Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN ALAM

Percobaan III
KONTROL KUALITAS BAHAN ALAM
KADAR SARI LARUT AIR DAN ETANOL

Kelompok A.1.2:
Anggota:
1. Aulia Yolanda 20112100
2. Ballyna Chasaanova 20112100
3. Christina Giovanni 2011210044
4. Citra Maulani 20112100
5. Citra Pratiwi 20112100
6. Conny Mustamu 20112100
7. Dannyl Rudi 2011210050
8. Dewi Maya 20112100

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
Jakarta
2014
PENETAPAN KADAR SARI LARUT AIR DAN LARUT ETANOL
I. JUDUL PERCOBAAN
KONTROL KUALITAS BAHAN ALAM Pengujian Mutu (Kemurnian) Serbuk
Simplisia

II. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menetapkan kadar sari larut air.
2. Menetapkan kadar sari larut etanol.

III. DASAR PENETAPAN


Simplisia disari dengan pelarut air dan etanol, sari yang diperoleh diuapkan dan sari
dikeringkan secara gravimetri dengan penimbangan sampai diperoleh bobot tetap.
IV.TEORI DASAR
Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula didalam sel
ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Cairan
pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa
kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat
terpisahkan dari bahan, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan. Salah satu contoh metode penyarian adalah maserasi,
maserasi merupakan metode yang sederhana dan banyak digunakan untuk menyari
bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel dengan yang diluar sel, maka larutan zat aktif akan terdesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang
berada di luar dan di dalam sel.
Simplisia
Tanaman Asal
Tinospora crispa (L) Miers ex Hook. F. & Thems
Familia
Menispemaceae
Nama Daerah
Jawa: Andawali (Sunda), antawali, daun gadel, bratawali, putrawali (Jawa).
Nusatenggara: Antawali (Bali), Indonesia: Brotowali.
Pertelaan
Perdu memanjat, tinggi batang sampai 2,5 cm, berkutil-kutil yang rapat,
pepagannya mudah terkelupas. Daun bertangkai, panjang sampai 16 cm, bentuknya
seperti jantung atau agak membundar telur tetapi berujung runcing, lebar 6 cm
sampai 13 cm. Perbungaan berbentuk tandan semu dengan 1 sampai 3 bunga
bersama-sama, menggantung panjang 7 cm sampai 25 cm. Bunga (jantan) bergagang
pendek 3 mm sampai 4 mm, kelopak 6, hijau, panjang lebih kurang 3,5 mm, daun
mahkota 3, panjang lebih kurang 8 mm.
Keanekaragaman
Keanekaragaman kecil.
Ekologi dan penyebaran
Terdapat di daerah tropis terutama di Asia.
Budidaya
Belum dibudidayakan secara teratur. Tanaman ini mudah diperbanyak dengan
stek batang yang biasanya memanjat melingkari tumbuhan lain. Tanaman ini
memerlukan pohon sandaran sebagai tumpuan untuk memanjat ke atas.
Persyaratan simplisia
Nama Simplisia: Tinosporae Caulis (Batang Brotowali)
Batang Brotowali adalah batang Tinosporae crispa (L) Miers, ex Hook.f. &
Thems.
Pemerian. Tidak berbau; rasa sangat pahit.
Makroskopik. Potongan batang, warna hijau kecoklatan, permukaan tidak rata,
bertonjolan, beralur-alur membujur, lapisan luar mudah terkupas.
Mikroskopik. Epidermis terdiri dari 1 lapis sel berbentuk segi empat
memanjang, dinding tipis dengan kutikula agak tebal. Di bawah epidermis terdapat
beberapa lapis sel gabus, bentuk segi empat memanjang, dinding agak tebal.
Kambium gabus terdiri dari beberapa lapis sel berdinding tipis. Korteks
parenkimatik dengan sel-sel berbentuk membulat, mengandung butir-butir pati,
minyak atau hablur kalsium oksalat berbentuk prisma. Di sebelah luar tiap berkas
pengangkut terdapat serabut sklerenkim berbentuk lengkungan; pada batang yang
tua lengkungan-lengkungan tersebut bersambung satu dengan yang lain, sehingga
merupakan seludang sklerenkim yang tidak terputus yang pada lapis terluarnya
disertai serabut hablur yang berisi hablur kalsium oksalat berbentuk prisma.
Empulur parenkimatik, berisi butir pati, sel getah dan berkas pembuluh kolateral.
Parenkim di antara floem dan serabut sklerenkim kadang-kadang termampat atau
terkoyak. Butir pati di korteks dan empulur berbentuk hampir bulat, panjang atau
lonjong, umumnya lonjong. Sel-sel getah terdapat dalam deretan membujur di antara
sel parenkim. Berkas pembuluh kolateral, terpisah satu dengan yang lain oleh
jaringan parenkim.
Serbuk. Warna kuning kelabu. Fragmen pengenal adalah serabut hablur
dengan habur kalsium oksalat berbentuk prisma; butir-butir pati tunggal, umumnya
berbentuk lonjong; pembuluh kayu dengan penebalan tangga dan pembuluh kayu
bernoktah; fragmen gabus; serabut dan hablur kalsium oksalat berbentuk prisma.
Identifikasi
A. Pada 2 mg serbuk batang tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna
coklat hitam.
B. Pada 2 mg serbuk batang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P
5% b/v; terjadi warna coklat.
C. Pada 2 mg serbuk batang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida P
5% b/v; terjadi warna coklat.
D. Pada 2 mg serbuk batang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna
coklat
E. Timbang 0,5 g serbuk daun, campur dengan 5 ml metanol P dan didihkan
di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan
metanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik pertama
dari lempeng KLT silikagel GF254 P, tutulkan 20 l zat warna II LP. Eluasi
dengan campuran benzen P etanol mutlak P (80+20) dengan jarak rambat
15 cm. Amati dengan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan
vanilin-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110 selam 10 menit, amati
dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram
tampak bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut:
Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm
No hRx
Tanpa pereaksi Dengan pereaksi Tanpa pereaksi Dengan pereaksi
1 13-19 - Biru lembayung - Biru lembayung
2 20-25 - Merah - Merah
3 66-72 - - Merah -
4 90-96 - - Lembayung -
5 121-128 - - Kuning gading -
6 139-148 - - Biru -

Kadar abu. Tidak lebih dari 7,2%.


Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 0,9%.
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 15,4%.
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 4,4%.
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2%.
Penyempurnaan. Dalam wadah tertutup baik.
Isi simplisia
Pati, glikosida pikroretosida, alkaloida berberin dan palmatin, zat pahit
pikroretin, harsa.
Penggunaan simplisia
Antipiretik.
V. CARA KERJA
a. Penetapan kadar sari larut dalam air
1. Sejumlah 5 g serbuk simplisia (Piper nigri) yang telah dikeringkan
dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform P
menggunakan erlenmeyer tutup, dikocok selama 6 jam dengan
pengaduk magnetik (dispensasi menjadi 1 jam) dan didiamkan 18 jam.
(dispensasi menjadi 1 jam)
2. Saring, pipet 10 ml filtrat dan diuapkan dalam cawan penguap yang
sebelumnya sudah didapatkan bobot konstan.
3. Residu dipanaskan pada suhu 1050 C di dalam oven, timbang cawan
hingga didapatkan bobot konstan.
4. Hitung presentase kadar sari yang larut dalam air.
b. Penetapan kadar sari larut dalam etanol
1. Sejumlah 5 gr serbuk simplisia (Piper nigri) dimaserasi selama 24 jam
dengan 100 ml etanol 95%, di dalam erlenmeyer sambil di aduk selama
6 jam menggunakan pengaduk magnetik (dispensasi menjadi 1 jam)
dan didiamkan 18 jam. (dispensasi menjadi 1 jam)
2. Saring cepat untuk menghindari penguapan etanol.
3. Pipet 10 ml filtrat, diuapkan dalam cawan penguap (yang sebelumnya
telah didapat bobot konstan) hingga kering.
4. Residu dipanaskan pada suhu 1050 C di dalam oven, timbang cawan
hingga didapatkan bobot konstan.
5. Hitung presentase kadar sari yang larut dalam etanol.

VI. ALAT DAN BAHAN


a. Bahan
1. Batang Brotowali (simplisia kering/serbuk)
2. Larutan air-kloroform P
3. Larutan etanol 95%

b. Alat
1. Erlenmeyer tutup 250 ml 7. Oven
2. Gelas ukur 100 ml 8. Batang pengaduk
3. Timbangan analitik 9. Pengaduk magnetik
4. Kertas saring 10. Alumunium foil
5. Corong gelas 11.OHP pen
6. Cawan penguap yang sudah mempunyai bobot tetap
VII. HASIL PERCOBAAN
A. Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Penimbangan simplisia = 5,2272 g 0,0103 g = 5,2169 g
Bobot cawan kosong = 22,6612 g
Penimbangan Cawan + isi Bobot (g)
1 22,6983
2 22,6970
3 22,6973

B. Penetapan kadar sari larut dalam air


Penimbangan simplisia = 5,2359 g 0,0133 g = 5,2226 g
Bobot cawan kosong = 22,8133 g
Penimbangan Cawan + isi Bobot (g)
1 22,8877
2 22,8856
3 22,8876

VIII. PERHITUNGAN
1. % kadar sari larut dalam etanol
%= (W1-W0) x 100 x 100%
Bobot simplisia 10
= (22,6973 g 22,6612 g) / 5,2169 g x 10 x 100% = 6,9198%
Persyaratan kadar sari larut dalam etanol berdasarkan MMI (Materia Medika
Indonesia) adalah tidak kurang dari 4,4 % (simplisia memenuhi syarat).
2. % kadar sari larut dalam air
%= (W1-W0) x 100 x 100%
Bobot simplisia 10
= (22,8876 g 22,8133 g) / 5,2226 g x 10 x 100% = 14,2266%
Persyaratan kadar sari larut dalam air berdasarkan Materia Medika Indonesia)
adalah tidak kurang dari 15,4% (simplisia tidak memenuhi syarat).
IX. PEMBAHASAN
Pada penetapan kadar sari larut etanol adalah untuk menentukan jumlah
senyawa yang larut dalam etanol (sebagai pelarut organik dan pelarut universal)
begitu pula penetapan kadar sari larut air ditetapkan untuk mengetahui jumlah
senyawa yang larut air (sebagai pelarut senyawa polar, seperti glikosida, flavonoid,
tannin, saponin). Hal ini berguna untuk menentukan pelarut yang cocok untuk
membuat sediaan dari simplisia, misalnya untuk pembuatan jamu dari suatu simplisia
biasanya pelarut yang banyak digunakan adalah air dan etanol.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas penyarian antara lain
adalah kondisi alamiah bahan yang disari (berupa jaringan lunak atau keras, bahan
segar atau dikeringkan), ukuran partikel bahan, dan jenis cairan penyari (berkaitan
dengan polaritas solvent).
Pada percobaan ini, pembuatan sari dilakukan dengan metode ekstraksi
sederhana yaitu dengan maserasi disertai dengan pengocokkan menggunakan alat
homogenizer atau magnetik stirer, agar senyawa dalam simplisia tersari sempurna.
Setelah dilakukan penyarian selama 1 jam, kemudiaan ekstrak dipekatkan dengan cara
dipanaskan diatas waterbath (sebelumnya ekstrak yang sudah tersari disaring terlebih
dahulu), tujuan dari pemekatan ekstrak yaitu untuk meninggikan konsentrasi
kandungan bahan (bioaktif terlarut), pembuatan stissum (ekstrak kental), pembuatan
suatu bahan antara (konsentrat untuk tujuan pembuatan sediaan, pemekatan sebagai
suatu tahap awal pada pembuatan ekstrak kering).

X. KESIMPULAN
1. Kadar sari larut etanol = 6,9198% (memenuhi syarat)
2. Kadar sari larut air = 14,2266% (tidak memenuhi syarat)
XI. PUSTAKA
a. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1978. Materia Medika
Indonesia II. Jakarta. Departemen Kesehatan
b. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.
Jakarta.
Tikus yang diuji dibagi ke dalam 5 kelompok. Kelompok I alias kontrol diberi larutan tragakan berkadar 1%.
Tiga kelompok lainnya diberi sambiloto yang diekstrak dengan heksana, etilasetat, dan etanol berdosis 0,5
g/kg bb tikus. Kelompok sisanya diberi tolbutamid berdosis 0,315 g/kg bb untuk perbandingan. Tolbutamid
senyawa aktif yang biasanya terkandung dalam obat diabetes di pasaran.

Sebelum percobaan tikus dipuasakan selamaerdosis 2 g/kg bb secara oral. Kadar guHasil

Anda mungkin juga menyukai