan berwarna kuning yang berubah menjadi cairan kental
berwarna cokelat gelap bila terkena cahaya atau udara (Handayani, 2001). Senyawa
sinamaldehida digunakan secara luas dalam industri flavor untuk memberikan bau
Cinnamon pada jenis makanan, minuman, produk farmasi, dan dalam industri
minuman keras untuk memberikan rasa manis.
Gambar 2.3. Kayu manis (Handayani,2001)
Kencur termasuk suku tumbuhan zingeberaceae dan digolongkan sebagai salah satu
jenis temu - temuan yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat. Kencur
merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang
tanahnya gembur. Bagian tanaman yang sering digunakan adalah rimpangnya yang
mempunyai aroma yang sangat khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan
jenis Zingeberaceae lain. Kencur banyak digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional,
seperti obat batuk, disentri, masuk angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain-lain.
Kandungan kimia dari rimpang kencur adalah pati, mineral, flavonoid, akaloida, dan minyak
atsiri. Minyak atsiri di dalam rimpang kencur banyak digunakan dalam industri kosmetika
dan dimanfaatkan sebagai anti jamur ataupun anti bakteri (Pratama, 2012).
Gambar 2.5. Kencur (Pratama,2012)
Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya
tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Ketumbar selain untuk bumbu masak juga
mempunyai nilai medis. Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-
terpinene, ocimene, linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat,
asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Komponen
-komponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi yang bagus sebagai
komponen obat. Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4%-
1,1% . Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen
seperti Salmonella. ( Wulandaputri, 2012)
Kunir atau yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kunyit termasuk salah
satu tanaman rempah dan obat. Tumbuhan kunir ini mempunyai beberapa fungsi
diantaranya dapat dipergunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, bahan
pembuatan jamu, untuk menjaga kesehatan dan kecantikan, dan pada umumnya kunir
juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. Kunyit memiliki rasa
yang agak pahit dan getir dan memiliki bau yang khas serta warna jingga terang atau
agak kuning pada bagian dalam rimpang, tetapi kulit kunyit berwarna jingga
kecoklatan. Warna daging kunyit disebabkan oleh minyak atsiri yang
mengandungminyak kurkumin (4-5%) dan zingiberen. Sebanyak 60% turmeron
terkandung dalam minyak kurkumin. Kunyit memiliki komposisi 28% glukosa, 12%
fruktosa, 8% protein, vitamin C dan beberapa jenis mineral dengan kandungan
mineral lainnya dengan rata-rata cukup tinggi. Minyak kurkumin merupakan bahan
antioksidan dan antibakteri (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Minyak atsiri pada
kunyit mengandung senyawa seskuiterpen alkohol, dihidro-turmeron, turmeron,
sabinene, 1,8-sineol dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa
kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan
bidesmetoksi-kurkumin.
Boesenbergia rotunda (L.) dikenal sebagai temu kunci di Indonesia banyak digunakan
sebagai bumbu penyedap masakan dan merupakan obat tradisional yang mengandung minyak
atsiri yang terdiri dari boesenbergin, cardamonin, pinostrobin, 5,7-dimetoksiflavon, 1,8-
sineol, dan panduratin. Diketahui bahwa minyak atsiri dari rimpang temu kunci efektif
sebagai antimikroba. Selain itu temu kunci memiliki efek sebagai antioksidan dan antikanker.
Temu kunci diketahui mengandung banyak minyak atsiri antara lain: sineol, kamfer, d-
borneol, d-pinen seskuiterpene, zingiberen, kurkumin, zedoarin (Yulianti, 2016).
Bahan segar
Temulawak Kencur
Kunyit/ kunir Kunci
Jahe
Bahan kering
Temulawak bubuk
Kunir bubuk
Cengkeh
Temu ireng
Temu hitam bubuk
Temu giring
Ketumbar
Kayu secang
Kencur
Kayu manis
3.2. Skema kerja
3.2.1. Pengamatan Rasa, Aroma, dan Warna Secara Subyektif
Bahan (rempah segar dan rempah kering)
Pengamatan sifat fisik meliputi warna, rasa, ukuran dan aroma
Penggambaran
bentuk berbagai jenis rempah segar dan kering
Penancapan kabel
Pembukaan penutup IR
Penutupan penutup IR
Penambahan masing-masing 100 mL etanol 96%
Pengadukan menggunakan pengaduk gelas
Pemberian tanda volume awal filtrat dengan spidol OHP
Pemanasan dalam
waterbath bersuhu 50-60oC selam 1 jam (sesekali dilakukan pengadukan)
Penambahan
etanol 95% untuk mengganti sejumlah etanol yang menguap
Penyaringan dengan kain saring
Filtrat
Pemipetan 25,0 mL filrat dengan pipet volume
Pemindahan dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya
HASIL PENGAMATAN
Bahan Segar
Bahan Segar
Temulawa 72.83
k
Kunyit 69.76
Bahan Kering
Temulawa 14.96
k bubuk
Kunyit 7.65
bubuk
Rendemen
B B Ber Ber %re
er er at at nde
at at caw ole me
ca ca an ores n
w w + in
an an ole (g)
po + ores
rs fil in
el tra (g)
en t
(g (g
) )
Bahan segar
Ku 46 65 46, 0,1 8,4
nyit ,3 ,0 51 6 656
5 4
Te 39 58 39, 0,7 44,
mul ,7 ,5 94 6 755
aw 8 8 2
ak
Bahan kering
Ku 40 59 41, 1,0 18,
nyit ,9 ,8 99 4 018
bub 5 4 4
uk
Te 45 64 46, 0,7 14,
mul ,2 ,0 02 8 675
aw 4 7 4
ak
bub
uk
Contoh Perhitungan :
Kunyit segar :
46,5146,35 100 ml
Rendemen= 100 =8,4656
25(10,6976) 25 ml
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.1. Temulawak
5.1.3. Kayu secang
Dari hasil pengamatan diperoleh sifat fisik kayu secang antara lain aroma yang
harum khas kayu secang, warna merah kecoklatan dan rasapahit. Zat yang
terkandung dalam secang antara lain brazilin, alkaloid, falvonoid, saponin, tanin,
fenil propana dan terpenoid. Selain itu juga mengandung asam galat, brasilein,
delta-a-phellandrene, oscimene, resin dan resorin. Sementara daunnya mengandung
minyak atsiri tidak kurang dari 0,20% yang beraroma enak dan tidak berwarna.
Bagian yang digunakan untuk dijadikan minuman adalah kayunya atau batang
pohonnya.
Kayu secang mengandung Brazilin, yaitu senyawa penting yang menghasilkan
warna merah berasal dari kayu brazil (Brazilwood). Pigmen alami kayu secang
(Caesalpina sappan) dipengaruhi oleh tingkat keasaman, suasana asam (pH 2-4)
berwarna kuning sedangkan pada suasana netral dan alkali (pH 6-8) berwarna
merah keunguan.
5.1.4. Kunyit
Pada praktikum digunakan kunyit segar dan bubuk. Baik itu kunyit
segar dan bubuk berwarna oranye. Kunyit dikenal juga dengan nama kunir. Induk
rimpang kunyit berbentuk bulat, silindris, membentuk rimpang-rimpang cabang yang
banyak jumlahnya dikiri dan kanan. Rimpang-rimpang ini bercabang-cabang lagi
sehingga keseluruhannya membentuk satu rumpun. Bekas-bekas akar tampak jelas
pada rimpang-rimpang ini. Rimpang kunyit rasanya agak pahit dan getir serta berbau
khas. Warnanya jingga terang atau agak kuning dibagian dalam rimpang, sedangkan
kulit rimpang berwarna jingga kecokelatan. Warna kuning orange daging rimpang
kunyit adalah akibat adanya minyak atsiri curcumin oil. Kadar minyak ini rata-rata 4-
5%. Minyak curcumin mengandung 60% turmerone. Salah satu komponen lain
ialah minyak zingiberene 25% yang keseluruhannya memberi bau yang khas, yaitu
bau kunyit. Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein,
vitamin C dan beberapa jenis mineral. Kandungan mineral kalium rata-rata cukup
tinggi. Sifat-sifat minyak curcumin ialah memrupakan bahan antioksidan dan
antibakteri. Serta warna yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.
5.1.5. Temu kunci
Pada praktikum ini, digunakan temu kunci yang dalam keadaan segar.
Temu kunci merupakan rimpang yang selain untuk memasak, juga memiliki khasiat
sebagai obat. Temu kunci memiliki warna daging kuning muda disebabkan karena
adanya pigmen flavonoid. Rasa pahit pada rimpang kemungkinan disebabkan karena
adanya senyawa saponin. Aroma khas pada temu kunci segar disebabkan karena
kandungan minyak atsiri sebanyak 0,19%. Rendahnya kadar tersebut menyebabkan
aroma dari simpang tidak menyengat. Komponen minyak atsiri pada temu kunci yang
dapat diindentifikasi sebanyak 31 komponen dengan 11 komponen utama yaitu
kamfor, 1,8-sineol, nerol, metil sinamat, trans--osimen, kamfen, sitral, limonen,
kamfen hidrat, linalool dan z-sitral. (Simbolon, 2014)
5.1.6. Temu ireng
Pada praktikum ini, temu ireng atau temu hitam yang digunakan
berupa bubuk dan sudah dikeringkan. Temu ireng merupakan rempah yang termasuk
dalam jenis rimpang. Temu ireng secara tradisional digunakan dalam ramuan jamu
dengan bahan lain untuk meningkatkan nafsu makan dan juga memiliki khasiat
sebagai obat. Warna pada temu ireng bubuk lebih mendekati warna pada bahan segar
yaitu coklat muda, sedangkan warna pada temu ireng yang sudah dikeringkan yaitu
coklat abu-abu.Rasa pahit pada temu ireng disebabkan karena adanya kandungan
senyawa damar dan saponin. Temu ireng memiliki aroma khas dan seperti bau obat
herbal. Aroma tersebut disebabkan karena kandungan minyak atsiri pada rimpang
sebanyak 2%. Komponen minyak atsiri pada temu ireng yang dapat diindentifikasi
sebanyak 26 komponen kimia. Komponen utama pada minyak atsiri rimpang tersebut
adalah kurzerenona, furanodienona, 1,8-sineol, kamfor, kurkumenol dan(4S,5S)-(+)-
germakrona 4,5-epoksida. Kandungan kurkumin pada temu ireng tidak banyak
menyebabkan warna daging pada rimpang coklat muda.(Agusta, 2000)
5.1.7. Temu giring
Pada praktikum ini, temu giring yang digunakan adalah temu giring
yang dalam keadaan sudah dikeringkan. Temu giring merupakan rempah yang
termasuk dalam jenis rimpang. Temu giring pada umumnya digunakan dalam ramuan
jamu dan memiliki khasiat sebagai obat. Temu giring mengandung kurkumin
menyebabkan rimpang yang dalam keadaan segar memiliki warna kuning mudah
sedangkan temu giring yang diamati berwarna coklat abu-abu karena sudah
dikeringkan.Rasa pahit pada temu giring disebabkan karena adanya kandungan damar
dan saponin. Temu giring memiliki aroma yang khas seperti obat herbal yang
disebabkan oleh kandungan minyak atsiri sebanyak 2,1% untuk yang sudah
dikeringkan. Komponen utama minyak atsiri temu giring yang dapat diidentifikasi
yaitu germakron,kamfor, sineol, 1,1,3-trimetil-7-metilen-dekahidro-1Hcyclopropa
naphthalene, -farnesen, borneol, -selinen, kamfen, -selinen dan -elemen.
(Siahaan, 2016)
5.1.8. Jahe
Jahe segar berwarna coklat muda, beraroma pedas serta memiliki rasa pedas
dan manis. Warna pada jahe segar disebabkan oleh adanya kandungan
karotenoid. Komposisi kimia rimpang jahe mempengaruhi tingkat aroma dan
ketajaman rasa (pedas) rimpang tersebut. Minyak atsiri yang terkandung pada
rimpang jahe akan menimbulkan aroma pedas yang tajam khas jahe diantaranya
adalah zingeberen, curcumene dan philandren. Rasa pedas pada jahe disebabkan oleh
adanya gingerols dan shogaols. Kadar gingerols pada jahe sekitar 33%.
5.1.9. Ketumbar
Ketumbar memiliki aroma dan rasa yang khas karena mengandung minyak
atsiri, senyawa coumarin, senyawa aldehid alifatik, linalool, dan monoterpen
teroksidasi.
5.1.10. Kencur
Kencur merupakan jenis tanaman yang digunakan sebagai rempah-
rempah. Bagian kencur yang digunakan sebagai rmepah adalah bagian rimpangnya.
Kencur memiliki aroma khas kencur yang sedikit pedas. Aroma kencur bubuk dan
kencur segar sedikit berbeda karena pada kencur bubuk sudah mengalami proses
pengolahan, sehingga komponen kimia yang terdapat pada kencur dapat mengalamai
perubahan dibandingkan ketika kencur masih segar. Warna pada kencur bubuk juga
berbeda dengan kencur segar. Warna kencur bubuk adalah coklat pucat, sedangkan
warna kencur segar adalah kuning pucat.
5.1.11. Kayu Manis
Kayu manis adalah rempah yang berasal dari kulit batang. Kayu manis
memiliki aroma yang harum dan raa yang manis dengan flavor harum. Warna dari kau
manis adalah coklat. Aroma dan flavor harum yang diberikan oleh kayu manis berasal
dari senyawa sinamaldehida yang terkandung dalam kayu manis. Aroma yang
dihasilkan adalah arona Cinnamon. Terdapat juga senyawa eugenol yang memberi
rasa sedikit pedas dan berbau aromatik cengkeh.
5.2. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan IR Moisture Tester.
Prinsip penggunaan alat ini adalah penentuan kadar air dengan sinar inframerah. Alat
ini membutuhkan waktu cukup lama karena kontak antara sinar inframerah dengan
bahan. Semakin tebal bahan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama. Air dalam bahan
akan menguap akibat panas yang ditimbulkan oleh alat. Air dalam bentuk uap inilah
yang akan dihitung sebagai kadar air bahan. Maka dari itu ukuran bahan yang akan
dianalisa harus sekecil mungkin serta tersebar secara rata dan setipis mungkin dalam
pelat aluminium alat.
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah temulawak segar memilki kadar
air sebesar 72.83%, temulawak bubuk sebesar 14.96%, kunyit segar sebesar 69.76%
dan kunyit bubuk sebesar 7.65%. Data tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada
bahan yang segar lebih tinggi dibandingkan dengan bahan yang berupa bubuk. Hal ini
dikarenakan di dalam proses pengolahan menjadi bubuk dilakukan proses pengeringan
dengan menguapkan air yang terkandung dalam bahan segar sehingga persentase kadar
air bahan bubuk sudah berkurang. Pengeringan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
memperpanjang umur simpan, karena bahan segar tidak tahan lama. Bahan segar tidak
mengalami proses pengeringan sehingga memiliki kadar air yang relatif masih tinggi
(berkisar antara 89-95%).
Pada bahan bubuk juga terdapat perbedaan kadar air. Kadar air pada
temulawak bubuk lebih besar dari pada kadar air pada kunyit bubuk. Perbedaan ini
dapat disebabkan karena perbedaan proses pengolahan (seperti pengeringan) pada
setiap bahan. Selain itu, cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air pada
bahan bubuk. Jika lingkungan tempat penyimpanan memiliki kelembapan yang tinggi
maka uap air dari lingkungan akan terserap ke dalam bubuk yang menyebabkan kadar
air bahan tersebut menjadi meningkat.
5.3. Ekstraksi Oleoresin
Oleoresin merupakan produk olahan rempah yang berbentuk pekat,
kental dan biasanya mengandung minyak atsiri, resin dan komponen aktif yang
terdapat di dalamnya. Untuk memperoleh oleoresin pada suatu bahan dilakukan
ekstraksi bahan menggunakan pelarut organik. Pada praktikum ini, ekstraksi oleoresin
menggunakan dua jenis bahan, yaitu bahan segar dan bahan kering. Bahan yang
digunakan adalah temulawak dan kunyit dalam bentuk segar mauoun kering. Sebelum
diekstrak, bahan segar harus dibersihkan dari kulitnya dan diiris kecil-kecil agar luas
permukaan yang kontak dengan pelarut menjadi lebih besar. Semakin besar luas
permukaan bahan yang kontak dengan pelarut, maka semakin optimal ekstraksi
oleoresin. Berat sampel yang digunakan pada praktikum sebesar 25 gr dengan volume
pelarut 100 ml. Pelarut yang digunakan pada praktikum ini adalah etanol 96%.
Setelah ditambah etanol dilakukan peneraan pada erlenmeyer. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui batas volume etanol sebelum pemanasan dan dapat ditambahkan sealama
proses pemanasan apabila volume berkurang akibat penguapan. Pemanasan dilakukan
di dalam penangas air selama 1 jam dan tiap 10 menit dilakukan pengadukan.
Pengadukan bertujuan agar proses berlangsung rata. Setelah proses pemanasan, filtrat
yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring. Kemudian filtrat yang diperoleh
diambil 25 ml dan diletakkan di dalam cawan porselen. Sebelum filtrat diletakkan,
cawan porselen harus ditimbang terlebih dahulu agar dapat mengetahui berat
oleoresin yang dperoleh seteleh proses pemanasan. Setelah penimbangan, filtrat
dimasukkan ke dalam oven vakum. Dalam oven vakum ini bertujuan untuk
menguapkan etanol yang digunakan sebagai pelarut pada saat proses ekstraksi.
Setelah etanol menguap, akan diperoleh oleoresin dari masing-masing sampel.
Dari hasil percobaan diperoleh hasil %rendemen dari masing-masing bahan.
Temulawak segar memperoleh 44,7552%, temulawak bubuk sebesar 14, 6754%,
kunyit segar sebesar 8,4656%, dan kunyit bubuk sebesar 18,0184%. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi %rendemen dari masing-masing bahan, yaitu
kadar air bahan, luas permukaan bahan, proses ekstraksi yang dilakukan, suhu, dan
varietas dari masing-masing bahan. Setiap bahan memiliki kandungan oleoresin yang
berbeda-beda jumlahnya. Luas permukaan mempengaruhi %rendemen karena
semakin luas permukaan bahan, ekstraksi oleoresin semakin optimal. Tetapi ukuran
bahan yang terlalu kecil juga dapat menghambat proses ektraksi karena pelarut tidak
dapat melarutkan secara optimal oleoresin dari bahan tersebut dan terjadi
penggumpalan.
Aroma dan warna yang dihasilkan oleh masing-masing bahan
berhantung pada kadar minyak atsiri dan resin dari bahan tersebut. Aroma yang
dihasilkan oleh temulawak bubuk lebih menyengat daripada temulawak segar. Hal ini
disebabkan karena temulawak bubuk mengandung minyak atsiri lebih besar daripada
temulawak segar. Minyak atsiri pada temulawak yang terdiri dari
isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, germakren, xanthorrizol dengan
kadar sekitar 6-10% (Setiawan, 2000). Warna temulawak segar adalah kuning jingga
dan temulawak bubuk adalah coklat kuning. Warna tersebut ditimbulkan karena
temulawak mengandung kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin,
desmetoksi kurkumin dan bis desmetoksi kurkumin dengan kadar sekitar 2 3,3%
(Raharjo, 2005). Sedangkan pada kunyit, aroma yang dihasilkan adalah aroma khas
kunyit. Aroma pada kunyit bubuk lebih menyengat daripada kunyit segar. Warna pada
kunyit disebabkan karena kunyit mengandung kurkuminoid. Komponen utama
curcuminoid adalah Curcumin (75-81%), demethoxycurcumin (15-19%), dan
bisdemethoxycurcumin (2,2-6,6%). Curcuminoid merupakan komponen utama pada
oleoresin kunyit.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Warna pada rempah dipengaruhi oleh pigmen yang terkandung dalam bahan
2. Aroma yang spesifik pada rempah dipengaruhi oleh berbagai macam komponen yang
terkandung dalam minyak atsiri rempah
3. Rasa rempah dipengaruhi oleh kandungan damar.
4. Persentase air akan mempengaruhi persentase minyak atsiri dengan berat bahan yang
sama.
5. Cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air pada bahan.
6. %rendemen dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, varietas bahan, suhu ekstraksi,
proses ekstraksi, dan kadar air bahan
7. % rendemen temulawak segar sebesar 44,7552%, temulawak bubuk sebesar 14,
6754%, kunyit segar sebesar 8,4656%, dan kunyit bubuk sebesar 18,0184%.
DAFTAR PUSTAKA
Lim, D.K., U. Choi, and D.H. Shin, 1997. Antioxidative activity of some solvent
extract from Caesalpinia sappan Linn. Korean J. Food Sci. Technol, 28(1): 7782
Prianto, H., dkk, 2013. Isolasi dan Karakterisasi dari Minyak Bunga Cengkeh
(Syzigium aromaticum) kering hasil distilasi uap. Kimia Student Journal,Vol. 1
(2), hal 1-2.
Simbolon, K.S. 2014. Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari
Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) Segar dan Kering
Secara GC-MS. Skripsi. Fakultas Farmasi USU, Medan.
Sinambela, Efi Srivita. 2012. Isolasi dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari
Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer
Massa (GC-MS) dan Uji Aktivitas Anti Bakteri. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Sugiyanto, R. N. Et al. 2013. Aplikasi Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.)
Dalam Upaya Prevensi Kerusakan DNA Akibat Paparan Zat Potensial
Karsinogenik Melalui Mnpce Assay. Jurnal Penelitian. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Invetaris Tanaman
Obat Indonesia, Jilid I. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.
Wulandari,A.P.2012.Ketumbar.http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/1234567
89/55641/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf. (diakses pada
tanggal 30 April 2017)
Yulianti, W. I., 2016. Pengembangan Tanaman Obat Temu Kunci (Boesenbergiae
Rhizoma). Laporan Penelitian. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah.
LAMPIRAN
Ekstraksi Oleoresin