Disusun oleh :
Desti Rianita Hapsari B1J014026
Rizky Fajar Azkia B1J014031
Nindya Nuraida Ayuningtyas B1J014118
Edwin Muttaqin B1J014132
Kelompok :8
Asisten : Shokhikhun Natiq
B. Metode
1. Penangkapan Fejervarya cancrivora dilakukan di lapangan.
2. Hewan-hewan yang tertangkap diberi tanda dengan benang wol pada kakinya,
jangan sampai benang wol lepas.
3. Fejervarya cancrivora yang telah diberi tanda kemudian dilepaskan kembali
4. Setelah 1 hari kemudian dilakukan recapture atau penangkapan kembali.
Perhitungan populasi dengan menggunakan indeks Peterson-Lincoln, yaitu :
M.n
N=
m
2
M .n (nm)
var N =
m3
Keterangan :
N : taksiran jumlah individu populasi.
M : jumlah individu yang ditandai pada penangkapan pertama.
n : jumlah total individu-induvidu yang tertangkap kembali baik yang
bertanda maupun tidak bertanda.
m :jumlah individu bertanda yang tertangkap kembali pada penangkapan
kedua.
Rumus-rumus di atas digunakan untuk jumlah individu yang bertanda
yang dileps kembali, yang cukup besar (> 20). Untuk M < 20 dipakai rumus
berikut :
m(n+1)
N=
m+1
Varian estimasinya
M 2 .n ( nm )
varN =
( m+ 1 )2 ( n+2 )
m3 13
B. Pembahasan
Preparat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah katak
Fejervarya cancrivora. Katak adalah hewan amphibia yang paling dikenal orang
di Indonesia. Katak berkulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul,
kerap kali kering, dan kaki belakangnya pendek, sehingga kebanyakan kurang
pandai melompat jauh. Beberapa jenis katak sisi tubuhnya terdapat lipatan kulit
berkelenjar mulai dari belakang mata sampai di atas pangkal paha yang disebut
lipatan dorsolateral. Katak mempunyai mata berukuran besar, dengan pupil mata
horisontal dan vertikal. Beberapa jenis katak, pupil matanya berbentuk berlian
atau segi empat yang khas bagi masing-masing kelompok. Kebanyakan binatang
betina lebih besar daripada yang jantan. Ukuran katak dan kodok di Indonesia
bervariasi dari yang terkecil hanya 10 mm, dengan berat hanya satu atau dua gram
sampai jenis yang mencapai 280 mm dengan berat lebih dari 1500 gram
(Tjitrosoepomo, 1993).
Cara hidup katak sangat berbeda dengan ikan. Hewan ini tidak hidup di
dalam perairan yang dalam dan menggunakan sebagian besar waktunya di darat.
Katak juga memiliki bermacam-macam warna kulit dengan pola yang berlainan.
Warna-warna itu ditimbukan oleh pigmen-pigmen yang terdapat di dalam sel-sel
pigmen di dalam dermis. Perubahan warna pada kulit Katak dapat terjadi karena
stimuli lingkungan, misalnya gelap, panas, dan dingin (Marwoto et al., 2011).
Ketika habitat sudah tidak layak untuk kelangsungan hidupnya karena persaingan
makanan dengan jenis lain, adanya perubahan habitat dan perubahan kualitas air,
beberapa jenis yang rentan cenderung mati namun beberapa jenis yang lebih tahan
akan mampu melangsungkan kehidupannya bahkan bila tidak ada predator, jenis
ini akan mendominasi perairan. Banyak faktor yang terkait dengan habitat,
diantaranya adalah sumber pakan dan tempat berlindung, substrat untuk
melekatkan telur, atau tempat terlindung dari predator, bagi katak dewasa dan
anakan- anakannya. Perilaku harian dan pemilihan unit habitat diduga sangat
dipengaruhi oleh kondisi habitat dan posisi unit habitat essensial dalam suatu
ekosistem (Abdullah, 2013).
Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah menggunakan
metode capture-recapture, metode ini pada dasarnya menangkap sejumlah
individu dari suatu populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap
kemudian diberi tanda yang mudah di baca, kemudian dilepaskan kembali dalam
periode waktu yang pendek. Setelah keesokan harinya individu ditangkap kembali
dihitung apakah ada yang bertanda atau tidak.Sejauh ini metode termudah untuk
penaksiran ukuran populasi adalah Metode Lincoln-Petersen. Metode ini
menghitung proporsi besar dari populasi dapat ditangkap dalam satu periode
waktu. Metode ini hanya membutuhkan 2 periode census, melibatkan inisial
Penanda dari Individu (M) dimana m diperoleh dari n binatang yang ditangkap
pada penangkapan kedua. Jika populasi tertutup (yaitu tidak adanya penambahan
atau pengurangan seperti Imigrasi, Emigrasi, mortalitas, dll.) maka secara intuisi
hal ini dapat diperkirakan bahwa pengacakan satwa tertandai dalam populasi
(M/N) dapat ditaksir dengan proporsi dari satwa yang ditandai pada pengambilan
sampel kedua yaitu :
M .n
N= m
Keterangan :
N = taksiran jumlah populasi
M = jumlah individu yang ditandai pada penangkapan pertama
n = jumlah total individu-individu yang tertangkap kembali (bertanda atautidak)
m = jumlah individu bertanda yang tertangkap kembali pada penangkapan kedua
Capture Mark Release Recapture (CMMR) yaitu menandai, melepaskan
dan menangkap kembali sampel sebagai metode pengamatan populasi, merupakan
metode yang umumnya dipakai untuk menghitung perkiraan besarnya populasi.
Metode capture recapture yang digunakan yaitu Lincoln-Peterson dimana jumlah
sampel lebih dari 20. Penerapan metode ini baik untuk hewan maupun manusia
relatif sama. Hal yang perlu diperhatikan menurut Yuan et al. (2014) adalah
sebagai berikut
1. Populasi tertutup (tidak ada kelahiran, kematian, Imigrasi, dan Emigrasi)
2. Probabilitas menangkap sama setiap individu dalam populasi sampel
3. Sampel indipendent
4. Tanda tidak hilang.
Metode capture-recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga
ukuran populasi alami.Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode
capture-recapture pada kenyataannya sulit dilaksanakan di lapangan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, ada beberapa cara yang dapat digunakan salah
satunya adalah dengan cara pendugaan yang dilakukan tanpa melepaskan kembali
hewan yang telah disampling. Metode ini dikenal dengan nama removal sampling
(Umar, 2013).
Berdasarkan rumus metode capture-recapture, diperoleh nilai N 15 dengan
Variasi 50. Jumlah Fejervarya cancrivora yang ditangkap kembali tidak sama
dengan jumlah diawal pelepasan. Hal ini dikarenakan terjadinya migrasi atau
perpindahan Fejervarya cancrivora ke luar dari populasi awalnya menuju ke
populasi yang baru, adanya dorongan mencari makanan, menghindari predator,
atau mungkin karena pergerakan kaki serta faktor non-teknis menyebabkan
benang wol terlepas.
Faktor lingkungan ada dua yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.
Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan
dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan
keadaan daerah itu. Menurut Heddy (1989), faktor lingkungan abiotik secara
besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain
ialah suhu, kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah
salinitas, pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor
lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang
terdapat di suatu habitat. Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah
organisme lain yang juga terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-
tumbuhan dan golongan hewan lainya.
B. Saran
Saran dalam praktikum ini adalah sebaiknya Fejervarya cancrivora benar-
benar diambil dari tempat aslinya agar dapat diketahui faktor yang mempengaruhi
jumlah setelah ditangkap kembali serta dilakukan pengambilan sampel pada
malam hari atau menjelang hujan.
DAFTAR REFERENSI
Rossi, P. Pepe, O. Curzio., & M. Marchi. 2010. Generalized Linear Models and
Capture-Recapture Method In a Closed Population: Strengths and
Weaknesses. Statistica. Vol. LXX (3): 371-389.