Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH IKTERUS MATA KULIAH

ASUHAN KEBIDANAN TERKINI

Nama kelompok :

1. Shufi Rahmatillah
2. Mona Wulandari
3. Sipa Unajah

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
SEMESTER GENAP TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 04 Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang....................................................................................... 1
b. Rumusan masalah.................................................................................. 2
c. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ikterus........................................................................................................... 3
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan............................................................................................. 16
b. Saran....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning.
Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera
mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus
obstruksi.1,3
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin heme, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.1
Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin)
atau bilirubin II dan atau kadar bilirubin indirek (unconjugated bilirubin) atau
bilirubin I. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan
melihat sklera mata, dan jika ini terjadi konsentrasi bilirubin telah berkisar antara 2,0-
2,5 mg/dL (34 sampai dengan 43 mol/L).1,2Kadar normal serum bilirubin normal
berkisar antara 0,3-1,0 mg/dL (5 hingga 17mol/L).
Ikterus biasanya bisa terlihat jika kadar bilirubin serum melebihi 2,0-2,5
mg/dL ( 34 hingga 43mol/L) atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal. Jika
Ikterus dapat dilihat nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka
7mg%.1,2 Menurut penelitian Verma S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P,
mengatakan bahwa perubahan warna pada pasien ikterus obstruksi terdeteksi secara
klinis setelah tingkat serum bilirubin naik di atas 3 mg per dL (51,3 per L).5
B. Rumusan masalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ikterus
2. Mengetahu apa penyebab ikterus
3. Mengetahui etiologi ikterus
4. Mengetahui tanda dan gejala ikterus
5. Mengetahui penanganan pada icterus

C. Tujuan
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah ASKEB terkini, selain itu
agar para pembaca mengetahui dengan jelas tentang ikterus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan
cincin heme, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.1
Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin)
atau bilirubin II dan atau kadar bilirubin indirek (unconjugated bilirubin) atau bilirubin
I. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera
mata, dan jika ini terjadi konsentrasi bilirubin telah berkisar antara 2,0-2,5 mg/dL (34
sampai dengan 43 mol/L).1,2Kadar normal serum bilirubin normal berkisar antara 0,3-
1,0 mg/dL (5 hingga 17mol/L).
Ikterus biasanya bisa terlihat jika kadar bilirubin serum melebihi 2,0-2,5 mg/dL
( 34 hingga 43mol/L) atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal. Jika Ikterus dapat
dilihat nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7mg%. 1,2
Menurut penelitian Verma S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P, mengatakan bahwa
perubahan warna pada pasien ikterus obstruksi terdeteksi secara klinis setelah tingkat
serum bilirubin naik di atas 3 mg per dL (51,3 per L).5
Ikterus obstruksi disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila
sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati
(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin normal, tapi bilirubin
yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.1
Ikterus obstruksi atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun
sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah
striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus,
pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing.
Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan,
ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk
striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna
yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang
ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik.1

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid)
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Tanda dan gejala


Gejala utamanya adalah kuning pada kulit, sclera dan mukosa.disamping itu ada pula
disertai gejala-gejala :
1. Dehidrasi, asupan kalori yang tidak adekuat

2. Pucat, sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya ketidakcocokan


golongan darah ABO, rhesus, defesiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular

3. Trauma lahir, Bruising, cefal hematoma

4. Pletorik (penumpukkan darah). Polisitemia yang dapat disebabkan oleh


keterlambatan memotong tali pusat

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya

6. Petekiae(bintik merah pada kulit). Sering dikaitkan kepada infeksi congenital

D. Penanganan
Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita
masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Dokter akan
memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga
kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk
ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai. Di rumah
sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi
(terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat. Terapi sinar pada ikterus
bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang
perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang
mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang
dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut
mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini.
Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampu tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang
diselidikinya.
Mengajari ibu cara menyinari bayi dengan cahaya matahari pagi biasanaya sekitar
jam 7 pagi sampai jam 8 pagi selama 15-30 menit.
Ikterus fisisologi :
Perhatikan frekwensi BAB
Usahakan agar bayi tidak terlalu kepanasan atau kedinginan
Memeliahara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya
Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan
ASI eklusif lebih sering minimal setiap 2 jam
Jaga bayi agar tetap hangat
Lakukan pemeriksaan ulang untuk ikterus tanyakan apakah kencing sehari
semalam atau apakah sering buang air besar
Ikterus patologi :
Jika anak masih bisa menetek mintalah pada ibu untuk menetekkan anakanya
Jika anak tidak bisa menetek lagi tapi masih bisa menelan beri perasan ASI
atau susu pengganti, Jika keduanaya tidak memungkinkan beri air gula 30-50
cc sebelum dirujuk
Cara membuat air gula.Larutkan 4 sendok teh gula kedalam gelas yang berisi
200 cc air masak
Jika anak tidak bisa menelan berikan 50cc air susu ataua ir gula melalaui pipa
ansogastrik ,jika tidak rujuk segera
Nasehati ibu agar menjaga bayi tetap hangat
Setiap ikterik yang muncul pada 24 jam pertama adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut
Perhatikan frekwensi BAK dan BAB
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi pasien ikterus obstruksi
berdasarkan usia yang dapat dilihat pada tabel 1 didapatkan dari 41 pasien usia terbanyak
yaitu 50 59 tahun 29,3% dan diikuti <20 tahun 2,4%, 20 - 29 tahun 7,3%, 30 39 tahun
12,2%, 40 - 49 tahun 26,8%, 60 - 69 tahun 9,8%, >70 tahun 12,2%.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oto BT dkk, yang diketahui bahwa usia
pasien ikterus obstruksi terbanyak yaitu 50 59 tahun 32,1%. 10 Penelitian yang dilakukan
oleh Yu Zhong , Zhan J, Li CQ, Zhou HM, menyatakan bahwa usia penderita ikterus
obstruksi terjadi pada usia 50 59 tahun.21 Penelitian yang dilakukan oleh Verma S,Sahai S,
Gupta P, Munshi A, Goyal P, usia terbanyak mengenai usia 50 tahun.5
Tumor intrakranial dapat timbul disemua bagian otak baik di daerah supratentorial maupun
infratetorial pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2. Dimana didapatkan hasil letak
tumor terbanyak yaitu dilobus frontal dan sebagian besar mengenai lokasi yang multiple
(frontoparietal, frontotemporal, dan temporoparietal).

Jenis Hasil Ukur


kelamin Persentase(%)
Laki-laki 27
65,9
Perempuan 14
34,1
JUMLAH 41
100
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel di atas dari 41 pasien
penyakit ikterus obstruksi pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 65.9% dan perempuan
34,1%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Verma
S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P, diketahui bahwa jenis kelamin terbanyak mengenai
laki-laki 56%.5 Penelitian yang dilakukan oleh Oto B T, Fauzi A, Syam AF, Simadibrata M,
Abdullah M, Makmun D, Manan C, et al, menyatakan bahwa jenis kelamin yang
terdiagnosis ikterus obstruksi terbanyak ialah laki laki 55,7%. 10 Namun ada beberapa
penelitian yang menyebutkan bahwa ikterus obstruksi terjadi pada jenis kelamin wanita,
seperti penelitian Nizamuddin S,Ashraf MS, Islam UU, dan Rehman SU diketahui bahwa
jenis kelamin terbanyak mengenai wanita 71,8%, dan menurut Assi AN, Hassan AJ, Ali KN
diketahui bahwa ikterus obstruksi terjadi pada jenis kelamin wanita 51,6%.22,23

Variabel Hasil Ukur


Etiologi Persentase(%)
Koledokolitiasis 33
80,5
Ca caput pankreas 8
19,5
Kolangitis 0
0
Pankratitis 0

Di lihat dari di 0 atas distribusi etiologi


JUMLAH 41
terbanyak pada pasien ikterus
100
obstruktif adalah koledokolitiasis 80,5% dan Ca.Caput pankreas sebanyak 19,5%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Assi AN, Hassan AJ, Ali KN, didapatkan kasus
ikterus obstruksi dengan etiologi terbanyak yaitu koledokolitiasis 75,8% dan Ca. Caput
pankreas 6,5%.23 Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Nizamuddin S,Ashraf MS, Islam
UU, dan Rehman SU terdapat perbedaan dari etiologi kasus ikterus obstruksi yaitu Ca caput
pankreas 42,25%, koledokolitiasis 30,98% dan peneiltian yang dilakukan Verma S,Sahai S,
Gupta P, Munshi A, Goyal P didapatkan etiologi icterus obstruksi terbanyak yaitu Ca.
Caput pankreas 33,63% dan Koledokolitiasis 29,1%.5,22
Adanya batu atau massa tumor, serta aman dan tidak invasif.17,19 Penelitian Zakaria,
pada ikterus obstruksi menyatakan bahwa ultrasonografi masih merupakan modalitas
imaging pertama untuk pemeriksaan awal pada penderita dengan ikterus obstruksi dengan
ketepatan diagnosa yang sangat tinggi.26

Tindakan Operatif Hasil


Presentase(%)
Bypass 8
19,5
Kolesistektomi terbuka
Eksplorasi CBD + T-tube 33
80,5
Jumlah 41
100

Berdasarkan hasil penelitian ini dapati dilihat pada tabel 5 dari 41 pasien ikterus
obstruksi, tindakan operatif dengan menggunakan teknik bypass 19,5% dan dengan teknik
kolesistektomi, eksplore CBD + T-tube 80,5%. Pada penelitian ini semua pasien ikterus
obstruksi dengan etiologi Ca. Caput pankreas mendapatkan tindakan terapi paliatif berupa
surgical bypass yang bertujuan untuk membebaskan traktus biliar dari obstruksi yang akan
sangat membantu menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penelitian yang dilakukan Talpur KAH, Malik AM, Memon AI, Qureshi JN, Sangrasi AK,
Laghari AB, dari 83 pasien yang dilakukan tidakan operatif bypass, sekitar 12% pasien
ikterus obstruksi dengan etiologi Ca.
Caput pankreas yang mendapatkan tindakan operatif bypass tersebut. Tindakan
operatif bypass dengan menggunakan Roux-en-Y-hepatico-jejunostomy merupakan teknik
terbanyak digunakan yaitu sekitar 26,51%, sedangkan teknik choledochoduodenostomy and
Roux-en-Y choledocho-jejunostomy digunakan sekitar 25,3%.27 Penelitian yang dilakukan
Saddique M, dan Iqbal SA dari 24 pasien ikterus obstruksi terdapat 13 pasien (54,17%)
yang didiagnosa ikterus obstruksi akibat Ca.Caput pankreas 7 pasien (29,17%) diantaranya
menjalani operasi paliatif bypass.32 Pada penelitian ini untuk pasien ikterus obstruksi
dengan etiologi koledokolitiasis penatalaksanaan tindakan bedah semuanya berupa
kolesistektomi, eksplorasi common bile duct dan pemasangan T-tube. Penelitian yang
dilakukan Lee W dan Kwon J pada pasien 43 pasien koledokolitiasis dilakukan
kolesistektomi, eksplorasi common bile duct dan pemasangan T-tube dilakukan pada 15
pasien (28%).31 Penelitian yang dilakukan Saddique M, dan Iqbal Sadari 24 kasus ikterus
Variabel Frekuensi obstruksi terdapat 9 pasien (37,5%) yang
Bilirubin Persentase (%) menderita ikterus obstruksi karena memiliki
Pre-Operatif batu di saluran empedu dan menjalani
(Mg/dL) pemasangan T-Tube tanpa terdapat
3,0 7,1 11
komplikasi.32
26,8
7,2 11,3 10
24,4
11,4 15,5 9
22,0
15,6 19,7 4
9,8
19,8 23,9 1
2,4
>23,9 6
14,6
JUMLAH 41
100
Pemeriksaa Hasil Ukur
n penunjang Persentase(%)
Ultrasonografi 37
90,2
CT-Scan 4
9,8
MRI 0
0
JUMLAH 41
100

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel di atas. dari 41 pasien
ikterus obstruksi, pemeriksaan penunjang terbanyak adalah ultrasonografi 90,2%, CT-Scan
9,8% sedangkan MRI 0%. Pada penelitian ini pemeriksaan penunjang yang banyak
digunakan untuk menegakan diagnosa ikterus obstruksi berdasarkan etiologinya adalah
pemeriksaan ultrasonografi sebanyak 90,2%.
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
kholestasis, pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra
hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau
ikterus non obstruksi.26 Penelitian Wheatley, menyatakan bahwa pemeriksaan dengan
ultrasonografi memiliki sensitivitas 98% dan spesivitas 93,5 97,7% dalam mendiagnosa
ikterus obstruksi.25 Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang
melebar, Berdasarkan tabel 6. menunjukan bahwa kadar bilirubin pre-operatif dan post-
operatif pasien ikterus obstruksi post-hepatik di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi periode 2011 2013, dalam rentang 3,0 7,1 mg/dL sebanyak 11
pasien (26,8%), dan 2,8 6,8 mg/dL 15 pasien (36,6%). Data ini menunjukan bahwa
terdapat penurunan kadar bilirubin pada pasien ikterus obstruksi post-hepatik setelah
dilakukan tindakan operatif.Hal yang sama ditunjukan oleh Irabor DO dan Afify M, dkk,
menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar bilirubin pre-operatif dan post-operatif
pasien ikterus obstruksi.29,37

Tabel Evaluasi Kadar Bilirubin


Berdasarkan data tabel dari hasil analisis
Pre- Post- p- Signifik
Variabe secara statistik menggunakan uji
operat operat Valu an
l Wilcoxon,
if if e (p<0,05)
Mean Mean
s s
Kadar
13,2 11,0 0,00 signifika
Bilirub
mg/dL mg/dL 0 n
Variabel
in Frekuensi diperoleh nilai significancy 0,000 (p<0,05
Bilirubin Pre- Persentase(%)
Operatif
(Mg/dL)
3,0 7,1 11
26,8
7,2 11,3 10
24,4
11,4 15,5 9
22,0
dengan demikian disimpulkan terdapat
15,6 19,7 4
perbedaan kadar bilirubin yang bermakna
9,8
19,8 23,9 1
2,4
>23,9 6
14,6
JUMLAH 41
100
antara kadar bilirubin pre-operatif dengan kadar bilirubin post-operatif. 33,34,35Kadar normal
serum bilirubin normal berkisar antara 0,3-1,0 mg/dL (5 hingga 17mol/L). Ikterus
biasanya bisa terlihat jika kadar bilirubin serum melebihi 2,0-2,5 mg/dL ( 34 hingga
43mol/L) atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal. 1,2 Menurut penelitian Verma
S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P, mengatakan bahwa perubahan warna pada pasien
ikterus obstruksi terdeteksi secara klinis setelah tingkat serum bilirubin naik >3 mg per dL
(51,3 per L). Ikterus obstruksi, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering
terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus). 5 Pada penelitian
Afify M, Samy N, Maksoud NAE, Ragab HM, Yehia A, tentang Biochemical Alterations in
Malignant Obstructive Jaundice kadar bilirubin pre-operatif dengan nilai mean kadar
bilirubin 15,9 mg/dL, setelah satu minggu post-operatif dengan tindakan operatif
pancreatoduodectomy kadar bilirubin turun menjadi 5,6 mg/dL. Pada ikterus obstruksi
dengan etiologi batu duktus koledokus dengan tindakan choledochotomy, eksplorasi batu
CBD dan pemasangan t-tube dimana kadar bilirubin pre-operatif yaitu 16,2 mg/dL
mengalami penurunan kadar bilirubin post-operatif menjadi 11 mg/dL pada hari pertama
dan menjadi 3,3 mg/dL pada hari ke 14 post-operatif.29

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan
cincin heme, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.1
Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin) atau
bilirubin II dan atau kadar bilirubin indirek (unconjugated bilirubin) atau bilirubin I.
Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera
mata, dan jika ini terjadi konsentrasi bilirubin telah berkisar antara 2,0-2,5 mg/dL (34
sampai dengan 43 mol/L).1,2Kadar normal serum bilirubin normal berkisar antara 0,3-
1,0 mg/dL (5 hingga 17mol/L).
Ikterus biasanya bisa terlihat jika kadar bilirubin serum melebihi 2,0-2,5 mg/dL ( 34
hingga 43mol/L) atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal. Jika Ikterus dapat
dilihat nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7mg%. 1,2
Menurut penelitian Verma S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P, mengatakan bahwa
perubahan warna pada pasien ikterus obstruksi terdeteksi secara klinis setelah tingkat
serum bilirubin naik di atas 3 mg per dL (51,3 per L).5

DAFTAR PUSTAKA

1 Sulaiman A, editor. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata KM, Setiati S.


Pendekatan Klinis Pasien Ikterus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Internal Pubhlising; 2006. Hal. 420-423.
2 C. Devid ,Jr.Sabiston, editors. Sars MG, L John Cameron. Sistem Empedu. Buku Ajar Ilmu
Bedah (Essentials of Surgery), Edisi 2. Jakarta: EGC; 2012. P.121
3 Price AS, Wilson LMC, editors. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA.
Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas . Konsep klinis dan proses penyakit vol 2.
Edisi ke-6 Jakarta: EGC; 2005. Hal.472
4 Garacanin AG, Kujundzic M, Petrovecki M, Romic Z, Rahelic D. Etiology and
epidemiology of obstructive jaundice in Continental Croatia.Coll. Antropol. 37 (2013) 1 :
131 - 33
5 Verma S,Sahai S, Gupta P, Munshi A, Goyal P. Obstructive Jaundice- Aetiological
Spectrum, Clinical, Biochemical And Radiological Evaluation At A Tertiary Care Teaching
Hospital. The Internet Journal of Tropical Medicine. 2010 Volume 7 Number 2
6 Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, Prawira J, et al. Snell RS.
Organ Asesoris Tractus Gastrointestinal. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi
ke-6.Jakarta: EGC, 2006. Hal. 240-247
7 Faiz, O. Moffat, D.The Liver, gall-bladder dan biliary tree. In : Anatomy at a
Glance.Oxford : Blackwell Science, 2002. P. 44-45.
8 Win DJ ,Sjamsuhidayat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. Hal. 570-579
9 Kumar V, Abbas, Fausto. Editor, Rachman LY, Dany F, Rendy L. Robbins and Cotran.
Dasar Patologis Penyakit. Edisi ke-7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Hal.
899-974.
10 Oto B T, Fauzi A, Syam AF, Simadibrata M, Abdullah M, Makmun D, Manan C, et al,
Identification and Stenting of Malignant Obstructive Jaundice : Determining the Succsess
Rates of ERCP. The Indonesian Journal of Gastroenterology, hepatology and Digesive
Endoscopy. Volume 13. Number 1. April 2012.
11 Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit.Volume 1. Edisi ke-6 Jakarta: EGC. 2006. Hal. 481-485.
12 Schwartz SI, editor Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Husser WC. Saluran Empedu.
Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2000. Hal. 459-464.
13 Brunicardi F, Charles, et al. Gallbladder and the Extrahepatic Biliary System. Principles of
Surgery. 8th ed. New York: McGaw Hill. 2005. P. 1187-1193
14 Oddsatir M,Hunter Jhon G. Gallbladder and the Extra hepatic Biliary System in:
Schawrtzs Principles of Surgery. McGraw-Hill & Companies 2007, 8th edition Chapter 31.
P. 1187-1193
15 Patel, PR. Lecture Notes Radiologi edisi ke-2. Jakarta : Erlangga Medical Series; 2006
16 Sherly YM, Widita H, Ardita IG, Soemohardjo S. Peran Biopsi Hepar Dalam Menegakkan
Diagnosis Ikterus Obstruktif Ekstra Hepatik. J Peny Dalam. Volume 7. Nomor 3.
September 2006.
17 Cosgrove DD. The Biliery system. In: Ultrasound imaging Liver, Spleen and Pancreas.
New York: A Whiley Medical Publication. 1982: 225-272.
18 Hyodo H. Radiodiagnosis of Cholestasis. Proceding of theXV International Congress of
Radiology, Brussel. 1981: 359-366
19 Rani A, Simadibrata M, Syam AF. Pendekatan dan Penatalaksanaan Gejala dan Sindrom
Klinik di Bidang Gantroenterologi dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1.
Jakarta: Interna Publising. 2011.
20 Chalya PL, Kanumba ES, Mchembe M. Etiological Spectrum and Treatment Outcome of
Obstructive Jaundice at a University Teaching Hospital in Northwestern Tanzania: A
Diagnostic and Therapeutic Challenges. BMC Research Notes. 2011; 4:147
21 Yu Z, Zhan J, Li CQ, Zhou HM. Age and Gender Analysis of Jaundice Patients. The
Journal of Bioscience and Medicine 2; 2012 : 2
22 Nizamuddin S, Asharaf MS, Islam UU, Rehman SU. Etiological Spectrum of Obstructive
Jaundice. Medical Channel Vol. 16 No. 2. 2010
23 Assi AN, Hassan AJ, Ali KN. The Etiological Spectrum of Obstructive Jaundice & Role of
ERCP in Thi-qar Governorate. Iosr Journal of Pharmacy. 2013; 26 30.
24 Mansfield SD, Oppong GSK, Jacqoues BC, Osoilleabhain CB, Mannas DM, Charnley
RM. Incrase in Serum Bilirubin Levels in Obstructive Jaundice Secondary to Pancreatic
and Periampullary Malignancy Implications For Timing of Resectional Surgery and Use
of Biliary Drainage. HPB. 2006; 8 : 442-5.
25 Wheatley M,MD , Heilpern KL,MD. Jaundice : an Emergency Departement Approach to
Diagnosis and Management. Emergency Medicine Practice. March 2008. Vol.8. Number 3.
26 Zakaria I. Ultrasonografi pada ikterus obstruksi. JKS. 2006; 3 : 163-176.
27 Talpur KAH, Malik AM, Memon AI, Qureshi JN, Sangrasi AK, Laghari AB. Biliary bypass
surgery Analysis of indications & outcome of different procedures. Pak J Med Sci 2013
Vol.29 No.3. 2013.
28 Isselbacher KJ, Asdie AH. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit dalam edisi 13 volume 1.
Yogyakarta: EGC; 2008.
29 Afify M, Samy N, Maksoud NAE, Ragab HM, Yehia A. Biochemical Alterations in
Malignant Obstructive Jaundice. New York Science Journal. 2010; 3(2).
30 Constantin T. Jaundice Obstructive Syndrome. Current Health Sciences Journal. Vol.37.
No.2. 2011.
31 Lee W, Kwon J. Ten-year experience on common bile duct exploration without T-tube
insertion. Korean J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2013; 17: 70-74.

Anda mungkin juga menyukai